MALNUTRISI

45
TUGAS MAKALAH MALNUTRISI Dwi Okky Fitriarko 20110660013 PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA 2014

description

Universitas Muhammadiyah Surabaya

Transcript of MALNUTRISI

TUGAS

MAKALAH MALNUTRISI

Dwi Okky Fitriarko

20110660013

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah

tangga ( kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya ),masalah

kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja.Indonesia mengalami

masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat

diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah baru. Masalah gizi di Indonesia

terutama KEP masih lebih tinggi dari pada Negara ASEAN lainnya ( Fajar,

Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi.Jakarta : Buku Kedokteran EGC ).Sekarang

ini masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi

masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering

luput dari perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi

bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi,terlebih

zat gizi mikro (Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu

Gizi.Jakarta : Buku Kedokteran EGC ). Keadaan kesehatan gizi tergantung

dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan yang mengandung semua

kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul

penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi buruk (Santoso,

Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : RinekaCipta).

Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitu sebab akibat

yang timbal balik sangat erat. Berbagai penyakit gangguan gizi dan gizi buruk

akibatnya tidak baiknya mutu /jumlah makanan yang tidak sesuai dengan

kebutuhan tubuh masing – masing orang. Jumlah kasus gizi buruk pada balita

yang ditemukan dan ditangani tenaga kesehatan ( Moehji, Sjahmien. 1999.

Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara ). Masalah gizi semula dianggap sebagai

masalah kesehatan yang hanya dapat ditanggulangi dengan pengobatan

medis/kedokteran. Namun, kemudian disadari bahwa gejala klinis gizi kurang

yang banyak ditemukan dokter ternyata adalah tingkatan akhir yang sudah

kritis dari serangkaian proses lain yang mendahuluinya ( Santoso, Soegeng,

Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta :Rineka Cipta )

Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan

produktivitas. Pengaruh gizi terhadap perkembangan mental anak. Hal ini

sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel otak yang terjadi pada anak

yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan dalam kandungan.

Berbagai factor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan

gizi terutama pada balita.Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan

kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu, adanya

kebiasaan/pantangan yang merugikan,kesukaan berlebihan terhadap jenis

makanan tertentu,keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang

rapat ( Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara )

Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok

kecil penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok

lain masih berkutat memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi.

Dibandingkan orang dewasa, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak

– anak boleh dibilang sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan % berat

badan, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak ternyata

melampaui orang dewasa nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat

ditaksir dengan cara mengukur luas permukaan tubuh/menghitung secara

langsung konsumsi energi itu ( yang hilang atau terpakai ). Asupan energi dapat

diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energi yang dikeluarkan. Jumlah

keluaran energi dapat ditentukan secara sederhana berdasarkan berat badan

(Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta :

Buku Kedokteran EGC ).

Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang

tumbuh merupakan masalah serius. Keparahan KKP berkisar dari hanya

penyusutan berat badan, terlambat tumbuh sampai ke sindrom klinis yang

nyata. Penilaian antropometris status gizi dan didasarkan pada berat, tinggi

badan, dan usia. Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaa,

ketepatan, kepekaan, serta ketersediaan alat ukur. Marasmus biasanya

berkaitan dengan bahan pangan yang sangat parah, semikelaparan yang

berkepanjangan, dan penyapihan terlalu dini, sedangkan kwashiorkor dengan

keterlambatan menyapih dan kekurangan protein. Penanganan KKP berat

dikelompokan menjadi dua yaitu pengobatan awal ditujukan untuk

mengatasi keadaan yang mengancam jiwa dan fase rehabilitasi diarahkan

untuk memulihkan keadaan gizi ( Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan

Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC )

1.2 Rumusan Masalah

1.1.1 Apa definisi dari malnutrisi ?

1.1.2 Apa etiologi dari malnutrisi ?

1.1.3 Apa patofisiologi & WOC dari malnutrisi?

1.1.4 Apa manifestasi klinis dari malnutrisi ?

1.1.5 Apa evaluasi diagnostik dari malnutrisi ?

1.1.6 Apa saja komplikasi dari malnutrisi ?

1.1.7 Bagaimana pencegahan dari malnutisi ?

1.1.8 Bagaimana penatalaksanaan dari malnutrisi ?

1.1.9 Bagaimana askep dari malnutrisi ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum

Untuk mengetahui tentang malnutris beserta asuhan keperawatan

pada pasien malnutrisi.

1.3.2 Khusus

a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dari pencernaan

b. Untuk perbaikan nilai mata kuliah KDM

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan

terhadap absorbsi,pencernaan,dan penggunaan zat gizi untuk

pertumbuhan,perkembangan dan aktivitas.

Malnutrisi merupakan kekurangan konsumsi pangan secara relatif 

atau absolute untuk periode tertentu. (Bachyar Bakri, 2002). Malnutrisi (Gizi

salah) adalah kesalahan pangan terutama terletak dalam ketidakseimbangan

komposisi hidangan penyediaan makanan. (Akhmad Djaeni, 2004).

Malnutrisi adalah defisiensi gizi terjadi pada anak mendapatkan

masukan makanan yang cukup bergizi dalam waktu yang lama. (Ngastiyah,

1997)

Malnutrisi adalah keadaan terang gizi yang disebabkan oleh

rendahnya konsumsi energi dan protein dalam keadaan sehari-hari sehingga

tidak memenuhi dalam angka kecukupan gizi. (Depkes RI, 1999).

Malnutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan

kekurangan zat gizi pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai masalah

asupan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. (A Aziz Alimul

H,2008).

2.2 Etiologi

a) Penyebab langsung

Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri

dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan

kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan

yang salah. Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi mempengaruhi

jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh.

b) Penyebab tidak langsung

a. Kurangnya ketahanan pangan keluarga: Keterbatasan keluarga untuk

menghasilkan atau mendapatkan makanan.

b. Kualitas perawatan ibu dan anak.

c. Buruknya pelayanan kesehatan.

d. Sanitasi lingkungan yang kurang

2.3 Patofisiologi & WOC

Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat

banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolong-kan atas tiga faktor penting

yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment

(lingkungan).Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting

tetapi faktor lain ikut menentukan.

Dalam keadaan kekurangan makanan,tubuh selalu berusaha untuk

mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau

energi.Kemampuan tubuh untuk mem-pergunakan karbohidrat,protein dan

lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan;

karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai

bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat

sangat sedikit,sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi

kekurangan.Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam

dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di

hepar dan di ginjal.Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak,

gliserol dan keton bodies.Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton

bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan

menahun.Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein

lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.Pada Malnutrisi,di dalam

tubuh sudah tidak ada lagi cadangan makanan untuk digunakan sebagai

sumber energi.Sehingga tubuh akan mengalami defisiensi nutrisi yang sangat

berlebihan dan akan mengakibatkan kematian.

2.5 Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut :

1. Kelelahan dan kekurangan energi

2. Pusing

3. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan

untuk melawan infeksi)

4. Kulit yang kering dan bersisik

5. Gusi bengkak dan berdarah

6. Gigi yang membusuk

7. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat

8. Berat badan kurang

9. Pertumbuhan yang lambat

10. Kelemahan pada otot

11. Perut kembung

12. Tulang yang mudah patah

13. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

Marasmus Kwshiorkor Pertumbuhan berkurang

atau berhenti Terlihat sangat kurus Penampilan wajah seperti

orangtua Perubahan mental Cengeng Kulit kering, dingin,

mengendor, keriput Lemak subkutan

menghilang hingga turgor kulit berkurang

Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas

Vena superfisialis tampak jelas

Ubun – ubun besar cekung tulang pipi dan dagu

kelihatan menonjol mata tampak besar dan

dalam Kadang terdapat bradikardi Tekanan darah lebih

rendah dibandingkan anak sebaya

Perubahan mental sampai apatis Anemia Perubahan warna dan tekstur

rambut, mudah dicabut / rontok Gangguan sistem gastrointestinal Pembesaran hati Perubahan kulit Atrofi otot Edema simetris pada kedua

punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh.

2.6 Klasifikasi

1. Marasmus

Adalah suatu keadaan kekurangan kalori protein berat. Namun, lebih

kekurangan kalori daripada protein. Penyebab marasmus adalah sebagai

berikut :

1. Intake kalori yang sedikit.

2. Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.

3. Kelainan struktur bawaan.

4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates.

5. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan

yang cukup.

6. Gangguan metabolism.

7. Tumor hipotalamus.

8. Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang

kurang.

9. Urbanisasi.

2. Kwashiorkor

Adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar.

Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Penyebabnya adalah :

a. Intake protein yang buruk.

b. Infeksi suatu penyakit.

c. Masalah penyapihan.

2.7 Komplikasi

1. Diabetes militus

2. Hipertensi

3. Penyakit jantung

4. Gastritis

5. Ulkus pektikum

2.8 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht,

transferin.

a. Pemeriksaan Fisik

1) Mengukur TB dan BB

2) Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi

dengan TB (dalam meter)

3) Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang

(lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak

dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka

lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari

lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan

sekitar 2,5 cm pada wanita.

4) Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk

memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa,

massa tubuh yang tidak berlemak).

b. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb,

Hematokrit, transferin.

2.9 Pencegahan

KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis

secara klinis maupun lingkungan (masyarakat). Pencegahan hendaknya

meliputi seluruh faktor secara simultan dan konsisten. Meskipun KEP

tidak sepenuhnya dapat diberantas, tanpa harus menunggu, dapat segera

dilaksanakan beberapa tindakan untuk mengatasi keadaan :

1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare:

- Sanitasi : personal, lingkungan terutama makanan dan peralatannya.

- Pendidikan : Dasar, Kesehatan dan Gizi.

- Program Imunisasi.\

- Pencegahan penyakit yang erat dengan lingkungan, seperti TBC,

nyamuk (malaria, DHF), parasit (cacing).

2. Memperkecil dampak penyakit-penyakit infeksi terutama diare di

wilayah yang sanitasi lingkungannya belum baik. Diarhea merupakan

penyakit endemo-epidemik yang menjadi salah satu penyebab bagi

malnutrisi. Dehidrasi awal dan re-feeding secepat mungkin merupakan

pencegahan untuk menghindari bayi malnutrisi/KEP.

3. Deteksi dini dan manajemen KEP awal/ringan:

- Memonitor tumbuh kembang dan status gizi Balita secara kontinyu,

misalnya dengan tolok ukur KMS.

-  Perhatian khusus untuk faktor “risiko tinggi” yang akan

berpengaruh kelangsungan status gizi (antara lain: kemiskinan,

ketidak tahuan, adanya penyakit infeksi).

4. Memelihara status gizi anak

- Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik

diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.

- Setelah lahir segera diberi ASI eksklusif sampai usia 4 atau 6 bulan.

- Pemberian makanan pendamping ASI (weaning food) bergizi, mulai

usia 4 atau 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima

menu lengkap keluarga.

- Memperpanjang masa menyusui (prolong lactation) selama ibu dan

bayi menghendaki

2.10 Penatalaksanaan

Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit:

1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan

penanganan kegawatan)

Tatalaksana umum malnutrisi energi protein:

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada

anak

dengan gizi buruk

Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata

kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang

telah dibasahi dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri

obat mata yang mengandung steroid.

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi

Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar

gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi

buruk harus diberi makan atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera

setelah masuk rumah sakit.

Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa

kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap

menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.

Tatalaksana

- Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya

memungkinkan.

- Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50

ml larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml

air) secara oral atau melalui NGT.

- Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama

minimal dua hari.

- Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal

pemberian F-75.

- Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara

intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan

glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT.

- Beri antibiotik.

Pemantauan

Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah

setelah 30 menit.

- Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi

pemberian larutan glukosa atau gula 10%.

- Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk,

mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi

pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan

(hipotermia dan hipoglikemia).

Pencegahan

Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau

jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur

setiap 2-3 jam siang malam.

2. Mencegah dan mengatasi hipotermia

Diagnosis

Suhu aksilar < 35.5° C

Tatalaksana

- Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).

- Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup

dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah

langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak

langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode

kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 60

W dengan jarak 60 cm dari tubuh anak.

- Beri antibiotik sesuai pedoman.

Pemantauan

- Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat

menjadi 36.5° C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu

tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C

- Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama

pada malam hari

- Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia

Pencegahan

- Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang

bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut

- Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat

tidur tetap kering

- Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah

mandi, atau selama pemeriksaan medis)

- Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat,

terutama di malam hari

- Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera

mungkin, sepanjang hari, siang dan malam.

3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi

Diagnosis

Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan

estimasi yang berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak

dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh sulitnya menentukan status

dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan

menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair,

bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.

Tatalaksana

- Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi

berat dengan syok.

- Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat

disbanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.

- Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama

- Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-

seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama

10 jam.

Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja

yang keluar dan apakah anak muntah.

- Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam

- Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th:

50-100ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap

buang air besar.

4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit

Pemantauan

Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis

setiap setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai

10 jam berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang

sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian.

Periksalah:

- frekuensi napas

- frekuensi nadi

- frekuensi miksi dan jumlah produksi urin

- frekuensi buang air besar dan muntah

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang

dan mulai ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah cekung mata

dan fontanel berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda

membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak

memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi,

sehingga sangat penting untuk memantau berat badan.

Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat

5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian

cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.

Pencegahan

Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan

pada anak dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal

sebagai pengganti larutan oralit standar.

- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI

- Pemberian F-75 sesegera mungkin

- Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

Tatalaksana

- Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan

Magnesium, yang sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix

yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau ReSoMal

- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

- Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

5. Mengobati infeksi

Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti

demam, seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal

yang sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi

buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera

tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan

tanda infeksi berat.

Tatalaksana

Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:

- Antibiotik spektrum luas

- Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah

mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah

pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.

- Tunda imunisasi jika anak syok.

Pilihan antibiotik spektrum luas

- Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri

Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12

jam selama 5 hari

- Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat

letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari),

dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8

jam selama 5 hari) ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin,

beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5

hari) sehingga total selama 7 hari

DITAMBAH:

Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7

hari.

- Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan

dan obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10

hari

- Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia,

tuberkulosis, malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak),

beri antibiotik yang sesuai.

- Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit

malaria.

- Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat,

obat anti tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau

sangat diduga menderita tuberkulosis.

Pemantauan

Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan

pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum

membaik, lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak.

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.

Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase

awal, tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik

dan mulai bertambah berat adannya (biasanya pada minggu kedua,

mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.

Tatalaksana

Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:

- Multivitamin

- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)

- Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)

- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)

- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase

rehabilitasi)

- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah

diberikan sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :

Umur dosis

<6 bulan

6 – 12 bulan

1 – 5 tahun

50 000 (1/2 kapsul biru)

100 000 (1 kapsul biru)

200 000 (1 kapsul merah)

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3

bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1,

2, dan 15.

7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi

Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara

hati-hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh.

Tatalaksana

Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:

- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah

osmolaritas maupun rendah laktosa

- Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan

parenteral

- Energi: 100 kkal/kgBB/hari

- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari

- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100

ml/kgBB/hari)

- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa

jumlah

- F-75 yang ditentukan harus dipenuhi seperti di bawah ini:

Har

i

ke :

Frekuens

i

Volume/kgBB/

pemberian

Volume/kgBB/

hari

1 –

2

3 –

4 dst

2 jam

3 jam

4 jam

11 ml

16 ml

22 ml

130 ml

130 ml

130 ml

Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas

dapatdipercepat menjadi 2-3 hari. Jika jumlah petugas terbatas, beri

prioritas untuk pemberian makan setiap 2 jam hanya pada kasus yang

keadaan klinisnya paling berat, dan bila terpaksa upayakan paling tidak

tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan dan ajari orang tua atau

penunggu pasien.

Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak

tidak terlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan

risiko kematian). Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal

tidak mencapai kebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan

sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase

awal ini.

Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak

perlu mendapat ekstra air/cairan.

Pemantauan

Pantau dan catat setiap hari:

Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan

Muntah

Frekuensi defekasi dan konsistensi feses

Berat badan.

8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:

• Kembalinya nafsu makan

• Edema minimal atau hilang.

Tatalaksana

Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula

tumbuh-kejar (F-100) (fase transisi):

• Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan

F-75 selama 2 hari berturutan.

• Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali

pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa

sedikit. Biasanya hal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai

200 ml/kgBB/hari.

• Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang

dimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding

dengan F-100.

• Setelah transisi bertahap, beri anak:

- pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas

(sesuai kemampuan anak)

- energi: 150-220 kkal/kgBB/hari

- protein: 4-6 g/kgBB/hari.

Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi

pastikan anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI

tidak mengandung cukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar.

Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food = RUTF)

yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92g dapat

digunakan pada fase rehabilitasi.

Pemantauan

Hindari terjadinya gagal jantung.

Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan napas cepat). Jika nadi

maupun frekuensi napas meningkat (pernapasan naik 5x/menit dan

nadi naik 25x/menit), dan kenaikan ini menetap selama 2 kali

pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-turut, maka hal ini

merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya).

Lakukan segera:

- kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24

jam

- kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:

- 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya

- 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya

- selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml

sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

- atasi penyebab

Penilaian kemajuan

Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah

taha ptransisi dan mendapat F-100:

Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan

Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam

gram/kgBB/hari

Jika kenaikan berat badan:

- kurang (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang

lengkap

- sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan

terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.

- baik (> 10 g/kgBB/hari).

9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang

- ungkapan kasih sayang

- lingkungan yang ceria

- terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari

- aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

- keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi

makan, memandikan, bermain)

10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah

Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat

dianggap anak telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U

rendah karena anak berperawakan pendek. Pola pemberian makan

yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah.

Berikan contoh kepada orang tua:

- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta

frekuensi pemberian makan yang sering.

- Terapi bermain yang terstruktur

Sarankan:

- Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan

- Mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus)

Pemulangan sebelum sembuh total

Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh.

Waktu untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor

risiko. Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan

perawatan lanjutan melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase

rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan.

Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:

Anak seharusnya:

• telah menyelesaikan pengobatan antibiotik

• mempunyai nafsu makan baik

• menunjukkan kenaikan berat badan yang baik

• edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.

Ibu atau pengasuh seharusnya:

• mempunyai waktu untuk mengasuh anak

• memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis,

jumlah dan frekuensi)

• mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak

mungkin, nasihati tentang dukungan yang tersedia.

Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh

Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut

sampai anak sembuh:

• Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local

untuk melakukan supervisi dan pendampingan.

• Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan

kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi

penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.

2. Pengobatan penyakit penyerta

1. Defisiensi vitamin A

Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan

14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan

klinis diberikan vit. A dengan dosis :

* umur > 1 tahun               : 200.000 SI/kali

* umur 6 – 12 bulan          : 100.000 SI/kali

* umur 0 – 5 bulan            :   50.000 SI/kali

 Bila ada ulkus dimata diberikan :

Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3

jam selama 7-10 hari

Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari

 Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali

2. Dermatosis

Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit

mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering

disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.

Tatalaksana :

1.      kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-

permanganat) 1% selama 10 menit

2.      beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)

3.      usahakan agar daerah perineum tetap kering

4.      umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3.  Parasit/cacing

Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat

antihelmintik lain.

4.  Diare melanjut

Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan

umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan

mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya

diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri :

Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.

5. Tuberkulosis

Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux

(seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin

TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.

3. Tindakan kegawatan

1.      Syok (renjatan)

Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan

sulit membedakan  keduanya secara klinis saja.

Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian

cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-

hati terhadap terjadinya overhidrasi.

Pedoman pemberian cairan :

Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer

dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam

pertama.

Evaluasi setelah 1 jam :

         Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan

pernapasan) dan status hidrasi  syok disebabkan dehidrasi. Ulangi

pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian

lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik,

10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula

khusus (F-75/pengganti).

         Bila tidak ada perbaikan klinis  anak menderita syok septik.

Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan

berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan

(dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula

(F-75/pengganti)

2.      Anemia berat

Transfusi darah diperlukan bila :

        Hb < 4 g/dl

        Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung

Transfusi darah :

      Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk

transfusi dengan jumlah yang sama.

      Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.

Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila

pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau

antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Biodata

1) Identitas pasien

2) Identitas penanggungjawab

2. Riwayat Kesehatan

a) Keluhan utama

Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan

gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun),

bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang

menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.

b) Riwayat kesehatan masa lalu

Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,

hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola

kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik,

kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain.

Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat

pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein

dan kalori dalam waktu relatif lama).

c) Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,

lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan

anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan

kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,

persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.

3. Pengkajian Fisik

Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan

rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,

fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,

perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga

tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum

dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum

dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada,

abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.

Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmus adalah

pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan

atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin

didapatkan adalah:

1) Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan

mudah dicabut)

2) Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema

palpebra

3) Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi,

retraksi otot intercostal)

4) Perut tampak acites, hati teraba membesar, bising usus dapat

meningkat bila terjadi diare.

5) Edema tungkai

6) Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement

dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan

(bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)

b. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak

adekuat, anoreksia dan diare.

2. Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan

peningkatan kehilangan akibat diare

3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan

protein yang tidak adekuat

4. Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan

peningkatan sekresi trakheobronkhial

5. Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi

trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran.

c. Intervensi

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak

adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).

Tujuan : Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.

Kriteria hasil :Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami

klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan

makanan sehat seimbang.

Intervensi Rasional1. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab

malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien

2. Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.

3. Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.

4. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.

1. Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.

2. Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.

3. Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.

4. Menilai perkembangan masalah klien.Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan

pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.

2). Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).

Tujuan : Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.

Kriteria hasil: Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.

Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal,

frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).

Intervensi Rasional

Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.Hitung balans cairan.

Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan.Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.Menilai perkembangan masalah klien.Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.

3). Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).

Tujuan : Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.

Kriteria Hasil:Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.

Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar

usia.

Intervensi Rasional1. Ajarkan kepada orang tua tentang

standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai

usia anak.2. Lakukan pemberian makanan/

minuman sesuai program terapi diet pemulihan.

3. Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.

4. Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan

usia klien.5. Lakukan rujukan ke lembaga

pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan

(Puskesmas/Posyandu)

1. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan

perkembangan anak.2. Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan

kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.

3. Menilai perkembangan masalah klien.4. Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.

5. Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan

anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Penutup

Dapat disimpulkan bahwa Malnutrisi merupakan suatu keadaan di mana

tubuh mengalami gangguan terhadap absorbsi, pencernaan, dan penggunaan

zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas.

Penyebab Malnutrisi secara langsung ialah karena kurangnya asupan

makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh

kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang

diberikan dan cara pemberian makanan yang salah. Serta karena adanya

penyakit infeksi.

Sedangkan penyebab yang tidak langsung ialah kurangnya ketahanan

pangan keluarga,kualitas perawatan ibu dan anak,sanitasi lingkungan yang

kurang,buruknya pelayanan kesehatan

Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi

penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik;sedangkan penderita

yang mengalami komplikasi serta dehidrasi,syok,asidosis dan lain-lain perlu

mendapat perawatan di rumah sakit.

Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya

kondisi anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan

restorasi volume darah dan mengkontrol tekanan darah.Pada tahap awal,kalori

diberikan dalam bentuk karbohidrat,gula sederhana,dan lemak.Protein

diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat menberikan tambahan

energi.Vitamin dan mineral dapat juga diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Nuchsan .A, 2002, Penatalaksanaan Busung lapar pada balita, Cermin Dunia

Kedokteran no. 134, 2002 : 10-11

Wong, L. D & Whaleys, 2004, Pedoman klinis asuhan keperawatan anak, alih

bahasa monica ester, Jakarta, EGC

http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-anak-

marasmus.html

Betz, L & Linda S, 2002, Buku saku peditrik, Alih bahasa monica ester edisi 8,

jakarta, EGC