Malnutrisi Energi Protein

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini diperkirakan sekitar 50 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah kekurangan gizi, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi kurang sering luput dari penglihatan atau pengamatan biasa dan seringkali tidak cepat ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar. Selain gizi kurang, secara bersamaan Indonesia juga mulai menghadapi masalah gizi lebih dengan kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kata lain saat ini Indonesia tengah menghadapi masalah gizi ganda. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi. 2 Investasi di sektor sosial menjadi sangat penting dalam peningkatan SDM karena akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara. Investasi gizi juga berperan penting untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya peningkatan SDM. 2 Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. 1

Transcript of Malnutrisi Energi Protein

Page 1: Malnutrisi Energi Protein

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini diperkirakan sekitar 50 persen penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa

mengalami beraneka masalah kekurangan gizi, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi

kurang sering luput dari penglihatan atau pengamatan biasa dan seringkali tidak cepat

ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar. Selain gizi kurang, secara

bersamaan Indonesia juga mulai menghadapi masalah gizi lebih dengan kecenderungan yang

semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kata lain saat ini Indonesia tengah

menghadapi masalah gizi ganda. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada

tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain

itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya

pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi.2

Investasi di sektor sosial menjadi sangat penting dalam peningkatan SDM karena

akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara. Investasi gizi juga berperan penting

untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya peningkatan

SDM.2

Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan

kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak

13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama

menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak

memiliki kategori sangat pendek. 1

Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut

WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh

karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah

dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang

ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana gizi

buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi buruk

dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi

dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat

1

Page 2: Malnutrisi Energi Protein

Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa

komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan.4

B. Pengertian dan Dasar Diagnosis KEP

Kurang Energi Protein atau Kurang Kalori Protein adalah keadaan kurang gizi pada

anak yang disebabkan oleh kurangnya asupan energi dan protein. Balita usia 6-59 bulan

merupaka golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah

masalah kurang energi protein (KEP) yang merupakan masalah gizi utama di Indonesia.4

Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, MEP diklasifikasikan

menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk). Gizi

kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan

dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di samping gejala klinis, didapatkan juga kelainan

biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu

kwarshiorkor, marasmus, dan marasmus-kwarshiorkor, walaupun demikian,

penatalaksanaannya tetap sama.3

Klasifikasi KEP

1. KEP ringan / gizi kurang adalah bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda

sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema,

nafsu makan baik, tidak ada komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang

dan perlu diberikan PMT Pemulihan.4

Pada pemeriksaan fisik KEP ringan biasanya ditemukan gangguan pertumbuhan,

anemia ringan, dan berkurangnya aktivitas dan konsentrasi.3

2. KEP berat / gizi buruk tanpa komplikasi adalah bila dalam pemeriksaan pada anak

didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak sangat kurus, edema minimal pada

kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5

cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi

buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan.3

3. KEP berat / gizi buruk dengan komplikasi adalah bila hasil pemeriksaan anak

ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat kurus, edema pada seluruh

tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) dan

disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia,

pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan

kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu

penanganan secara rawat inap.3

2

Page 3: Malnutrisi Energi Protein

Gejala klinis KEP berat/Gizi buruk yang dapat ditemukan: 3

a. Kwashiorkor

- Perubahan mental sampai apatis

- Anemia

- Edema simetris, terutama pada kedua punggung kaki (dorsum pedis), dapat

sampai seluruh tubuh

- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa

rasa sakit, rontok

- Pembesaran hati

- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau

duduk

- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna

menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)

- Gangguan sistem gastrointestinal

b. Marasmus:

- Wajah seperti orang tua

- Perubahan mental, cengeng, rewel

- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada

daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)

- Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas

- Kadang-kadang disertai bradikardi

c. Marasmik-Kwashiorkor:

- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor

dan Marasmus

- terlihat sangat kurus

- Edema nutrisional, simetris

- BB/TB < -3 SD

- Lingkar lengan atas < 11,5 cm

Patofisiologi 5

1. Respon Metabolik Terhadap Pemasukan Energi Inadekuat

KEP merupakan hasil dari tidak tercukupinya kebutuhan energi dan nutrisi dalam waktu

yang lama. Manifestasinya tergantung dari beberapa faktor, misalnya umur, infeksi, status

nutrisi awal dan kebiasaan mengurangi makan.

3

Page 4: Malnutrisi Energi Protein

Pada keadaan puasa terjadi pengurangan lemak dan perubahan endokrin yang mempunyai

tujuan untuk menjaga fungsi vital dan bertahan hidup sampai didapatkan lagi energi dari

makanan. Akibatnya akan terjadi perubahan-perubahan yaitu berkurangnya aktivitas,

pertumbuhan yang lambat dan perubahan komposisi badan. Selain itu akan terjadi

penurunan laju metabolisme dan peningkatan total cairan tubuh terutama di ekstaselular.

Hormon cortisol akan meningkat pada keadaan kelaparan dan stress. Sekresi insulin akan

menurun dan akan terjadi resistensi insulin di perifer. Aktivitas insulin-growth faktor 1

serta efektor metabolik pertumbuhan yang mempengaruhi hormon pertumbuhan juga

berkurang. Efek keseluruhan dari perubahan hormon ini adalah mobilisasi lemak,

degradasi protein otot, dan penurunan basal metabolic rate. Peningkatan aldosterone yang

berperan dalam kehilangan potassium sudah diikuti oleh pengurangan energi dan

penurunan sintesis adenosin trifosfat dalam sodium pump.

2. Adaptasi Terhadap Penurunan Pemasukan Protein

Selama kehilangan protein, otot skelet yang hilang akan diganti untuk menjaga enzim

yang penting dan memberikan energi untuk proses metabolisme, sehingga terjadi proses

pembentukan protein otot dan peningkatan pemecahan yang akan memberikan asam

amino essensial untuk sintesis protein dan glukoneogenesis. Di dalam hepar, terdapat

pertukaran laju sintesis dari protein yang berbeda : sintesis albumin, transferrin dan

apolipoprotein B akan menurun sedangkan sintesis protein lain akan dijaga.

3. Perubahan Elektrolit

Pada marasmus dan kwashiorkor akan terjadi retensi sodium sehingga akan terjadi

peningkatan total sodium dalam tubuh, meskipun kadar serumnya rendah sedangkan total

potasium dalam tubuh akan menurun. Selain sodium dan potasium, elektrolit lain juga

akan berubah seperti fosfat , magnesium dan kalsium.

Hipofosfatemia ditemukan dalam anak-anak yang malnutrisi dan berhubungan dengan

tingginya angka mortalitas. Kadar fosfat yang rendah berhubungan dengan diare dan

dehidrasi. Selain hipofosfatemia, hipokalemia juga bisa menyebabkan hipotonus dan

kematian mendadak (sudden death).

4. Interaksi dengan Infeksi

Infeksi dan nutrisi saling berhubungan. Kondisi dimana pemasukan energi dan protein

yang tidak cukup berhubungan dengan kondisi peningkatan bakteri dan mikroba lain.

Produk makanan yang berasal dari daging seperti daging merah, daging unggas, ikan,

susu dan telur merupakan sumber nutrisi yang penting untuk melawan infeksi. Lemak

4

Page 5: Malnutrisi Energi Protein

dibutuhkan untuk memfasilitasi penyerapan dari vitamin seperti E, D dan A serta untuk

menjaga infeksi.

Selama infeksi, terdapat perubahan metabolik yang akan meningkatkan produksi protein

fase akut. Produksi protein fase akut dan perubahan metabolik pada infeksi diperantarai

oleh sitokin, lipid-derived factor termasuk prostaglandin, leukotrien, dan platelet

aktivating factor. Perubahan endokrin juga berperan; hormon-hormon katabolik juga

meningkat seperti glukokortikoid, glukagon, dan epinefrin. Sebagai tambahan bahwa

perubahan efek metabolisme terhadap infeksi sesuai dengan status nutrisinya.

5. Sitokin

Sintesin sitokin dipercepat oleh infeksi, trauma, iskemi dan keadaan lain. Sitokin berperan

dalam metabolisme protein dan otot, puasa, dan cachexia pada kanker.

Pada anak yang malnutrisi berat didapatkan penurunan reaksi inflamasi dan

menumpulnya respon febrile.

6. Protein Fase Akut

Sitokin memodulasi pembentukan protein fase akut. Pembentukan protein tersebut adalah

di dalam hati dan meningkat bila ada stress seperti infeksi. Pada anak malnutrisi berat

akan terjadi penurunan protein fase akut negatif seperti albumin, prealbumin, fibronektin

dan retinol binding protein. Hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya sistesis

protein dalam hepar.

7. Kwashiorkor

Kwashiorkor berhubungan dengan kurangnya diet protein dan edema yang terjadi adalah

akibat dari rendahnya albumin, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa

kwashiorkor tergantung dari intake energi bukan protein dan edema tidak tergantung dari

albumin.

8. Perubahan Organ dan Sistem

PEMERIKSAAN PENUNJANG 3, 4, 5

Darah : Hb, Leukosit, Eritrosit, Nilai Absolut Eritrosit, Hematokrit, Apus Darah Tepi,

Albumin, Protein Total, Ureum, Kreatinin, Kolesterol, HDL, Trigliserida, Fe, TIBC,

Transthyretin Serum, Elektrolit, Glukosa, Bilirubin, Indeks Protrombin dan Biakan

Urin : Kultur, Urea N, Hidroksiprolin

Apus Rektal

Tes mantoux

Radiologi (dada, AP, Lateral)

5

Page 6: Malnutrisi Energi Protein

EKG

Ciri-ciri biokimia dan histopatologis dari KEP berat

Penemuan biokimia umum sebagai berikut :

1. Konsentrasi total protein serum dan terutama albumin secara nyata berkurang pada KEP

edematus, dan normal atau rendah pada marasmus.

2. Hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah, terlebih pada kwashiorkor daripada

marasmus.

3. Rasio asam amino nonesensial dan esensial plasma meningkat pada kwashiorkor dan

biasanya normal pada marasmus.

4. Level Free Fatty Acid (FFA) serum meningkat, terutama pada kwashiorkor.

5. Level glukosa darah normal atau rendah setelah puasa 6 atau lebih.

6. Eksresi urin kreatinin, hidroksiprolin, 3-metil histidin, dan urea nitrogen rendah.

Banyak perubahan biokimia lain yang sudah diterangkan pada KEP berat, meskipun

mempunyai sedikit pengaruh pada diagnosis penyakit.

Penelitian histopatologis menunjukkan atrofi nonspesifik, terutama pada jaringan

dengan angka turnover sel yang besar seperti mukosa usus, sumsum tulang merah, dan epitel

testikular, sedangkan pada vili usus dan enterosit kehilangan penampakan columnarnya.

Perubahan kulit terdiri atas atrofi dermal, ekimosis, ulserasi, dan deskuamasi hiperkeratosis,

terlihat pada daerah yang iritasi. Hepar pada kwashiorkor besar dengan infiltrasi lemak;

lemak periportal terlihat pertama dan berlanjut sejalan dengan meningkatnya kehebatan

penyakit.

BAB II

ALUR PEMERIKSAAN DAN PENEMUAN KASUS

6

Page 7: Malnutrisi Energi Protein

Berikut penjelasan alur pemeriksaan yang dapat di gunakan untuk menentukan

langkah-langkah yang dilakukan dalam menangani penemuan kasus anak gizi buruk

berdasarkan kategori yang telah ditentukan :

1. Penemuan Anak Gizi Buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan anak

di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan

jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat,

media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya) dan skrining aktif

(operasi timbang anak).

2. Penapisan Anak Gizi Buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang

berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak yang dirujuk dari

posyandu (2T dan BGM) maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis,

semua anak diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia

berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak

diperiksa nafsu makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau

makan/tidak mau makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.

3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak

sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB

atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan

baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan

penanganan secara rawat jalan.

4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat

kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm

(untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi

medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat,

demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorikan gizi buruk

dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap.

5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2 s/d -

3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada

komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT

Pemulihan.

6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda

komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau kaki),

7

Page 8: Malnutrisi Energi Protein

dan nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat

jalan.

7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tandatanda komplikasi

medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka penanganan

anak dengan pemberian PMT pemulihan.

8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT

pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda

komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat

badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada nafsu

makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap.

Untuk lebih jelasnya alur pemeriksaan atau penemuan kasus dapat dilihat pada bagan

berikut :

BAB III

LANGKAH PELAKSANAAN

8

Page 9: Malnutrisi Energi Protein

Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak berstatus gizi

kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan dengan frekuensi sebagai

berikut:

3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu

Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 minggu

Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD, dan tidak

ada edema) dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan kembali proses pemulihan, dengan

ketentuan, jika:

Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau Puskesmas Perawatan atau Pusat

Pemulihan Gizi (PPG)

Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian makanan

tambahan dan konseling.

A. Pelaksanaan Rawat Jalan

a. Pemberian konseling

Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian

pertumbuhan anak

Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi

Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi

Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan cara

menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih atau

mengganti makanan

b. Pemberian paket obat dan makanan untuk pemulihan gizi

Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit, maka oleh

tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat

Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai umur

pada saat pertama kali ditemukan

c. Kunjungan Rumah

d. Rujukan

Makanan untuk Pemulihan Gizi

a. Prinsip

9

Page 10: Malnutrisi Energi Protein

1) Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya dengan

vitamin dan mineral.

2) Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa

pemulihan.

3) Makanan untuk Pemulihan Gizi dapat berupa: F100, makanan therapeutic/gizi siap

saji dan makanan lokal. Makanan lokal dengan bentuk mulai dari makanan bentuk

cair, lumat, lembik, padat.

4) Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizi dalam formula F100 dan

makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu, tepung, gula,

kacang-kacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi

sebesar 30-60 % dari total kalori.

5) Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari lemak 30-

60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari.

6) Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal (makanan

lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.

b. Jumlah dan Frekuensi

Makanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi merupakan makanan khusus

untuk pemulihan gizi anak yang diberikan secara bertahap:

1) Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap:

Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali

pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan cair

(Formula100).

Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali

pemberian/hari (Formula100).

2) Anak gizi buruk tanpa tanda klinis

Langsung diberikan fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang

diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100). Rehabilitasi lanjutan diberikan

selama 5 minggu dengan pemberian makanan secara bertahap dengan mengurangi

frekuensi makanan cair dan menambah frekuensi makanan padat.

Pemberian makanan rehabilitasi lanjutan dapat diteruskan bila kondisi anak gizi buruk

masih memerlukan makanan formula. Bagi anak yang status gizinya pulih (≥ -2 SD) maka

berangsur menuju ke makanan anak sehat sesuai dengan anjuran makan menurut kelompok

umur (besar porsi, macam makanan, frekuensi pemberian).

10

Page 11: Malnutrisi Energi Protein

B. Pelaksanaan Rawat Inap

Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau yang dikenal sebagai Therapeutic Feeding Centre

(TFC) berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan secara intensif, dengan

melibatkan ibu atau keluarga dalam perawatan anak. Penyelenggaraan PPG dapat

memanfaatkan fasilitas bangunan yang sudah ada di Puskesmas perawatan/Rumah Sakit atau

membuat bangunan khusus atau baru.

PPG dapat dibentuk bila dalam satu wilayah kecamatan memenuhi kriteria sebagai

berikut:

Global Acute Malnutrition (GAM) atau Prevalensi gizi kurang akut > 15%

GAM/Prevalensi gizi kurang akut antara 10-14,9% dengan faktor penyulit seperti

adanya bencana baik alam maupun non alam.

Penerapan tatalaksana anak gizi buruk yang dirawat inap:

11

Page 12: Malnutrisi Energi Protein

a. Pelayanan Medis, keperawatan dan konseling gizi sesuai dengan penyakit

penyerta/penyulit.

b. Pemberian formula dan makanan sesuai dengan fase sebagai berikut:

i. Fase Stabilisasi

Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-100 KKal/kgBB/hari

dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada anak yang masih

mendapatkan ASI.

ii. Fase Transisi

Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F-100.

Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100-150 KKal/kgBB/

hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.

iii. Fase Rehabilitasi

Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan penambahan

makanan untuk anak dengan BB < 7 kg diberikan makanan bayi dan untuk anak

dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150-220 KKal/kgBB/hari

dan protein 4-6 g/kgBB/hari.

iv. Fase Tindak Lanjut (dilakukan di rumah)

Setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol oleh Puskesmas pengirim

secara berkala melalui kegiatan Posyandu atau kunjungan ke Puskesmas. Lengkapi

imunisasi yang belum diterima, berikan imunisasi campak sebelum pulang. Anak

tetap melakukan kontrol (rawat jalan) pada bulan I satu kali/ minggu, bulan II satu

kali/ 2 minggu, selanjutnya sebulan sekali sampai dengan bulan ke-6. Tumbuh

kembang anak dipantau oleh tenaga kesehatan Puskesmas pengirim sampai anak

berusia 5 tahun.

Kriteria sembuh:

Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria pulang

sebagai berikut:

a. Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif

b. BB/PB atau BB/TB > -3 SD

c. Komplikasi sudah teratasi

d. Ibu telah mendapat konseling gizi

e. Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut

f. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

12

Page 13: Malnutrisi Energi Protein

c. Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan

Selama perawatan di PPG anak diberikan stimulasi tumbuh kembang dengan APE

sesuai umur dan kondisi anak mulai dari fase stabilisasi, transisi maupun rehabilitasi,

karena anak gizi buruk sering terjadi keterlambatan tumbuh kembang seperti

gangguan motorik dan sensorik. Kegiatan ini mengacu pada Buku Pedoman

Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di

tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.

BAB IV

PEMANTAUAN

A. Pemantauan Rawat Jalan

a. Cara Pemantauan dilakukan berdasarkan :

Status gizi

Pengukuran BB setiap minggu, pengukuran TB setiap 1 bulan dilakukan oleh tenaga

kesehatan.

Konsumsi makanan

Pengisian formulir catatan harian konsumsi khusus makanan cair diisi oleh

kader/keluarga di posyandu atau saat kunjungan rumah. Formulir ini dibawa ke

Puskesmas 1 minggu sekali.

Pemeriksaan Klinis

Diperiksa oleh dokter Puskesmas setiap kali kunjungan.

13

Page 14: Malnutrisi Energi Protein

b. Indikator yang dipantau berdasarkan : indikator input, indikator proses dan indikator

output.

1. Indikator input dilihat dari ketersediaan:

• mineral mix

• makanan formula

• tenaga

• alat antropometri

• obat

• media konseling

2. Indikator Proses

• Terlaksananya proses skrining

• Kunjungan rumah

• Kelengkapan pencatatan pelaporan

• Tidak terlambat melakukan rujukan

• Semua anak gizi buruk tidak ada yang Drop Out (DO).

• Semua anak rutin hadir pada setiap jadwal buka

3. Indikator Output

• Semua anak gizi buruk yang sesuai kriteria mengikuti rawat jalan.

• Peningkatan status gizi anak yang mengikuti rawat jalan

B. Pemantauan Rawat Inap

1. Pemantauan Pelaksanaan PPG

Pemantauan merupakan kegiatan pengawasan sekaligus penilaian secara periodik

terhadap proses pelaksanaan kegiatan perawatan anak gizi buruk di PPG dengan

menggunakan form pemantauan (checklist), mengacu pada Buku Pemantauan Gizi

Buruk.

Tindak lanjut pemantauan:

Umpan balik laporan hasil pemantauan dan solusinya

Bimbingan Teknis

2. Pemantauan keadaan klinis dan status gizi anak

Selama perawatan di PPG, pemantauan dilakukan oleh petugas PPG/tim asuhan

gizi dengan menggunakan status pasien/formulir rekam medik.

Pasca perawatan di Puskesmas, Puskesmas pembantu dan Posyandu oleh tenaga

kesehatan Puskesmas dan atau kader dengan menggunakan KMS.

14

Page 15: Malnutrisi Energi Protein

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2010.

Kementerian Kesehatan RI. 2010.

2. Badan Perencanaan Pembanguanan Nasional Rencana Aksi Nasional Pangan dan

Gizi 2006-2010. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007.

3. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid I. 2010

4. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Bina Gizi dan

KIA. 2011.

5. Behrman, Richard E., MD., et. al. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 16th ed.

Pennsylvania : W. B. Saunders Company.

15