Kurang Energi Protein
-
Upload
diana-marini -
Category
Documents
-
view
57 -
download
1
description
Transcript of Kurang Energi Protein
Kurang Energi Protein (KEP)
Boerhan Hidajat, Roedi Irawan, Siti Nurul Hidajati
BATASAN
KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain.
PATOFISIOLOGI
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi.Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.
GEJALA KLINIS
Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :
1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak
merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.
2. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.
3. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.
DIAGNOSIS
1. Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin)
2. Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin
3. Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan)
4. Analisis diet
Klasifikasi :
1. KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CD
2. KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
3. KEP berat : 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
DIAGNOSA BANDING
Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu dibedakan dengan :
- Sindroma nefrotik
- Sirosis hepatis
- Payah jantung kongestif
- Pellagra infantil
PENATALAKSANAAN
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :
1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)
1.1. Penanganan hipoglikemi
1.2. Penanganan hipotermi
1.3. Penanganan dehidrasi
1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
1.5. Pengobatan infeksi
1.6. Pemberian makanan
1.7. Fasilitasi tumbuh kejar
1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro
1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2. Pengobatan penyakit penyerta
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
* umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
* umur 6 – 12 bulan : 100.000 SI/kali
* umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan :
Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari
Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari
Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
1. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1% selama 10 menit
2. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
3. usahakan agar daerah perineum tetap kering
4. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.
4. Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
3. Tindakan kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).
Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
Hb < 4 g/dl
Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung
Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk transfusi dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
Program Penanggulangan Gizi Buruk dari Pemerintah
1. Pengertian
GIZI BURUK adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat berat
akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam
waktu lama. Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan
atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau
marasmik kwashiorkor.
Gizi buruk atau lebih dikenal dengan gizi di bawah garis merah adalah keadaan
kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis
dari gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau
marasmic-kwashiorkor (RI dan WHO, Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001 –
2005, Jakarta, Agustus 2000).
Gizi buruk merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan
asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Anak disebut
gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai (selama 3 bulan berturut-
turut tidak naik)
Gizi buruk atau malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini
bisa diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak
tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan
kurang terserapnya nutrisi dari makanan. Secara klinis gizi buruk ditandai dengan
asupan protein, energi dan nutrisi mikro seperti vitamin yang tidak mencukupi ataupun
berlebih sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.
Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk dapat berpengaruh
kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat
yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang
buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian.
Perbedaan gizi buruk dengan kelaparan
Gizi buruk berbeda dengan kelaparan. Orang yang menderita kelaparan
biasanya karena tidak mendapat cukup makanan dan kelaparan yang diderita dalam
jangka panjang dapat menuju ke arah gizi buruk. Walaupun demikian, orang yang
banyak makan tanpa disadari juga bisa menderita gizi buruk apabila mereka tidak
makan makanan yang mengandung nutrisi, vitamin dan mineral secara mencukupi. Jadi
gizi buruk sebenarnya dapat dialami oleh siapa saja, tanpa mengenal struktur sosial
dan faktor ekonomi
Orang yang menderita gizi buruk akan kekurangan nutrisi yang dibutuhkan oleh
tubuh untuk tumbuh atau untuk menjaga kesehatannya. Seseorang dapat terkena gizi
buruk dalam jangka panjang ataupun pendek dengan kondisi yang ringan ataupun
berat. Gizi buruk dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Orang yang
menderita gizi buruk akan mudah untuk terkena penyakit atau bahkan meninggal dunia
akibat efek sampingnya. Anak-anak yang menderita gizi buruk juga akan terganggu
pertumbuhannya, biasanya mereka tidak tumbuh seperti seharusnya (kerdil) dengan
berat badan di bawah normal.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan
antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan
(standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan
standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang.
Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk Gizi buruk yang disertai dengan
tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor.
2. Indikasi Gizi Buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah
berupa kondisi badan yang tampak kurus. Tinggi dan berat badan kurang dari standar
deviasi ukuran normal sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Berat badan yang kurang
menandai kalau gizi buruk yang dideritanya akut (belum lama). Sedangkan jika tinggi
badan kurang dan berat badan kurang berarti kondizi gizi buruk sudah kronis
(menahun)
Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi
tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.
Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari marasmus adalah
1. Wajah seperti orang tua
2. Sering disertai: peny. infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC)
3. Tampak sangat kurus (tulang terbungkus kulit)
4. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (~pakai celana
longgar-baggy pants)
5. Perut cekung
6. Iga gambang
7. diare kronik atau konstipasi (susah buang air)
8. mudah menangis/cengeng dan rewel
Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari kwasiokor adalah
1. Mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran nafas dan diare.
2. Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah)
membulat dan lembab
3. Pandangan mata sayu
4. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan
mudah rontok
5. Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel
6. Terjadi pembesaran hati
7. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
8. Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)
9. Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis
kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
3. Dampak Gizi Buruk
Dampak gizi buruk pada anak terutama balita
1. Pertumbuhan badan dan perkembangan mental anak sampai dewasa
terhambat.
2. Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi
3. Bisa menyebabkan kematian bila tidak dirawat secara intensif.
4. Pencegahan Gizi Buruk
Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan
dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal
yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak. Berikut adalah beberapa
cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak
mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai
dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak,
vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari
total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu.
Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai,
segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas
pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang
tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa
diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan
energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan
dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi
bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun,
biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan
muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
5. Pengobatan Gizi Buruk
Pengobatan gizi buruk
Pada stadium ringan dengan perbaikan gizi.
Pengobatan pada stadium berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing
penyakit harus diobati satu persatu. Penderitapun sebaiknya dirawat di Rumah Sakit
untuk mendapat perhatian medis secara penuh.
Pengobatan pada penderita MEP (Malnutrisi Energi Protein) tentu saja harus
disesuaikan dengan tingkatannya. Penderita kurang gizi stadium ringan, contohnya,
diatasi dengan perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak ini harus mendapat masukan
protein sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal.
Sedangkan pengobatan MEP berat cenderung lebih kompleks karena masing-
masing penyakit yang menyertai harus diobati satu per satu. Penderita pun sebaiknya
dirawat di rumah sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh. Sejalan dengan
pengobatan penyakit penyerta maupun infeksinya, status gizi anak tersebut terus
diperbaiki hingga sembuh.
6. Jenis Gizi Buruk
A. Kwasiorkor
Definisi
Kata “kwarshiorkor” berasal dari bahasa Ghana-Afrika yang berati “anak yang
kekurangan kasih sayang ibu”. Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat
yang disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang normal
atau tinggi. Dibedakan dengan Marasmus yang disebabkan oleh intake dengan kualitas yang
normal namun kurang dalam jumlah.
Etiologi
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung
kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain:
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan
berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan
mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya
mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI
protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap
terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik
tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah
berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat
mencukupi kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi
derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam
derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Epidemiologi
Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas, dan
tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di negara-negara miskin dan
berkembang di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju
sepeti Amerika Serikat kwashiorkor merupakan kasus yang langka.
Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan 8%
balita menderita gizi buruk (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor).
Gejala Klinis
Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan Malnutrisi protein berat-
Kwashiorkor, antara lain:
Gagal untuk menambah berat badan
Pertumbuhan linear terhenti.
Edema gerenal (muka sembab, punggung kaki, perut yang membuncit)
Diare yang tidak membaik
Dermatitis, perubahan pigmen kulit (deskuamasi dan vitiligo).
Perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan mudah dicabut.
Penurunan masa otot
Perubahan mental seperti lethargia, iritabilitas dan apatis dapat terjadi.
Perubahan lain yang dapat terjadi adalah perlemakan hati, gangguan fungsi ginjal, dan anemia.
Pada keadaan berat/ akhir (final stages) dapat mengakibatkan shock, coma dan berakhir
dengan kematian.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamesis
Keluhan yanga sering ditemukan adalah pertumbuhan anak yang kurang, seperti berat
badan yang kurang dibandingkan anak lain (yang sehat). Bisa juga didapatkan keluhan anak
yang tidak mau makan (anoreksia), anak tampak lemas serta menjadi lebih pendiam, dan
sering menderita sakit yang berulang.
2. Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik antara lain:
Perubahan mental sampai apatis
Edema (terutama pada muka, punggung kaki dan perut)
Atrofi otot
Ganguan sistem gastrointestinal
Perubahan rambut (warna menjadi kemerahan dan mudah dicabut)
Perubahan kulit (perubahan pigmentasi kulit)
Pembesaran hati
Tanda-tanda anemia
3. Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap, urin lengkap, feses lengkap, protein serum (albumin, globulin), elektrolit
serum, transferin, feritin, profil lemak. Foto thorak, dan EKG.
Komplikasi
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan
lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan
pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik
mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak)
dapat menurunkan IQ secara permanen.
Penatalaksanaan/ terapi
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak.
Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan
mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula
sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat
menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan.
Dikarenan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu yang lama,
memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah, khususnya apabila pemberian
makanan dengan densitas kalori yang tinggi. Makanan harus diberikan secara bertahap/
perlahan. Banyak dari anak penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose
intolerance) dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang mengandung enzim lactase.
(Penatalaksaan gizi buruk menurut standar pelayanan medis kesehatan anak – IDAI (ikatan
dokter anak Indonesia))
Prognosis
Penanganan dini pada kasus-kasus kwashiorkor umumnya memberikan hasil yang baik.
Penanganan yang terlambat (late stages) mungkin dapat memperbaiki status kesehatan anak
secara umum, namun anak dapat mengalami gangguan fisik yang permanen dan gangguan
intelektualnya. Kasus-kasus kwashiorkor yang tidak dilakukan penanganan atau
penanganannya yang terlambat, akan memberikan akibta yang fatal.
B. Marasmus
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini
merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi.
Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa
sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar
sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
1) Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan yang dianjurkan, akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
2) Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.
3) Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum,
palatoschizis, micrognathia, stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis
pancreas.
4) Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang
kurang kuat.
5) Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
6) Gangguan metabolik
Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.
7) Tumor hypothalamus
Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah
disingkirkan.
8) Penyapihan
Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan
menimbulkan marasmus.
9) Urbanisasi
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus
meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan
kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari
tidak mampu membeli susu dan bila disertai dengan infeksi berulang, terutama gastro
enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
Patofisiologi
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak
faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh
sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang factor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Gopalan
menyebutkan marasmus adalah compensated malnutrition.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan
tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal.
Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot
dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan
sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
Gambaran Klinis
Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat
mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah
wajah si anak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah
dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak terlihat
seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus
dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut
usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.
Diagnosis
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk
mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan
serta riwayat penyakit yang lalu.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila
penyebab diketahui.
Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik
untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
4. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
paling baik untuk bayi.
5. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke
atas.
6. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
7. Pemberian imunisasi.
8. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
9. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
10. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
Pengobatan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi
kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa
komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan
yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok,
asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan
penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap.
Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan
untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis
dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-
Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari.
Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya
diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan
koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian
terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan
sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-
1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga
mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang
diperlukan untuk mencapai diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari.
Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari. Pemberian vitamin dan mineral yaitu
vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari
pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan
tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A. Mineral yang perlu ditambahkan
ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg
BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg
BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat
oral atau dengan diet. Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi
berat ialah susu.
Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.
Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi
dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara
bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di
atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair
kemudian makanan lunak dan makanan padat. Antibiotik perlu diberikan, karena
penderita marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain
penicillin atau gabungan penicilin dan streptomycin.
Hal-hal yang lain perlu diperhatikan :
a) Kemungkinan hipoglikemi dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix. Bila kadar gula
darah kurang dari 40% diberikan terapi 1-2 ml glukose 40%/kg BB/IV
b) Hipotermi
Diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya. Dapat diberikan botol
panas atau pemberian makanan sering tiap 2 jam. Pemantauan penderita dapat
dilakukan dengan cara penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan serta tebal
lemak subkutan. Pada minggu-minggu pertama sering belum dijumpai pertambahan
berat badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah dijumpai pertambahan berat badan.
Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal
menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan penyakit infeksi telah
teratasi.
Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat
makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi normal
kembali karena tubuh telah menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada orang tua
diberikan penyuluhan tentang pemberian makanan, terutama mengenai pemilihan
bahan makanan, pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya. Mengingat sulitnya
merawat penderita dengan malnutrisi, maka usaha pencegahan perlu lebih
ditingkatkan.
Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi; sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena
infeksi atau karena malnutrisi sendiri.
Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam
beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif
kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari
set-sel tubuh akibat under nutrition.
C. MARASMIK-KWASHIORKOR
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan
gabungan gejala yang menyertai :
Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas
kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit
dan sebagainya.
Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolic
seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium
dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium. Gejala klinis Kwashiorkor-
Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala masing-masing penyakit
tersebut.
7. Penanggulangan Gizi Buruk
Upaya Kesehatan Mengatasi Masalah Gizi
Upaya Kesehatan Kuratif dan Rehabilitatif
1. Penemuan aktif dan rujukan kasus gizi buruk.
2. Perawatan balita gizi buruk
3. Pendampingan balita gizi buruk pasca perawatan
Upaya Kesehatan Promotif dan Preventif
1. Pendidikan (penyuluhan) gizi melalui promosi kadarzi
2. Revitalisasi posyandu.
3. Pemberian suplementasi gizi.
4. Pemberian MP – ASI bagi balita gakin
Kerangka Kerja Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Komponen SKPG:
1. Keluarga
2. Masyarakat dan Lintas Sektor
3. Pelayanan Kesehatan
Peran Keluarga:
1. Penyuluhan/Konseling Gizi: a. ASI eksklusif dan MP-ASI; b. Gizi seimbang;
2. Pola asuh ibu dan anak
3. Pemantauan pertumbuhan anak
4. Penggunaan garam beryodium
5. Pemanfaatan pekarangan
6. Peningkatan daya beli keluarga miskin
7. Bantuan pangan darurat: a. PMT balita, ibu hamil, b. Raskin
Peran Masyarakat dan Lintas Sektor
1. Mengaktifkan Posyandu: SKDN
2. Semua balita mempunyai KMS,
3. Penimbangan balita (D),
4. Konseling,
5. Suplementasi gizi,
6. Pelayanan kesehatan dasar
7. Berat badan naik (N) sehat dikembalikan ke peran keluarga
8. BB Tidak naik (T1), Gizi kurang diberikan PMT Penyuluhan dan Konseling
9. Berat badan Tidak naik (T2), BGM, Gizi buruk, sakit, dirujuk ke RS atau Puskesmas
Peran Pelayanan Kesehatan
1. Mengatasi masalah medis yang mempengaruhi gizi buruk
2. Balita yang sembuh dan perlu PMT, perlu dikembalikan ke Pusat Pemulihan Gizi untuk
diberikan PMT
3. Balita yang sembuh, dan tidak perlu PMT, dikembalikan kepada masyarakat
Tujuan Penanggulangan Gizi Buruk
Tujuan Umum:
Menurunnya prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) menjadi setinggi-tingginya 15 %
dan gizi buruk menjadi setinggi-tingginya 2,5 % pada tahun 2014.
Tujuan Khusus:
1. Meningkatnya cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan balita di Posyandu,
Puskesmas dan jaringannya.
2. Meningkatnya cakupan suplementasi gizi terutama pada kelompok penduduk rawan
dan keluarga miskin.
3. Meningkatnya jangkauan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di Rumah Tangga,
Puskesmas dan Rumah Sakit.
4. Meningkatnya kemampuan dan ketrampilan keluarga dalam menerapkan Keluarga
Sadar Gizi (KADARZI).
5. Berfungsinya Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG).
Kebijakan Operasional Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk
1. Merupakan Program Nasional: Perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat dan daerah
2. Pendekatan komprehensif: Mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan,
yang didukung upaya pengobatan dan pemulihan.
3. Semua kabupaten/kota secara terus menerus melakukan upaya pencegahan dan
penanggulangan gizi buruk, dengan koordinasi lintas instansi/dinas dan organisasi
masyarakat.
4. Menggalang kemitraan antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat di berbagai
tingkat.
5. Pendekatan Pemberdayaan masyarakat serta keterlibatan dalam proses pengambilan
keputusan.
Strategi Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk
Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat
dan keluarga dalam memantau, mengenali dan menanggulangi secara dini gangguan
pertumbuhan pada balita utamanya baduta.
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan SDM puskesmas beserta jaringannya
dalam tatalaksana gizi buruk dan masalah gizi lain, manajemen laktasi dan konseling
gizi.
Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan
termasuk keadaan darurat melalui suplementasi zat gizi mikro, MP-ASI, makanan
tambahan dan diet khusus.
Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui advokasi, sosialisasi dan KIE gizi seimbang.
Mengoptimalkan surveilans berbasis masyarakat melalui SKDN, Sistem Kewaspadaan
Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) Gizi Buruk, dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi (SKPG), untuk meningkatkan manajemen program perbaikan gizi.
Mengembangkan model intervensi gizi tepat guna yang evidence based.
Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan masyarakat beserta
swasta/dunia usaha dalam memobilisasi sumberdaya untuk penyediaan pangan di
tingkat rumah tangga, peningkatan daya beli keluarga, dan perbaikan pola asuhan gizi
keluarga.
8. Salah Satu Program Penanggulangan Gizi Buruk
Pemberian Makanan Tambahan merupakan salah satu komponen penting
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan program yang dirancang oleh pemerintah.
PMT sebagai sarana pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana
untuk penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa
makanan dari luar keluarga, dalam rangka program UPGK. PMT ini diberikan setiap
hari, sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan ini menunjukkan perbaikan
dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan tidak mengurangi jumlah
makanan yang dimakan setiap hari dirumah. Pada saat ini program PMT tampaknya
masih perlu dilanjutkan mengingat masih banyak balita dan anak-anak yang mengalami
kurang gizi bahkan gizi buruk.
Tujuan Pemberian Makanan Tambahan
Pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada anak
golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan kriteria anak balita yang
tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak
dibawah garis merah. Bahan makanan yang digunakan dalam PMT hendaknya bahan-bahan
yang ada atau dapat dihasilkan setempat, sehingga kemungkinan kelestarian program lebih
besar. Diutamakan bahan makanan sumbar kalori dan protein tanpa mengesampingkan sumber
zat gizi lain seperti: padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, ikan, sayuran hijau, kelapa
dan hasil olahannya.
Komposisi PMT
Menurut Departemen Kesehatan RI seperti yang dikutip oleh Judiono (2003) bahwa
prasyarat pemberian makanan tambahan pada anak usia pra sekolah adalah nilai gizi harus
berkisar 200 – 300 kalori dan protein 5 – 8 gram, PMT berupa makanan selingan atau makanan
lengkap (porsi) kecil, mempergunakan bahan makanan setempat dan diperkaya protein
nabati/hewani, mempergunakan resep daerah atau dimodifikasi, serta dipersiapkan, dimasak,
dan dikemas dengan baik, aman memenuhi syarat kebersihan serta kesehatan. Pemberian
makanan tambahan (PMT) diberikan dengan frekuensi minimal 3 kali seminggu selama 100 –
160 hari.
Komposisi bahan makanan untuk PMT antara lain :
Protein Protein Hidrat Arang Sayuran Buah-
Nabati Hewani buahan
Kacang
hijau
Daging
sapi
Nasi Daun bawang Avokad
Kacang
kedelai
Daging
babi
Nasi tim Daun kacang
panjang
Apel
Kacang
merah
Daging
ayam
Bubur beras Jamur segar Anggur
Kacang
tanah
terkupas
Hati sapi Nasi jagung Kangkung Belimbing
Kacang
tolo
Didih sapi Kentang Tomat Jambu biji
Oncom Babat Singkong Kecipir Jambu air
Keju
kacang
tanah
Usus sapi Talas Buncis Duku
Tahu Telur ayam Ubi Kol Durian
Tempe Telur
bebek
Biskuit Kembang kol Jeruk manis
Protein
Nabati
Ikan segar Krakers Pepaya muda Kedondong
Mangga
Ikan asin Maizena Rebung Nenas
Ikan teri Tepung beras Sawi Nangka
masak
Udang
basah
Tepung
singkong
Selada Pepaya
Keju Tepung sagu Seledri Pir
Tepung terigu Tauge Pisang
ambon
Tepung
hunkwe
Terong Rambutan
Mi kering Cabe hijau
besar
Salak
Mi basah Bayam Sawo
Makaroni Buncis SirsakDaun singkong
Semangka
Daun pepaya Buah-buahanJagung muda AvokadJantung pisang
Apel
Genjer AnggurKacang panjang
Belimbing
Nangka muda Jambu bijiPare Jambu airWortel DukuKetimun Durian
KESIMPULAN
a. Gizi buruk merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan
asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Anak disebut
gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai (selama 3 bulan berturut-
turut tidak naik)
b. Gizi buruk atau malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini bisa
diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak
tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan
kurang terserapnya nutrisi dari makanan