Protein Energi Malnutrisi

17
PROTEIN ENERGI MALNUTRISI I. PENDAHULUAN DIseluruh dunia malnutrisi merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada masa anak. 1 Malnutrisi dapat akibat dari masukan makanan yang tidak sesuai atau tidak cukup atau dapat akibat dari penyerapan makanan yang tidak cukup. Penyediaan makanan yang tidak cukup, kebiasaan diet jelek, mengikuti mode makanan, dan factor-faktor emosi dapat membatasi masukan Kelainan metabolik tertentu dapat juga menyebabkan malnutrisi. 1 Di Indonesia dengan masih tingginya angka kejadian gizi kurang, istilah malnutrisi lazim dipakai untuk keadaan ini.Secara umum gizi kurang disebabkan oleh kekurangan energi atau protein. Namun keadaan di lapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus yang menderita defisiensi energy murni ataupun defisiensi protein murni. Anak dengan defisiensi protein biasanya disertai pula dengan defisiensi energi atau nutrisi lainnya. Karena itu istilah yang lazim dipakai adalah malnutrisi energi protein (MEP) atau kekurangan kalori protein (KKP). 2 KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi makro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi makro nutrient kepada defisiensi mikro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi ( > 30% ) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. 3 Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmik Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena kurang energy dan Marasmik Kwashorkor disebabkan karena kurang energy dan protein. KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali ( hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi

Transcript of Protein Energi Malnutrisi

Page 1: Protein Energi Malnutrisi

PROTEIN ENERGI MALNUTRISI

I. PENDAHULUAN

DIseluruh dunia malnutrisi merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada masa anak.1

Malnutrisi dapat akibat dari masukan makanan yang tidak sesuai atau tidak cukup atau dapat akibat dari penyerapan makanan yang tidak cukup. Penyediaan makanan yang tidak cukup, kebiasaan diet jelek, mengikuti mode makanan, dan factor-faktor emosi dapat membatasi masukan Kelainan metabolik tertentu dapat juga menyebabkan malnutrisi.1

Di Indonesia dengan masih tingginya angka kejadian gizi kurang, istilah malnutrisi lazim dipakai untuk keadaan ini.Secara umum gizi kurang disebabkan oleh kekurangan energi atau protein. Namun keadaan di lapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus yang menderita defisiensi energy murni ataupun defisiensi protein murni. Anak dengan defisiensi protein biasanya disertai pula dengan defisiensi energi atau nutrisi lainnya. Karena itu istilah yang lazim dipakai adalah malnutrisi energi protein (MEP) atau kekurangan kalori protein (KKP).2

KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi makro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi makro nutrient kepada defisiensi mikro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi ( > 30% ) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP.3

Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmik Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena kurang energy dan Marasmik Kwashorkor disebabkan karena kurang energy dan protein. KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali ( hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus, kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit.3

II. EPIDEMIOLOGI

Di Negara sedang berkembang dan miskin, malnutrisi merupakan penyebab utama kesakitan pada anak dan secara tidak langsung sebagai penyebab. Awal penyakit ini dimulai pada saat pemberian makanan yang tidak adekuat atau karena adanya malabsorpsi. Penyediaan makanan yang kurang, tingkat ekonomi yang rendah dan tingkat pendidikan ibu yang rendah akan berpengaruh terhadap banyaknya masukan makanan. Fakktor pendidikan mencakup pengetahuan yang kurang tentang nilai bahan makanan, kebiasaan makan yang buruk akibat pengaruh lingkungan, cara perawatan anak yang belum memadai, sifat tahayul terhadap makanan dan kesehatan lingkungan yang buruk. Selain itu kebutuhan nutrien esensial akan meningkat pada ketegangan mental, keadaan sakit, dan pada pemberian obat

Page 2: Protein Energi Malnutrisi

antibiotik, obat katabolik atau anabolik. Bila keadaan tersebut tidak diperhatikan akhirnya dapat menimbulkan malnutrisi.2

Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat ±1 milyar penduduk dunia yang kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik.Disamping itu masih ada ± 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat melakukan aktivitas minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses pertumbuhan badan secara normal.3

Di Indonesia masalah keuangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan kematian di beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung pembangunan nasional kita. Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatanpetani, tetapi secara eksplisit juga untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat.3

III.ETIOLOGI

KEP disebabkan oleh masukan energi dan protein yang sangat kurang dalam makanan sehari-hari dengan jangka waktu yang cukup lama. Pada umumnya KEP disebaban oleh:4

- Faktor Kemiskinan- Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makanan pendamping ASI ( MP-ASI) dan

pemberian makanan sesudah bayi disapih- Pengetahuan mengenai pemeliharaan lingkungan yang sehat

Marasmus berawal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital serta infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lainnya.1

Kwashiorkor, selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya yang berperan teerhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik, malabsorpsi protein, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), infeksi menahun, luka bakar, dan penyakit hati.2

IV. PATOFISIOLOGI

KEP merupakan manifestasi dari kurangnya asam protein dan energi dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang

Page 3: Protein Energi Malnutrisi

turun dan/ meningkatnya kehilangan nutrisi. Makanan yang tidak adekuat akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stress katabolic (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relative kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD-3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/“decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini, penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stress katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3SD, maka akan terjadi marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisi kronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi gangguan pertumbuhan atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.5

V. GAMBARAN KLINIS

Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu:4,5,6

1. Kwashiorkor- Edema (terutama kaki bagian bawah)- Wajah membulat dan sembab (moon face)- Pandangan mata sayu- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung mudah dicabut tanpa sakit,

rontok- Perubahan status mental: apatis, dan rewel- Kulit kering, hiperpigmentasi dan bersisik, serta ada tanda lain: crazy pavement

dermatosis (bercak-bercak putih/merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan)

- Hepatomegali (pembengkakan hati)- Otot mengecil (hipotrofi)- Sering disertai penyakit infeksi (umunya akut) anemia, dan diare

Page 4: Protein Energi Malnutrisi

2. Marasmus- Anak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit- Wajah seperti orang tua- Cengeng, rewel- Lapisan lemak bawah kulit sangat sedikit- Kulit mudah diangkat, kulit terlihat longgar, kulit paha berkeriput- Otot menyusut (wasted), lembek- Tulang rusuk tampak terlihat jelas- Terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput (baggy pant)- Ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol, mata besar dan dalam- Perut umumnya cekung- Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang ) dan diare

Page 5: Protein Energi Malnutrisi

3. Marasmik-kwashiorkor- Gabungan dari tanda marasmus dan kwashiorkor- Gangguan pertumbuhan- Crazy pavement dermatosis- Rambut tipis, pirang dan mudah dicabut- Muka seperti orangtua- Edema hanya terjadi pada anggota gerak bagian bawah (tidak mencolok)

Page 6: Protein Energi Malnutrisi

VI. DIAGNOSIS1. Gejala klinis 5

- Anamnesis (terutama mengenai makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah diderita)

- Pemeriksaan fisis yang memberikan adanya tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin

2. Antropometrik5

Termasuk didalamnya adalah BB/U (berat badan menurut umurnya), TB/U (tinggi badan menurut umurnya), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umurnya), BB/TB (berat badan ideal menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan).

Page 7: Protein Energi Malnutrisi

3. Laboratorium 5,6

Gula darah, preparat apusan darah, hemoglobin atau hematokrit,urin rutin/kultur, feses rutin, foto rontgen, tes tuberkulin, dan juga termasuk didalamnya pemeriksaan albumin, serum ferritin.

VII.KLASIFKASI

Berbagai istilah, klasifikasi, dan diagnostik telah digunakan serta berubah-ubah dari msa ke masa seperti yang terlihat pada table-tabel di bawah ini.7

Tabel 1. Istilah dan klasifikasi KEP

Tri Jenis KEP

Istilah dan klasifikasi Dasar diagnosis

< th 50

Berat Kwashiorkor, marasmus, atrofi, cachexia, dsb. - Klinik- Lab. (albumin)

Th. 50-an

Ringan-berat

Malnutrition:- (overmalnutrition)- (undermalnutrition)- Ringn/sedang- Berat (K-M-MK)

Klinik/lab./antropometri= scoring system Mclaren, 1967= jelliffe, 1966

an Th. 70-an

Ringan-berat

Protein energy malnutrition (PEM):- Ringan/sedang- Berat (K-M-MK)

Klinik/lab./antropometri=welcome trust party, 1970=nomogram Mclaren, 1967

Table 2. klasifikasi KEP menurut Gomez, 1956

Derajat malnutrition BB% terhadap st. BBUDerajat I 90-75Derajat II 75-60Derajat III <60

Table 3. klasifikasi KEP menurut the waterlow, 1973

Derajat malnutrition BB% terhadap st. BB/TB Derajat I 80-90Derajat II 70-80Derajat III <70

Page 8: Protein Energi Malnutrisi

Table 4. klasifikasi KEP menurut the welcome st party, 1970

Derajat malnutrition BB% terhadap st. BB/U80-60 <60

Edema (-) Undernutrition MarasmusEdema (+) Kwashiorkor Marasmus-kwashiorkor

Table 5. scoring system menurut McLaren, 1967

Gejala klinik SkorEdema 3Dermatosis 2Edema + dermatosis 6Hair chance 1Hepatomegali 1Serum albumin/total protein<1.00/<3,25 71,00-1,49/3,25-3,99 61,5-1,99/4,00-4,74 54,75-2,49/4,75-5,49 4

2,50-2,99/5,50-6,24 33,00-3,49/6,25-6,99 23,50-3,99/7,00-7,74 1>4,00/>7,75 0

Penilaian:

Skor 0-3: marasmus

Skor 4-8: marasmus-kwashiorkor

Skor 9-15: kwashiorkor

Di Indonesia, klasifikasi dan istilah yang digunakan sesuai dengan hasil Lokakarya Antropometri Gizi, 29-31 Mei 1975.7

1. KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U)= 80-70% baku median WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) = 90-80% baku median WHO-NCHS.

2. KEP sedang bila berat badan menurut umur (BB/U) = 70-60% baku median WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) = 80-70% baku median WHO-NCHS

3. KEP berat bila berat badan menurut umur (BB/U) = <60% baku median WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)<70% baku median WHO-NCHS.

Page 9: Protein Energi Malnutrisi

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Adanya edema dan serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu dibedakan dengan :5

- Syndrome nefrotik- Sirosis hepatis- Payah jantung kongestif- Pellagra infantile

IX.PENATALAKSANAAN

MEP ringan –sedang:6

- Gejala klinik (-), tampak kurus/hipotrofi

- Tidak perlu dirawat

- Identifikasi penyebab

- Penyuluhan dan suplementasi

MEP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin sebagai berikut:5,6,7

A. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama penatalaksanaan MEP

a.1. Penanganan hipoglikemia

a.2. Penanganan hipotermi

a.3. Penanganan dehidrasi

a.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

a.5. Pengobatan infeksi

a.6. Pemberian makanan

a.7. Fasilitas tumbuh kejar

a.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro

a.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental

a.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh

Page 10: Protein Energi Malnutrisi

B. Pengobatan penyakit penyerta

b.1.Defisiensi vitamin A

Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit .A dengan dosis:

Umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali Umur 6-12 bulan : 100.000 SI/kali Umur 0-5 bulan : 50.000 SI/kali

Bila ada ulkus dimata diberikan:

Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3jam selama 7-0 hari

Teteskan tetes mata atropine, 1tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali

b.2. Dermatosis

Page 11: Protein Energi Malnutrisi

Dermatosis ditandai adanya: hipo/hiperpigmentasi), deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh candida.

Tatalaksana:

1. Kompres bagian kulit yang terkena ddengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1 % selama 10 menit.

2. Beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)3. Usahakan agar daeerah perineum tetap kering4. Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn): beri preparat Zn peroral.

b.3. Parasit/cacing

Beri mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain

b.4. Diare melanjut

Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah laktosa. Sering kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. beri: metronidazol 7,5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.

b.5. Tuberkulosis

Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin/mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB

Bila pasien pulang sebelum rehabilitasi tuntas (BB/U≥80% atau BB/TB≥90%), dirumah harus sering diberi makanan tinggi energy (150 kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4 g/kgBB/hari):

Beri anak makanan yang sesuai (energy dan protein), paling sedikit 5 kali sehari.

Beri makanan selingan diantara makanan utama Upayakan makanan selalu dihabiskan Beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit Teruskan ASI

Kegagalan pengobatan tercermin pada:

1. Tingginya angka kematian

Bila mortalitas > 5 %, perhatikan apakah kematian teraadi pada:

Dalam 24 jam:kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis terlambat atau tidak diatasi, atau proses rehidrasi kurang tepat

Page 12: Protein Energi Malnutrisi

Dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan formula tidak tepat

Malam hari: kemungkinan hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi makan

2. Kenaikan berat badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi

Penilaian kenaikan BB:

Baik : > 10 g/kgBB/hari Sedang : 5-10 g/kgBB/hari Kurang : <5 g/kgBB/hari

Kemungkinan kenaikan BB, antaralain:

Pemberian makanan tidak adekuat Defisiensi nnutrient tertentu, vitamin, mineral Infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati HIV/AIDS Masalah psikologik

Tindakan pada kegawatan

1. Syok

Sulit membedakan dehidrasi atau sepsis. Sepsis karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pemberian cairan intravena. Pedoman pemberian cairan:

Berikan 15 ml/kgBB dalam 1 jam pertama cairan dekstrosa 5%:Nacl 0,9%=1:1 atau larutan ringer dengan dextrose 5%. Evaluasi setelah 1 jam

Ulangi pemberian cairan seperti diatas. Kemudian lanjutkan dengan cairan peroral atau nasogastrik (resomal/penggantinya) sebanyak 10ml/kgBB/jam sampai 10 jam

Bila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian cairan pertama, anggap anak menderita sepsis, sehingga beri cairan rumat 4ml/kgBB/jam. Berikan darah segar 10ml/kgBB perlahan-lahan (selama 3 jam). Selanjutnya mulai berikan formula khusus.

2. Anemia berat

Transfuse darah diperlukan bila:

Hb<4 g/dl

Atau bila ada distress pernafasan dan Hb 4-6 g/dl.

Beri transfuse darah berupa darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam. Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfuse

Page 13: Protein Energi Malnutrisi

dimulai. Bila pada anak dengan distress pernafasan setelah transfuse Hb tetap <4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan ulangi pemberian darah.

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: Protein Energi Malnutrisi

1. Gangguan Nutrisi. In:E Richard, K Robert, M Ann, editors. Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Texbook of Pediatrics). Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996. Hal. 211-214

2. Malnutrisi. In: Ismael S, Alatas H, Akib A, dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1991. Hal. 163-169

3. A Evawany. Kurang Energi Protein (Protein Energy Malnutrition). [online]. 2004. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3741/1/fkmgizi-evawany.pdf

4. U Dyah. Kurang Energi protein. [online].Available from:URL:www.kurang-energi-protein-pdf.pdf

5. H Boerhan, I Roedi, N Siti. Kurang Energi protein. [online]. Available from: URL:www.pediatric.com

6. Malnurisi Energi Protein. In:subbag.Nutrisi dan Metabolik Bag.I.kesehatan anak. [online]. Available from:URL:mk_giz_slide_malnutrisi_energi_protein.pdf

7. Penyakit Gizi Anak. In:Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketige Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius; 2000. Hal. 513-519