MALNUTRISI referat baru

34
MALNUTRISI EALSA CHRISNA TABUN Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD W.Z. Johannes Kupang I. Pendahuluan Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh 1 . Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmic – kwashiorkor. Sedangkan overnutrisi atau kelebiahn nutrisi lebih dikenal dengan obesitas. II. Epidemiologi Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8.8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005, Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk yang terjadi di NTT sebagai KLB 2 .

Transcript of MALNUTRISI referat baru

Page 1: MALNUTRISI referat baru

MALNUTRISI

EALSA CHRISNA TABUN

Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD W.Z. Johannes Kupang

I. PendahuluanMalnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan

protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh1

. Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi.

Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta

marasmic – kwashiorkor. Sedangkan overnutrisi atau kelebiahn nutrisi lebih dikenal

dengan obesitas.

II. EpidemiologiPrevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.

Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami

gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk

sebesar 8.8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di

beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara

Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005, Pemerintah Propinsi

Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk yang terjadi di NTT

sebagai KLB2.

Di Indonesia prevalensi obesitas pada balita menurut SUSENAS

menununjukan peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada

tahun 1989 didapatkan 4,6% lelaki dan 5,6% perempuan. Pada tahun 1992 didapatkan

6,3% lelaki dan 8% untuk perempuan. Prevalensi obesitas tahun 1995 di 27 propinsi

adalah 4,6%. Di DKI Jakarta, prevalensi obesitas meningkat dengan bertambahnya

umur. Pada umur 6 – 12 tahun ditemukan obesitas sekitar 4%, pada anak remaja 12 –

18 tahun ditemukan 6,2 % dan pada umur 17 – 18 tahun11,4%. Kasus obesitas pada

remaja lebih banyak ditemukan pada wanita (10,2%) dibanding lelaki (3,1%)3.

Page 2: MALNUTRISI referat baru

III. Etiologia. Marasmus4

Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:

- Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan kalori

yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan

akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.

- Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai hubungan

orang tua – anak terganggu.

- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance.

- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis

pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.

b. Kwashiorkor5

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang

berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain.

1. Pola makan

Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk

tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang

cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai.

Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang

diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-

sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan.

Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan

penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke

makanan pengganti ASI.

2. Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial

dan politik tidak stabil  ataupun adanya pantangan untuk menggunakan

makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang

menyebabkan terjadinya kwashiorkor.

3. Faktor ekonomi

Page 3: MALNUTRISI referat baru

Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi

kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat

dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.

4. Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.

Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP,

walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap

infeksi.

c. Marasmic – kwashiorkor6

Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab

yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah

keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang

tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena

kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan

kehilangan protein maupun energi dari tubuh.

d. Obesitas7

Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu

penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan

oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain

aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan

pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.

1. Faktor Genetik

Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila

kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang

tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak

obesitas, prevalensi menjadi 14%. Mekanisme kerentanan genetik terhadap

obesitas melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis non exercise,

kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek. Dengan

demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang

lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.

2. Faktor lingkungan

- Aktivitas fisik

Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik

yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang

Page 4: MALNUTRISI referat baru

rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg.

Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama

menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai

risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton

TV = 2 jam setiap harinya.

- Faktor nutrisional

Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah

lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan

berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali

mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak

serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.

Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan

meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang

berlebihan.

Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan,

maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam

bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak

terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak

sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.

- Faktor sosial ekonomi

Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan,

serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah

makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun

terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada

penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan

kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang

tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih

senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding

melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk

food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.

IV. PatofisiologiKekurangan energi protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan

protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka

kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa

Page 5: MALNUTRISI referat baru

nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan

asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan

serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah

nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan

bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang

mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun

dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan

menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori

demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat

kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau

terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat,

sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi

pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor

(malnutrisi akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan

radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi

dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi

kekurangan ini terus dapat teradaptasi  sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah

marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition).  Dengan demikian pada

malnutrisi dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar

albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh,

penurunan berbagai sintesa enzim6

Sedangkan  Obesitas terjadi karena adanya  kelebihan energi yang disimpan

dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan

oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor

endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek

genetik (meliputi 10%).

Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3

proses fisiologis,  yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju

pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan

penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di

hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose,  usus

dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar

serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,

meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek

Page 6: MALNUTRISI referat baru

dan sinyal panjang.  Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan,

serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang

diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa

lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang

mengatur penyimpanan dan keseimbangan  energi.

Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa

meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin

kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi

Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula

sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan

adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang

menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas

terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan

penurunan nafsu makan. 7

V. Manifestasi Klinik

Marasmus8 Kwshiorkor8 Obesitas7

Pertumbuhan berkurang atau berhenti

Terlihat sangat kurus Penampilan wajah

seperti orangtua Perubahan mental Cengeng Kulit kering, dingin,

mengendor, keriput Lemak subkutan

menghilang hingga turgor kulit berkurang

Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas

Vena superfisialis tampak jelas

Ubun – ubun besar cekung

tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol

mata tampak besar dan dalam

Kadang terdapat bradikardi

Tekanan darah lebih

Perubahan mental sampai apatis

Anemia Perubahan warna dan

tekstur rambut, mudah dicabut / rontok

Gangguan sistem gastrointestinal

Pembesaran hati Perubahan kulit Atrofi otot Edema simetris pada

kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh.

wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap

leher relatif pendek dada membusung

dengan payudara membesar

-   perut membuncit dan striae abdomen

-   pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia

-  pubertas dini- genu valgum (tungkai

berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling  menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit

Page 7: MALNUTRISI referat baru

rendah dibandingkan anak sebaya

*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala marasmus dan kwashiorkor

VI. Diagnosis1. Kekurangan Energi Protein:

Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta

pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

- BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus)

- Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:

BB/TB > - 3 SD atau marasmic kwashiorkor: BB/TB < -3SD).

Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak

sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah

kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga terlihat jelas,

dengan atau tanpa adanya edema.

Anak – anak dengan BB/U <60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin

anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak

membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jiak ditemukan penyakit lain

yang berat.

2. Obesitas1. Anamnesis

- Saat mulainya timbul obesitas : prenatal, early adiposity rebound, remaja

- Riwayat tumbuh kembang (mendukung obesitas endogenous)

- Adanya keluhan: ngorok (snoring), restless sleep, nyeri pinggul

- Riwayat gaya hidup :

• Pola makan/kebiasaan makan

• Pola aktifitas fisik

- Riwayat keluarga dengan obesitas (faktor genetik), yang disertai dengan

resiko seperti penyakit kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolmia,

hipertensi, diabetes melitus tipe II

2. Pemeriksaan fisik

      Adanya gejala klinis obesitas seperti diatas.

3. Pemeriksaan penunjang

Page 8: MALNUTRISI referat baru

Analisis diet, laboratoris, radiologis, ekokardiografi dan tes fungsi paru (jika

ada tanda-tanda kelainan).

4. Pemeriksaan antropometri :

a. Pengukuran berat badan (BB) dibandingkan berat badan ideal (BBI). BBI

adalah berat badan menurut tinggi badan ideal. Disebut obesitas bila BB >

120% BB Ideal.

b. Indeks massa tubuh (IMT). Obesitas bila IMT  P > 95 kurva IMT

berdasarkan umur dan jenis kelamin dari CDC-WHO.

c.  Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal

lipatan kulit/TLK). Obesitas bila TLK Triceps  P > 85.

d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri.

  

VII. Penatalaksanaan

Tatalaksana umum malnutrisi energi protein:

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak

dengan gizi buruk

Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata

kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi

dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri obat mata yang

mengandung steroid.

- Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera (lampiran 2)

- Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu: fase

stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut.

Page 9: MALNUTRISI referat baru

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi

Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <

3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan

atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit.

Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula

darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan

segera ditangani sesuai panduan.

Tatalaksana

- Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya

memungkinkan.

- Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan

glukosa atau gula 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml air) secara oral atau

melalui NGT.

- Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal

dua hari.

- Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian

F-75.

- Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena

(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml

dengan NGT.

- Beri antibiotik.

Page 10: MALNUTRISI referat baru

Pemantauan

Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30

menit.

- Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian

larutan glukosa atau gula 10%.

- Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin

hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula

darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).

Pencegahan

Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu,

lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang

malam.

2. Mencegah dan mengatasi hipotermia

Diagnosis

Suhu aksilar < 35.5° C

Tatalaksana

- Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).

- Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut

hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau

lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya

(dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik,

letakkan lampu pijar 60 W dengan jarak 60 cm dari tubuh anak.

- Beri antibiotik sesuai pedoman.

Pemantauan

- Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5° C

atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan

pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C

- Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada

malam hari

- Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia

Pencegahan

- Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin

dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut

Page 11: MALNUTRISI referat baru

- Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap

kering

- Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi,

atau selama pemeriksaan medis)

- Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di

malam hari

- Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin,

sepanjang hari, siang dan malam.

3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi

Diagnosis

Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang

berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini

disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak

dengan gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi

buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.

Tatalaksana

- Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat

dengan syok.

- Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat disbanding

jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.

- Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama

- Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan

F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.

Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang

keluar dan apakah anak muntah.

- Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam

- Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100ml

setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.

4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit

Pemantauan

Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap

setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya.

Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa

mengakibatkan gagal jantung dan kematian.

Page 12: MALNUTRISI referat baru

Periksalah:

- frekuensi napas

- frekuensi nadi

- frekuensi miksi dan jumlah produksi urin

- frekuensi buang air besar dan muntah

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai

ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah cekung mata dan fontanel

berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi,

tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun

rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat

badan.

Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan

frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan

lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.

Pencegahan

Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak

dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan

oralit standar.

- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI

- Pemberian F-75 sesegera mungkin

- Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

Tatalaksana

- Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang

sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam

F-75, F-100 atau ReSoMal

- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

- Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

5. Mengobati infeksi

Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam,

seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi.

Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat

mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia

dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat.

Tatalaksana

Page 13: MALNUTRISI referat baru

Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:

- Antibiotik spektrum luas

- Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah

mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi

vaksin sebelum berumur 9 bulan.

- Tunda imunisasi jika anak syok.

Pilihan antibiotik spektrum luas

- Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per

oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari

- Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau

tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan

dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari)

ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50

mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari

DITAMBAH:

Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.

- Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati

dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari

- Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis,

malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai.

- Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria.

- Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti

tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita

tuberkulosis.

Pemantauan

Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan

sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan

penilaian ulang menyeluruh pada anak.

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun

sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu

sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat

Page 14: MALNUTRISI referat baru

adannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi

dapat memperparah infeksi.

Tatalaksana

Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:

- Multivitamin

- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)

- Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)

- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)

- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)

- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan

sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :

Umur dosis

<6 bulan

6 – 12 bulan

1 – 5 tahun

50 000 (1/2 kapsul biru)

100 000 (1 kapsul biru)

200 000 (1 kapsul merah)

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan

terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.

7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi

Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab

keadaan fisiologis anak masih rapuh.

Tatalaksana

Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:

- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun

rendah laktosa

- Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral

- Energi: 100 kkal/kgBB/hari

- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari

- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)

- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah

- F-75 yang ditentukan harus dipenuhi seperti di bawah ini:

Page 15: MALNUTRISI referat baru

Hari

ke :

Frekuensi Volume/kgBB/pemberian Volume/kgBB/hari

1 – 2

3 – 5

6 dst

2 jam

3 jam

4 jam

11 ml

16 ml

22 ml

130 ml

130 ml

130 ml

Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas

dapatdipercepat menjadi 2-3 hari. Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas

untuk pemberian makan setiap 2 jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya

paling berat, dan bila terpaksa upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase

permulaan. Libatkan dan ajari orang tua atau penunggu pasien.

Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu

lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian).

Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan

minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100

kkal/kgBB/hari pada fase awal ini.

Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu

mendapat ekstra air/cairan.

Pemantauan

Pantau dan catat setiap hari:

Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan

Muntah

Frekuensi defekasi dan konsistensi feses

Berat badan.

8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:

• Kembalinya nafsu makan

• Edema minimal atau hilang.

Tatalaksana

Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-

kejar (F-100) (fase transisi):

• Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama

2 hari berturutan.

Page 16: MALNUTRISI referat baru

• Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian

sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini

terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari.

• Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi

sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.

• Setelah transisi bertahap, beri anak:

- pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai

kemampuan anak)

- energi: 150-220 kkal/kgBB/hari

- protein: 4-6 g/kgBB/hari.

Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak

sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup

energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use

therapeutic food = RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet

92g dapat digunakan pada fase rehabilitasi.

Pemantauan

Hindari terjadinya gagal jantung.

Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan napas cepat). Jika nadi maupun

frekuensi napas meningkat (pernapasan naik 5x/menit dan nadi naik 25x/menit),

dan kenaikan ini menetap selama 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-

turut, maka hal ini merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya).

Lakukan segera:

- kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24 jam

- kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:

- 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya

- 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya

- selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml sebagaimana

dijelaskan sebelumnya.

- atasi penyebab

Penilaian kemajuan

Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah taha ptransisi

dan mendapat F-100:

Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan

Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari

Page 17: MALNUTRISI referat baru

Jika kenaikan berat badan:

- kurang (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap

- sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi, atau

mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.

- baik (> 10 g/kgBB/hari).

9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang

- ungkapan kasih sayang

- lingkungan yang ceria

- terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari

- aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

- keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan,

memandikan, bermain)

10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah

Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak

telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak

berperawakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap

dilanjutkan di rumah.

Berikan contoh kepada orang tua:

- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi

pemberian makan yang sering.

- Terapi bermain yang terstruktur

Sarankan:

- Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan

- Mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus)

Pemulangan sebelum sembuh total

Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu untuk

pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko. Faktor sosial juga

harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan melalui rawat jalan

untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan.

Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:

Anak seharusnya:

• telah menyelesaikan pengobatan antibiotik

• mempunyai nafsu makan baik

Page 18: MALNUTRISI referat baru

• menunjukkan kenaikan berat badan yang baik

• edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.

Ibu atau pengasuh seharusnya:

• mempunyai waktu untuk mengasuh anak

• memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah dan

frekuensi)

• mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak mungkin, nasihati

tentang dukungan yang tersedia.

Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh

Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai anak

sembuh:

• Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local untuk

melakukan supervisi dan pendampingan.

• Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan

berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat

badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.

Tata laksana Obesitas:

Prinsipnya adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran

energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan

mengubah/modifikasi pola hidup.

1. Menetapkan target penurunan berat badan

Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan :

·  Usia anak : 2-7 tahun dan diatas 7 tahun

·  Derajat obesitas

·  Ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi.

Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun tanpa komplikasi, dianjurkan cukup

dengan mempertahankan berat badan. Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun

dengan komplikasi dan usia diatas 7 tahun (dengan/tanpa komplikasi) dianjurkan

untuk menurunkan berat badan (diet dan aktifitas fisik). Target penurunan berat

badan  dengan kecepatan   0,5-2 kg per bulan, sampai mencapai berat badan ideal.

 2. Pengaturan diet

Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan

angka kecukupan gizi (AKG), hal ini  karena anak masih mengalami pertumbuhan

Page 19: MALNUTRISI referat baru

dan perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat

obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas tanpa penyakit

penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori

sebesar 30%. Dapat pula memakai perhitungan kebutuhan kalori berdasarkan berat

badan sebagai berikut :

     BB ideal + (BB aktual-BB ideal) X 0,25

 

Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :

· Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal.

· Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan

lemak jenuh < 10% dan protein  15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per

hari.

· Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis

menggunakan rumus : (umur dalam tahun + 5) gram per hari.

  3. Pengaturan aktifitas fisik

Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan

motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun

lebih tepat yang menggunakan keterampilan otot, seperti bersepeda, berenang,

menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit

per hari.

  4. Mengubah pola hidup/perilaku

Diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara :

· Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik

serta mencatat perkembangannya.

· Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan

rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan.

· Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang

dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.

· Memberikan penghargaan dan hukuman.

· Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada

umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.

  5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.

Page 20: MALNUTRISI referat baru

Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk

ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet,

mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet.

  6. Konseling problem psikososial, terutama untuk peningkatan rasa percaya diri

  7. Terapi intensif

Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai

komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet

berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah.

        Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB

Ideal atau IMT P > 97, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein

hewani 1,5-2,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta

minum > 1,5 L per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan

pengawasan dokter. 

        Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu : mempengaruhi asupan energi

dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi penyimpanan

energi dengan menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide

dan metformin; meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum

direkomendasikan untuk terapi obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang

masih belum jelas.

        Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini

adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung

dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara

membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini

belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.

VIII. KomplikasiIX. PrognosisX. Kesimpulan

      

Page 21: MALNUTRISI referat baru

1. Penatalaksanaan

2. KomplikasiPada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain :

Masalah pada mata Anemia berat Lesi kulit pada kwashiorkor Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi laktosa,

diare osmotik)

Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:

- Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler

- Diabetes Mellitus tipe-2

- Obstruktive sleep apnea

- Gangguan ortopedik

- Pseudotumor serebri

3. PrognosisMalnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian

sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian

karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat

pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya

pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari,

mungkin disebabkan perubahan yang irrever-sibel dari set-sel tubuh akibat under

nutrition maupun overnutrition.

DAFTAR PUSTAKA

1. Syam Fahrial. Malnutrisi. Dalam: Sudojo A, Bambang S, Alwi I, Simbadibrata M,

Setiadi S, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 Edisi V. Jakarta: Interna

Publishing. 2009;355 – 65

Page 22: MALNUTRISI referat baru

2. Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB – Gizi Buruk.

Jakarta: Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2008; 1

3. Susanto J.C, Mexitalia M, Nasar S. Malnutrisi Akut Berat dan Terapi Nutrisi Berbasis

Komunitas. Dalam: Syarif D, Lestari E, Mexitalia M, Nasar S, penyunting. Buku Ajar

Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik jilid 1 cetakan I. Jakarta: IDAI.2011;128 – 45

4. Yaszero. Epidemiologi Penanggulangan Marasmus

http://epiders.blogspot.com/2011/11/epidemiologi-penanggulangan-marasmus.html

5. Yaszero. Mengenal Kwashiorkor

http://epiders.blogspot.com/2011/11/mengenal-kwashiorkor.html

6. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Kurang Energi Protein (KEP)

http://pediatrik.com/pdt/07110-rswg255.html

7. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Obesitas Pada Anak

http://www.pediatrik.com/isi03.php

8. Pudjiati A, Hegar B, Hendryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et al.

Pedoman Pelayanan Medik Jilid 1. Jakarta: IDAI. 2010;183 – 87

9. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO

Indonesia. 2009. 193 – 221

10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi

Buruk Buku I. Jakarta: Departemen Kesehatan.2009. 3

11. Barnes Lewis, Curran John. Nutrisi. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu Kesehatan

Anak jilid 1 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000;179 – 232

12. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC. 2005;258 – 66

13. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta:

FKUI.2007;360 – 69

14. Lailani D, Hakimi. Pertumbuhan Fisik Anak Obesitas. Dalam: Sari Pediatri Volume 5.

2003; 99 – 102

15. Lubis N, Marsida A. Penatalaksanaan Busung Lapar pada Balita. Aceh Timur: Bagian

IKA RSU Langsa.2002;12