Konsep Kurang Energi Dan Protein

36
7 Konsep Kurang Energi dan Protein (KEP) 2.3.1 Pengertian KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Depkes RI, 2001). 2.3.2 Klasifikasi KEP Gomez (1956) merupakan orang pertama yang mempublikasikan cara pengelompokan kasus Kurang Energi dan Protein (KEP). Klasifikasi menurut Gomez didasarkan pada berat badan terhadap usia (BB/U). Berat anak yang diperiksa dinyatakan sebagai persentase dari berat anak seusia yang diharapkan pada baku acuan dengan menggunakan persentil ke-50 baku acuan Harvard (MB Arisman, 2010). Berat anak/balita dibandingkan dengan seorang anak/balita normal (persentil 50) pada usia yang sama. Hal ini berguna untuk screening dan evaluasi kesehatan masyarakat. Persen berat acuan bagi usia = [(berat pasien) / (berat anak normal usia yang sama)] x 100% (Engel Joyce, 2004).

Transcript of Konsep Kurang Energi Dan Protein

Page 1: Konsep Kurang Energi Dan Protein

7

Konsep Kurang Energi dan Protein (KEP)

2.3.1 Pengertian

KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi

energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi

Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Depkes RI, 2001).

2.3.2 Klasifikasi KEP

Gomez (1956) merupakan orang pertama yang mempublikasikan cara

pengelompokan kasus Kurang Energi dan Protein (KEP). Klasifikasi

menurut Gomez didasarkan pada berat badan terhadap usia (BB/U). Berat

anak yang diperiksa dinyatakan sebagai persentase dari berat anak seusia

yang diharapkan pada baku acuan dengan menggunakan persentil ke-50

baku acuan Harvard (MB Arisman, 2010). Berat anak/balita dibandingkan

dengan seorang anak/balita normal (persentil 50) pada usia yang sama. Hal

ini berguna untuk screening dan evaluasi kesehatan masyarakat. Persen berat

acuan bagi usia = [(berat pasien) / (berat anak normal usia yang sama)] x

100% (Engel Joyce, 2004).

Berdasarkan sistem ini, KEP diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan,

yaitu derajat I, II, III (lihat Tabel 2.1: ”Klasifikasi KEP menurut Gomez ”)

(MB Arisman, 2010).

Tabel 2.1 Klasifikasi KEP Menurut Gomez

Derajat Kurang Energi Protein

(KEP)

Berat Badan/Usia (%)

I (ringan) 90 – 76 %

II (sedang) 75 – 61 %

III (berat) < 60 %

Page 2: Konsep Kurang Energi Dan Protein

8

(Dikutip dari: ”Principles of nutritional assessment” oleh Rosalind S. Gibson. Oxford University Press 1990).

2.3.3 Gejala dan Tanda KEP

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan ialah

penyusutan berat badan yang disertai dengan penipisan jaringan lemak

bawah kulit. Jika KEP berlangsung menahun, pertumbuhan memanjang

akan terhenti sehingga anak akan bertubuh pendek.

Pada prinsipnya, diagnosis KEP berat dapat ditegakkan berdasarkan

riwayat pangan serta gambaran klinis. Gejala klinisnya secara garis besar

dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor, dan marasmic-

kwashiorkor (MB Arisman, 2010).

Tabel 2.2 Pemberian skor pada KEP berat (Mc Laren) (Di

kutip

Tanda yang ada TetapanEdema Derma tosisEdema + DermatosisPerubahan rambutHepatomegali Serum (protein total)Albumin (gr/100cc)< 1,00 (< 3,25)1,00 – 1,49 (3,25 – 3, 99)1,50 – 1,99 ( 4,00 – 4,74)2,00 – 2,49 (4,75 – 5,49)2,50 – 2,99 (5,50 – 6,24)3,00 – 3,49 (6,25 – 6,99)3,50 – 3,99 (7,00 – 7,74)> 4,00 (> 7,75)

32611

76543210

Page 3: Konsep Kurang Energi Dan Protein

9

dari: ”Food, nutrition, and diet therapy: a textbook of nutritional care”, oleh Marie VK dan LK Mahan, edisi VII, 1984).

Keterangan :Skor 0 – 3 = marasmus

Skor 4 – 8 = marasmik-kwashiorkor

Skor 9 – 15 = kwashiorkor

2.3.3.1 Tanda-Tanda Marasmus:

Gambaran penderita marasmus dapat terwakili dalam istilah “tulang

terbalut kulit”: jaringan lemak bawah kulit (nyaris) lenyap, otot mengecil.

Berat badan penderita biasanya hanya sekitar 60% dari berat badan

seharusnya. Sementara anak mengalami kemunduran pertumbuhan

longitudinal. Kulit kering, tipis, tidak lentur, serta mudah berkerut.

Rambut tipis, jarang, kering, tanpa kilap normal, dan mudah dicabut tanpa

menyisakan rasa sakit. Penderita kelihatan apatis, meskipun biasanya

masih tetap sadar, dan menampakkan gurat kecemasan. Tanda-tanda itu,

disokong oleh lekukan pada pipi dan cekungan di mata.

Nafsu makan sebagian penderita hilang sama sekali. Sebagian lagi

masih dapat mengutarakan rasa lapar, namun jika diberi sejumlah

makanan penderita tidak jarang muntah. Diare menahun dan kelemahan

Gambar 2.1 balita penderita marasmusSumber: (http://www.fullissue.com/index.php/marasmus.html)

Page 4: Konsep Kurang Energi Dan Protein

10

yang menyeluruh sering mendampingi KEP sehingga anak tidak dapat

berdiri sendiri tanpa dibantu.

2.3.3.2 Tanda-Tanda Kwashiorkor

Gambaran utamanya ialah edema yang jika ditekan melekuk, tidak

sakit, dan lunak, biasanya terjadi di kaki. Edema bahkan dapat meluas

sampai ke daerah perineum, ekstremitas atas dan muka. Pada daerah

edema tidak jarang pula timbul lesi di kulit. Hiperkeratosis dan

hiperpigmentasi yang cenderung menyatu. Epidermis mengelupas

sehingga jaringan di bawah kulit mudah terinfeksi.

Jaringan lemak bawah kulit masih cukup baik, namun jaringan otot

tampak mengecil. Kekurangan berat, setelah dikurangi dengan berat cairan

edema, biasanya tidak separah marasmus. Tinggi badan dapat normal,

dapat juga tidak, bergantung pada kemenahunan penyakit yang tengah

berlangsung, disamping riwayat gizi di masa lalu.

Rambut kering, rapuh, tidak berkilap, dan mudah dicabut tanpa

menimbulkan rasa sakit. Penderita tampak pucat, tungkai berwarna

Gambar 2.2 balita penderita kwashiorkorSumber: (http://anthro.palomar.edu/medical/med_3.htm)

Page 5: Konsep Kurang Energi Dan Protein

11

kebiruan, dan teraba dingin. Ekspresi wajah tampak seperti susah/sedih,

disamping apatis dan iritatif (cengeng).

Perut tampak menonjol karena penegangan lambung dan usus yang

terpuntir. Hati membesar dengan sudut tumpul dan teraba lunak,

disebabkan oleh infiltrasi lemak. Peristaltik tidak teratur dan frekuensinya

rendah. Tonus dan kekuatan otot sangat berkurang.

2.3.3.3 Tanda-Tanda Marasmic-Kwashiorkor

Bentuk kelainan ini gabungan antara KEP yang disertai oleh edema,

dengan tanda dan gejala khas kwashiorkor dan marasmus. Gambaran yang

utama ialah kwashiorkor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan

otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti marasmus. Jika edema

dapat hilang pada awal pengobatan, penampakan penderita akan

menyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwashiorkor muncul

secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah

(MB Arisman, 2010).

2.3.4 Dampak KEP

KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai

dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual, serta menurunkan daya

tahan tubuh yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian

terutama pada kelompok rentan biologis. Selain menyebabkan kematian,

KEP pun dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kerusakan tubuh

manusia mulai dari tingkat sel.

Page 6: Konsep Kurang Energi Dan Protein

12

Gangguan pertumbuhan terjadi karena pada kasus KEP terjadi

gangguan produksi hormon-hormon pertumbuhan. Hal ini dapat terjadi

karena hormon pertumbuhan memerlukan asupan asam amino untuk

proses sintesis hormon tersebut. Pada kasus KEP, asupan asam amino

menjadi berkurang, akibatnya proses sintesis hormon pertumbuhan

menjadi terhambat (Permana, 2010).

2.3.5 Faktor yang Mempengaruhi KEP

2.3.5.1 Penyebab Langsung

1. Asupan Gizi

Kurangnya gizi sebagai akibat pemasukan bahan makanan yang

tidak tepat dan atau tidak mencukupi atau dapat juga timbul sebagai

akibat penyerapan makanan yang tidak memadai, masukan yang kurang,

kebiasaan makan yang buruk, kecenderungan yang salah dalam masalah

bahan makanan (Bohari, 2009).

Beberpa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan makanan

anak diantaranya yaitu umur, aktifitas, keadaan sakit dan jenis kelamin.

Pada usia balita sistem metabolismenya tidak sama dengan orang dewasa,

tetapi lebih aktif perkembangan tubuhnya sehingga perlu tambahan ekstra,

lebih muda usia balita lebih banyak makanan yang diperlukan untuk tiap

kilo gram berat badannya (Sediaoetama, 2004).

a. Kebutuhan Energi

Kebutuhan energi pada balita ditentukan oleh metabolisme basal,

umur, aktivitas, suhu lingkungan, serta kesehatan pada usia balita.

Apabila asupan energi hanya cukup untuk metabolisme basal dan

Page 7: Konsep Kurang Energi Dan Protein

13

aktivitas, sedangkan untuk pertumbuhannya tidak tercukupi sehingga

menyebabkan pertumbuhan balita tersebut lambat atau berat badan tidak

sesuai dengan umur. Zat gizi yang mengandung energi disebut

makronutrient, terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Tiap gram

karbohidrat atau protein memberi energi 4 kal, sedangkan lemak 9 kal.

Dianjurkan supaya jumlah energi yang diperlukan didapat dari 50% -

60% karbohidrat, 25% – 35% lemak, dan selebihnya 10% – 15% protein.

b. Kebutuhan Protein

Tabel 2.3 Jenis-jenis makanan yang mengandung sumber protein

Jenis makananSumber protein hewani

AyamDaging domba Daging kambing Daging sapi Ikan segar Keju Putih telur Susu bubuk Susu sapi segar Telur ayam

mg/100 gr

1817161920231125313

Sumber protein nabati

Kacang merah Kacang tanah kupas Kacang hijau Kedelai kering Oncom Tahu Tempe kedelai murni

mg/100 gr

2325223513818

Sumber: Buku Penuntun diet, Bagian Gizi dan Persagi

Kebutuhan protein tiap kilo gram berat badan lebih tinggi pada

balita, sebab pertumbuhannya cepat sekali, kemudian berkurang dengan

bertambahnya umur. Disarankan 2,5 – 3 gr/Kg.BB bayi dan 1,5 – 2

gr/Kg.BB bagi anak sekolah sampai remaja. Jumlah protein yang

diberikan dianggap adekuat jika mengandung semua asam amino

esensial dalam jumlah yang cukup, mudah dicerna, dan mudah diserap

tubuh (Almatsier, 2004).

2. Infeksi

Page 8: Konsep Kurang Energi Dan Protein

14

Penyakit infeksi dan tingkat gizi seorang balita masih dianggap

sebagai dua hal yang terpisah, sebenarnya antar kedua faktor yang sama

menentukan kesehatan ini terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat

dan saling mempengaruhi. Gizi yang buruk menyebabkan mudahnya

terjadi infeksi yang dapat menurunkan immunologi sehingga

menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan zat gizi sedangkan nafsu

makan biasanya menurun.

Mekanisme infeksi akan dapat mempengaruhi status gizi anak. Hal

ini terjadi karena adanya pengurangan masukan makanan dan air akibat

keadaan anoreksia dan atau alasan lainnya yang menyebabkan pembatasan

masukan diet balita. Terjadi absorbsi dan pemanfaatan makanan yang telah

masuk dalam tubuh. Selain itu juga terjadi peningkatan kebutuhan

metabolik dan oleh karena itu pula peningkatan kebutuhan zat gizi, terjadi

perubahan pada jalur-jalur (pathway) metabolik dan terjadi pengurangan

masukan makanan atau sama sekali tanpa masukan makanan secara

sengaja.

2.3.5.2 Penyebab Tidak Langsung

1. Pengetahuan dan Pendidikan Keluarga

Tinggi rendahnya pendidikan keluarga erat kaitannya dengan

tingkat perawatan kesehatan, hygiene, pendapatan, pekerjaan, kebiasaan

hidup, makanan, perumahan serta kesadaran terhadap kesehatan anak

dan keluarganya.

Tingkat pendidikan rata-rata penduduk yang masih rendah,

khususnya dikalangan keluarga merupakan salah satu masalah pokok

Page 9: Konsep Kurang Energi Dan Protein

15

yang berpengaruh terhadap masalah kesehatan, khususnya untuk

pendidikan ibu, pengaruhnya terhadap status gizi anggota rumah

tangganya sangat besar, karena biasanya ibu rumah tangga menjadi

penentu dan pengatur konsumsi makanan.

Pendidikan formal maupun informal diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan tentang gizi. Pendidikan formal sangat

diperlukan keluarga terutama ibu dalam meningkatkan pengetahuan

dalam upaya mengatur dan mengetahui hubungan antara makanan dan

kesehatan atau kebutuhan tubuh termasuk kebutuhan zat gizi bagi

anggota keluarganya. Keluarga dengan pendidikan yang tinggi akan

dapat merencanakan menu makanan yang sehat dan bergizi bagi setiap

anggota keluarga dalam upaya memenuhi zat gizi yang diperlukan.

Pengetahuan keluarga yang mempunyai balita sangat diperlukan

karena akan mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizi balita.

Dalam hal ini mencakup pengetahuan keluarga tentang pentingya gizi

pada anak usia balita, pengetahuan tentang penyiapan makanan

tambahan. Kalau keluarga memperhatikan pola konsumsi balitanya maka

mereka bisa mengontrol makanan dan apa yang seharusnya dikonsumsi

dan makanan apa yang sebaiknya dihindari.

2. Sosial Ekonomi (Pendapatan Keluarga)

Pendapatan yang rendah merupakan kendala untuk dapat

memenuhi zat gizi dari sudut kualitas maupun kuantitas karena dengan

materi yang terbatas tidak banyak pilihan.

Page 10: Konsep Kurang Energi Dan Protein

16

Rendahnya pendapatan sebagai rintangan lain yang menyebabkan

keluarga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan.

Adapula keluarga yang berpenghasilan cukup, tetapi sebagian anaknya

menderita gizi kurang, karena kurang baiknya pengaturan belanja, mutu

dan keragaman pangan serta belum terbiasanya membuat perencanaan

pengeluaran keluarga yang baik.

Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah

dan kualitas makanan yang diperoleh. Pada tingkat pendapatan yang

rendah sumber energi terutama diperoleh dari padi-padian, umbi, dan

sayuran.

3. Keaktifan Posyandu

Posyandu merupakan bentuk peran serta masyarakat di bidang

kesehatan, sasarannya adalah seluruh masyarakat, diantaranya adalah

bayi, anak balita, ibu hamil, melahirkan, menyusui dan nifas serta

pasangan usia subur. Paket pelayanan minimal posyandu, yaitu kegiatan-

kegiatan utama kader yang harus dilaksanakan oleh setiap posyandu

untuk bayi dan balita diantaranya adalah penimbangan bulanan dan

penyuluhan gizi dan kesehatan, pemberian paket pertolongan gizi,

imunisasi dan pemantauan kasus lumpuh layuh, deteksi dini tumbuh

kembang dan identifikasi penyakit, pengobatan sederhana, dan rujukan.

Kegiatan program penimbangan balita dan penggunaan Kartu

Menuju Sehat (KMS) untuk memantau keadaan kesehatan dan gizi

melalui pertumbuhan atas dasar kenaikan berat badan balita merupakan

kegiatan bulanan posyandu. KMS adalah kartu untuk mencatat dan

Page 11: Konsep Kurang Energi Dan Protein

17

mengamati perkembangan kesehatan balita yang mudah dilakukan oleh

keluarga. Dengan membaca garis perkembangan berat badan balita dari

bulan ke bulan pada KMS. Keluarga diharapkan dapat selalu memantau

pertumbuhan anaknya. Oleh karena itu, semua yang berhubungan

dengan kesehatan anak dari sejak lahir sampai usia 5 tahun perlu dicatat

dalam KMS (Rahayu B, 2007).

4. Lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan seorang anak

menderita KEP adalah kondisi lingkungan yang penuh sesak dan kurang

sehat dapat menyebabkan penyajian makanan kurang sehat dan kurang

bersih serta kondisi alam yang tidak dapat dihindari, yang dapat

mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit dan kondisi kelaparan yang

dapat menyerang anak. Kondisi inilah yang kemudian akan

menyebabkan seorang anak menderita KEP (Permana, 2010).

2.3.6 Pencegahan KEP

Upaya penanggulangan masalah KEP pada balita dapat dilakukan guna

mencegah dan mengurangi kejadian KEP adalah yaitu :

1. Dengan mengurangi/mengatasi faktor resiko, melalui perawatan

kesehatan dalam keluarga.

2. Pencegahan infeksi potensial KEP.

3. Pemberian ASI eksklusif.

Page 12: Konsep Kurang Energi Dan Protein

18

4. Perbaikan sosial ekonomi keluarga.

5. Keluarga Berencana.

6. Imunisasi.

7. Kerjasama lintas program dan lintas sektor seperti: kesehatan, pertanian,

ketenaga kerjaan, pendidikan, kesejahteraan sosial dan kependudukan

juga dibutuhkan.

8. Revitalisasi posyandu dengan menggalakkan kegiatan program :

penimbangan balita secara rutin, imunisasi, upaya kesehatan ibu dan

anak, pelayanan keluarga agar dapat menjalankan fungsinya dalam

perawatan kesehatan, upaya perbaikan gizi dalam keluarga, pemberian

makanan tambahan (PMT) pemulihan, penyuluhan kesehatan pada

keluarga (Bohari, 2009).

2.3.7 Penatalaksanaan Perawatan KEP Pada Balita Oleh Keluarga

Balita yang menderita KEP tidak selalu dirawat di rumah sakit, kecuali

KEP berat dengan komplikasi penyakit lain yang selain dengan

pendampingan dari keluarga juga membutuhkan perawatan yang intensif di

rumah sakit. Menurut Ngastiyah, untuk merawat balita yang mengalami

KEP yang perlu diperhatikan ialah memenuhi kebutuhan gizi, bahaya terjadi

infeksi dan komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, serta pengetahuan

Page 13: Konsep Kurang Energi Dan Protein

19

keluarga tentang masalah KEP dan peran aktif keluarga untuk konsultasi

mengenai pertumbuhan dan perkembangan balita ke pusat pelayanan

kesehatan, seperti posyandu, puskesmas atau rumah sakit terdekat

(Ngastiyah, 2003).

1. Memenuhi Kebutuhan Gizi

Balita yang menderita KEP apalagi yang berat pada umumnya

mengalami anoreksia sehingga sukar untuk memberikan makanan. Selain

anoreksia juga mengalami gangguan pada saluran pencernaan sebagai

akibat kurangnya enzim-enzim yang diperlukan untuk pencernaan

makanan, juga adanya atrofi vili usus mengakibatkan gangguan

penyerapan.

Akibat tidak dicerna dan diserap dengan baik, makanan yang ada di

dalam usus tersebut menyebabkan berkembang biaknya flora usus.

Padahal balita dengan defisiensi berat memerlukan makanan tinggi kalori

dan protein (3-4 g/KgBB/hari dan 160-175 g/KgBB/hari) maka harus

mencari upaya bagaimana makanan tersebut dapat diberikan. Adapun

upaya yang dapat dilakukan keluarga (orang tua) dirumah yaitu

memberikan pelayanan gizi pada balita KEP dengan pemberian makanan

tambahan (PMT). Adapun kegiatan pemberian makanan tambahan yang

dilakukan oleh keluarga seperti: menentukan jenis dan pemberian

(frekuensi dan lama pemberian ) PMT berdasarkan BB, menganjurkan

untuk tetap memberi ASI sampai umur 24 bulan, menganjurkan

memberikan makanan seimbang sesuai umur balita dan memberikan

Page 14: Konsep Kurang Energi Dan Protein

20

asupan gizi pada balita dengan bervariasi (bermacam–macam) untuk

menghindari kebosanan makanan pada balita (Zulfayeni, 2008).

Tatalaksana diet pada Balita KEP ditujukan untuk memberikan

makanan tinggi energi, tinggi protein dan cukup vitamin mineral secara

bertahap, guna mencapai status gizi optimal. Ada 4 kegiatan penting

dalam tatalaksana diet, yaitu pemberian diet, pemantauan dan evaluasi,

penyuluhan gizi, serta tindak lanjut. Pemberian diet pada KEP berat/gizi

buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi, periode transisi, dan periode

rehabilitasi.

2. Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari.

3. Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari.

4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau

pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu, sebagai berikut:

Bahan makanan sumber mineral khusus

Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur

ayam.

Sumber Cuprum : tiram, daging, hati

Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.

Sumber Magnesium : daun seledri, bubuk coklat, kacang-kacangan,

bayam.

Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel,

alpukat, bayam, daging tanpa lemak.

Page 15: Konsep Kurang Energi Dan Protein

21

5. Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari, bila terdapat edema

dikurangi.

6. Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik

7. Porsi makanan kecil dan frekwensi makan sering

8. Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa

dan rendah serat, (lihat tabel 1 formula WHO dan modifikasi).

9. Terus memberikan ASI

10. Membedakan jenis makanan berdasarkan berat badan, yaitu:

BB <7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB >7 kg dapat

langsung diberikan makanan anak secara bertahap

11. Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi

Tabel 2.4 Kebutuhan Gizi Menurut Fase Pemberian Makan

ZAT GIZI FASESTABILISASI TRANSISI REHABILITASI

Energi 100 Kkal/KgBB/hr 150 Kkal/KgBB/hr 150-200 Kkal/KgBB/hr

Protein 1-1,5 g/KgBB/hr 2-3 g/KgBB/hr 4-6 g/KgBB/hr

Vitamin A Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8

Page 16: Konsep Kurang Energi Dan Protein

22

Asam Folat Idem Idem Idem

Zink Idem Idem Idem

Cuprum Idem Idem Idem

Fe Idem Idem Idem

Cairan 130 ml/KgBB/hr 150 ml/KgBB/hr 150-200 ml/KgBB/hr

Menurut WHO (WHO-ORS, 1998) pemberian makanan balita KEP dibagi

dalam 3 fase, yaitu :

A. Fase Stabilisasi (1-2hari)

Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena

keadaan faal balita sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian

makanan harus dimulai segera setelah balita dirawat dan dirancang sedemikian

rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja.

Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan

dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat

mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut:

- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa

- Energi : 100 kkal/kg/hari

- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari

- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kgbb/hari)

- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi FormulaWHO

75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas,bila anak terlalu

lemah berikan dengan sendok/pipet.

- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal

pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak.

Page 17: Konsep Kurang Energi Dan Protein

23

Keterangan :

Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan

pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2jam).

a. Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75 / pengganti /

Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa

nasogastrik (dibutuhkan ketrampilan petugas).

b. Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari.

Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap

jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam.

c. Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1).

d. Pantau dan catat :

- Jumlah yang diberikan dan sisanya.

- Banyaknya muntah.

- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja.

- Berat badan (harian) selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada

penderita dengan edema, mula-mula berat badannya akan berkurang

kemudian berat badan naik.

f. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth).

B. Fase Transisi (minggu ke-2)

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk

menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi

makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

Page 18: Konsep Kurang Energi Dan Protein

24

Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per100 ml)

dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100

ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat

digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama. Kemudian

naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya

pada saat tercapai jumlah 30ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi:

a. Frekwensi nafas.

b. Frekwensi denyut nadi. Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit

dan denyut nadi> 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan,

kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi

menaikkan volume seperti di atas.

c. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:

- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan

sering.

- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari

- Protein 4-6 gram/kg bb/hari

- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formulaWHO

100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan

mencukupi untuk tumbuh-kejar.

C. Fase Rehabilitasi (minggu ke 3-7), balita diberi :

a. Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak

terbatas dan sering.

Page 19: Konsep Kurang Energi Dan Protein

25

b. Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari.

c. Protein 4-6 g/kgbb/hari. 

d. Bila balita masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan

Formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-

kejar.

e. Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Pemantauan fase rehabilitasi dilihat dengan kemajuan dinilai

berdasarkan kecepatan pertambahan badan :

- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.

- Setiap minggu kenaikan bb dihitung. Baik bila kenaikan bb/u 50

g/Kg bb/minggu. Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu

re-evaluasi menyeluruh.

Tabel 2.5 Modifikasi Formula WHO

FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASIBahan Makanan F75

IF75 II

F75III

M½ F100 M1 MII F135 MIII

Susu skim bubuk (g) 25 - - 100 - 100 100 - -Susu full cream (g) - 35 - - 110 - - 25 120Susu sapi segar (ml) - - 300 - - - - - -Gula pasir (g) 70 70 70 50 50 50 50 75 75Tepung beras (g) 35 35 35 - - - - 50 -Tempe (g) - - - - - - - 150 -

Page 20: Konsep Kurang Energi Dan Protein

26

Minyak sayur (g) 27 17 17 25 30 50 - 60 -Margarine (g) - - - - - - 50 - 50Lar. Elektrolit (ml) 20 20 20 - 20 - - 27 -Tambahan air (L) 1 1 1 1 1 1 1 1 1

*) M : Modisco

Keterangan :

a) Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi.

Larutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga

kemungkinan tidak dapat diterima oleh semua balita, terutama yang

mengalami diare. Dengan demikian pada kasus diare lebih baik digunakan

modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan tepung.

b) Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau

modifikasi.

c) Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian

Formula WHO 135 sampai makanan biasa.

2. Mencegah Bahaya Terjadi Infeksi dan Komplikasi

Masalah gizi timbul tidak hanya karena dipengaruhi oleh

ketidakseimbangan asupan makanan, tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit

infeksi. Kesehatan lingkungan yang baik seperti penyediaan air bersih dan

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) akan mengurangi penyakit infeksi.

Balita KEP sangat mudah mendapat infeksi karena daya tahan

tubuhnya rendah (terutama system kekebalan seluler). Infeksi yang paling

sering ialah bronkopneumonia dan tuberculosis. Adanya atrofi vili usus

yang menyebabkan penyerapannya terganggu.

Jika balita kwashiorkor menderita stomatitis dapat berkembang

menjadi stomatitis gangrenosa atau yang disebut “noma”, sedangkan

kelainan pada kulit berupa crazy pavement dermatosis.

Melihat komplikasi-komplikasi tersebut yang sukar dihindarkan

maka lebih baik jika dicegah. Yang perlu diperhatikan keluarga dalam

Page 21: Konsep Kurang Energi Dan Protein

27

merawat balita KEP:

a) Kebersihan mulut: sering berikan minum terutama setelah

makan/minum susu, juga jika balita dipasang sonde. Berikan 2-3

sendok teh untuk mencegah kekeringan pada selaput lender mulut dan

tenggorok. Disamping pemberian minum perawatan mulut dilakukan

setiap hari terutama pasien kwashiorkor.

b) Kebersihan kulit: harus diperhatikan agar keadaan kulit

terutama dibagian yang tertekan selalu bersih dan kering. Balita

dimandikan 2 kali sehari dengan air hangat dan jika baju basah/kotor

harus diganti.

c) Untuk mencegah balita menderita hipotermia tidak

dibenarkan merawat balita di dalam ruangan yang bersuhu dingin,

karena suhu pada balita yang menderita KEP sudah rendah akibat

kurangnya energi yang didapat menghasilkan panas dalam tubuh.

Sediakan cukup pakaian/alat tenun lainnya dan selimutilah pada

malam hari atau bila udara dingin, karena sering kali ditemukan balita

meninggal pada tengah malam/hampir pagi karena balita kedinginan.

d) Usahakan kondisi dan kebersihan rumah terjaga

kebersihannya dan cukup cahaya yang masuk ke rumah agar mencegah

dari masuknya virus atau kuman penyebab infeksi seperti tuberkulosis.

3. Memberikan Rasa Aman dan Nyaman/Psikososial

Page 22: Konsep Kurang Energi Dan Protein

28

Gangguan rasa aman dan nyaman /psikososial dialami oleh balita

sejak menderita KEP. Gangguan mental seperti cengeng, yang sebabnya

diduga karena rasa lapar dan sakit diseluruh tubuhnya. Dari keadaan

cengeng ini kemudian menjadi apatik, yang kadang apatiknya parah

sehingga walau seharian tidak diberi makan balita akan diam saja. Balita

jarang bergerak karena memang tidak mampu maka tidak jarang terjadi

dekubitus, oleh karena itu balita perlu sering dilihat dan diawasi

pergerakannya.

Walaupun balita apatik dalam perawatannya balita KEP

memerlukan sikap yang tidak berbeda dengan pasien atau balita lainnya.

Balita KEP justru memerlukan perhatian dan perlakuan dengan kasih

sayang terutama oleh keluarga (orang tua). Ajaklah berbicara setiap

mendekati balita atau setiap keluarga akan melakukan tindakan atau saat

mengubah sikap berbaringnya. Dengan perawatan yang baik dan

pemberian diet yang sesuai terlihat hasilnya penyembuhan balita KEP

yang jauh berbeda ketika tanpa adanya peran aktif dari keluarga dan

petugas kesehatan.

4. Pengetahuan Keluarga Mengenai Makanan Balita KEP dan Peran

Aktif Keluarga Untuk Konsultasi Ke Pusat Pelayanan Kesehatan.

Dalam bangsal perawatan balita masih ada satu-dua dengan

kekurangan gizi walaupun tidak ekstrim dan mereka berasal dari keluarga

yang soseknya kurang. Disamping itu ada yang penyebabnya karena

Page 23: Konsep Kurang Energi Dan Protein

29

keluarga kurang mengerti bagaimana cara pemberian makanan dan

konsultasi ke pusat pelayanan kesehatan tentang bagaimana cara

mengelolah makanan dan mengetahui pertumbuhan balita KEP.

Penyuluhan yang perlu saat keluarga konsultasi ke pusat pelayanan

kesehatan adalah:

a) Menjelaskan bahwa penyakit balitanya disebabkan karena balita

kurang mendapat makanan yang cukup gizi, bukan asal diberi

makanan banyak saja. Jelaskan susunan zat makanan yang diperlukan

dan gunanya untuk tumbuh kembang balita yang diharapkan.

b) Berikan contoh bahan makanan yang bergizi dan bagaimana cara

memiliki serta memasaknya. Jika tidak dapat membeli bahan makanan

yang mahal misalnya protein hewani, tunjukkan bahan makanan apa

sebagai pengganti asalkan mengandung cukup nutrien yang

diperlukan.

Tabel 2.6 Jadwal, Jenis, dan Jumlah Makanan yang Diberikan

FASE WAKTU PEMBERIAN

JENIS MAKANAN

FREKUENSI

JUMLAH CAIRAN (ml) SETIAP MINUM

MENURUT BB BALITA4 Kg

6 Kg

8 Kg

10 Kg

Stabilisasi Hari 1-2

Hari 3-4

Hari 3-7

F75/modifikasiF75/Modisco ½F75/modifikasiF75/Modisco ½F75/modifikasiF75/Modisco½

12 x (dg ASI)12 x (tanpa ASI)8 x (dg ASI)8 x (tanpa ASI)6 x (dg ASI)6 x (tanpa ASI)

454565659090

6565100100130130

-90-130-175

-110-160-220

Page 24: Konsep Kurang Energi Dan Protein

30

Transisi Minggu 2-3 F100/modifikasiF100/Modisco I /modisco II

4 x (dg ASI )6 x (tanpa ASI)

13090

195130

-175

-220

Rehabilitasi

BB < 7 Kg

Minggu 3-6 F135/modifikasiF135/Modisco III, ditambah

Makanan lumat makan lembikSari buah

3 x (dg/tanpa ASI )3 x 1 porsi

1 x

90

-

100

100

-

100

150

-

100

175

-

100

BB >7 Kg Makanan lunak makan biasaBuah

3 x 1 porsi

1 –2 x 1 buah

-

-

-

-

-

-

-

-

*) 200 ml = 1 gelas

Contoh : Kebutuhan balita dengan berat badan 6 Kg pada fase rehabilitasi :Energi : 1200 Kkal 400 kalori dipenuhi dari 3 kali 100 cc F 135 ditambah 800 kalori dari 3 kali makanan lumat/makanan lembik dan 1 kali 100 cc sari buah.

c) Agar balita dibawa konsultasi ke pusat pelayanan kesehatan, seperti:

Posyandu/Puskesmas untuk mendapatkan informasi mengenai

pertumbuhan dan berkembangan balita yang menderita KEP, petunjuk

pemberian makanannya, mengetahui tindakan apa yang seharusnya

dilakukan keluarga jika balita menderita KEP sehingga keluarga dapat

mengambil keputusan yang tepat untuk membawa segera balita ke pusat

pelayanan kesehatan dan mendapatkan pengawasan kesehatan secara

intensive dari tenaga kesehatan.