MAKALAH KELOMPOK EPID

50
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sektor kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai negara. Sejumlah pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama seperti spons – menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga kesehatan. Pendapat yang lain mengemukakan bahwa sektor kesehatan seperti pembangkit perekonomian, melalui inovasi dan investasi dibidang tekhnologi bio‐medis atau produksi dan penjualan obat‐obatan, atau dengan menjamin adanya populasi yang sehat yang produktif secara ekonomi. Sebagian warga masyarakat mengunjungi fasilitas kesehatan sebagai pasien atau pelanggan, dengan memanfaatkan rumah sakit, klinik atau apotik; atau sebagai profesi kesehatan – perawat, dokter, tenaga pendukung kesehatan, apoteker, atau manajer. Karena pengambilan keputusan kesehatan berkaitan dengan hal kematian dan keselamatan, kesehatan diletakkan dalam kedudukan yang lebih istimewa dibanding dengan masalah sosial yang lainnya. Kesehatan juga dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada kaitannya dengan layanan kesehatan: kemiskinan mempengaruhi kesehatan masyarakat, sama halnya dengan polusi, air kotor atau sanitasi yang buruk. Kebijakan ekonomi, seperti pajak merokok, atau alkohol dapat pula mempengaruhi perilaku masyarakat. Penyebab mutakhir 1

Transcript of MAKALAH KELOMPOK EPID

Page 1: MAKALAH KELOMPOK EPID

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sektor kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai negara.

Sejumlah pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama seperti spons –

menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga kesehatan.

Pendapat yang lain mengemukakan bahwa sektor kesehatan seperti pembangkit

perekonomian, melalui inovasi dan investasi dibidang tekhnologi bio‐medis atau

produksi dan penjualan obat‐obatan, atau dengan menjamin adanya populasi yang

sehat yang produktif secara ekonomi. Sebagian warga masyarakat mengunjungi

fasilitas kesehatan sebagai pasien atau pelanggan, dengan memanfaatkan rumah sakit,

klinik atau apotik; atau sebagai profesi kesehatan – perawat, dokter, tenaga

pendukung kesehatan, apoteker, atau manajer. Karena pengambilan keputusan

kesehatan berkaitan dengan hal kematian dan keselamatan, kesehatan diletakkan

dalam kedudukan yang lebih istimewa dibanding dengan masalah sosial yang lainnya.

Kesehatan juga dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada kaitannya

dengan layanan kesehatan: kemiskinan mempengaruhi kesehatan masyarakat, sama

halnya dengan polusi, air kotor atau sanitasi yang buruk. Kebijakan ekonomi, seperti

pajak merokok, atau alkohol dapat pula mempengaruhi perilaku masyarakat.

Penyebab mutakhir meningkatnya obesitas ditengah masyarakat mencakup kesediaan

makanan cepat saji yang murah namun tinggi kalori, penjualan soft drinks disekolah,

juga menurunnya kebiasaan berolah raga.

Memahami hubungan antara kebijakan kesehatan dan kesehatan itu sendiri

menjadi sedemikian pentingnya sehingga memungkinkan untuk menyelesaikan

masalah kesehatan utama yang terjadi saat ini – meningkatnya obesitas, wabah

HIV/AIDS, meningkatnya resistensi obat sekaligus memahani bagaimana

perekonomian dan kebijakan lain berdampak pada kesehatan. Kebijakan kesehatan

memberi arahan dalam pemilihan teknologi kesehatan yang akan dikembangkan dan

digunakan, mengelola dan membiayai layanan kesehatan, atau jenis obat yang dapat

1

Page 2: MAKALAH KELOMPOK EPID

dibeli bebas. Untuk memahami hal tersebut, perlu mengartikan apa yang dimaksud

dengan kebijakan kesehatan.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apa pengertian kebijakan dan kebijakan publik?

2. Apa urgensi kebijakan publik?

3. Siapa pembuat kebijakan publik ?

4. Bagaimana ciri dan jenis kebijakan publik?

5. Bagaimana proses dan tahapan kebijakan publik?

6. Bagaimana hubungan antara epidemiologi dan proses kebijakan publik?

7. Bagimana analisis kebijakan publik?

8. Bagaimana dampak kebijakan publik?

9. Bagaimana contoh penerapan kebijakan publik di bidang kesehatan?

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui pengertian kebijakan dan kebijakan publik

2. Mengetahui urgensi kebijakan publik

3. Mengetahui siapa yang membuat kebijakan

4. Mengetahui ciri dan jenis kebijakan publik

5. Mengetahui proses tahapan kebijakan publik di bidang kesehatan

6. Mengetahui hubungan antara epidemiologi dan proses kebijakan publik

7. Mengetahui analisis kebijakan publik

8. Mengetahui dampak kebijakan publik

9. Mengetahui contoh penerapan kebijakan publik di bidang kesehatan

2

Page 3: MAKALAH KELOMPOK EPID

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEBIJAKAN

Pengertian Kebijakan

Kebijakan atau policy adalah seperangkat panduan pengambilan keputusan.

Penyediaan kebijakan merupakan kerangka kerja yang diusulkan yang dapat diuji

dan diukur kemajuannya. Idealnya kebijakan itu berisi definisi yang jelas terhadap

masalah yang akan diselesaikan, pernyataan tujuan (pendekatan dan kegiatannya)

terhadap tujuan-tujuan yang akan dicapai (Pal, 1992).

Pengertian Kebijakan Publik

Dye (1978) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “Whatever governments

choose to do or not to do.”, yaitu segala sesuatu atau apapun yang dipilih oleh

pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Dye juga memaknai kebijakan

publik sebagai suatu upaya untuk mengetahui apa sesungguhnya yang dilakukan oleh

pemerintah, mengapa mereka melakukannya, dan apa yang menyebabkan mereka

melakukannya secara berbeda- beda. Dia juga mengatakan bahwa apabila pemerintah

memilih untuk melakukan suatu tindakan, maka tindakan tersebut harus memiliki

tujuan. Kebijakan publik tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan

hanya merupakan keinginan atau pejabat pemerintah saja. Di samping itu, sesuatu

yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan publik. Hal ini

disebabkan karena sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai

pengaruh yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah.

Pengertian kebijakan publik lainnya juga diungkapkan oleh Anderson yang

menyatakan kebijakan publik sebagai a purposive course of action followed by an

actor on set an actors in dealing with a problem or matter of concern atau sebagai

tindakan yang memiliki tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang

pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah.

Sedangkan Perpustakaan Nasional USA Medicine Science Heading

mendefinisikan kebijakan publik sebagai “a course of method of action selected,

usually by government, from among alternatives to guide and determine present and

future decisions”.

3

Page 4: MAKALAH KELOMPOK EPID

Pengertian Kebijakan Kesehatan

Kebijakan kesehatan dapat meliputi kebijakan publik dan swasta tentang

kesehatan. Kebijakan kesehatan diasumsikan untuk merangkum segala arah tindakan

(dan dilaksanakan) yang mempengaruhi tatanan kelembagaan, organisasi, layanan

dan aturan pembiayaan dalam system kesehatan. Kebijakan ini mencakup sektor

publik (pemerintah) sekaligus sektor swasta. Tetapi karena kesehatan dipengaruhi

oleh banyak faktor penentu diluar system kesehatan, para pengkaji kebijakan

kesehatan juga menaruh perhatian pada segala tindakan dan rencana tindakan dari

organisasi diluar system

B. URGENSI KEBIJAKAN PUBLIK

Ada tiga alasan mengapa kebijakan publik penting dan perlu dipelajari. Sholichin

Abdul Wahab dengan mengikuti pendapat dari Anderson (1978) dan Dye (1978)

menjelaskan ketiga alasan itu diantaranya:

1. Alasan ilmiah (scientific reason),

Kebijakan publik dipelajari dengan maksud untuk memperoleh

pengetahuan yang luas tentang asal-muasalnya, proses-proses perkembangannya

dan konsekuensi-konsekuensinya bagi masyarakat. Pada gilirannya hal ini akan

menambah pengertian tentang sistem politik dan masyarakat secara umum.

2. Alasan profesional (professional reason)

Studi kebijakan dimaksudkan untuk menghimpun pengetahuan ilmiah di

bidang kebijakan publik guna memecahkan masalah-masalah sosial sehari- hari.

Disini kita berbicara bagaimana sesuatu berguna dalam pencapaian kebijakan baik

dalam konteks perorangan, kelompok maupun pemerintah. James E. Anderson

termasuk yang mendukung profesionalitas (bukan hanya saintifik). Menurutnya,

jika kita mengetahui sesuatu tentang fakta-fakta yang membantu dalam

membentuk kebijakan publik atau konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-

kebijakan yang mungkin timbul, jika kita tahu bagaimana individu, kelompok

atau pemerintah dapat bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan mereka,

maka kita layak memberikan hal tersebut dan tidak layak untuk berdiam diri. Oleh

karenanya menurut Anderson adalah sesuatu yang sah bagi seorang ilmuwan

politik memberikan saran-saran kepada pemerintah maupun pemegang otoritas

4

Page 5: MAKALAH KELOMPOK EPID

pembuat kebijakan agar kebijakan yang dihasilkannya mampu memecahkan

persoalan-persoalan dengan baik. Tentunya pengetahuan yang didasarkan pada

fakta adalah prasyarat untuk menentukan dan menghadapi masalah-masalah

masyarakat.

3. Alasan politis (political reason).

Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya dimaksudkan agar

pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat guna mencapai tujuan yang

tepat pula. Sebagaimana telah diuraikan di atas beberapa ilmuwan politik

cenderung pada pilihan bahwa studi kebijakan publik seharusnya diarahkan untuk

memastikan apakah pemerintah mengambil kebijakan yang pantas untuk

mencapai tujuan-tujuan yang tepat. Mereka menolak pendapat bahwa analis

kebijakan harus bebas nilai. Bagi mereka ilmuwan politik tidak dapat berdiam diri

atau tidak berbuat apa-apa mengenai masalah-masalah politik. Mereka ingin

memperbaiki kualitas kebijakan politik dalam cara-cara menurut yang mereka

sangat diperlukan, meskipun dalam masyarakat seringkali terdapat perbedaan

substansial mengenai kebijakan apa yang disebut ‘benar’ dan ‘tepat’ itu.

C. SIAPA YANG MEMBUAT KEBIJAKAN

Para pembuat kebijakan adalah orang yang mempunyai wewenang yang sah untuk

ikut serta dalam formulasi hingga penetapan kebijakan publik. Yang termasuk dalam

pembuat kebijakan secara normatif adalah legislatif, eksekutif, administratur dan para

hakim. Dalam tulisan James Anderson (1979), Charles Lindblom (1980), maupun

James P. Lester dan Joseph Steward, Jr (2000), aktor- aktor atau pemeran serta dalam

proses pemnbentukan kebijakan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu para

pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi. Yang termasuk kedalam

pemeran serta resmi adalah agen-agen pemerintah (birokrasi), presiden (eksekutif),

legislative dan yudikatif. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok peran serta tidak

resmi meliputi kelompok-kelompok kepentingan, partai politik dan warganegara

individu.

Secara umum sesungguhnya aktor ini dapat dikategorikan dalam tiga yaitu aktor

publik, aktor privat dan aktor masyarakat (civil society). Ketiga aktor ini sangat

5

Page 6: MAKALAH KELOMPOK EPID

berperan dalam sebuah proses penyusunan kebijakan publik (Moore 1995:112).

Berikut ini disajikan para pemeran dalam perumusan kebijakan publik.

Peran Lembaga Formal dalam Perumusan Kebijakan :

1. Badan- badan administasi (agen-agen pemerintah)

Sistem administrasi di seluruh dunia mempunyai perbedaan dalam hal

karakteristik-karakteristik seperti ukuran dan kerumitan, organisasi , struktur

hierarkhis dan tingkat otonomi. Walaupun doktrin mengatakan bahwa badan-

badan administasi dianggap sebagai badan pelaksana telah diakui secara umum

dalam ilmu politik, namun bahwa politik dan administrasi telah bercampur aduk

menjadi satu juga telah menjadi aksioma yang diakui kebenarannya. Hal ini

terutama didasarkan atas konsep adminsitrasi baru yang diintrodusir oleh George

Frederickson melalui bukunya New Publik Administration (1980) yang tak lagi

membahas dikotomi administrasi public dan politik.

Dalam masyarakat- masyarakat industri yang mempunyai tingkat

kompleksitas yang tinggi, badan-badan administrasi sering membuat banyak

keputusan mempunyai konsekuensi-konsekuensi politik dan kebijakan yang luas.

Hal ini terjadi karena disamping tingkat kompleksitas masyarakat industri itu

sendiri, juga disebabkan oleh alasan-alasan teknis, banyaknya masalah kebijakan,

kebutuhan untuk melestarikan control serta waktu dan informasi dari para anggota

legislative sehingga banyak sekali wewenang yang didelegasikan.

2. Presiden (eksekutif)

Presiden sebagai kepala eksekutif mempunyai peran yang penting dalam

perumusan kebijakan. Keterlibatan presiden dalam perumusan kebijakan dapat

dilihat dalam komisi-komisi presidensial maupun dalam rapat- rapat kabinet.

Dalam beberapa kasus, presiden terlibat secara personal dalam perumusan

kebijakan, seperti misalnya keterlibatan Presiden Jimmy Carter dalam perumusan

kebijakan presiden. Dia suka terlihat lebih aktif dalam memberikan inisiatif

pembuatan perundang-undangan dan menggunakan stafnya untuk mempersiapkan

lebih banyak peraturan perundang-undangan untuk keperluan congressional

review. Selain keterlibatan secara langsung yang dilakukan oleh presiden juga

membentuk kelompok- kelompok atau komisi- komisi penasehat yang terdiri dari

6

Page 7: MAKALAH KELOMPOK EPID

warganegara swasta maupun pejabat-pejabat yang ditujukan untuk menyelidi

kebijakan tertentu dan mengembangkan usul-usul kebijakan.

3. Lembaga Yudikatif

Lembaga ini memainkan peran yang besar dalam pembentukan kebijakan di

Amerika Serikat. Namun sejauhmana badan ini mempunyai pengaruh di dalam

pembentukan kebijakan di Indonesia tentunya memerlukan telaah lebih lanjut,

walaupun jika didasarkan pada undang-undang dasar badan ini mempunyai

kekuasaan yang cukup besar untuk mempengaruhi kebijakan public melalui

pengujian kembali suatu undang-undang atau peraturan.

Pada dasanya tinjauan yudisial merupakan kekuasaan pengadilan untuk

menentukan apakah tindakan-tindakan yang diambil oleh cabang-cabang

eksekutif maupun legisaltif sesuai dengan konstitusi atau tidak. Bila keputusan-

keputusan tersebut melawan atau bertentangan dengan konstitusi Negara, maka

badan yudikatif berhak membatalkan atau menyatakan tidak sah terhadap

peraturan atau undang-undang yang telah ditetapkan.

4. Lembaga Legislatif

Di Amerika Serikat lembaga ini dikenal sebagai kongres. Dalam kasus

Indonesia lembaha ini sering kita sebut sebagai DPR. Lembaga ini bersama-sama

dengan pihak eksekutif (presiden dan pembantu- pembantunya), memegang

peranan yang cukup krusial di dalam perumusan kebijakan. Setiap undang-undang

menyangkut persoalan-persoalan public harus mendapatkan persetujuan dari

lembaga legislatif. Selain itu keterlibatan langsung legislative dalam perumusan

kebijakan juga dapat dilihat dari mekanisme dengar pendapat, penyelidikan-

penyelidikan dan kontak-kontak yang mereka lakukan dengan pejabat-pejabat

adminsitrasi, kelompok-kelompok kepentingan dan lain sebagainya.

Peran Lembaga Informal dalam Perumusan Kebijakan

Selain lermbaga- lembaga formal di atas yang terlibat dalam perumusan

kebijakan masih ada elemen lain yang berpartisipasi dalam proses perumusan

kebijakan yakni :

7

Page 8: MAKALAH KELOMPOK EPID

1. Kelompok Kepentingan

Kelompok ini merupakan pemeran serta tidak resmi yang memainkan peran

penting dalam pembentukan kebijakan di hamper semua Negara. Perbedaan yang

mugkin ada tergantung pada apakah Negara-negara tersebut demokratis atau

otoriter, modern atau berkembang. Perbedaan itu menyangkut keabsahan serta

hubungan antara pemerintah dengan kelompok-kelompok tadi. Dengan demikian

dalam system politik demokratis kelompok-kelompok kepentingan akan lebih

memainkan peran yang penting dengan kegiatan yang lebih terbuka dibandingkan

dengan sistem otoriter. Hal ini terjadi karena dalam system politik demokrasi

kekebasan berpendapat dilindungi, serta warganegara lebih mempunyai

keterlibatan politik . Walaupun dalam kedua system yang disebutkan di atas

kelompok-kelompok kepentingan berbeda dalam hal hubungan dan sifat

aktivitasnya, namun disemua system tadi kelompok-kelompok kepentingan

menjalankan fungsi artikulasi kepentigan yaitu mereka berfungsi menyatakan

tuntutan-tuntutan dan memberikan alternative tindakan kebijakan.

Menurut Gbariel A. Almond jenis-jenis kelompok kepentingan meliputi :

pertama, Kelompok Anomic : kelompok yang terbentuk diantara unsure-unsur

dalam masyarakat secara spontan dan hanya seketika dank arena itu tidak

memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur, maka kelompok ini seringa

tumpang tindih (Overlap) dengan bentuk-bentuk partisipasi politik non

konvesional, seperti demonstrasi, kerusuhan, tindakan kekerasan politik dan lain-

lain. Kedua, kelompok Non Assosiasional: kelompok yang termasuk kategori

kelompok masyaralat awam (belum maju) dan tidak terorganisir rapid an

kegiatannya bersifat temporer. Wujud kelompok ini antara lain kelompok

keluarga, keturunan, etnis, regional yang menyatakan kepentingan secara

kandangkala melalui individu-individu, kepala keluarga dan atau pemimpin

agama. Ketiga, kelompok Institusional: kelompok formal yang memiliki struktur,

visi, misi, tugas dan fungsi serta sebagai artikulasi kepentingan. Contohnya,

Partai Politik, Korporasi Bisnis, Badan Legislatif, Militer, Birokrasi dan lain-lain.

Keempat, Kelompok Assosiasional: kelompok yang terbentuk dari masyarakat

dengan fungsi untuk mengartikulasi kepentingan anggotanya kepada pemerintah

8

Page 9: MAKALAH KELOMPOK EPID

atau perusahaan pemilik modal. Contohnya, Serikat Buruh, KADIN, Paguyuban,

MUI, NU, Muhammadiyah, KWI dan lain-lain.

2. Partai Politik

Dalam sistem demokrasi, partai-partai politik memegang peran penting.

Dalam sistem tersebut, partai politik digunakan sebagai alat untuk meraih

kekuasaan. Hal ini berarti bahwa partai politik pada dasarnya lebih berorientasi

kepada kekuasaan dibandingkan dengan kebijakan publik. Namun demikian peran

serta dalam perumusan kebijakan publik cukup besar.

Dalam masyarakat modern, partai-partai politik seringkali melakukan

“agregasi kepentingan”. Partai Politik tersebut berusaha untuk mengubah

tuntutan-tuntutan tertentu dari kelompok-kelompok kepentingan menjadi

alternative-alternatif kebijakan. Dalam sistem dua partai predominan seperti di

Amerika Serikat dan Inggris, keinginan untuk memperoleh dukungan pemilih

mengharuskan partai-partai ini untuk memasukkan dalam “paket” kebijakan

mereka tuntutan-tuntutan yang mempunyai dukungan luasdari para pemilih atau

rakyat serta mencegah kelompok-kelompok yang menonjol untuk menjauhkan

diri. Sementara dalam system multi partai seperti di Negara Prancis, partai-partai

politik kurang memiliki peran dalam mengagregasikan kepentingan. Mereka

biasanya bertindak sebagai wakil-wakil dan kepentingan-kepentingan yang

terbatas. Pada umumnya, walaupun partai-partai politik ini mempunyai jangkauan

yang lebih luas dibandingkan dengan kelompok-kelompok kepentingan, namun

mereka lebih cenderung bertindak sebagai perantara daripada pendukung

kepentingan-kepentingan tertentu dalam pembentukan kebijakan. Sedangkan

dalam system satu partai, partai politik merupakan kekuatan yang predominan

dalam pembentukan kebijakan.

3. Warganegara Individu

Dalam pembahasan mengenai pembuatan kebijakan, warganegara individu

sering diabaikan dalam hubungannya dengan legislative, kelompok kepentingan

serta pemeran serta lainnya yang lebih menonjol. Walaupun tugas pembentukan

kebijakan pada dasarnya diserahkan kepada para pejabat public, namun dalam

9

Page 10: MAKALAH KELOMPOK EPID

beberapa hal para individu warganegara individu ini masih dapat mengambil

peran secara aktif dalam pengambilan keputusan.

Peran serta warganegara dalam sistem politik, walaupun sistem politik

tersebut merupakan sistem politik demokrasi, sering dianggap mempunyai peran

serta yang rendah. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa banyak orang yang

tidak memberikan suaranya pada waktu pemilihan umum, tidak ikut serta dalam

kegiatan partai politik, serta tidak terlibat dalam kelompok-kelompok penekan

serta mempunyai perhatian yang rendah terhadap sistem politik.

Dinegara-negara yang mendasarkan diri pada sistem otoriter, kepentingan-

kepentingan dan keinginan-keinginan para warga Negara biasanya merupakan

akibat dari kebijakan-kebijakan publik. Para diktator dalam sistem otoriter tetap

akan menaruh perhatian terhadap apa yang menjadi keinginan rakyat agar

kekacauan sedapat mungkin diminimalkan. Sementara itu di negara-negara

demokratik pemilihan umum barangkali merupakan tanggapan tidak langsung

terhadap tuntutan-tuntutan warga Negara.

Dalam hal ini, Charles Lindblom menyatakan bahwa perbedaan yang paling

menonjol antara rezim otoriter dengan rezim demokratik adalah bahwa dalam

rezim demokratik para warganegara memilih para pembentuk kebijakan puncak

dalam pemilihan-pemilihan yang murni. Beberapa ilmuwan berspekulasi bahwa

pemberian suara dalam pemilihan-pemilihan yang murni mungkin merupakan

suatu metode yang penting dari pengaruh warganegara dalam pembentukan

kebijakan karena hal ini memungkinkan warganegara untuk memilih para pejabat

dan sedikit banyak menginstrusikan pejabat-pejabat itu mengenai kebijakan

tertentu. Oleh karena itu, menurut Lindblom keinginan para warga Negara perlu

mendapat perhatian oleh para pembentuk kebijakan. Aturan yang dikemukan oleh

Lindblom ini kadang-kadang dinyatakan dalam aphorisme bahwa warga negara

mempunyai hak untuk didengar dan para pejabat mempunyai tugas untuk

mendengarkan.

10

Page 11: MAKALAH KELOMPOK EPID

D. CIRI DAN JENIS KEBIJAKAN PUBLIK

Ciri- ciri Kebijakan Publik :

1. Kebijakan publik merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan, bukan

tindakan yang acak dan kebetulan. Kebijakan publik dalam sisem politik modern

merupakan suatu tindakan yang direncanakan.

2. Kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkait dan

berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat

pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang beridiri sendiri. Kebijakan

tidak hanya berupa keputusan untuk membuat undang-undang, melainkan diikuti

pula dengan keputusan-keputusan yang bersangkut-paut dengan implementasi dan

pemaksaan pemberlakuannya.

3. Kebijakan bersangkut-paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah

dalam bidang-bidang tertentu, misalnya dalam mengatur kebijakan kesehatan, dan

bukan sekedar apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang

tersebut.

4. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif. Dalam

bentuknya yang positif, mungkin akan mencakup beberapa bentuk tindakan

pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu, sementara

dalam bentuknya yang negatif, kemungkinan meliputi keputusan-keputusan

pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun

ketika campur tangan pemerintah sebenarnya diharapkan. Sudah barang tentu

tiadanya bentuk campur tangan/ keterlibatan pemerintah dapat membawa dampak

tertentu bagi seluruh atau sebagian warga.

Jenis Kebijakan Publik

Banyak pakar mengajukan jenis kebijakan publik berdasarkan sudut pandangnya

masing- masing. James Anderson. Misalnya, menyampaikan kategori tentang

kebijakan publik tersebut sebagai berikut:

1. Kebijakan substansif versus kebijakan prosedural. Kebijakan substantif yakni

kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan oleh pemerintah.

Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut

dapat dijalankan.

11

Page 12: MAKALAH KELOMPOK EPID

2. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan re-

distributif. Kebijakan distributif. Kebijakan distributis menyangkut distribusi

pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau individu. Kebijakan regulatori

adalah kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku

individu atau kelompok masyarakat. Sedangkan kebijakan re-distributif adalah

kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak

di antara berbagai kelompok dalam masyarakat.

3. Kebijakan material versus kebijakan simbolis. Kebijakan material adalah

kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya konkrit pada kelompok

sasaran. Sedangkan kebijkan simbolis adalah kebijakan yang memberikan

manfaat simbolis pada kelompok sasaran.

4. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum (public goods) dan

barang privat (privat goods). Kebijakan public goods adalah kebijakan yang

bertujuan mengatur pemberian barang atau pelayanan publik. Sedangkan

kebijakan privat goods adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau

pelayanan untuk pasar bebas.

E. PROSES KEBIJAKAN PUBLIK

Proses mengacu kepada cara bagaimana kebijakan dimulai, dikembangkan atau

disusun, dinegosiasi, dikomunikasikan, dilaksanakan dan dievaluasi. Pendekatan yang

paling sering digunakan untuk memahami proses kebijakan adalah dengan menggunakan

apa yang disebut ‘tahapan heuristiks’ (Sabatier dan Jenkins‐Smith 1993). Yang dimaksud

disini adalah membagi proses kebijakan menjadi serangkaian tahapan sebagai alat

teoritis, suatu model dan tidak selalu menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi didunia

nyata. Namun, serangkaian tahapan ini membantu untuk memahami penyusunan

kebijakan dalam tahapan‐tahapan yang berbeda:

Identifikasi masalah dan isu: menemukan bagaimana isu – isu yang ada dapat

masuk kedalam agenda kebijakan, mengapa isu – isu yang lain justru tidak pernah

dibicarakan.

12

Page 13: MAKALAH KELOMPOK EPID

Perumusan kebijakan: menemukan siapa saja yang terlibat dalam perumusan

kebijakan, bagaimana kebijakan dihasilkan, disetujui, dan dikomunikasikan. Peran

penyusunan kebijakan dalam pemerintahan dibicarakan

Pelaksanaan Kebijakan: tahap ini yang paling sering diacuhkan dan sering dianggap

sebagai bagian yang terpisah dari kedua tahap yang pertama. Namun, tahap ini yang

diperdebatkan sebagai tahap yang paling penting dalam penyusunan kebijakan

sebab bila kebijakan tidak dilaksanakan, atau dirubah selama dalam pelaksanaan,

sesuatu yang salah mungkin terjadi dan hasil kebijakan tidak seperti yang

diharapkan.

Evaluasi kebijakan: temukan apa yang terjadi pada saat kebijakan dilaksanakan –

bagaimana pengawasannya, apakah tujuannya tercapai dan apakah terjadi akibat

yang tidak diharapkan. Tahapan ini merupakan saat dimana kebijakan dapat diubah

atau dibatalkan serta kebijakan yang baru ditetapkan..

Ada sejumlah peringatan dalam penggunaan kerangka yang berguna dan sederhana

ini. Pertama, proses kebijakan terlihat seperti proses yang linier – dengan kata lain, proses

ini berjalan dengan mulus dari satu tahap ke tahap yang lain, dari penemuan masalah

hingga ke pelaksanaan dan evaluasi. Namun, sebenarnya jarang terlihat jelas sebagai

suatu proses. Mungkin pada saat tahap pelaksanaan masalah baru ditemukan atau

kebijakan mungkin diformulasikan tetapi tidak pernah mencapai tahap pelaksanaan.

Dengan kata lain, penyusunan kebijakan jarang menjadi suatu proses yang rasional –

iterative dan dipengaruhi oleh kepentingan sepihak – i.e. pelaku. Banyak yang sependapat

dengan Lindblom (1959) bahwa proses kebijakan adalah sesuatu yang dicampur aduk

oleh para penyusun kebijakan. Namun, tahap heuristics telah berlangsung sekian lama

dan tetap bermanfaat. Tahap ini dapat digunakan untuk mengkaji tidak hanya kebijakan

tingkat nasional tetapi juga internasional

Guna memahami bagaimana kebijakan disebarkan ke seluruh dunia. Dimensi paling

inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan publik dilihat

sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak dari satu

bagian ke bagian lain secara berkesinambungan, saling menentukan dan saling

membentuk. Beberapa ahli menjabarkan proses kebijakan publik diantaranya :

13

Page 14: MAKALAH KELOMPOK EPID

1. Proses Kebijakan Publik Menurut Easton

Model proses kebijakan yang paling klasik dikembangkan oleh David

Easton (1984). Easton melakukan analogi dengan sistem biologi. Pada dasarnya

sistem biologi merupakan proses interaksi antar mahluk hidup dengan

lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang

relatif stabil. Dalam terminologi ini, Easton menganalogikannya dengan

kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan sistem mengandaikan bahwa

kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem (politik). Seperti dipelajari

dalam ilmu politik, sistem politik terdiri atas input, throughput dan output, seperti

digambarkan sebagai berikut:

Dari gambar tersebut dapat dipahami bahwa proses formulasi kebijakan

publik berada dalam sistem politik dengan mengandalkan pada masukan (input)

yang terdiri atas dua hal, yaitu tuntutan dan dukungan. Model Easton inilah yang

dikembangkan oleh para akademis di bidang kebijakan publik, seperti: Anderson,

Dunn, Patton dan Savicky, dan Effendy.

2. Tahap- Tahap Kebijakan Publik Menurut William Dunn

James E. Anderson, David W. Brady, dan Charles Bullock III (1978) membagi

proses kebijakan menjadi:

1. Agenda kebijakan (policy agenda)

2. Perumusan kebijakan (policy formulation)

3. Penetapan kebijakan (policy adoption)

14

Page 15: MAKALAH KELOMPOK EPID

4. Pelaksanaan kebijakan (policy implementation)

5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation)

Model ini selanjutnya dibandingkan dengan model proses kebijakan yang

dikembangkan oleh William N. Dunn sebagai berikut:

William Dunn menjabarkan tahapan kebijakan terdiri dari 4 proses:

1. Penyusunan Agenda

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam

realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk

memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam

agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status

sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik,

maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih

daripada isu lain.

Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu

publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan

(policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy

problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat

di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh,

atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut.

15

Page 16: MAKALAH KELOMPOK EPID

Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi

dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun

penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk

menjadi suatu agenda kebijakan.

Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik

(Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986),

diantaranya:

1. Telah mencapai titik kritis tertentu yang jika diabaikan, akan menjadi

ancaman yang serius;

2. Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang berdampak dramatis;

3. Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat

manusia) dan mendapat dukungan media massa;

4. Menjangkau dampak yang amat luas ;

5. Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;

6. Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi

mudah dirasakan kehadirannya)

Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat

urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan

tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.

2. Formulasi kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas

oleh para pembuat kebijakan. Masalah- masalah tadi didefinisikan untuk

kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah

tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama

halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda

kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing- masing alternatif

bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk

memecahkan masalah.

3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar

pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh

16

Page 17: MAKALAH KELOMPOK EPID

kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun

warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah mendukung.

Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan

niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir

pemerintahan disonansi. Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-

simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung

pemerintah.

4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan

yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi,

implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu

kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada

tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.

Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-

masalah kebijakan, program- program yang diusulkan untuk menyelesaikan

masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

3. Proses Kebijakan Publik oleh Patton dan Savicky

Proses kebijakan model ini dikembangkan melalui siklus proses kebijakan sebagai

berikut:

1. Mendefinisikan masalah (define the problem)

2. Menentukan kriteria evaluasi (detrmine evaluation criteria)

3. Mengidentifikasi kebijakan-kebijakan alternatif (identify alternative policies)

4. Mengevaluasi kebijakan-kebijakan alternatif (evaluate alternative policies)

5. Menyeleksi kebijakan-kebijakan pilihan (select preferred policy)

6. Menerapkan kebijakan-kebijakan pilihan (implement the preferred policy)

4. Model proses kebijakan oleh Thomas R. Dye

Model proses kebijakan ini terdiri dari :

1. Identifikasi masalah kebijakan (identification of policy problem)

2. Pengaturan agenda (agenda setting)

3. Perumusan kebijakan (policy formulation)

17

Page 18: MAKALAH KELOMPOK EPID

4. Pengesahan kebijakan (policy legitimation)

5. Pelaksanaan kebijakan (policy implementation)

6. Evaluasi kebijakan (policy evaluation)

Dalam bidang kesehatan, proses kebijakan publik sama halnya dengan proses

kebijaka publik lainnya, hanya saja kerangka konsep yag digunakan mengacu pada

determinan kesehatan yang mempengaruhi proses kebijakan lainnya.

Model konseptual untuk penyusunan kebijakan kesehatan (Sumber: Ruward

et.al.1994 in Spasoff, 1999 ).

Sedangkan model proses kebijakan publik di bidang kesehatan berkaitan dengan

epidemiologi adalah : (sumber: Epidemiologi Perencanaan dan Pelayanan

Kesehatan, Ridwan, 2011)

18

Autonomous developments

Health policy

determinants

Health status

Assesment of population health

Policy Implementation

Policy choices

Assesment of potential intervention

Policy Evaluation

Page 19: MAKALAH KELOMPOK EPID

Siklus seperti pada gambar diatas akan memberi framework pada organisasi.

Siklus telah dibatasi kedalam langkah langkah yang lebih sederhana. Beberapa siklus

kebijakan meliputi langkah agenda-setting, dengan melihat issu-issu yang

dipertimbangkan menjadi kebijakan. Langkah ini ditempati oleh identifikasi masalah dan

kebutuhan, dimana banyak arah dalam agenda kebijakan, hal hal ini dapat menjadi

kontribusi epidemiologi. Penyusunan alternatif tindakan, estimasi konsekuensi, dan

pemilihan satu atau lebih kegiatan untuk implememntasi yang telah dikombinasikan ke

dalam langkah tunggal dari pemilihan pengambilan kebijakan.

Spesifikasi tujuan menjadi hal yang mendasar dalam pengambilan kebijakan,

spesifikasi tujuan dalam perspektif epidemiologi menjadi tool dalam implementasi dan

evaluasi. Dalam setiap siklus diharapkan epidemiologi dapat memberi kontribusi.

F. EPIDEMIOLOGI TERHADAP PROSES KEBIJAKAN KESEHATAN

Epidemiologi memberikan kontribusi terhadap siklis kebijakan diantaranya sbb:

(Sumber: Epidemiologi Perencanaan dan Pelayanan Kesehatan, Ridwan Amiruddin,

2011)

1. Assessment of population health.

Ahli epidemiologi dapat berkontribusi terhadap konseptual dan pengukuran

Kesehatan, menggunakan keahliannya dalam megolah data kesehatan populasi. Lebih

khusus lagi, mereka dapat menilai kebutuhan Kesehatan dan risiko-risikonya,

menentukan dampak masalah Kesehatan terhadap Masyarakat, dan menilai

inequalitas dalam Kesehatan. Hampir semua riset epidemiologi terikat dengan

determinan penyebab sehat dan masalah Kesehatan.

2. Assessment of potential interventions

Ahli epidemiologi dapat mengavaluasi dan menyusun fakta berdasarkan efikasi

intervensi yang potensial dan menilai efektifitasnya.

3. Policy choices

Ahli apidemiologi dapat memberi saran terhadap penceghaan penyakit, model

dampak dari variasi intervensi terhadap Kesehatan populasi secatra keseluruhan, dan

memberikan dasar tujuan untuk memilih prioritas diantara banyak pilihan.

19

Page 20: MAKALAH KELOMPOK EPID

4. Policy implementation

Ahli epidemiologi dapat berkontribusi untuk menyusun tujuan dan objective

yang berarti, menyediakan dasar-dasar rasional untuk alokasi resoursis, dan memberi

saran terhadap data yang dibutuhkan untuk mendukung evaluasi kebijakan.

5. Policy evaluation

Ahli epidemiologi dapat membantu mengembangkan desain riset yang valid dan

reliable, dan dapat melaksanakan surveilens masalah Kesehatan dan pelayanan

Kesehatan, mendeteksi kejadian yang tidak biasa dan mengevaluasi variasi wilayah

dalam pelayanan Kesehatan.

G. ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK DI BIDANG KESEHATAN

William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah

suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode

penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan

dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka

memecahkan masalah-masalah kebijakan. Weimer and Vining, (1998:1): The product

of policy analysis is advice. Specifically, it is advice that inform some public policy

decision. Jadi analisis kebijakan publik lebih merupakan nasehat atau bahan

pertimbangan pembuat kebijakan publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi,

tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut,

dan juga berbagai alternative kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai

penilaiannya berdasarkan tujuan kebijakan.

Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk

membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah

publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan

dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif

kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat

kebijakan.

Analisis kebijakan terdiri dari beberapa bentuk, yang dapat dipilih dan

digunakan. Pilihan bentuk analisis yang tepat, menghendaki pemahaman masalah

secara mendalam, sebab kondisi masalah yang cenderung menentukan bentuk analisis

yang digunakan. Berdasarkan pendapat para ahli (Dunn, 1988; Moekijat, 1995;

20

Page 21: MAKALAH KELOMPOK EPID

Wahab, 1991) dapat diuraikan beberapa bentuk analisis kebijakan yang lazim

digunakan sbb:

1.   Analisis Kebijakan Prospektif

Bentuk analisis ini berupa penciptaan dan pemindahan informasi sebelum

tindakan kebijakan ditentukan dan dilaksanakan. Menurut Wiliam (1971), ciri analisis

ini adalah:

mengabungkan informasi dari berbagai alternatif yang tersedia, yang dapat

dipilih dan dibandingkan.

Diramalkan secara kuantitatif dan kualitatif untuk pedoman pembuatan

keputusan kebijakan.

Secara konseptual tidak termasuk pengumpulan informasi.

2.   Analisis Kebijakan Restrospektif (AKR)

Bentuk analisis ini selaras dengan deskripsi penelitian, dengan tujuannya adalah

penciptaan dan pemindahan informasi setelah tindakan kebijakan diambil. Beberapa

analisis kebijakan restropektif, adalah:

1. Analisis berorientasi Disiplin, lebih terfokus pada pengembangan dan pengujian

teori dasar dalam disiplin keilmuan, dan menjelaskan sebab akibat kebijakan.

Contoh: Upaya pencarian teori dan konsep kebutuhan serta kepuasan tenaga

kesehatan di Indonesia, dapat memberi kontribusi pada pengembangan

manajemen SDM original berciri Indonesia (kultural). Orientasi pada tujuan dan

sasaran kebijakan tidak terlalu dominan. Dengan demikian, jika ditetapkan untuk

dasar kebijakan memerlukan kajian tambahan agar lebih operasional.

2. Analisis berorientasi masalah, menitikberatkan pada aspek hubungan sebab akibat

dari kebijakan, bersifat terapan, namun masih bersifat umum. Contoh: Pendidikan

dapat meningkatkan cakupan layanan kesehatan. Orientasi tujuan bersifat umum,

namun dapat memberi variabel kebijakan yang mungkin dapat dimanipulasikan

untuk mencapai tujuan dan sasaran khusus, seperti meningkatnya kualitas

kesehatan gigi anak sekolah melalui peningkatan program UKS oleh puskesmas.

3. Analisis beriorientasi penerapan, menjelaskan hubungan kausalitas, lebih tajam

untuk mengidentifikasi tujuan dan sasaran dari kebijakan dan para pelakunya.

Informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil kebijakan

21

Page 22: MAKALAH KELOMPOK EPID

khusus, merumuskan masalah kebijakan, membangun alternatif kebijakan yang

baru, dan mengarah pada pemecahan masalah praktis. Contoh: analis dapat

memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau

kegagalan pelayanan KIA di Puskesmas. Informasi yang diperoleh dapat

digunakan sebagai dasar pemecahan masalah kebijakan KIA di puskesmas.

3.   Analisis Kebijakan Terpadu

Bentuk analisis ini bersifat konprehensif dan kontinyu, menghasilkan dan

memindahkan informasi gabungan baik sebelum maupun sesudah tindakan kebijakan

dilakukan. Menggabungkan bentuk prospektif dan restropektif, serta secara ajeg

menghasilkan informasi dari waktu ke waktu dan bersifat multidispliner.

Bentuk analisis kebijakan di atas, menghasilkan jenis keputusan yang relatif

berbeda yang, bila ditinjau dari pendekatan teori keputusan (teori keputusan deksriptif

dan normatif), yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Teori Keputusan Deskriptif, bagian dari analisis retrospektif, mendeskripsikan

tindakan dengan fokus menjelaskan hubungan kausal tindakan kebijakan, setelah

kebijakan terjadi. Tujuan utama keputusan adalah memahami problem kebijakan,

diarahkan pada pemecahan masalah, namun kurang pada usaha pemecahan

masalah.

2. Teori Keputusan Normatif, memberi dasar untuk memperbaiki akibat tindakan,

menjadi bagian dari metode prospektif (peramalan atau rekomendasi), lebih

ditujukan pada usaha pemecahan masalah yang bersifat praktis dan langsung

H. DAMPAK KEBIJAKAN PUBLIK Beberapa dampak kebijakan publik:

1. Dampak pada masalah publik (pada kelompok sasaran) yang diharapakan atau

tidak.

2. Dampak pada kelompok diluar sasaran sering disebut eksternalitas / dampak

melimpah (spillover effects)

3. Dampak sekarang dan yang akan datang

22

Page 23: MAKALAH KELOMPOK EPID

4. Dampak biaya langsung dikeluarkan untuk membiayai program dan tak

langsung (yang dikeluarkan publik akibat suatu kebijakan.

Faktor Penyebab Kebijakan Tak Memperoleh Dampak yang Diinginkan

(Anderson, 1996) :

1. Sumber daya tak memadai

2. Cara implementasi tak tepat

3. Masalah publik sering disebabkan banyak faktor tetapi kebijakan yang dibuat

hanya mengatasi satu faktor saja.

4. Cara menanggapi kebijakan yang justru dapat emngurangi dampak yang

diinginkan

5. Tujuan-tujuan kebijakan tak sebanding bahkan bertentangan satu sama lain.

6. Biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar dari masalahnya.

7. Banyak masalah publik yang tak mungkin dapat diselesaikan.

8. Timbulnya masalah baru sehingga mendorong pengalihan perhatian dan

tindakan

9. Sifat dari masalah yang akan dipecahkan

I. CONTOH PENERAPAN KEBIJAKAN PUBLIK DI BIDANG

KESEHATAN

Proses Perumusan Kebijakan Global TB/HIV oleh WHO

Kelompok Kerja Global TB/HIV menyumbang dalam perumusan kebijakan

sementara kegiatan kerjasama TB/HIV, dengan komisi penulis yang menyiapkan

versi awal dan berikutnya. Kelompok Kerja mengkoordinasikan tanggapan global

terhadap epidemi TB dan HIV yang saling bersilangan, menempa kerja sama antara

komunitas HIV/AIDS dan TB. Keanggotaannya meliputi manajer program, lembaga

23

Page 24: MAKALAH KELOMPOK EPID

donor, LSM, lembaga pendidikan, aktivis dan kelompok pendukung pasien yang

bekerja dengan WHO dan UNAIDS baik untuk program TB maupun HIV. Komisi

penulis meliputi pakar teknis tuberkulosis dan HIV, pembuat kebijakan dalam

manajemen kesehatan, orang yang hidup dengan HIV dan penasehatnya, manajer

program TB dan HIV nasional maupun internasional, dan lembaga donor. Naskah

kebijakan telah dibicarakan pada konperensi internasional oleh stakeholder nasional

dan internasional dalam program HIV dan TB serta telah disahkan oleh Kelompok

Kerja Global TB/HIV dan Strategic and Technical Advisory Group untuk TB

(STAG), yang memberikan kepada WHO strategi eksternal dan nasehat teknis dalam

penanggulangan TB.

Tujuan umum kebijakan ialah mengurangi beban TB dan HIV pada populasi yang

terkena kedua penyakit tersebut.

Tujuan khusus kegiatan kerja sama TB/HIV adalah:

(1) membangun mekanisme kerja sama antara program TB dan HIV/AIDS;

(2) mengurangi beban TB pada orang dengan HIV/AIDS; dan

(3) mengurangi beban HIV pada pasien TB

(Kebjakan sementara kegiatan Kerjasama TB/HIV Stop TB Department and

Department of HIV/AIDS World Health Organization, Geneva, Switzerland, 2004)

Kebijakan Mengenai DBD di Indonesia

Banyak langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah untuk mengurangi jumlah

penderita DBD di Indonesia, mulai dari program pencegahan sampai program case

management untuk masyarakat yang telah terjangkit oleh virus dengue ini, tahapan-

tahapan program tersebut, antara lain :

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yaitu kegiatan memberantas jentik

nyamuk di tempat berkembangbiaknya baik dengan cara kimia, yaitu dengan

larvasida, biologi dengan cara memelihara ikan pemakan jentik atau dengan

bakteri ataupun dengan cara fisik yang kita kenal dengan kegiatan 3M (Menguras,

Menutup, Mengubur) yakni menguras bak mandi, bak WC; menutup TPA rumah

tangga (tempayan, drum dll) serta mengubur atau memusnahkan barang-barang

bekas (kaleng, ban dll).

24

Page 25: MAKALAH KELOMPOK EPID

Pencegahan penyakit DBD melalui metode lingkungan atau fisik untuk

mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai

contoh :

Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.

Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan

lain sebagainya.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) pada dasarnya, untuk memberantas

jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak.

Pemberantasannya perlu peran aktif masyarakat khususnya memberantas jentik

Aedes.aegypti di rumah dan lingkungannya masing-masing. Cara ini adalah suatu

cara yang paling efektif dilaksanakan karena :

tidak memerlukan biaya yang besar

bisa dilombakan untuk menjadi daerah yang terbersih

menjadikan lingkungan bersih

budaya bangsa Indonesia yang senang hidup bergotong royong

dengan lingkungan yang baik tidak mustahil, penyakit lain yang diakibatkan

oleh lingkungan yang kotor akan berkurang.

2. Program 3M Plus

Sebenarnya pelaksanaan 3M Plus merupakan upaya Pemberantasan Sarang

Nyamuk yang sederhana dan efektif. Melalui program ini, masyarakat dapat

memutus rantai perkembang biakan nyamuk Aedes Aegypti. Sebagai gambaran,

beberapa hal pembersihan yang dilakukan dalam 3M Plus merupakan upaya untuk

mempersempit penyediaan sarang reproduksi bagi hewan vektor penyakit ini dan

hal ini merupakan bagian yang sangat penting sebagai langkah awal untuk

menghindari peningkatan prevalensi penderita PBD serta menghindari terjadinya

KLB pada penyakit ini. Sedangkan untuk membasmi jumlah nyamuk dewasa

yang telah dapat berkembang biak, dapat dilakukan dengan pengasapan (fogging)

digunakan untuk mengurangi jumlah nyamuk dewasa yang dapat bertelur

25

Page 26: MAKALAH KELOMPOK EPID

sebanyak 200 – 400 per hari. Jika dibandingkan dari kedua langkah diatas, tentu

saja program 3M Plus memiliki peranan yang sangat penting untuk membatasi

penyebaran virus penyakit ini asalkan masyarakat melakukannya secara kontinyu

dan teratur.

Permasalahan mengenai efektifitas pelaksanaan program Pemberantasan

Sarang Nyamuk melalui 3M Plus adalah kurangnya minat masyarakat untuk

melakukan semua hal tersebut. Hal ini berkaitan dengan pemahaman masyarakat

untuk terbiasa memiliki pola hidup bersih dan sehat sehingga merasa bahwa

bukan hal yang kondusif untuk hidup berdampingan dengan nyamuk Aedes

Aygepti.

Efektifitas pelaksanaan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk ini melalui

3M Plus ini dapat terlaksana dengan baik jika semua jajaran masyarakat memiliki

kesadaran untuk melakukannya secara serempak dan kontinyu di seluruh bagian

negara Indonesia in. Atupun dapat ditambah dengan adanya kebijakan dari

pemerintah pusat ataupun daerah mengenai pentingnya melakukan 3M Plus yang

disertai dengan pemberlakuan punishment bagi tiap masyarakat yang tidak

melakukan ataupn terlibat di dalam program Pemberantasan Sarang Nyamuk

(PSN) ini. Sebagai contoh, mungkin kita dapat mengikuti pemberlakuan

kebijakan di negara Singapura dan Malaysia yang memberikan denda bagi

warganya yang kedapatan terdapat jentik nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya.

Atupun seperti Sri Lanka menggunakan gerakan Green Home Movement untuk

tujuan yang sama yaitu menempelkan stiker hijau bagi rumah yang memenuhi

syarat kebersihan dan kesehatan termasuk bebas dari jentik nyamuk Aeds Aegypti

dan menempelkan stiker hitam pada rumah yang tidak memenuhi syarat

kebersihan dan kesehatan. Bagi pemilik rumah dengan stiker hitam akan dberikan

peringatan sebanyak 3 kali dan jka tidak dilakukan akan dikenai denda.

Sedangkan untuk para pejabat pemerintahan Indonesia, mungkin dapat meniru

semangat Jendral Grogas dalam membasmi penyakit ini dari Kuba pada 100 tahun

yang lalu yaitu dengan menggunakan metode pelaksanaan progam – program

PSN secara serentak dan besar – besaran di seluruh negeri.

26

Page 27: MAKALAH KELOMPOK EPID

Semua contoh diatas seharusnya dapat dijadikan contoh oleh tiap daerah yang

berpotensi menjadi daerah endemi DBD ketika musim penghujan datang apalagi

saat ini telah adanya otonomi daerah yang dapat memberikan kebebasan kepada

tiap derah untuk menyusun program ataupun kegiatan yang bertujuan untuk

membasmi sarang nyamuk secara benar tanpa terlupakan adanya pengawasan dari

pihak pemerintahan pusat.

3. Abatisasi (Larvasiding)

Larvasiding adalah pemberantasan jentik dengan bahan kimia dengan

menaburkan bubuk larvasida. Pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan bahan

kimia terbatas untuk wadah (peralatan) rumah tangga yang tidak dapat

dimusnahkan, dibersihkan,dikurangi atau diatur. Dalam jangka panjang penerapan

kegiatan larvasiding sulit dilakukan dan mahal. Kegiatan ini tepat digunakan

apabila survelans penyakit dan vector menunjukkan adanya periode berisiko

tinggi dan di lokasi dimana wabah mungkin timbul. Menentukan waktu dan

tempat yang tepat untuk pelaksanaan larvasiding sangat penting untuk

memaksimalkan efektifitasnya.

Terdapat 2 jenis larvasida yang dapat digunakan pada wadah yang dipakai

untuk menampung air minum (TPA) yakni: temephos (Abate 1%) dan Insect

growth regulators (pengatur pertumbuhan serangga) Untuk pemberantasan larva

dapat digunakan abate 1 % SG. Cara ini biasanya digunakan dengan menaburkan

abate kedalam bejana tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan,

drum dapat mencegah adanya jentik selama 2-3 bulan. Kegiatan larvasiding

meliputi:

a. Abatisasi selektif

Abatisasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan tempat penampungan air

(TPA) baik didalam maupun diluar rumah pada seluruh rumah dan bangunan di

desa/kelurahan endemis dan sporadik dan penaburan bubuk abate (larvasida) pada

TPA yang ditemukan jentik dan dilaksanakan 4 kali setahun. Pelaksana abatisasi

adalah kader yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas.Tujuan pelaksanaan

27

Page 28: MAKALAH KELOMPOK EPID

abatisasi selektif adalah sebagai tindakan sweeping hasil penggerakan masyarakat

dalam PSN-DBD.

b. Abatisasi massal

Abatisasi massal adalah penaburan abate atau altosid (larvasida) secara

serentak diseluruh wilayah/daerah tertentu disemua TPA baik terdapat jentik

maupun tidak ada jentik di seluruh rumah/bangunan. Kegiatan abatisasi massal ini

dilaksanakan dilokasi terjadinya KLB DBD. Dalam kegiatan abatisasi massal

masyarakat diminta partisipasinya untuk melaksanakan pemberantasan Aedes

aegypti di wilayah masing-masing. Tenaga di beri latihan dahulu sebelum

melaksanakan abatisasi, agar tidak mengalami kesalahan.

4. Fogging

Fogging merupakan suatu kegiatan penyemprotan insektisida dan PSN-DBD

serta penyuluhan pada masyarakat sekitar kasus dengan radius 200 meter,

dilaksanakan 2 siklus dengan interval 7 hari oleh petugas. Biasanya Fogging

diadakan 2 kali di suatu tempat menggunakan malathion dalam campuran solar

dosis 438 g/ha. (500 ml malathion 96%technical grade/ha). Sasaran adalah rumah

serta bangunan di pinggir jalan yang dapat dilalui mobil di desa endemis tinggi.

Alat yang dipakai swing fog SN 1 untuk bangunan dan mesin ULV untuk

perumahan. Waktu pengasapan pagi dan sore ini dengan memperhatikan

kecepatan angin dan suhu udara. Fogging dilakukan oleh tim yang terlatih dari

Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat sesudah survei dasar. Penanggulangan

fogging fokus ini dilakukan dengan maksud untuk mencegah/membatasi

penularan penyakit. Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk dewasa maupun

larva. Untuk nyamuk dewasa saat ini dilakukan dengan cara pengasapan (thermal

fogging) atau pengagutan (colg Fogging = Ultra low volume). Pemberantasan

nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada dinding

(resisual spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka hinggap pada dinding,

melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu dan pakaian yang

tergantung. Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis

insektisida yang disemprotkan yang disemprotkan kedalan kamar atau ruangan

misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid synthetic.[30]

28

Page 29: MAKALAH KELOMPOK EPID

Adapun syarat-syarat untuk melakukan fogging, yaitu:

1. Adanya pasien yang meninggal di suatu daerah akibat DBD.

2. Tercatat dua orang yang positif terkena DBD di daerah tersebut.

3. Lebih dari tiga orang di daerah yang sama, mengalami demam.Plus adanya

jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti.

Apabila ada laporan DBD di rumah sakit atau puskesmas di suatu daerah,

maka pihak rumah sakit harus segera melaporkan dalam waktu 24 jam, setelah itu

akan langsung diadakan penyelidikan epidemiologi kemudian baru fogging fokus.

5. Surveilans Epidemiologi

Surveilans Epidemiologi DBD adalah kegiatan analisis secara sistematis dan

terus menerus terhadap penyakit DBD dan kondisi yang memperbesar resiko

terjadinya, dengan maksud agar peningkatan dan penularannya dapat dilakukan

tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan

data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara

program kesehatan. Proses surveilans dibagi menjadi dua kegiatan,yaitu :

1. Kegiatan inti; mencakup (1) surveilans: deteksi, pencatatan, pelaporan,

analisis, konfirmasi dan umpan balik (2) tindakan: respon segera (epidemic

type response) dan respon terencana (management type response)

2. Kegiatan pendukung; mencakup, pelatihan, supervisi, penyediaan dan

manajemen sumber daya.

Program surveilans epidemiologi DBD meliputi surveilans penyakit yang

dilakukan dengan cara meminta laporan kasus dari rumah sakit dan sarana

kesehatan serta surveilans vektor yang dilakukan dengan melakukan penelitian

epidemiologi di daerah yang terjangkit DBD. Pelaksanaan surveilans

epidemiologi vektor DBD untuk deteksi dini biasanya dilakukan penelitian di

tempat-tempat umum; sarana air bersih; pemukiman dan lingkungan perumahan;

dan limbah industri, RS serta kegiatan lain.

Kegiatan di atas dilakukan oleh petugas kesehatan, juru pemantau jentik dan

tim pemberantasan nyamuk di sekolah dan masyarakat. Sebagai indikator

keberhasilan program tersebut adalah Angka Bebas Jentik (ABJ).

29

Page 30: MAKALAH KELOMPOK EPID

Surveilans epidemiologi penyakit DBD memegang peranan penting dalam

upaya memutus mata rantai penyakit DBD. Namun, pada kenyataanya belum

berjalan dengan baik disebabkan karena faktor eksternal dan internal, misalnya

petugas puskesmas tidak menjalankan tugas dengan sebagaimana mestinya dalam

melakukan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).

Berdasarkan surveilans epidemiologi DBD yang telah dilakukan peningkatan

dan penyebaran jumlah kejadian penyakit DBD ada kaitannya dengan beberapa

hal berikut:

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi

2. Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali

3. Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis

4. Peningkatan sarana transportasi

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru telah mengembangkan suatu

sistem surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang

disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ).

EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet

yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu

daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes. Depkes RI.)

secara cepat. Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat

diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat

dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD pada tahun 2004, EWORS telah

berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah,

gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh

rumah sakit DATI II di Indonesia.

6. Case Management

Berbagai macam aksi telah dicanangkan untuk mencegah munculnya dan

meluasnya kasus DBD (preventif primer). Namun, disamping aksi pencegahan,

diperlukan juga penanganan kasus yang baik demi mencegah meningkatnya

angka kematian dan Case Fatality Rate (CFR). Hal yang penting dalam

penanganan kasus adalah penegakan diagnosis dan pengobatan segera (preventif

sekunder). Sebagaimana yang diketahui, penyakit DBD sering salah didiagnosis

30

Page 31: MAKALAH KELOMPOK EPID

dengan penyakit lain seperti flu atau typhoid/ tipus. Hal ini disebabkan karena

infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimptomatik atau

tidak jelas gejalanya. Data dari berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa pasien

DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, demam, mual, muntah maupun

diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan

dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu perlu kejelian

pemahaman tentang perjalanan penyakit virus dengue, patofisiologi, dan

ketajaman pengamatan klinis. Untuk memperoleh kepastian tentang diagnosis,

perlu juga dilakukan pemeriksaan penunjang di laboratorium.

Penegakan diagnosis dengan cepat sangat penting karena memberikan efek

yang besar terhadap prognosis penyakit. Jika terjadi keterlambatan sedikit saja,

keadaan pasien bisa jauh lebih parah karena fase klinis penyakit DBD cukup

pendek. Keputusan perawatan yang diberikan juga harus sesuai dengan kondisi

pasien, apakah rawat inap biasa sudah cukup atau harus mendapatkan perawatan

intensif di ICU.

31

Page 32: MAKALAH KELOMPOK EPID

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Kebijakan kesehatan dapat meliputi kebijakan publik dan swasta tentang

kesehatan. Kebijakan kesehatan diasumsikan untuk merangkum segala arah

tindakan (dan dilaksanakan) yang mempengaruhi tatanan kelembagaan,

organisasi, layanan dan aturan pembiayaan dalam system kesehatan.

2. Model proses kebijakan yang dikembangkan oleh para para ilmuwan kebijakan

publik di atas mempunyai satu kesamaan yaitu bahwa proses kebijakan berjalan

dari formulasi menuju implementasi, untuk mencapai kinerja kebijakan. Pola

kesamaan tersebut menjelaskan bahwa proses kebijakan adalah dari gagasan

kebijakan, formalisasi dan legalisasi kebijakan, implementasi, baru kemudian

menuju kinerja atau mencapai prestasi yang diharapkan sebagai hasil dari

evaluasi kinerja kebijakan.

3. Dalam proses kebijakan, Epidemiologi memberikan kontribusi berupa penilaian

terhadap kesehatan populasi dan intervensi yang mungkin ditegakkan, pemilihan

dan pelaksanaan kebijakan serta evaluasi kebijakan.

4. Beberapa contoh penerapan proses kebijakan secara global berupa kebijakan

kerjasama TB dan HIV AIDS oleh WHO serta kebijakan Nasional dalam

penanganan DBD.

B. SARAN

1. Pemerintah mempunyai tempat utama dalam pendanaan pelayanan kesehatan di

sebagian besar negara. Negara memegang peranan utama dalam mengalokasikan

sumber daya‐sumber daya untuk prioritas‐prioritas kesehatan yang berkompetisi

dan dalam mengatur cakupan kegiatan kesehatan. Olehnya itu, pemerintah

sebaiknya memberikan perhatian besar terhadap kebijakan public terutama di

bidang kesehatan agar setiap individu dapat merasakan dampak positif dari

kebijakan kesehatan.

32