Makalah Kelompok

22
POLA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASMA BRONKHIALE* Disusun oleh : Kelompok VIII Abdul Kadir Ahmad 010030218B A. Ayu Yulianti Darmini 010030181B Evi Tri Wahyuningsih 010030203B I Gede Agus Suartika 010030226B I s w a t u n 010030167B Lilik Masyhuda 010030201B Mohammad Fathoni 010030205B Ridawati Sulaeman 010030186B S u b h a n 010030170B S I s w a n t o 010030199B DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

description

G

Transcript of Makalah Kelompok

Page 1: Makalah Kelompok

POLA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASMA BRONKHIALE*

Disusun oleh :Kelompok VIII

Abdul Kadir Ahmad 010030218BA. Ayu Yulianti Darmini 010030181BEvi Tri Wahyuningsih 010030203BI Gede Agus Suartika 010030226BI s w a t u n 010030167BLilik Masyhuda 010030201BMohammad Fathoni 010030205BRidawati Sulaeman 010030186BS u b h a n 010030170BS I s w a n t o 010030199B

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA2001

Disampaikan dalam rangka memenuhi tugas akhir Mata AjarPsikoneuroimunologi

Page 2: Makalah Kelompok

POLA ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN ASMA BRONKHIALEDisusun oleh

Kelompok VIII

I. Latar Belakang

Asma merupakan suatu penyakit yang dapat mengenai pada anak-anak

hingga dewasa dengan serangan yang sangat menakutkan tanpa mengenal waktu

yang selalu membawa penderitaan bagi pasien dan asma dapat timbul karena

kecemasan, kegiatan aktivitas yang berat, kelelahan, kurang tidur, infeksi

pernafasan, obat-obatan dan alergen.

Di negara-negara yang telah maju penelitiannya, diperkirakan 5%-20%

bayi dan anak-anak menderita asma. Sedangkan pada orang dewasa dan orang tua

rata-rata berkisar antara 2%-10% (Sundaru H., 1995: 6). Penelitian yang pernah

dilakukan dibeberapa tempat diperkirakan 2-5 % menderita asma.

Insiden penyakit asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: umur pasien,

jenis kelamin, bakat alergi, bunga, keturunan, lingkungan dan faktor psikologi.

Berbagai masalah yang ditimbulkan pada penyakit asma tergantung pada usia,

pekerjaan dan fungsi klien dalam keluarga tersebut.

Tingginya angka kekambuhan pada penderita asma sering memberikan dampak

pada psikologis dan biologis pasien. Tingkat emosi yang labil dan adanya

kecenderungan untuk menolak saran-saran dalam upaya mengeliminasi perilaku

yang mendukung kesehatannya, merupakan salah satu respon psikologis pasien

asma. Pada serangan asma pasien mengalami keterbatasan fungsi dalam

memenuhi segala kebutuhan dasarnya. Dengan demikian perlu kiranya difikirkan

tentang pola asuhan keperawatan yang mampu memenuhi keterbatasan fungsi

tersebut tanpa menambah beban emosional klien akibat tindakan perawat baik

selama serangan, maupun setelah serangan sehingga klien terhindar dari

kekambuhan dan dapat berfungsi secara optiman.

Page 3: Makalah Kelompok

II. Definisi Asma Bronkhiale

Menurut Crocket (1997), Asma Bronkhiale didefinisikan sebagai suatu penyakit

dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dan gejala-gejala

bronkhospasme yang bersifat reversibel.

Asma bronchiale menurut American’s Thoracic Society dikutip dari Barata

Wijaya (1990) adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea

dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya

penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara

spontan maupun sebagai hasil pengobatan.

III. Patofisiologi

3.1 Patofisiologi Asma Bronkhiale Alergenik

Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan Alergen. Alergen

yang masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, kulit, saluran pencernaan dan

lain-lain akan ditangkp oleh makrofaq yang bekerja sebagai Antigen Presenting

Cells (APC). Setelah Alergrn diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut

alergen dipresentasikan ke sel TH. Sel APC melalui penglepasan Interleukin I (IL-

1) mengaktifkan sel TH, melalui penglepasan IL-2 oleh sel TH yang diaktifkan,

kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan

membentuk Ig-E.

Ig-E yang terbentuk diikat mastoit. yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada

dalam sirkulasi.Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada

permukaannya memiliki reseptor untuk.Ig-E.Sel eosinofil, makrofaq dan

trombosit juga memiliki reseptor untuk Ig-E tetapi dengan afinitas yang lemah.

Orang yang sudah memiliki sel-sel mastoit dan basofil dengan Ig-E pada

permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala .Orang tersebut sudah dianggap

desentisisasi atau baru menjadi rentan.

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen

yang sama, alergen yang masuk ke tubuh akan diikat oleh Ig-E yang sudah ada

pada permukaan mastoit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk

Page 4: Makalah Kelompok

Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar

cAMP.

Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses

degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah

terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang

mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil, Chemotactic Faktor-A

(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), Trypase dan Kinin.Efek yang

segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi bronkhus oleh histamin.

Menurut konsep masa kini asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi)

saluran nafas (Samsuridjal & Bharatawidjaja, 1994; Sundaru, 1996) yang disertai

kepekaan saluran napas terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkhus

(Bronchial Hiper Responsivnees / BHR). Sifat peradangan pada asma khas yaitu

adanya tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai infiltrasi sel eosinofil.

Hipereaktifitas bronkhus yaitu bronkhus yang mudah sekali mengkerut

(Konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang

pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen

(inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok/dapur, bau-bauan yang tajan dan lainnya

baik yang berupa irutan maupun yang bukan irutan (Sundaru, H. hal.

27,1996).Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper reaktifitas bronkhus disebabkan

oleh inflamasi bronkhus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil

ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkhus pasien asma

bronkhiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik Hiper reaktifitas berhubungan

dengan derajat berat penyakit.Di klinik adanya hiper reaktifitas bronkhus dapat

dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asma dianggap secara klinik

sebagai penyakir bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai

suatu hiper reaksi bronkhus dan secara patologik sebagai suatu peradangan

saluran napas.

Bronkhus pada pasien asma mengalami odema di mukosa dan dindingnya,

infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang

menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya

Page 5: Makalah Kelompok

pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada

pasien asma bronkhiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama

pada cabang-cabang bronkhus.

Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta

hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya

sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (whezzing) dan batuk

yang produktif.

3.2 Patofisiologi Asma Bronkhiale Non Alergenik

Asma Bronkhiale Non Alergenik (Asma Intrinsik) terjadi bukan karena

pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi

saluran nafas atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat, serta stress

psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama

gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas

adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan

dari pada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa

diduga meningkat yang mengakibatkan bronkho konstriksi sehingga

menimbulkan sesak nafas.

Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam

membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga massenger

kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut

diaktifkan dan akan menghasilkan ATP dalam sel menjadi 3’5’ cyccyclic AMP.

cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkhus,

menghambat pelepasan mediator dari mastosit/basofil dan menghambat sekresi

kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor

adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkho konstriksi, hiper sekresi

kelenjar mukus dan oedema kelenjar mukus bronkhus sehingga menimbulkan

sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (Baratawidjaja,

1990).

4. Faktor Pencetus Serangan Asma Bronkhiale

Page 6: Makalah Kelompok

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkhiale atau sering

disebut sebagai faktor pencetus adalah:

4.1 Alergen

Alergen adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan

serangan asma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides

pteronissynus), spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan

laut dan sebagainya

4.2 Infeksi saluran nafas

Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influensa merupakan salah satu

faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkhiale. Diperkirakan

dua pertiga pasien asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi

saluran nafas.(Sundaru, 1991).

4.3 Stress psikologik

Stress psikologik bukan sebagai penyebab asma tetapi sebagai pencetus

asma, karena banyak orang yang mendapat Stress psikologik tetapi tidak menjadi

penderita asma bronkhiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma

terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada

wanita dan anak-anak (Yunus, 1994).

4.4 Olah raga/kegiatan jasmani yang berat

Sebagian penderita asma bronkhiale akan mendapatkan serangan asma bila

melakukan olahraga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda

paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan

jasmani (Exercise Induced Asthma / EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas

fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.

4.5 Obat-obatan

Page 7: Makalah Kelompok

Beberapapasien asma bronkhiale sensitif atau alergi terhadap obat

tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.

4.6 Polusi udara

Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap

rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran sulfur dioksida dan oksida

fotokemikal, serta bau yang tajam.

4.7 Lingkungan kerja

Diperkirakan 2 – 15% pasien asma bronkhiale pencetusnya adalah

lingkungan kerja (Sundaru H., 1991). Beberapa zat yang didapat di tempat

pekerjaan yang dapat mencetuskan serangan asma seperti pada tabel berikut :

PENCETUS LOKASI

1) Bulu dan serpih kulit binatang

2) Enzim bakteri subtilis

3) Debu kopi dan teh

4) Debu kapas

5) Toluen diisosianat

6) Debu gandum dan padi-padian

7) Amoniak, sulfur dioksida, asam klorida,

klorin

8) Garam platina

9) Ampisilin, spiramisin, piperasin.

1) Laboratorium hewan dan peternakan

2) Industri detergen

3) Pengolahan kopi dan teh

4) Industri tekstil

5) Industri plastik

6) Pabrik roti dan bongkar muat di

gudang gandum dan padi-padian

7) Industri kimia dan perminyakan

8) Pemurnian Platina

9) Industri Obat-obatan

4.8 Lain-lain

Selain faktor-faktor tersebut di atas masih terdapat faktor-faktor yang

mencetuskan serangan asma seperti lingkungan dan cuaca yang terlalu lembab,

terlalu panas, terlalu dingin, bumbu masak (monosodium glutamat), bahan

pengawet makanan (asam benzoat), zat pewarna kuning (tartarazin). Dan beberapa

Page 8: Makalah Kelompok

keadaan dapat memperberat serangan asma seperti sinusitis, rinitis dan regurgitasi

asam lambung.

5. Manifestasi Klinis

Selama serangan asma, klien mengalami dispnea dan tanda-tanda kesulitan

pernapasan. Permulaan tanda-tanda serangan terdapat sensasi konstriksi dada

(dada terasa berat), whezing, batuk non produktif, takhikardi dan takipnea.

Beratnya asma dapat diklasifikasikan dalam : ringan, sedang dan berat tergantung

gejala-gejala. Sistem skoring diberikan untuk mengklasifikasikan tersebut.

Tabel Penilaian Keperahan Asma (Skoring)

Gejala

Penggunaan

Bronkhodilator

Variabilitas PEFR

(APE)

Terjaga malam hari 4

Gejala tiap hari 3

Gejala < tiap hariperminggu 2

< tiap minggu atau waktu olah raga 1

Tidak ada serangan selama 3 bulan 0

> 4 x / hari

1 – 4 x / hari

< tiap hari

< per minggu

tidak selama 3 bulan

> 25 % 4

15 – 25 % 3

10 – 15 % 2

6 – 10 % 1

< 6 % 0

Dikutip dari Assagaf H & Mukty A, 1995

Skore maksimum : 12

Asma ringan : 1 – 5

Asma sedang : 6 – 8

Asma berat : 9 – 12

Variabilitas PEFR : Harga PEFR tertinggi – harga PEFR terendah X 100 %

Page 9: Makalah Kelompok

Harga PEFR tertinggi

PEFR : Peak Expiratory Flow Rate

APE : Arus Puncak Ekspirasi

6. Manajemen Keperawatan

6.1 Pengkajian :

6.1.1 Riwayat Keperawatan

Perlu dikaji riwayat adanya pemaparan (pemajanan) faktor-faktor yang

biasanya mencetuskan serangan asma bronkhiale. Dan perlu ditanyakan

bagaimana kemampuan klien untuk menghindari faktor pencetus tersebut, ataukah

klien sudah mengetahui beberapa faktor pencetus tersebut.

6.1.2 Keluhan Utama

Keluhan utama klien adalah sesak napas, setelah terpapar oleh alergen

atau faktor lain yang mencetuskan serangan asma bronkhiale.

6.1.3 Pemeriksaan Fisik :

6.1.3.1 Sistem pernafasan

Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan

periode inspirasi.

Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum,

pengangkatan bahu waktu bernafas).

Pernafasan cuping hidung.

Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.

Bunyi nafas : whezzing, pemanjangan ekspirasi.

Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif.

6.1.3.2 Sistem Kardiovaskuler

Takhikardia

Tensi meningkat

Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 10 mmHg pada waktu

inspirasi)

Sianosis

Page 10: Makalah Kelompok

Dehidrasi

Diaforesis

6.1.3.3 Psikososial

Peningkatan ansietas : takut mati, takut menderita, panik, gelisah

6.1.4 Pemeriksaan penunjang :

Darah : Kadar IgE meningkat dan eosinophil meningkat

Gas darah arteri : Penurunan PaO2 dan PaCO2 namun selanjutnya

PaCO2 meningkat sesuai dengan meningkatnya tekanan jalan nafas

Faal Paru : Menurunnya FEV1

Tes kulit : Untuk menentukan jenis alergen.

6.2 Diagnosa Keperawatan dan Rencana Intervensi :

6.2.1 Ketidak efektifan pola napas sehubungan dengan gangguan ekspirasi dan

ansietas

Tujuan:

Klien mampu menunjukkan pola pernafasan yang normal

Ditandai :

1) Penurunan frekuensi pernapasan sampai kebatas normal

2) Penurunan tanda dari sesak nafas, dan penurunan otot bantu nafas.

3) Analisa gas darah dalam batas normal

4) Vital capacity dalam batas normal

Rencana Intervensi :

1) Kaji kembali dan observasi frekuensi pernafasan, kedalaman

pernapasan dan adanya tanda-tanda sesak nafas.

2) Monitor nilai analisa gas darah untuk mengetahui keefektifan

pengobatan

3) Baringkan pasien dalam posisi fowler’s untuk meminimalkan kerja

ekspansi dada.

4) Berikan Oksigen pernasal sesuai order dokter.

5) Lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan :

Page 11: Makalah Kelompok

Kortikosteroid

Bronkhodilator

Antihistamin

6.2.2 Ketidak efektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peningkatan

produksi sekret.

Tujuan :

Klien akan menunjkkan keefektifan jalan nafas/klien mampu mempertahankan

jalan napas yang paten.

Ditandai :

1) Penurunan whezzing dan ronchi

2) Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal

3) Tak ada dispenia, sianosis

4) Analisa gas darah dalam batas normal

5) Penurunan batuk kering/non produktif

Rencana intervensi :

1) Kaji suara nafas tiap jam selama episode akut untuk menilai

keadekuatan pertukaran gas.

2) Jika memungkinkan lakukan suction

3) Monitor warna dan konsistensi sputum karena asma sering sebagai

akibat infeksi saluran nafas atas.

4) Kaji keefektifan batuk klien, anjurkan untuk batuk efektif.

5) Tingkatkan intake cairan untuk mencegah sekret yang kental, untuk

mengembalikan cairan yang hilang akibat respirasi yang cepat.

6) Berikan humidifier untuk mengencerkan dahak.

7) Jika sekret kental dan sulit dikeluarkan, lakukan fisioterapi dada :

Perkusi dan vibrasi.

8) Berikan perawatan mulut, setiap 2 – 4 jam, untuk menghilangkan rasa

tidak enak akibat dari sekret.

9) Lakukan order dokter dalam pemberian expectoran.

Page 12: Makalah Kelompok

6.2.3 Ansietas sehubungan dengan kesulitan bernafas, takut menderita, dan atau

takut serangan berulang.

Tujuan :

Klien mendemonstrasikan penurunan rasa takut dan ansietas

Ditandai :

1) Ekspresi wajah relaks

2) Mengungkapkan perasaan cemas berkurang

3) Tanda vital dalam batas normal

Rencana intervensi :

1) Kaji tingkat ansietas (ringan, sedang, berat)

2) Kaji kebiasaan ketrampilan koping

3) Berikan dukungan emosional :

Tetap berada di dekat pasien selama serangan akut

Antisipasi kebutuhan pasien

Berikan keyakinan yang menenangkan

4) Implementasikan teknik relaksasi

5) Kegiatan sehari-hari yang ringan dan sederhana

6) Jangan berbicara bila sedang dispnea berat

6.2.4 Potensial terjadi kekambuhan serangan asma

Tujuan :

Mencegah terjadinya kekambuhan

Rencana intervensi

Berikan penyuluhan tentang usaha pencegahan serangan asma,yaitu :

1) Menjaga kesehatan dengan cara makan makanan yang bergizi, istirahat

cukup, minum banyak, rekreasi dan olahraga yang sesuai.

2) Menjaga kesehatan lingkungan, dengan cara membersihkan rumah,

ruangan, kamar tidur dan menghindari tempat lembab.

3) Menghindari faktor pencetus.

4) Menggunakan obat-obatan anti asma.

Page 13: Makalah Kelompok

Peran peraat di sini yaitu mengajarkan cara menggunakan obat anti

asma sesuai dengan aturan pakai.

5) Lain-lain (Meditasi).

6.3 Evaluasi :

Tujuan yang telah direncanakan harus dievaluasi. Revisi dari rencana keperawatan

mungkin diperlukan. Pada asma bronkhiale dapat kembali (sembuh) dengan

mudah jika tidak terdapat masalah lain seperti infeksi.

7. Kerangka Konseptual

Faktor Pencetus Perawat / keperawatan

Klien Asma

Emosi yang labil.Perilaku sehat yang menurun.Keterbatasan fungsi tubuh.

- Adaptasi.- Terpenuhi

kebutuhan dasarnya.

- Perubahan perilaku

- Terhindar dari kekambuhan.

Pola Asuhan Keperawatan

Stressor -

Stressor +

Page 14: Makalah Kelompok

8. Kesimpulan

Asma timbul karena beberapa faktor pencetus dengan serangan yang

sangat menakutkan dan cenderung mengakibatkan kekambuhan.Keadaan ini

menimbulkan beberapa dampak antara lain :

1. Emosi yang labil.

2. Perilaku sehat yang menurun.

3. Keterbatasan fungsi tubuh.

Dalam hal ini perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk

mengatasi dan mencegah timbulnya serangan asma.

Asuhan keperawatan yang diberikan akan membantu klien memenuhi

kebutuhan dasarnya dan menghindarkan diri dari kekambuhan sehingga dapat

berfungsi secara optimal.

Page 15: Makalah Kelompok

DAFTAR PUSTAKA

Anes, SW. (1998). Essentials of Adult Health Nursing. Menlo Park. California.

Baratawidjaja, G. K. (1990). Asma Bronkhiale.Dalam Soeparman, Ilmu Penyakit

Dalam jilid II. FKUI. Jakarta.

Black. JM and Ester MJ (1997). Medical Surgical Nursing.Vol. 2, W. B. Saunders

Company. Philadelphia.

Engram,B. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan medical bedah. Vol 1. EGC.

Jakarta.

Fax ,SI and Graw ,M (1999). Human Physiology. Hill Companies. Nort America.

Gibson, JM. (1998). Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk perawat. EGC.

Jakarta.

Kaliner, MA. (1991). Astma its Pathology and Treatment. Vol. 49, National

Institutes of Health Bethesda, Maryland.

Kontaraf, J. (1992). Olah Raga Sumber Kesehatan. Advent. Bandung.

Sundaru H. (1995). Asma : Apa dan Bagaimana Pengobatannya. FKUI. Jakarta.