makalah kurang energi protein

21
MAKALAH GIZI KESEHATAN MASYARAKAT KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) OLEH: IRNA DEWI YUNINGSI (K21111011) PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

description

pengertian dari Kurang Energi Protein (KEP)pengklasifikasian dan gejala klinis dari Kurang Energi Protein (KEP)Bagaimana mengetahui ambang batas masalah gizi sebagai masalah kesehatan masyarakatBagaimana epidemiologi gizi buruk di IndonesiaBagaimana patogenesis terjadinya masalah gizi khususnya Kurang Energi Protein di IndonesiaApa saja prinsip dasar pengobatan rutin Marasmus KwashiokorBagaimana tata laksana diet pada KEP berat/ Gizi Buruk

Transcript of makalah kurang energi protein

Page 1: makalah kurang energi protein

MAKALAHGIZI KESEHATAN MASYARAKAT

KURANG ENERGI PROTEIN(KEP)

OLEH:

IRNA DEWI YUNINGSI (K21111011)

PROGRAM STUDI ILMU GIZIFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2013BAB I

PENDAHULUAN

Page 2: makalah kurang energi protein

I.1 Latar Belakang

Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan

terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu

masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia.

KEP pada balita sangat berbeda sifatnya dengan KEP orang dewasa.

Pada balita, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit

terutama penyakit infeksi, kematian anak dan mengakibatkan rendahnya

tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa, KEP menurunkan produktivitas kerja

dan derajad kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit.

Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat

kekurangan gizi dan penurunan produktivitas diperkirakan antara 20% - 30%.

Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya

pada Bab VIII tentang Gizi, pasal 141 ayat 1 menyatakan bahwa upaya

perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi

perseorangan dan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan program perbaikan gizi, yaitu meningkatkan

kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat

diperlukan kesiapan dan pemberdayaan tenaga kesehatan dalam mencegah

dan menanggulangi KEP berat/gizi buruk secara terpadu. Oleh karena itu,

kami menyusun makalah ini agar upaya penanggulangan KEP dapat

mencapai sasaran yang diharapkan secara optimal.

I.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Apa pengertian dari Kurang Energi Protein (KEP)?

2. Bagaimana pengklasifikasian dan gejala klinis dari Kurang Energi Protein

(KEP)?

3. Bagaimana mengetahui ambang batas masalah gizi sebagai masalah

kesehatan masyarakat?

4. Bagaimana epidemiologi gizi buruk di Indonesia?

Page 3: makalah kurang energi protein

5. Bagaimana patogenesis terjadinya masalah gizi khususnya Kurang Energi

Protein di Indonesia?

6. Apa saja prinsip dasar pengobatan rutin Marasmus Kwashiokor?

7. Bagaimana tata laksana diet pada KEP berat/ Gizi Buruk?

I.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengertian dari Kurang Energi Protein (KEP).

2. Untuk mengetahui pengklasifikasian dan gejala klinis dari Kurang Energi

Protein (KEP).

3. Untuk mengetahui ambang batas masalah gizi sebagai masalah kesehatan

masyarakat.

4. Untuk mengetahui epidemiologi gizi buruk di Indonesia.

5. Untuk mengetahui patogenesis terjadinya masalah gizi khususnya Kurang

Energi Protein di Indonesia.

6. Untuk mengetahui prinsip dasar pengobatan rutin Marasmus Kwashiokor.

7. Untuk mengetahui tata laksana diet pada KEP berat/ Gizi Buruk.

BAB II

PEMBAHASAN

Page 4: makalah kurang energi protein

II.1 Pengertian Kurang Energi Protein

Kurang Energi Protein (KEP) diberi nama internasional Calori Protein

Malnutrition (CPM) dan kemudian diganti dengan Protein Energy

Malnutrition (PEM). KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh

rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga

tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Manifestasi KEP dari diri

penderitanya ditentukan dengan mengukur status gizi anak atau orang yang

menderita KEP.

II.2 Klasifikasi dan Gejala Klinis Kurang Energi Protein

Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan

menimbang BB anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS

dan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS.

1. KEP ringan bila hasil penimbangan BB/U 70 - 80 % baku median WHO-

NCHS.

2. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan BB/U 60 - 70 % baku

median WHO-NCHS.

3. KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median

WHO-NCHS.

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak

tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat

dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor.

Tanpa mengukur/melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit

lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe kwasiorkor.

Dalam pandangan ahli gizi KEP dibedakan gambaran penyakit

kwashiorkor, marasmus dan marasmus kwashiorkor. Kwashiorkor adalah

penyakit KEP dengan kekurangan protein sebagai penyebab dominan,

marasmus adalah gambaran KEP dengan defisiensi energi yang kronis dan

marasmus kwashiorkor adalah kombinasi defisiensi kalori dan protein pada

berbagai variasi.

1. Marasmus

Page 5: makalah kurang energi protein

Adapun gejala-gejala klinis dari marasmus antara lain sebagai

berikut.

a. Anak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Cengeng, rewel

d. Lapisan lemak bawah kulit sangat sedikit, kulit mudah

diangkat, kulit terlihat longgar, kulit paha berkeriput

e. Otot menyusut (wasted), lembek

f. tulang rusuk tampak terlihat jelas

g. terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat

berkeriput ( baggy pant )

h. Ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol, mata besar

dan dalam

i. Tekanan darah, detak jantung pernafasan berkurang

2. Kwashiorkor

Adapun gejala-gejala klinis dari Kwashiorkor antara lain sebagai

berikut.

a. Kulit kering, hiperpigmentasi dan bersisik, serta ada tanda lain crazy

pavement dermatosis (bercak-bercak putih/merah muda dengan tepi

hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan)

b. Hepatomegali (Pembengkakan hati)

3. Marasmus-Kwashiorkor

Adapun gejala-gejala klinis dari Marasmus-Kwashiorkor antara lain

sebagai berikut.

a. Gabungan dari tanda marasmus dan kwashiorkor

b. Gangguan pertumbuhan

c. Crazy pavement dermatosis

d. Rambut tipis, pirang dan mudah dicabut

e. Muka seperti orang tua

f. Oedema hanya pada anggota gerak bagian bawah

Page 6: makalah kurang energi protein

II.3 Ambang Batas Masalah Gizi sebagai Masalah Kesehatan Masyarakat

Penilaian masalah gizi sebagai masalah kesehatan masyarakat di suatu

wilayah dilakukan dengan membandingkan jenis dan besaran masalah gizi

dengan ambang batas (cut off) yang telah disepakati secara secara universal.

Bila besaran masalah gizi di suatu wilayah berada diatas ambang batas

yang ditentukan, maka masalah  tersebut dianggap sebagai masalah kesehatan

masyarakat. Tabel ambang batas masalah gizi sebagai masalah kesehatan

masyarakat dipergunakan pentahapan dan prioritas perencanan perbaikan

gizi.

Tabel 2.1

Ambang batas masalah gizi sebagai masalah kesehatan masyarakat

Sumber: Direktur Bina Gizi dan KIA (2011)

Untuk mengetahui seorang anak menderita gizi buruk perlu dihitung

status gizinya. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung

antara lain dengan antropometri, biokimia, klinik, biofisik. Penilaian status

gizi secara tidak langsung dilakukan dengan survei konsumsi makanan,

statistik vital dan faktor ekologi. Pengukuran yang sering digunakan adalah

Page 7: makalah kurang energi protein

pengukuran dengan antropometri. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka

antropometri gizi berhubungan dengan berbagai pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Berat badan merupakan antropo-metri yang paling banyak digunakan

karena parameter ini mudah dimengerti sekalipun oleh mereka yang buta

huruf. Standar baku yang dianjurkan untuk menilai status gizi anak di bawah

lima tahun di Indonesia adalah baku World Health Organization-National

Centre for Health Statistic (WHO-NCHS). Indeks antropometri yang sering

digunakan untuk mendeteksi gizi buruk adalah berat badan menurut umur

(BB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dengan ambang batas

memakai standar deviasi unit (SD) yang disebut Z-Skor dan dibandingkan

dengan Klasifikasi Status Gizi Anak. Untuk menghitung status gizi

diperlukan tabel baku rujukan WHO-NCHS.

Tabel 2.2

Klasifikasi Status Gizi Balita

Indeks Status Gizi Ambang Batas

Berat badan menurut

umur

(BB/U)

Gizi lebih >+ 2 SD

Gizi baik - 2 SD Sampai + 2 SD

Gizi kurang < -2 SD Sampai  -3 SD

Gizi buruk < -3 SD

Tinggi badan menurut

umur  (TB/U)

Normal -2 SD

Pendek (Stunted) < -2 SD

Berat badan menurut

tinggi  badan (BB/TB)

Gemuk > + 2 SD

Normal + 2 SD Sampai - 2 SD

Kurus (Wasted) < -2 SD Sampai  -3 SD

Kurus sekali -3 SD

II.4 Epidemiologi Gizi Buruk di Indonesia

Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 sekitar 5 juta

anak balita menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5 juta

Page 8: makalah kurang energi protein

diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk

tersebut ada 150.000 menderita gizi buruk tingkat berat.

Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2007 yang diukur

berdasarkan BB/U adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%.

Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%. Bila

dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target

MDG untuk Indonesia sebesar 18,5%, maka secara nasional target-target

tersebut sudah terlampaui. Namun pencapaian tersebut belum merata di 33

provinsi.

Sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi

Kurang diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (26,5%),

Sumatera Utara (22,7%), Sumatera Barat (20,2%), Riau (21,4%), Jambi

(18,9%), Nusa Tenggara Barat (24,8%), Nusa Tenggara Timur (33,6),

Kalimantan Barat (22,5%), Kalimantan Tengah (24,2%), Kalimantan Selatan

(26,6%), Kalimantan Timur (19,2%), Sulawesi Tengah (27,6%), Sulawesi

Tenggara (22,7%), Gorontalo (25,4%), Sulawesi Barat (16,4%), Maluku

(27,8%), Maluku Utara (22,8%), Papua Barat (23,2%)dan Papua (21,2).

Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan

Gizi Kurang pada Balita tertinggi berturut-turut adalah Aceh Tenggara

(48,7%), Rote Ndao (40,8%), Kepulauan Aru (40,2%), Timor Tengah Selatan

(40,2%), Simeulue (39,7%), Aceh Barat Daya (39,1%), Mamuju Utara

(39,1%), Tapanuli Utara (38,3%), Kupang (38,0%), dan Buru (37,6%).

Sedangkan 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang

pada Balita terendah adalah Kota Tomohon (4,8%), Minahasa (6,0%), Kota

Madiun (6,8%), Gianyar (6,8%), Tabanan (7,1%), Bantul (7,4%), Badung

(7,5%), Kota Magelang (8,2%), Kota Jakarta Selatan (8,3%), dan Bondowoso

(8,7%).

II.5 Patogenesis Kurang Energi Protein

Masalah gizi merupakan masalah yang multidimensi, dipengaruhi oleh

berbagai faktor penyebab.

Page 9: makalah kurang energi protein

Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah pangan. Masalah gizi pada

anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah, atau masyarakat bahkan

keluarga, karena anak tidak tampak sakit. Terjadinya kurang gizi (KEP) tidak

selalu didahului oleh terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan seperti

KEP dewasa. Hal ini berarti dalam kondisi pangan melimpah, masih mungkin

terjadi kasus kurang gizi pada anak balita. KEP pada anak balita sering

disebut sebagai kelaparan tersembunyi atau hidden hunger. Dengan demikian

penyebab KEP anak balita lebih kompleks dan melalui berbagai tahapan,

yaitu penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah, dan pokok masalah.

Gambar 2.1

Penyebab kurang gizi balita

Sumber: Soekirman (2000)

II.6 Prinsip Dasar Pengobatan Rutin Marasmus Kwashiokor

1. Penanganan hipoglikemi

2. Penanganan hipotermi

Page 10: makalah kurang energi protein

3. Penanganan dehidrasi

4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5. Pengobatan infeksi

6. Pemberian makanan

7. Fasilitasi tumbuh kejar

8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro

9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental

10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh

Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase

stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil

memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase.

1. Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi

Larutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga

kemungkinan tidak dapat diterima oleh semua anak, terutama yang

mengalami diare. Dengan demikian pada kasus diare lebih baik digunakan

modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan tepung.

2. Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau

modifikasi.

3. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian

Formula WHO 135 sampai makanan biasa.

II.7 Tata Laksana Diet pada KEP Berat/ Gizi Buruk

1. Tingkat Rumah Tangga

a. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering

kepada anak sesuai dengan kebutuhan

b. Teruskan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun

2. Tingkat Posyandu /PPG

a. Anjurkan ibu memberikan makanan kepada anak di rumah sesuai usia

anak, jenis makanan yang diberikan mengikuti anjuran makanan.

Page 11: makalah kurang energi protein

b. Selain butir a, maka dalam rangka pemulihan kesehatan anak, perlu

mendapat makanan tambahan pemulihan (PMT-P) dengan komposisi

gizi mencukupi minimal 1/3 dari kebutuhan 1 hari, yaitu :

Energi 350 – 400 kalori

Protein 10 - 15 g

c. Bentuk makanan PMT-P

Makanan yang diberikan berupa :

Kudapan (makanan kecil) yang dibuat dari bahan makanan

setempat/lokal.

bahan makanan mentah berupa tepung beras,atau tepung lainnya,

tepung susu, gula minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan

lauk pauk lainnya

Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) yang

dibawa pulang

Tabel 2.3

Contoh Bahan Makanan yang Dibawa Pulang

Alternative Kebutuhan Paket Bahan Makanan/Anak/Hari

I Beras 60 g Telur 1 butir atau

kacang-kacangan 25 g

gula 15 g

II Beras 70 g Ikan 30 g -

III Ubi/singkong

150 g

Kacang-kacangan 40 g gula 20 g

V Tepung ubi

40 g

Kacang-kacangan 40 g gula 20 g

d. Lama PMT-P

Pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan

setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari).

e. Cara penyelenggaraan

Page 12: makalah kurang energi protein

Makanan kudapan diberikan setiap hari di Pusat Pemulihan Gizi

(PPG) atau

Seminggu sekali kader melakukan demonstrasi pembuatan

makanan pendamping ASI/makanan anak, dan membagikan

makanan tersebut kepada anak balita KEP, selanjutnya kader

membagikan paket bahan makanan mentah untuk kebutuhan 6

hari.

BAB III

Page 13: makalah kurang energi protein

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari pembahasan di atas adalah Marasmus-

kwashiorkor merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai

pada negara berkembang khususnya di Indonesia. Faktor yang

mempengaruhi timbulnya marasmus-kwashiorkor antara lain kualitas dan

kuantitas makanan, faktor sosial-ekonomi, kepadatan penduduk dan infeksi.

III.2 Saran

Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut.

1. Anamnesis yang teliti

2. Pemeriksaan fisik

3. Penunjang yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: makalah kurang energi protein

Aeda Ernawati. 2012. Mendeteksi Gizi Buruk Pada Balita Detecting Malnutrition In Toddlers. Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati. (online). http://litbang.patikab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=138:mendeteksi-g.. Diakses 15 Maret 2013.

Anonim. 2011. Kurang Energi Protein. Universitas Sumatera Utara, (online). http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20850/4/Chapter%20II.pdf. Diakses 15 Maret 2013.

Minarto. 2011. Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat (RAPGM) Tahun 2010 – 2014. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (online) http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/terbitan/rencana-aksi-pembinaan-gizi-masyarakat-rapgm-tahun-2010-2014. Diakses 15 Maret 2013

P, Dyah Umiyarni. Kurang Energi Protein (KEP), (online). http://artikelgizikesehatan.blogspot.com. Diakses 15 Maret 2013.