Konsep Kurang Energi Dan Protein
-
Upload
nina-widya-ningrum -
Category
Documents
-
view
127 -
download
10
Transcript of Konsep Kurang Energi Dan Protein
7
Konsep Kurang Energi dan Protein (KEP)
2.3.1 Pengertian
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi
Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Depkes RI, 2001).
2.3.2 Klasifikasi KEP
Gomez (1956) merupakan orang pertama yang mempublikasikan cara
pengelompokan kasus Kurang Energi dan Protein (KEP). Klasifikasi
menurut Gomez didasarkan pada berat badan terhadap usia (BB/U). Berat
anak yang diperiksa dinyatakan sebagai persentase dari berat anak seusia
yang diharapkan pada baku acuan dengan menggunakan persentil ke-50
baku acuan Harvard (MB Arisman, 2010). Berat anak/balita dibandingkan
dengan seorang anak/balita normal (persentil 50) pada usia yang sama. Hal
ini berguna untuk screening dan evaluasi kesehatan masyarakat. Persen berat
acuan bagi usia = [(berat pasien) / (berat anak normal usia yang sama)] x
100% (Engel Joyce, 2004).
Berdasarkan sistem ini, KEP diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan,
yaitu derajat I, II, III (lihat Tabel 2.1: ”Klasifikasi KEP menurut Gomez ”)
(MB Arisman, 2010).
Tabel 2.1 Klasifikasi KEP Menurut Gomez
Derajat Kurang Energi Protein
(KEP)
Berat Badan/Usia (%)
I (ringan) 90 – 76 %
II (sedang) 75 – 61 %
III (berat) < 60 %
8
(Dikutip dari: ”Principles of nutritional assessment” oleh Rosalind S. Gibson. Oxford University Press 1990).
2.3.3 Gejala dan Tanda KEP
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan ialah
penyusutan berat badan yang disertai dengan penipisan jaringan lemak
bawah kulit. Jika KEP berlangsung menahun, pertumbuhan memanjang
akan terhenti sehingga anak akan bertubuh pendek.
Pada prinsipnya, diagnosis KEP berat dapat ditegakkan berdasarkan
riwayat pangan serta gambaran klinis. Gejala klinisnya secara garis besar
dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor, dan marasmic-
kwashiorkor (MB Arisman, 2010).
Tabel 2.2 Pemberian skor pada KEP berat (Mc Laren) (Di
kutip
Tanda yang ada TetapanEdema Derma tosisEdema + DermatosisPerubahan rambutHepatomegali Serum (protein total)Albumin (gr/100cc)< 1,00 (< 3,25)1,00 – 1,49 (3,25 – 3, 99)1,50 – 1,99 ( 4,00 – 4,74)2,00 – 2,49 (4,75 – 5,49)2,50 – 2,99 (5,50 – 6,24)3,00 – 3,49 (6,25 – 6,99)3,50 – 3,99 (7,00 – 7,74)> 4,00 (> 7,75)
32611
76543210
9
dari: ”Food, nutrition, and diet therapy: a textbook of nutritional care”, oleh Marie VK dan LK Mahan, edisi VII, 1984).
Keterangan :Skor 0 – 3 = marasmus
Skor 4 – 8 = marasmik-kwashiorkor
Skor 9 – 15 = kwashiorkor
2.3.3.1 Tanda-Tanda Marasmus:
Gambaran penderita marasmus dapat terwakili dalam istilah “tulang
terbalut kulit”: jaringan lemak bawah kulit (nyaris) lenyap, otot mengecil.
Berat badan penderita biasanya hanya sekitar 60% dari berat badan
seharusnya. Sementara anak mengalami kemunduran pertumbuhan
longitudinal. Kulit kering, tipis, tidak lentur, serta mudah berkerut.
Rambut tipis, jarang, kering, tanpa kilap normal, dan mudah dicabut tanpa
menyisakan rasa sakit. Penderita kelihatan apatis, meskipun biasanya
masih tetap sadar, dan menampakkan gurat kecemasan. Tanda-tanda itu,
disokong oleh lekukan pada pipi dan cekungan di mata.
Nafsu makan sebagian penderita hilang sama sekali. Sebagian lagi
masih dapat mengutarakan rasa lapar, namun jika diberi sejumlah
makanan penderita tidak jarang muntah. Diare menahun dan kelemahan
Gambar 2.1 balita penderita marasmusSumber: (http://www.fullissue.com/index.php/marasmus.html)
10
yang menyeluruh sering mendampingi KEP sehingga anak tidak dapat
berdiri sendiri tanpa dibantu.
2.3.3.2 Tanda-Tanda Kwashiorkor
Gambaran utamanya ialah edema yang jika ditekan melekuk, tidak
sakit, dan lunak, biasanya terjadi di kaki. Edema bahkan dapat meluas
sampai ke daerah perineum, ekstremitas atas dan muka. Pada daerah
edema tidak jarang pula timbul lesi di kulit. Hiperkeratosis dan
hiperpigmentasi yang cenderung menyatu. Epidermis mengelupas
sehingga jaringan di bawah kulit mudah terinfeksi.
Jaringan lemak bawah kulit masih cukup baik, namun jaringan otot
tampak mengecil. Kekurangan berat, setelah dikurangi dengan berat cairan
edema, biasanya tidak separah marasmus. Tinggi badan dapat normal,
dapat juga tidak, bergantung pada kemenahunan penyakit yang tengah
berlangsung, disamping riwayat gizi di masa lalu.
Rambut kering, rapuh, tidak berkilap, dan mudah dicabut tanpa
menimbulkan rasa sakit. Penderita tampak pucat, tungkai berwarna
Gambar 2.2 balita penderita kwashiorkorSumber: (http://anthro.palomar.edu/medical/med_3.htm)
11
kebiruan, dan teraba dingin. Ekspresi wajah tampak seperti susah/sedih,
disamping apatis dan iritatif (cengeng).
Perut tampak menonjol karena penegangan lambung dan usus yang
terpuntir. Hati membesar dengan sudut tumpul dan teraba lunak,
disebabkan oleh infiltrasi lemak. Peristaltik tidak teratur dan frekuensinya
rendah. Tonus dan kekuatan otot sangat berkurang.
2.3.3.3 Tanda-Tanda Marasmic-Kwashiorkor
Bentuk kelainan ini gabungan antara KEP yang disertai oleh edema,
dengan tanda dan gejala khas kwashiorkor dan marasmus. Gambaran yang
utama ialah kwashiorkor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan
otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti marasmus. Jika edema
dapat hilang pada awal pengobatan, penampakan penderita akan
menyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwashiorkor muncul
secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah
(MB Arisman, 2010).
2.3.4 Dampak KEP
KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai
dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual, serta menurunkan daya
tahan tubuh yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian
terutama pada kelompok rentan biologis. Selain menyebabkan kematian,
KEP pun dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kerusakan tubuh
manusia mulai dari tingkat sel.
12
Gangguan pertumbuhan terjadi karena pada kasus KEP terjadi
gangguan produksi hormon-hormon pertumbuhan. Hal ini dapat terjadi
karena hormon pertumbuhan memerlukan asupan asam amino untuk
proses sintesis hormon tersebut. Pada kasus KEP, asupan asam amino
menjadi berkurang, akibatnya proses sintesis hormon pertumbuhan
menjadi terhambat (Permana, 2010).
2.3.5 Faktor yang Mempengaruhi KEP
2.3.5.1 Penyebab Langsung
1. Asupan Gizi
Kurangnya gizi sebagai akibat pemasukan bahan makanan yang
tidak tepat dan atau tidak mencukupi atau dapat juga timbul sebagai
akibat penyerapan makanan yang tidak memadai, masukan yang kurang,
kebiasaan makan yang buruk, kecenderungan yang salah dalam masalah
bahan makanan (Bohari, 2009).
Beberpa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan makanan
anak diantaranya yaitu umur, aktifitas, keadaan sakit dan jenis kelamin.
Pada usia balita sistem metabolismenya tidak sama dengan orang dewasa,
tetapi lebih aktif perkembangan tubuhnya sehingga perlu tambahan ekstra,
lebih muda usia balita lebih banyak makanan yang diperlukan untuk tiap
kilo gram berat badannya (Sediaoetama, 2004).
a. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi pada balita ditentukan oleh metabolisme basal,
umur, aktivitas, suhu lingkungan, serta kesehatan pada usia balita.
Apabila asupan energi hanya cukup untuk metabolisme basal dan
13
aktivitas, sedangkan untuk pertumbuhannya tidak tercukupi sehingga
menyebabkan pertumbuhan balita tersebut lambat atau berat badan tidak
sesuai dengan umur. Zat gizi yang mengandung energi disebut
makronutrient, terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Tiap gram
karbohidrat atau protein memberi energi 4 kal, sedangkan lemak 9 kal.
Dianjurkan supaya jumlah energi yang diperlukan didapat dari 50% -
60% karbohidrat, 25% – 35% lemak, dan selebihnya 10% – 15% protein.
b. Kebutuhan Protein
Tabel 2.3 Jenis-jenis makanan yang mengandung sumber protein
Jenis makananSumber protein hewani
AyamDaging domba Daging kambing Daging sapi Ikan segar Keju Putih telur Susu bubuk Susu sapi segar Telur ayam
mg/100 gr
1817161920231125313
Sumber protein nabati
Kacang merah Kacang tanah kupas Kacang hijau Kedelai kering Oncom Tahu Tempe kedelai murni
mg/100 gr
2325223513818
Sumber: Buku Penuntun diet, Bagian Gizi dan Persagi
Kebutuhan protein tiap kilo gram berat badan lebih tinggi pada
balita, sebab pertumbuhannya cepat sekali, kemudian berkurang dengan
bertambahnya umur. Disarankan 2,5 – 3 gr/Kg.BB bayi dan 1,5 – 2
gr/Kg.BB bagi anak sekolah sampai remaja. Jumlah protein yang
diberikan dianggap adekuat jika mengandung semua asam amino
esensial dalam jumlah yang cukup, mudah dicerna, dan mudah diserap
tubuh (Almatsier, 2004).
2. Infeksi
14
Penyakit infeksi dan tingkat gizi seorang balita masih dianggap
sebagai dua hal yang terpisah, sebenarnya antar kedua faktor yang sama
menentukan kesehatan ini terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat
dan saling mempengaruhi. Gizi yang buruk menyebabkan mudahnya
terjadi infeksi yang dapat menurunkan immunologi sehingga
menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan zat gizi sedangkan nafsu
makan biasanya menurun.
Mekanisme infeksi akan dapat mempengaruhi status gizi anak. Hal
ini terjadi karena adanya pengurangan masukan makanan dan air akibat
keadaan anoreksia dan atau alasan lainnya yang menyebabkan pembatasan
masukan diet balita. Terjadi absorbsi dan pemanfaatan makanan yang telah
masuk dalam tubuh. Selain itu juga terjadi peningkatan kebutuhan
metabolik dan oleh karena itu pula peningkatan kebutuhan zat gizi, terjadi
perubahan pada jalur-jalur (pathway) metabolik dan terjadi pengurangan
masukan makanan atau sama sekali tanpa masukan makanan secara
sengaja.
2.3.5.2 Penyebab Tidak Langsung
1. Pengetahuan dan Pendidikan Keluarga
Tinggi rendahnya pendidikan keluarga erat kaitannya dengan
tingkat perawatan kesehatan, hygiene, pendapatan, pekerjaan, kebiasaan
hidup, makanan, perumahan serta kesadaran terhadap kesehatan anak
dan keluarganya.
Tingkat pendidikan rata-rata penduduk yang masih rendah,
khususnya dikalangan keluarga merupakan salah satu masalah pokok
15
yang berpengaruh terhadap masalah kesehatan, khususnya untuk
pendidikan ibu, pengaruhnya terhadap status gizi anggota rumah
tangganya sangat besar, karena biasanya ibu rumah tangga menjadi
penentu dan pengatur konsumsi makanan.
Pendidikan formal maupun informal diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan tentang gizi. Pendidikan formal sangat
diperlukan keluarga terutama ibu dalam meningkatkan pengetahuan
dalam upaya mengatur dan mengetahui hubungan antara makanan dan
kesehatan atau kebutuhan tubuh termasuk kebutuhan zat gizi bagi
anggota keluarganya. Keluarga dengan pendidikan yang tinggi akan
dapat merencanakan menu makanan yang sehat dan bergizi bagi setiap
anggota keluarga dalam upaya memenuhi zat gizi yang diperlukan.
Pengetahuan keluarga yang mempunyai balita sangat diperlukan
karena akan mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizi balita.
Dalam hal ini mencakup pengetahuan keluarga tentang pentingya gizi
pada anak usia balita, pengetahuan tentang penyiapan makanan
tambahan. Kalau keluarga memperhatikan pola konsumsi balitanya maka
mereka bisa mengontrol makanan dan apa yang seharusnya dikonsumsi
dan makanan apa yang sebaiknya dihindari.
2. Sosial Ekonomi (Pendapatan Keluarga)
Pendapatan yang rendah merupakan kendala untuk dapat
memenuhi zat gizi dari sudut kualitas maupun kuantitas karena dengan
materi yang terbatas tidak banyak pilihan.
16
Rendahnya pendapatan sebagai rintangan lain yang menyebabkan
keluarga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan.
Adapula keluarga yang berpenghasilan cukup, tetapi sebagian anaknya
menderita gizi kurang, karena kurang baiknya pengaturan belanja, mutu
dan keragaman pangan serta belum terbiasanya membuat perencanaan
pengeluaran keluarga yang baik.
Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah
dan kualitas makanan yang diperoleh. Pada tingkat pendapatan yang
rendah sumber energi terutama diperoleh dari padi-padian, umbi, dan
sayuran.
3. Keaktifan Posyandu
Posyandu merupakan bentuk peran serta masyarakat di bidang
kesehatan, sasarannya adalah seluruh masyarakat, diantaranya adalah
bayi, anak balita, ibu hamil, melahirkan, menyusui dan nifas serta
pasangan usia subur. Paket pelayanan minimal posyandu, yaitu kegiatan-
kegiatan utama kader yang harus dilaksanakan oleh setiap posyandu
untuk bayi dan balita diantaranya adalah penimbangan bulanan dan
penyuluhan gizi dan kesehatan, pemberian paket pertolongan gizi,
imunisasi dan pemantauan kasus lumpuh layuh, deteksi dini tumbuh
kembang dan identifikasi penyakit, pengobatan sederhana, dan rujukan.
Kegiatan program penimbangan balita dan penggunaan Kartu
Menuju Sehat (KMS) untuk memantau keadaan kesehatan dan gizi
melalui pertumbuhan atas dasar kenaikan berat badan balita merupakan
kegiatan bulanan posyandu. KMS adalah kartu untuk mencatat dan
17
mengamati perkembangan kesehatan balita yang mudah dilakukan oleh
keluarga. Dengan membaca garis perkembangan berat badan balita dari
bulan ke bulan pada KMS. Keluarga diharapkan dapat selalu memantau
pertumbuhan anaknya. Oleh karena itu, semua yang berhubungan
dengan kesehatan anak dari sejak lahir sampai usia 5 tahun perlu dicatat
dalam KMS (Rahayu B, 2007).
4. Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan seorang anak
menderita KEP adalah kondisi lingkungan yang penuh sesak dan kurang
sehat dapat menyebabkan penyajian makanan kurang sehat dan kurang
bersih serta kondisi alam yang tidak dapat dihindari, yang dapat
mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit dan kondisi kelaparan yang
dapat menyerang anak. Kondisi inilah yang kemudian akan
menyebabkan seorang anak menderita KEP (Permana, 2010).
2.3.6 Pencegahan KEP
Upaya penanggulangan masalah KEP pada balita dapat dilakukan guna
mencegah dan mengurangi kejadian KEP adalah yaitu :
1. Dengan mengurangi/mengatasi faktor resiko, melalui perawatan
kesehatan dalam keluarga.
2. Pencegahan infeksi potensial KEP.
3. Pemberian ASI eksklusif.
18
4. Perbaikan sosial ekonomi keluarga.
5. Keluarga Berencana.
6. Imunisasi.
7. Kerjasama lintas program dan lintas sektor seperti: kesehatan, pertanian,
ketenaga kerjaan, pendidikan, kesejahteraan sosial dan kependudukan
juga dibutuhkan.
8. Revitalisasi posyandu dengan menggalakkan kegiatan program :
penimbangan balita secara rutin, imunisasi, upaya kesehatan ibu dan
anak, pelayanan keluarga agar dapat menjalankan fungsinya dalam
perawatan kesehatan, upaya perbaikan gizi dalam keluarga, pemberian
makanan tambahan (PMT) pemulihan, penyuluhan kesehatan pada
keluarga (Bohari, 2009).
2.3.7 Penatalaksanaan Perawatan KEP Pada Balita Oleh Keluarga
Balita yang menderita KEP tidak selalu dirawat di rumah sakit, kecuali
KEP berat dengan komplikasi penyakit lain yang selain dengan
pendampingan dari keluarga juga membutuhkan perawatan yang intensif di
rumah sakit. Menurut Ngastiyah, untuk merawat balita yang mengalami
KEP yang perlu diperhatikan ialah memenuhi kebutuhan gizi, bahaya terjadi
infeksi dan komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, serta pengetahuan
19
keluarga tentang masalah KEP dan peran aktif keluarga untuk konsultasi
mengenai pertumbuhan dan perkembangan balita ke pusat pelayanan
kesehatan, seperti posyandu, puskesmas atau rumah sakit terdekat
(Ngastiyah, 2003).
1. Memenuhi Kebutuhan Gizi
Balita yang menderita KEP apalagi yang berat pada umumnya
mengalami anoreksia sehingga sukar untuk memberikan makanan. Selain
anoreksia juga mengalami gangguan pada saluran pencernaan sebagai
akibat kurangnya enzim-enzim yang diperlukan untuk pencernaan
makanan, juga adanya atrofi vili usus mengakibatkan gangguan
penyerapan.
Akibat tidak dicerna dan diserap dengan baik, makanan yang ada di
dalam usus tersebut menyebabkan berkembang biaknya flora usus.
Padahal balita dengan defisiensi berat memerlukan makanan tinggi kalori
dan protein (3-4 g/KgBB/hari dan 160-175 g/KgBB/hari) maka harus
mencari upaya bagaimana makanan tersebut dapat diberikan. Adapun
upaya yang dapat dilakukan keluarga (orang tua) dirumah yaitu
memberikan pelayanan gizi pada balita KEP dengan pemberian makanan
tambahan (PMT). Adapun kegiatan pemberian makanan tambahan yang
dilakukan oleh keluarga seperti: menentukan jenis dan pemberian
(frekuensi dan lama pemberian ) PMT berdasarkan BB, menganjurkan
untuk tetap memberi ASI sampai umur 24 bulan, menganjurkan
memberikan makanan seimbang sesuai umur balita dan memberikan
20
asupan gizi pada balita dengan bervariasi (bermacam–macam) untuk
menghindari kebosanan makanan pada balita (Zulfayeni, 2008).
Tatalaksana diet pada Balita KEP ditujukan untuk memberikan
makanan tinggi energi, tinggi protein dan cukup vitamin mineral secara
bertahap, guna mencapai status gizi optimal. Ada 4 kegiatan penting
dalam tatalaksana diet, yaitu pemberian diet, pemantauan dan evaluasi,
penyuluhan gizi, serta tindak lanjut. Pemberian diet pada KEP berat/gizi
buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi, periode transisi, dan periode
rehabilitasi.
2. Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari.
3. Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari.
4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau
pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu, sebagai berikut:
Bahan makanan sumber mineral khusus
Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur
ayam.
Sumber Cuprum : tiram, daging, hati
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.
Sumber Magnesium : daun seledri, bubuk coklat, kacang-kacangan,
bayam.
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel,
alpukat, bayam, daging tanpa lemak.
21
5. Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari, bila terdapat edema
dikurangi.
6. Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik
7. Porsi makanan kecil dan frekwensi makan sering
8. Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa
dan rendah serat, (lihat tabel 1 formula WHO dan modifikasi).
9. Terus memberikan ASI
10. Membedakan jenis makanan berdasarkan berat badan, yaitu:
BB <7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB >7 kg dapat
langsung diberikan makanan anak secara bertahap
11. Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi
Tabel 2.4 Kebutuhan Gizi Menurut Fase Pemberian Makan
ZAT GIZI FASESTABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Energi 100 Kkal/KgBB/hr 150 Kkal/KgBB/hr 150-200 Kkal/KgBB/hr
Protein 1-1,5 g/KgBB/hr 2-3 g/KgBB/hr 4-6 g/KgBB/hr
Vitamin A Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8
22
Asam Folat Idem Idem Idem
Zink Idem Idem Idem
Cuprum Idem Idem Idem
Fe Idem Idem Idem
Cairan 130 ml/KgBB/hr 150 ml/KgBB/hr 150-200 ml/KgBB/hr
Menurut WHO (WHO-ORS, 1998) pemberian makanan balita KEP dibagi
dalam 3 fase, yaitu :
A. Fase Stabilisasi (1-2hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena
keadaan faal balita sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian
makanan harus dimulai segera setelah balita dirawat dan dirancang sedemikian
rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan
dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat
mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut:
- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
- Energi : 100 kkal/kg/hari
- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kgbb/hari)
- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi FormulaWHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas,bila anak terlalu
lemah berikan dengan sendok/pipet.
- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak.
23
Keterangan :
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2jam).
a. Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75 / pengganti /
Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa
nasogastrik (dibutuhkan ketrampilan petugas).
b. Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari.
Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap
jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam.
c. Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1).
d. Pantau dan catat :
- Jumlah yang diberikan dan sisanya.
- Banyaknya muntah.
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja.
- Berat badan (harian) selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada
penderita dengan edema, mula-mula berat badannya akan berkurang
kemudian berat badan naik.
f. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth).
B. Fase Transisi (minggu ke-2)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk
menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
24
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100
ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat
digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama. Kemudian
naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya
pada saat tercapai jumlah 30ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
a. Frekwensi nafas.
b. Frekwensi denyut nadi. Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit
dan denyut nadi> 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan,
kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi
menaikkan volume seperti di atas.
c. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan
sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
- Protein 4-6 gram/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formulaWHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
C. Fase Rehabilitasi (minggu ke 3-7), balita diberi :
a. Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak
terbatas dan sering.
25
b. Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari.
c. Protein 4-6 g/kgbb/hari.
d. Bila balita masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan
Formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-
kejar.
e. Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi dilihat dengan kemajuan dinilai
berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan bb dihitung. Baik bila kenaikan bb/u 50
g/Kg bb/minggu. Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu
re-evaluasi menyeluruh.
Tabel 2.5 Modifikasi Formula WHO
FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASIBahan Makanan F75
IF75 II
F75III
M½ F100 M1 MII F135 MIII
Susu skim bubuk (g) 25 - - 100 - 100 100 - -Susu full cream (g) - 35 - - 110 - - 25 120Susu sapi segar (ml) - - 300 - - - - - -Gula pasir (g) 70 70 70 50 50 50 50 75 75Tepung beras (g) 35 35 35 - - - - 50 -Tempe (g) - - - - - - - 150 -
26
Minyak sayur (g) 27 17 17 25 30 50 - 60 -Margarine (g) - - - - - - 50 - 50Lar. Elektrolit (ml) 20 20 20 - 20 - - 27 -Tambahan air (L) 1 1 1 1 1 1 1 1 1
*) M : Modisco
Keterangan :
a) Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi.
Larutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga
kemungkinan tidak dapat diterima oleh semua balita, terutama yang
mengalami diare. Dengan demikian pada kasus diare lebih baik digunakan
modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan tepung.
b) Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau
modifikasi.
c) Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian
Formula WHO 135 sampai makanan biasa.
2. Mencegah Bahaya Terjadi Infeksi dan Komplikasi
Masalah gizi timbul tidak hanya karena dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan asupan makanan, tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit
infeksi. Kesehatan lingkungan yang baik seperti penyediaan air bersih dan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) akan mengurangi penyakit infeksi.
Balita KEP sangat mudah mendapat infeksi karena daya tahan
tubuhnya rendah (terutama system kekebalan seluler). Infeksi yang paling
sering ialah bronkopneumonia dan tuberculosis. Adanya atrofi vili usus
yang menyebabkan penyerapannya terganggu.
Jika balita kwashiorkor menderita stomatitis dapat berkembang
menjadi stomatitis gangrenosa atau yang disebut “noma”, sedangkan
kelainan pada kulit berupa crazy pavement dermatosis.
Melihat komplikasi-komplikasi tersebut yang sukar dihindarkan
maka lebih baik jika dicegah. Yang perlu diperhatikan keluarga dalam
27
merawat balita KEP:
a) Kebersihan mulut: sering berikan minum terutama setelah
makan/minum susu, juga jika balita dipasang sonde. Berikan 2-3
sendok teh untuk mencegah kekeringan pada selaput lender mulut dan
tenggorok. Disamping pemberian minum perawatan mulut dilakukan
setiap hari terutama pasien kwashiorkor.
b) Kebersihan kulit: harus diperhatikan agar keadaan kulit
terutama dibagian yang tertekan selalu bersih dan kering. Balita
dimandikan 2 kali sehari dengan air hangat dan jika baju basah/kotor
harus diganti.
c) Untuk mencegah balita menderita hipotermia tidak
dibenarkan merawat balita di dalam ruangan yang bersuhu dingin,
karena suhu pada balita yang menderita KEP sudah rendah akibat
kurangnya energi yang didapat menghasilkan panas dalam tubuh.
Sediakan cukup pakaian/alat tenun lainnya dan selimutilah pada
malam hari atau bila udara dingin, karena sering kali ditemukan balita
meninggal pada tengah malam/hampir pagi karena balita kedinginan.
d) Usahakan kondisi dan kebersihan rumah terjaga
kebersihannya dan cukup cahaya yang masuk ke rumah agar mencegah
dari masuknya virus atau kuman penyebab infeksi seperti tuberkulosis.
3. Memberikan Rasa Aman dan Nyaman/Psikososial
28
Gangguan rasa aman dan nyaman /psikososial dialami oleh balita
sejak menderita KEP. Gangguan mental seperti cengeng, yang sebabnya
diduga karena rasa lapar dan sakit diseluruh tubuhnya. Dari keadaan
cengeng ini kemudian menjadi apatik, yang kadang apatiknya parah
sehingga walau seharian tidak diberi makan balita akan diam saja. Balita
jarang bergerak karena memang tidak mampu maka tidak jarang terjadi
dekubitus, oleh karena itu balita perlu sering dilihat dan diawasi
pergerakannya.
Walaupun balita apatik dalam perawatannya balita KEP
memerlukan sikap yang tidak berbeda dengan pasien atau balita lainnya.
Balita KEP justru memerlukan perhatian dan perlakuan dengan kasih
sayang terutama oleh keluarga (orang tua). Ajaklah berbicara setiap
mendekati balita atau setiap keluarga akan melakukan tindakan atau saat
mengubah sikap berbaringnya. Dengan perawatan yang baik dan
pemberian diet yang sesuai terlihat hasilnya penyembuhan balita KEP
yang jauh berbeda ketika tanpa adanya peran aktif dari keluarga dan
petugas kesehatan.
4. Pengetahuan Keluarga Mengenai Makanan Balita KEP dan Peran
Aktif Keluarga Untuk Konsultasi Ke Pusat Pelayanan Kesehatan.
Dalam bangsal perawatan balita masih ada satu-dua dengan
kekurangan gizi walaupun tidak ekstrim dan mereka berasal dari keluarga
yang soseknya kurang. Disamping itu ada yang penyebabnya karena
29
keluarga kurang mengerti bagaimana cara pemberian makanan dan
konsultasi ke pusat pelayanan kesehatan tentang bagaimana cara
mengelolah makanan dan mengetahui pertumbuhan balita KEP.
Penyuluhan yang perlu saat keluarga konsultasi ke pusat pelayanan
kesehatan adalah:
a) Menjelaskan bahwa penyakit balitanya disebabkan karena balita
kurang mendapat makanan yang cukup gizi, bukan asal diberi
makanan banyak saja. Jelaskan susunan zat makanan yang diperlukan
dan gunanya untuk tumbuh kembang balita yang diharapkan.
b) Berikan contoh bahan makanan yang bergizi dan bagaimana cara
memiliki serta memasaknya. Jika tidak dapat membeli bahan makanan
yang mahal misalnya protein hewani, tunjukkan bahan makanan apa
sebagai pengganti asalkan mengandung cukup nutrien yang
diperlukan.
Tabel 2.6 Jadwal, Jenis, dan Jumlah Makanan yang Diberikan
FASE WAKTU PEMBERIAN
JENIS MAKANAN
FREKUENSI
JUMLAH CAIRAN (ml) SETIAP MINUM
MENURUT BB BALITA4 Kg
6 Kg
8 Kg
10 Kg
Stabilisasi Hari 1-2
Hari 3-4
Hari 3-7
F75/modifikasiF75/Modisco ½F75/modifikasiF75/Modisco ½F75/modifikasiF75/Modisco½
12 x (dg ASI)12 x (tanpa ASI)8 x (dg ASI)8 x (tanpa ASI)6 x (dg ASI)6 x (tanpa ASI)
454565659090
6565100100130130
-90-130-175
-110-160-220
30
Transisi Minggu 2-3 F100/modifikasiF100/Modisco I /modisco II
4 x (dg ASI )6 x (tanpa ASI)
13090
195130
-175
-220
Rehabilitasi
BB < 7 Kg
Minggu 3-6 F135/modifikasiF135/Modisco III, ditambah
Makanan lumat makan lembikSari buah
3 x (dg/tanpa ASI )3 x 1 porsi
1 x
90
-
100
100
-
100
150
-
100
175
-
100
BB >7 Kg Makanan lunak makan biasaBuah
3 x 1 porsi
1 –2 x 1 buah
-
-
-
-
-
-
-
-
*) 200 ml = 1 gelas
Contoh : Kebutuhan balita dengan berat badan 6 Kg pada fase rehabilitasi :Energi : 1200 Kkal 400 kalori dipenuhi dari 3 kali 100 cc F 135 ditambah 800 kalori dari 3 kali makanan lumat/makanan lembik dan 1 kali 100 cc sari buah.
c) Agar balita dibawa konsultasi ke pusat pelayanan kesehatan, seperti:
Posyandu/Puskesmas untuk mendapatkan informasi mengenai
pertumbuhan dan berkembangan balita yang menderita KEP, petunjuk
pemberian makanannya, mengetahui tindakan apa yang seharusnya
dilakukan keluarga jika balita menderita KEP sehingga keluarga dapat
mengambil keputusan yang tepat untuk membawa segera balita ke pusat
pelayanan kesehatan dan mendapatkan pengawasan kesehatan secara
intensive dari tenaga kesehatan.