Malnutrisi Energi Protein
-
Upload
rahmahusna1 -
Category
Documents
-
view
115 -
download
11
Embed Size (px)
Transcript of Malnutrisi Energi Protein

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini diperkirakan sekitar 50 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa
mengalami beraneka masalah kekurangan gizi, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi
kurang sering luput dari penglihatan atau pengamatan biasa dan seringkali tidak cepat
ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar. Selain gizi kurang, secara
bersamaan Indonesia juga mulai menghadapi masalah gizi lebih dengan kecenderungan yang
semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kata lain saat ini Indonesia tengah
menghadapi masalah gizi ganda. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada
tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain
itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya
pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi.2
Investasi di sektor sosial menjadi sangat penting dalam peningkatan SDM karena
akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara. Investasi gizi juga berperan penting
untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya peningkatan
SDM.2
Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan
kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak
13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama
menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak
memiliki kategori sangat pendek. 1
Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut
WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh
karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah
dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang
ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana gizi
buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi buruk
dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi
dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat
1

Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa
komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan.4
B. Pengertian dan Dasar Diagnosis KEP
Kurang Energi Protein atau Kurang Kalori Protein adalah keadaan kurang gizi pada
anak yang disebabkan oleh kurangnya asupan energi dan protein. Balita usia 6-59 bulan
merupaka golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah
masalah kurang energi protein (KEP) yang merupakan masalah gizi utama di Indonesia.4
Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, MEP diklasifikasikan
menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk). Gizi
kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan
dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di samping gejala klinis, didapatkan juga kelainan
biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu
kwarshiorkor, marasmus, dan marasmus-kwarshiorkor, walaupun demikian,
penatalaksanaannya tetap sama.3
Klasifikasi KEP
1. KEP ringan / gizi kurang adalah bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda
sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema,
nafsu makan baik, tidak ada komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang
dan perlu diberikan PMT Pemulihan.4
Pada pemeriksaan fisik KEP ringan biasanya ditemukan gangguan pertumbuhan,
anemia ringan, dan berkurangnya aktivitas dan konsentrasi.3
2. KEP berat / gizi buruk tanpa komplikasi adalah bila dalam pemeriksaan pada anak
didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak sangat kurus, edema minimal pada
kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5
cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi
buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan.3
3. KEP berat / gizi buruk dengan komplikasi adalah bila hasil pemeriksaan anak
ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat kurus, edema pada seluruh
tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) dan
disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia,
pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan
kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu
penanganan secara rawat inap.3
2

Gejala klinis KEP berat/Gizi buruk yang dapat ditemukan: 3
a. Kwashiorkor
- Perubahan mental sampai apatis
- Anemia
- Edema simetris, terutama pada kedua punggung kaki (dorsum pedis), dapat
sampai seluruh tubuh
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit, rontok
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Gangguan sistem gastrointestinal
b. Marasmus:
- Wajah seperti orang tua
- Perubahan mental, cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
- Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas
- Kadang-kadang disertai bradikardi
c. Marasmik-Kwashiorkor:
- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor
dan Marasmus
- terlihat sangat kurus
- Edema nutrisional, simetris
- BB/TB < -3 SD
- Lingkar lengan atas < 11,5 cm
Patofisiologi 5
1. Respon Metabolik Terhadap Pemasukan Energi Inadekuat
KEP merupakan hasil dari tidak tercukupinya kebutuhan energi dan nutrisi dalam waktu
yang lama. Manifestasinya tergantung dari beberapa faktor, misalnya umur, infeksi, status
nutrisi awal dan kebiasaan mengurangi makan.
3

Pada keadaan puasa terjadi pengurangan lemak dan perubahan endokrin yang mempunyai
tujuan untuk menjaga fungsi vital dan bertahan hidup sampai didapatkan lagi energi dari
makanan. Akibatnya akan terjadi perubahan-perubahan yaitu berkurangnya aktivitas,
pertumbuhan yang lambat dan perubahan komposisi badan. Selain itu akan terjadi
penurunan laju metabolisme dan peningkatan total cairan tubuh terutama di ekstaselular.
Hormon cortisol akan meningkat pada keadaan kelaparan dan stress. Sekresi insulin akan
menurun dan akan terjadi resistensi insulin di perifer. Aktivitas insulin-growth faktor 1
serta efektor metabolik pertumbuhan yang mempengaruhi hormon pertumbuhan juga
berkurang. Efek keseluruhan dari perubahan hormon ini adalah mobilisasi lemak,
degradasi protein otot, dan penurunan basal metabolic rate. Peningkatan aldosterone yang
berperan dalam kehilangan potassium sudah diikuti oleh pengurangan energi dan
penurunan sintesis adenosin trifosfat dalam sodium pump.
2. Adaptasi Terhadap Penurunan Pemasukan Protein
Selama kehilangan protein, otot skelet yang hilang akan diganti untuk menjaga enzim
yang penting dan memberikan energi untuk proses metabolisme, sehingga terjadi proses
pembentukan protein otot dan peningkatan pemecahan yang akan memberikan asam
amino essensial untuk sintesis protein dan glukoneogenesis. Di dalam hepar, terdapat
pertukaran laju sintesis dari protein yang berbeda : sintesis albumin, transferrin dan
apolipoprotein B akan menurun sedangkan sintesis protein lain akan dijaga.
3. Perubahan Elektrolit
Pada marasmus dan kwashiorkor akan terjadi retensi sodium sehingga akan terjadi
peningkatan total sodium dalam tubuh, meskipun kadar serumnya rendah sedangkan total
potasium dalam tubuh akan menurun. Selain sodium dan potasium, elektrolit lain juga
akan berubah seperti fosfat , magnesium dan kalsium.
Hipofosfatemia ditemukan dalam anak-anak yang malnutrisi dan berhubungan dengan
tingginya angka mortalitas. Kadar fosfat yang rendah berhubungan dengan diare dan
dehidrasi. Selain hipofosfatemia, hipokalemia juga bisa menyebabkan hipotonus dan
kematian mendadak (sudden death).
4. Interaksi dengan Infeksi
Infeksi dan nutrisi saling berhubungan. Kondisi dimana pemasukan energi dan protein
yang tidak cukup berhubungan dengan kondisi peningkatan bakteri dan mikroba lain.
Produk makanan yang berasal dari daging seperti daging merah, daging unggas, ikan,
susu dan telur merupakan sumber nutrisi yang penting untuk melawan infeksi. Lemak
4

dibutuhkan untuk memfasilitasi penyerapan dari vitamin seperti E, D dan A serta untuk
menjaga infeksi.
Selama infeksi, terdapat perubahan metabolik yang akan meningkatkan produksi protein
fase akut. Produksi protein fase akut dan perubahan metabolik pada infeksi diperantarai
oleh sitokin, lipid-derived factor termasuk prostaglandin, leukotrien, dan platelet
aktivating factor. Perubahan endokrin juga berperan; hormon-hormon katabolik juga
meningkat seperti glukokortikoid, glukagon, dan epinefrin. Sebagai tambahan bahwa
perubahan efek metabolisme terhadap infeksi sesuai dengan status nutrisinya.
5. Sitokin
Sintesin sitokin dipercepat oleh infeksi, trauma, iskemi dan keadaan lain. Sitokin berperan
dalam metabolisme protein dan otot, puasa, dan cachexia pada kanker.
Pada anak yang malnutrisi berat didapatkan penurunan reaksi inflamasi dan
menumpulnya respon febrile.
6. Protein Fase Akut
Sitokin memodulasi pembentukan protein fase akut. Pembentukan protein tersebut adalah
di dalam hati dan meningkat bila ada stress seperti infeksi. Pada anak malnutrisi berat
akan terjadi penurunan protein fase akut negatif seperti albumin, prealbumin, fibronektin
dan retinol binding protein. Hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya sistesis
protein dalam hepar.
7. Kwashiorkor
Kwashiorkor berhubungan dengan kurangnya diet protein dan edema yang terjadi adalah
akibat dari rendahnya albumin, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa
kwashiorkor tergantung dari intake energi bukan protein dan edema tidak tergantung dari
albumin.
8. Perubahan Organ dan Sistem
PEMERIKSAAN PENUNJANG 3, 4, 5
Darah : Hb, Leukosit, Eritrosit, Nilai Absolut Eritrosit, Hematokrit, Apus Darah Tepi,
Albumin, Protein Total, Ureum, Kreatinin, Kolesterol, HDL, Trigliserida, Fe, TIBC,
Transthyretin Serum, Elektrolit, Glukosa, Bilirubin, Indeks Protrombin dan Biakan
Urin : Kultur, Urea N, Hidroksiprolin
Apus Rektal
Tes mantoux
Radiologi (dada, AP, Lateral)
5

EKG
Ciri-ciri biokimia dan histopatologis dari KEP berat
Penemuan biokimia umum sebagai berikut :
1. Konsentrasi total protein serum dan terutama albumin secara nyata berkurang pada KEP
edematus, dan normal atau rendah pada marasmus.
2. Hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah, terlebih pada kwashiorkor daripada
marasmus.
3. Rasio asam amino nonesensial dan esensial plasma meningkat pada kwashiorkor dan
biasanya normal pada marasmus.
4. Level Free Fatty Acid (FFA) serum meningkat, terutama pada kwashiorkor.
5. Level glukosa darah normal atau rendah setelah puasa 6 atau lebih.
6. Eksresi urin kreatinin, hidroksiprolin, 3-metil histidin, dan urea nitrogen rendah.
Banyak perubahan biokimia lain yang sudah diterangkan pada KEP berat, meskipun
mempunyai sedikit pengaruh pada diagnosis penyakit.
Penelitian histopatologis menunjukkan atrofi nonspesifik, terutama pada jaringan
dengan angka turnover sel yang besar seperti mukosa usus, sumsum tulang merah, dan epitel
testikular, sedangkan pada vili usus dan enterosit kehilangan penampakan columnarnya.
Perubahan kulit terdiri atas atrofi dermal, ekimosis, ulserasi, dan deskuamasi hiperkeratosis,
terlihat pada daerah yang iritasi. Hepar pada kwashiorkor besar dengan infiltrasi lemak;
lemak periportal terlihat pertama dan berlanjut sejalan dengan meningkatnya kehebatan
penyakit.
BAB II
ALUR PEMERIKSAAN DAN PENEMUAN KASUS
6

Berikut penjelasan alur pemeriksaan yang dapat di gunakan untuk menentukan
langkah-langkah yang dilakukan dalam menangani penemuan kasus anak gizi buruk
berdasarkan kategori yang telah ditentukan :
1. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan anak
di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan
jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat,
media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining aktif
(operasi timbang anak).
2. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang
berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak yang dirujuk dari
posyandu (2T dan BGM) maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis,
semua anak diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia
berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak
diperiksa nafsu makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau
makan/tidak mau makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.
3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak
sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB
atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan
baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan
penanganan secara rawat jalan.
4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat
kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm
(untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi
medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat,
demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk
dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap.
5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -
3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada
komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT
Pemulihan.
6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda
komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau kaki),
7

dan nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat
jalan.
7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tandatanda komplikasi
medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka penanganan
anak dengan pemberian PMT pemulihan.
8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT
pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda
komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat
badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada nafsu
makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap.
Untuk lebih jelasnya alur pemeriksaan atau penemuan kasus dapat dilihat pada bagan
berikut :
BAB III
LANGKAH PELAKSANAAN
8

Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak berstatus gizi
kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan dengan frekuensi sebagai
berikut:
3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu
Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 minggu
Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD, dan tidak
ada edema) dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan kembali proses pemulihan, dengan
ketentuan, jika:
Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau Puskesmas Perawatan atau Pusat
Pemulihan Gizi (PPG)
Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian makanan
tambahan dan konseling.
A. Pelaksanaan Rawat Jalan
a. Pemberian konseling
Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian
pertumbuhan anak
Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi
Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi
Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan cara
menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih atau
mengganti makanan
b. Pemberian paket obat dan makanan untuk pemulihan gizi
Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit, maka oleh
tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat
Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai umur
pada saat pertama kali ditemukan
c. Kunjungan Rumah
d. Rujukan
Makanan untuk Pemulihan Gizi
a. Prinsip
9

1) Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya dengan
vitamin dan mineral.
2) Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa
pemulihan.
3) Makanan untuk Pemulihan Gizi dapat berupa: F100, makanan therapeutic/gizi siap
saji dan makanan lokal. Makanan lokal dengan bentuk mulai dari makanan bentuk
cair, lumat, lembik, padat.
4) Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizi dalam formula F100 dan
makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu, tepung, gula,
kacang-kacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi
sebesar 30-60 % dari total kalori.
5) Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari lemak 30-
60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari.
6) Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal (makanan
lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.
b. Jumlah dan Frekuensi
Makanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi merupakan makanan khusus
untuk pemulihan gizi anak yang diberikan secara bertahap:
1) Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap:
Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan cair
(Formula100).
Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (Formula100).
2) Anak gizi buruk tanpa tanda klinis
Langsung diberikan fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang
diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100). Rehabilitasi lanjutan diberikan
selama 5 minggu dengan pemberian makanan secara bertahap dengan mengurangi
frekuensi makanan cair dan menambah frekuensi makanan padat.
Pemberian makanan rehabilitasi lanjutan dapat diteruskan bila kondisi anak gizi buruk
masih memerlukan makanan formula. Bagi anak yang status gizinya pulih (≥ -2 SD) maka
berangsur menuju ke makanan anak sehat sesuai dengan anjuran makan menurut kelompok
umur (besar porsi, macam makanan, frekuensi pemberian).
10

B. Pelaksanaan Rawat Inap
Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau yang dikenal sebagai Therapeutic Feeding Centre
(TFC) berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan secara intensif, dengan
melibatkan ibu atau keluarga dalam perawatan anak. Penyelenggaraan PPG dapat
memanfaatkan fasilitas bangunan yang sudah ada di Puskesmas perawatan/Rumah Sakit atau
membuat bangunan khusus atau baru.
PPG dapat dibentuk bila dalam satu wilayah kecamatan memenuhi kriteria sebagai
berikut:
Global Acute Malnutrition (GAM) atau Prevalensi gizi kurang akut > 15%
GAM/Prevalensi gizi kurang akut antara 10-14,9% dengan faktor penyulit seperti
adanya bencana baik alam maupun non alam.
Penerapan tatalaksana anak gizi buruk yang dirawat inap:
11

a. Pelayanan Medis, keperawatan dan konseling gizi sesuai dengan penyakit
penyerta/penyulit.
b. Pemberian formula dan makanan sesuai dengan fase sebagai berikut:
i. Fase Stabilisasi
Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-100 KKal/kgBB/hari
dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada anak yang masih
mendapatkan ASI.
ii. Fase Transisi
Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F-100.
Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100-150 KKal/kgBB/
hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.
iii. Fase Rehabilitasi
Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan penambahan
makanan untuk anak dengan BB < 7 kg diberikan makanan bayi dan untuk anak
dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150-220 KKal/kgBB/hari
dan protein 4-6 g/kgBB/hari.
iv. Fase Tindak Lanjut (dilakukan di rumah)
Setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol oleh Puskesmas pengirim
secara berkala melalui kegiatan Posyandu atau kunjungan ke Puskesmas. Lengkapi
imunisasi yang belum diterima, berikan imunisasi campak sebelum pulang. Anak
tetap melakukan kontrol (rawat jalan) pada bulan I satu kali/ minggu, bulan II satu
kali/ 2 minggu, selanjutnya sebulan sekali sampai dengan bulan ke-6. Tumbuh
kembang anak dipantau oleh tenaga kesehatan Puskesmas pengirim sampai anak
berusia 5 tahun.
Kriteria sembuh:
Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria pulang
sebagai berikut:
a. Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
b. BB/PB atau BB/TB > -3 SD
c. Komplikasi sudah teratasi
d. Ibu telah mendapat konseling gizi
e. Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
f. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.
12

c. Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan
Selama perawatan di PPG anak diberikan stimulasi tumbuh kembang dengan APE
sesuai umur dan kondisi anak mulai dari fase stabilisasi, transisi maupun rehabilitasi,
karena anak gizi buruk sering terjadi keterlambatan tumbuh kembang seperti
gangguan motorik dan sensorik. Kegiatan ini mengacu pada Buku Pedoman
Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di
tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.
BAB IV
PEMANTAUAN
A. Pemantauan Rawat Jalan
a. Cara Pemantauan dilakukan berdasarkan :
Status gizi
Pengukuran BB setiap minggu, pengukuran TB setiap 1 bulan dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
Konsumsi makanan
Pengisian formulir catatan harian konsumsi khusus makanan cair diisi oleh
kader/keluarga di posyandu atau saat kunjungan rumah. Formulir ini dibawa ke
Puskesmas 1 minggu sekali.
Pemeriksaan Klinis
Diperiksa oleh dokter Puskesmas setiap kali kunjungan.
13

b. Indikator yang dipantau berdasarkan : indikator input, indikator proses dan indikator
output.
1. Indikator input dilihat dari ketersediaan:
• mineral mix
• makanan formula
• tenaga
• alat antropometri
• obat
• media konseling
2. Indikator Proses
• Terlaksananya proses skrining
• Kunjungan rumah
• Kelengkapan pencatatan pelaporan
• Tidak terlambat melakukan rujukan
• Semua anak gizi buruk tidak ada yang Drop Out (DO).
• Semua anak rutin hadir pada setiap jadwal buka
3. Indikator Output
• Semua anak gizi buruk yang sesuai kriteria mengikuti rawat jalan.
• Peningkatan status gizi anak yang mengikuti rawat jalan
B. Pemantauan Rawat Inap
1. Pemantauan Pelaksanaan PPG
Pemantauan merupakan kegiatan pengawasan sekaligus penilaian secara periodik
terhadap proses pelaksanaan kegiatan perawatan anak gizi buruk di PPG dengan
menggunakan form pemantauan (checklist), mengacu pada Buku Pemantauan Gizi
Buruk.
Tindak lanjut pemantauan:
Umpan balik laporan hasil pemantauan dan solusinya
Bimbingan Teknis
2. Pemantauan keadaan klinis dan status gizi anak
Selama perawatan di PPG, pemantauan dilakukan oleh petugas PPG/tim asuhan
gizi dengan menggunakan status pasien/formulir rekam medik.
Pasca perawatan di Puskesmas, Puskesmas pembantu dan Posyandu oleh tenaga
kesehatan Puskesmas dan atau kader dengan menggunakan KMS.
14

DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2010.
Kementerian Kesehatan RI. 2010.
2. Badan Perencanaan Pembanguanan Nasional Rencana Aksi Nasional Pangan dan
Gizi 2006-2010. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007.
3. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid I. 2010
4. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Bina Gizi dan
KIA. 2011.
5. Behrman, Richard E., MD., et. al. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 16th ed.
Pennsylvania : W. B. Saunders Company.
15