zulkarnaen epid

download zulkarnaen epid

of 51

Transcript of zulkarnaen epid

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi, manusia modern semakin menemukan sebuah ketidak berjarakan yang membuat belahan dunia yang satu dengan dunia yang lain seakan tampak menyatu sehingga terbentuklah apa yang dinamakan global village. Ketika era globalsasi menyebabkan informasi semakin mudah diperoleh, negara berkembang dapat segera meniru kebiasaan negara barat yang dianggap cermin pola hidup modern. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji (fast food) yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga dan stress, telah menjadi gaya hidup manusia terutama di perkotaan. Padahal ke semua prilaku tersebut dapat merupakan faktor-faktor penyebab penyakit berbahaya seperti jantung dan stroke (Auryn, 2007).Dengan semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi dibidang kedokteran dan kesehatan telah merubah pola penyakit dalam masyarakat dari penyakit infeksi sampai penyakit degeneratif. Dalam beberapa tahun terakhir ini telah terjadi pegeseran pola penyakit yangterlihat dari peningkatan yang sangat cepat pada berbagai penyakit tidak menular yang dirawat dirumah sakit di antaranya adalah penyakit stroke. Peningkatan jumlah penderita stroke ini identik dengan perubahan gaya hidup yaitu pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor 3 di Amerika dan merupakan penyebab nomor 1 untuk kecacatan di negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan melihat jumlah kematian dan kecacatan yang diakibatkan oleh penyakit stroke ini memang sudah seharusnya kita mengetahui apa sebenarnya stroke tersebut. Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul Epidemiologi Penyakit Stroke dengan harapan bisa mendapatkan pengetahuan tentang penyakit ini.1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:1. Apa sebenarnya penyakit stoke itu termasuk definisi, jenis, gejala, dan tanda?

2. Apa manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini?3. Bagaimana hubungan antara variable epidemiologi dengan terjadinya penyakit stroke?

4. Apa saja factor yang mempengaruhi terhadap terjadinya penyakit stroke?5. Bagaimana hubungan antara segitiga epidemiologi dengan penyakit stroke?

6. Bagaimana riwayat alamiah penyakit stroke dan tahap pencegahannya berdasarkan 5 level prevention?

7. Bagaimana hubungan penyakit stroke dengan penelitian epidemiologi?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana epidemiologi penyakit stroke itu sendiri, yang bisa digunakan untuk bekal dalam menginformasikan kepada masyarakat.BAB II

ISI2.1 Pengertian2.1.1 Definisi

Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya tanpa peringatan, dan yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau kematian akibat gangguan aliran darah ke otak karena pendarahan ataupun non pendarahan. Stroke juga dapat dikatakan sebagai penyakit otak paling destruktif dengan konsekuensi berat, termasuk beban psikologis, fisik dan keuangan yang besar pada pasien, keluarga mereka dan masyarakat. Stroke juga merupakan suatu penyakit deficit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu.2.1.2 Penyebab

Penyebab yang paling sering menimbulkan serangan stroke adalah thrombosis serebral. Pada peristiwa ini terjadi pembentukan suatu bekuan darah (trombus) yang menyumbat pembuluh darah pada otak sehingga mengakibatkan krusakan pada bagian otak tersebut. Penyebab lainnya mencakup pendarahan otak (cerebral haemorrhage; pendarahan serebral) dan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan yang lepas dari bagian lain sistem sirkulasi tersebut (emboli cerebral). Kadang-kadang penderita tumor otak memperlihatkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala penderita stroke.Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Strok bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.2.1.3 Jenis atau Macam

Berdasarkan atas jenisnya stroke dibagi menjadi dua, yaitu:1. Stroke Non Hemoragik (Iskemik)Jenis stroke ini pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak. Stroke ini sering diakibatkan oleh thrombosis akibat plak aterosklerosis arteri otak atau yang memberi vaskularisasi pada otak atau suatu emboli dari pembuluh darah di luar otak yang tersangkut di arteri otak. Stroke jenis ini merupakan stroke tersering didapatkan, sekitar 80 % dari semua stroke. Stroke jenis ini juga bias disebabkan berbagai hal yang menyebabkan terhentinya aliran darah otak, antara lain syok atau hipovolemia dan berbagai penyakit lain.Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.

Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.

Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli= sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan strok. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Stroke Iskemik terbagi lagi menjadi 3 yaitu:

Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.

Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

2. Stroke Hemoragik Stroke jenis ini merupakan sekitar 20 % dari semua stroke, diakibatkan oleh pecahnya suatu mikro aneurisma dari charcot atau etat crible di otak. Dibedakan antara lain, yaitu pendarahan intraserebral, subdural, dan subaraknoid. Secara petologis pada stroke non hemoragik, yang merupakan jenis terbanyak dari seluruh stroke, apa yang terjadi pada pembuluh darah di otak serupa dengan apa yang terjadi di jantung, terutama jenis emboli dan trombosis. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:1. Trancient Ischemic Attack (TIA).

2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND).

3. Stroke in evolution atau progressing stroke.

4. Completed stroke.

Berdasarkan sistem pembuluh darah:1. Sistem karotis.

2. Sistem vertebro-basilar. Berdasarkan sindroma klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi otak, Bamford dkk mengemukakan klasifikasi stroke menjadi 4 subtipe:1. Total Anterior Circulation Infarct (TACI).

2. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI).

3. Posterior Circulation Infarct (POCI).

4. Lacunar infarct (LACI).

2.1.4 Gejala dan Tanda

Gejala stroke bisa dibedakan atas gejala/tanda akibat lesi dan gejala yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis, akan tetapi bisa sedemikian tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya. Pasien bisa dating dalam keadaan tidak sadar dengan kelyuhan lemah separuh badan saat bangun tidur atau sedang bekerja, akan tetapi tidak jarang pasien dating dalam keadaan koma sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke. Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak, yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut. Jenis patologi (hemoragik atau non hemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragik sering ditandai dengan nyeri kepala hebat, terutama terjadi saat bekerja. Beberapa perbedaan yang terdapat pada stroke hemisfer kiri dan kanan dapat dilihat dari tanda-tanda yang didapatkan dan dengan pemeriksaan neorologis sederhana dapat diketahui kira-kira letak lesi.Sekitar dua per tiga stroke terjadi tanpa peringatan apapun, sekitar seper tiga memang memperlihatkan tanda-tanda peringatan, termasuk TIA (transient ischemic attack). Adapaun gejalanya, yaitu:

Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu bagian tubuh, terutama di satu sisi, termasuk wajah, lengan, atau tungkai

Rasa baal (hilangnya sensi) atau sensasi tak lazim lain suatu bagian tubuh, terutama jika di salah satu sisi

Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi

Tidak mampu berbicara dengan benar atau memahami bahasa

Hilangnya keseimbangan, berdiri tak mantap, atau jatuh tanpa sebab

Serangan sementara jenis lain, seprti vertigo, pusing bergoyang, kesulitan menelan, kebingungan akut, atau gangguan daya ingat

Nyeri kepala yang terlalu parah, muncul mendadak, atau memiliki karekter tidak lazim, termasuk perubahan pola nyeri kepala yang tidak dapat di terangkan

Perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan atau kejang

Tanda- tanda peringatan ini dapat timbul tersendiri atau dalam beragam kombinasi. Gejala dapat menetap beberapa detik (suatu TIA tipikal) atau hingga 24 jam (suatu TIA atipikal, parah), dan mungkin satu kali sehari atau berulang,. Berdasarkan definisi, selama 24 jam pertama setelah gejala muncul tidak mungkin dipastikan apakah gejala tersebut disebabkan oleh TIA atau stroke. Bahkan jika itu TIA, gejalanya mungkin menunjukkan masalah aliran darah otak yang selama ini tersembunyi yang jika diabaikan dapat menimbulakan stroke karena itu jangan menunda untuk pergi berobat.

2.2 Manfaat

Adapun manfaat yang ditemukan dalam pembuatan makalah ataupun karya tulis, biasanya dibagi menjadi 2, yaitu manfaat yang dilihat dari aspek teoritis dan aspek aplikatif. Manfaat dari aspek teoritis di sini bila dihubungkan dengan permasalahan stroke, yaitu: dapat mengetahui apa sebenarnya stroke, gejala, tanda, dan penyebabnya

dapat mengetahui sapa saja yang beresiko terkena penyakit stroke

mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit stroke

dapat mengetahui bagaimana cara pencegahan dan penanganan penyakit stroke

Tetapi perlu diketahui bahwa antara manfaat dari aspek teoritis dan manfaat dari aspek aplikatif tidak bisa disamakan, karena masing-masing memiliki penjelasan dan peranan yang berbeda. Manfaat dari aspek teoritis di sini hanya sekedar untuk memberikan informasi terhadap apa yang telah dibuat, namun manfaat dari aspek aplikatif mengarah kepada bagaimana teori atau ilmu tersebut dipraktikkan. Bila dihubungkan dengan permasalahan stroke yang kami jabarkan, maka manfaat aplikatif yang dapat diperoleh, yaitu:

untuk menyiapkan mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat untuk mampu mengaplikasikan atau mempraktekkan hal-hal yang berkaitan dengan pemasalahan stroke tersebut.

memberikan masukkan kepada dinas terkait dalam hal ini Dinas Kesehatan, tentang pentingnya mengetahui penyakit stroke, sehingga mampu diinformasikan kepada masyarakat melalui media atau instrument lain yang mudah diakses masyarakat.

membekali mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat pada saat turun ke lapangan, untuk dapat menginformasikan kepada masyarakat tentang penyaikit stroke, seperti pencegahan atau penanggulangannya. Meskipun kesehatan masyarakat bergerak bukan ke arah medis tetapi paling tidak memiliki pengetahuan mendasar tenatng penyakit ini.2.3 Variabel Epidemiologi

2.3.1 Orang (Person)Person adalah karakteristik dari individu yang mempengaruhi keterpaparan yang mereka dapatkan dan susceptibilitasnya terhadap penyakit. Karakteristik dari person ini bisa berupa faktor genetik, umur, jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan, dan status sosial. Genetik

Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah. gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya. Tetapi ada beberapa penelitian mengatakan bahwa faktor keturunan belum dapat dipastikan gen mana penentu terjadinya stroke, Brass yang meneliti lebih dari 1200 kasus kembar monozygot dibandingkan 1100 kasus kembar dizygot, berbeda makna anara 17,7 % dan 3,6 %.

Jenis kelamin

Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita. Tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi. Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih besar.

Pekerjaan Jenis pekerjaan mempengaruhi terjadinyat stroke berkaitan dengan apakah pekerjaan yang dilakukan membutuhkan tenaga yang kuat/berlebih atau tidak. Orang yang bekerja di pabrik (buruh pabrik) lebih berisiko terkena stroke daripada yang bekerja di dalam kantor. Karena pemakaian tenaga yang kuat dalam waktu lama akan menyebabkan bertambahnya panas yang dihasilkan oleh otot sehingga berisiko stroke

Umur Semakin bertambah usia, semakin tinggi risiko untuk mendapat kan serangan stroke. Setelah berusia 55 tahun, risiko stroke berlipat ganda. Dua per tiga serangan stroke terjadi pada orang berusia di atas 65 tahun. Tetapi tidak berarti hanya pada orang lanjut usia, stroke dapat menyerang semua kelompok umur. Menurut Schutz penderita yang berumur antara 70-79 tahun banyak menderita perdarahan intracranial.

Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi seseorang biasanya juga akan berpengaruh terhadap timbulnya penyakit stroke. Individu yang mempunyai status sosial-ekonomi yang tinggi cenderung lebih sering memanjakan tubuh dengan mengkonsumsi makanan dengan kadar kolesterol, kadar gula, dan nutrisi yang berlebih. Hal ini akan berbanding terbalik dengan individu yang status sosial-ekonominya rendah. Sehingga resiko penyakit stroke akan cenderung terjadi pada individu atau masyarakat yang status sosial-ekonominya tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa masyarakat dengan status sosial-ekonomi rendah pun bisa terkena stroke, karena rokok yang merupakan salah satu penyebab penyakit stroke rata-rata dikonsumsi oleh mereka dari golongan ke bawah. Kebiasaan Bila dilihat dari segi kebiasaan atau gaya hidup maka hal ini juga akan sangat berkaitan dengan sosial ekonomi individu tersebut. Adanya kebiasaan individu untuk selalu mengkonsumsi makanan, minuman, obat-obatan, ataupun rokok yang memang bisa menjadi pencetus stroke tentu akan lebih mempercepat seseorang untuk menderita penyakit stroke. 2.3.2 Tempat (Place)Epidemiologi juga tertarik terhadap tempat kejadian. Faktor tempat ini berkaitan degan karakteristik geografis. Perbedaan ditribusi penyakit menurut tempat ini memberikan petunjuk pola perbedaan penyakit yang dapat menjadi pegangan dalam mencari faktor-faktor lain yang belum diketahui. Penyakit stroke ini terkadang dianalogikan sebagai penyakitnya orang kaya, karena memang rata-rata menyerang mereka yang memiliki status sosial-ekonomi tinggi. Sehingga penyakit ini rata-rata menyerang masyarakat di perkotaan, yang juga memiliki gaya hidup yang sering terkesan hura-hura dengan mengkonsumsi makanan junk food, alcohol, dll. Selain dikaitkan dengan tingkat sosial-ekonomi tersebut seperti yang kita ketahui bahwa dari segi lingkungan perkotaan, memang akan mendukung terjadinya beberapa penyakit degeneratif khususnya stroke. Tingkat polusi udara yang tinggi dengan berjuta-juta polutan setiap detiknya yang bersifat karsinogenik dan mengandung bahan kimia berbahaya, bila setiap waktu terus-menerus menumpuk dan terakumulasi dalam tubuh tentu akan lebih mempercepat seseorang terjangkit penyakit stroke. Dibandingkan dengan kondisi alam pedesaan yang memiliki udara sejuk, tingkat polusi udara rendah, dan makanan yang rata-rata masih alami tentu resiko terjangkit stroke akan berbeda dengan masyarakat kota.2.3.3 Waktu (Time)

Waktu kejadian penyakit dapat dinyatakan dalam jam, hari, bulan, atau tahun. Informasi waktu bisa menjadi pedoman tentang kejadian yang timbul dalam masyarakat. Misalnya banyaknya kelahiran dalam setahun dapat menunjukkan keberadaan faktor-faktor terkait lainnya seperti banyaknya perkawinan dan perceraian, banyaknya anak yang diinginkan, keadaan ekonomi, migrasi yang terjadi, pelayanan abortus yang ada, dan Progarm Keluarga Berencana. Bila dikaitkan antara waktu dengan angka kejadian stroke di suatu wilayah memang terkadang sering diabaikan. Padahal memiliki hubungan yang cukup erat terhadap kejadian stroke.

Misalnya saja untuk beberapa negara tertentu terdapat beberapa tradisi kebudayaan yang dikaitkan juga dengan kesehatan. Contohnya di Negara Amerika terdapat perayaan Thanks Giving dan Indonesia terdapat perayaan hari-hari besar agama seperti Hari Raya Lebaran bagi umat Islam dan Natal untuk umat Nasrani. Dalam perayaan-perayaan hari-hari besar tersebut biasanya masyarakat mengkonsumsi makanan-makanan yang banyak mengandung kolesterol, gula, dan nutrisi yang berlebih bagi tubuh. Sehingga untuk waktu-waktu tersebut resiko seseorang untuk terserang penyakit stroke akan lebih tinggi dibandingkan dengan hari-hari biasa.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

2.4.1 Faktor Penjamu (Host)

Penjamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya, termasuk burung dan artropoda, yang menjadi tempat terjadi proses alamiah perkembangan penyakit. Faktor penjamu yang berkaitan dengan kejadian penyakit dapat berupa: umur, jenis kelamin, ras, etnik, anatomi tubuh, dan status gizi. Yang termasuk dalam faktor pejamu adalah:

a. Genetik; misalnya sickle cell disease.b. Umur: ada kecenderungan penyakit menyerang umur tertentu.

c. Jenis kelamin (gender): ditemukan penyakit yang terjadi lebih banyak atau hanya mungkin pada wanita.

d. Suku/ras/warna kulit: dapat ditemukan perbedaan antara ras kulit putih (white) dengan orang kulit hitam (black) di Amerika.

e. Keadaan fisiologi tubuh: kelelahan, kehamilan, pubertas, stress, atau keadaan gizi.f. Keadaan imunologis: kekebalan yang diperoleh karena adanya infeksi sebelumnya, memperoleh antibodi dari ibu, atau pemberian kekebalan buatan (vaksinasi).

g. Tingkah laku (behavior): gaya hidup (life style), personal hygiene, hubungan antar pribadi, dan rekreasi.

Dalam upaya pencegahannya maka diperlukan identifikasi epidemiologiknya, bila dilihat dari faktor penjamu itu sendiri yang dapat merupakan sebagai faktor resiko stroke. Faktor resiko ini menyebabkan orang menjadi lebih rentan atau mudah mengalami stroke.a. GenetikStroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah. gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke.b. Umur

Semakin bertambah usia, semakin tinggi risiko untuk mendapatkan serangan stroke.

c. Jenis kelamin

Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita. Tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke.

d. Suku/Ras/Warna KulitDari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam. Tingkat kejadian stroke di seluruh dunia tertinggi dialami oleh orang Jepang dan Cina, menurut Broderick dkk. Melaporkan orang negro Amerika cenderung beresiko 1,4 kali lebih besar mengalami perdarahan intraserebral (dalam otak) dibandingakn kulit putihnya. Orang Jepang dan Afrika-Amerika cendrung mengalami stroke perdarahan intracranial, sedang cendrung terkena stroke iskemik, akibat sumbatan ekstrakranial lebih banyak.

e. Keadaan Fisiologi TubuhKeadaan gizi yang berlebih pada tubuh seseorang juga bisa menjadi pencetus terjadinya penyakit stroke. Misalnya, kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah otak yang bisa mengarah ke stroke.f. Tingkah Laku (Behavior)

Hubungan tingkah laku dengan terjadinya penyakit stroke adalah tentang bagaimana gaya hidup (life style). Pola gaya hidup yang salah dengan mengkonsumsi makanan dan minuman tidak sehat, alkohol, rokok, dan jarang melakukan aktivitas olahraga tentu akan lebih mempercepat resiko seseorang terjangkit penyakit stroke.2.4.2 Faktor AgentAgent (faktor penyebab) adalah suatu unsur, organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Pada beberapa penyakit agent ini adalah sendiri (single), misalnya pada penyakit-penyakit infeksi, sedangkan yang lain bisa terdiri dari beberapa agent yang bekerja sama, misalnya pada penyakit kanker. Agent dapat berupa unsur biologis, unsur nutrisi, unsur kimiawi, dan unsur fisik. Unsur biologis, terdapat bukti bahwa infeksi virus dan bakteri, bersama dengan faktor resiko lain, dapat sedikit meningkatkan resiko timbulnya stroke dengan meningkatkan kemampuan darah untuk membeku. Unsur nutrisi, kelebihan zat gizi seperti tingginya kadar kolesterol, kadar gula, dan lemak dalam tubuh juga bisa menimbulkan stroke. Hal ini terkait dengan timbulnya beberapa penyakit pencetus stroke, seperti DM, hipertensi, obesitas, dan penyakit jantung. Unsur kimiawi, zat-zat karsinogenik yang terus menerus terakumulasi dalam tubuh juga merupakan salah satu faktor penyebab penyakit stroke. Selain itu penggunaan alkohol, rokok, obat-obatan terlarang yang mengandung berbagai bahan kimia berbahaya bagi tubuh, juga akan semakin mempercepat seseorang terkena penyakit stroke. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan tersebut cenderung akan meningkatkan suhu tubuh dan beresiko terjadi stroke. Unsur fisik, misalnya trauma mekanik. Trauma mekanik yang terkait dengan terjadiya penyakit stroke ini adalah seseorang terjatuh dan menghantam benda keras, kemudian menyebabkan pembuluh darah dalam otak menjadi pecah sehingga orang tersebut terkena stroke. 2.4.3 Faktor LingkunganLingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Yang tergolong faktor lingkungan meliputi: a. Lingkungan fisik: geologi, iklim, geografik.

b. Lingkungan biologis: misalnya kepadatan penduduk, flora (sebagai sumber bahan makanan) dan fauna (sebagai sumber protein).

c. Lingkungan sosial: berupa migrasi/urbanisasi, lingkungan kerja, keadaan perumahan, keadaan sosial masyarakat (kekacauan, bencana alam, perang dan banjir).Misalnya saja dilihat dari lingkungan sosial seperti urbanisasi, yaitu perpindahan masyarakat desa ke kota. Masyarakat desa yang tadinya memiliki gaya hidup sederhana dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, tentu saja akan berubah mengikuti gaya hidup orang kota setelah mereka pindah dan bertempat tinggal di kota. Kebiasaan hidup masyarakat kota yang lebih mewah dan serba instan akan berbanding terbalik dengan masyarakat desa yang lebih alami, sehingga urbanisasi juga akan berpengaruh terhadap timbulnya penyakit stroke tersebut.Dari lingkungan fisik, seperti suhu akan mempengaruhi juga terhadap penyakit stroke. Suhu tinggi merupakan penyebab utama terjadinya heat stroke. Suhu lingkungan yang tinggi akan sering membuat dehidrasi. Jika terjadi dehidrasi dan penderita tidak dapat mengeluarkan keringat yang cukup untuk mendinginkan tubuhnya, maka suhu tubuh bisa meningkat sampai pada tingkat yang berbahaya, sehingga terjadi heat stroke. Lingkungan yang mempunyai kelembaban tinggi dapat menyebabkan berkurangnya efek pendingin oleh keringat sehingga jika seseorang berada pada lingkungan dengan suhu tinggi dan kelembaban yang tinggi pula maka risiko mengalami heat stroke-nya akan tinggi.

2.5 Riwayat Alamiah Penyakit

2.5.1Prepatogenesis Pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih berada di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit belum masuk ke dalam tubuh pejamu pada keadaan yang seperti ini, penyakit belum ditemukan karena pada umumnya daya tahan tubuh pejamu masih kuat. Dengan perkataan lai

Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of suseptibility) walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi pada pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti penyakit masih ada di luar tubuh penjamu dimana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang pejamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh pejamu masih kuat. Namun begitu penjamunya lengah ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas, ditambah dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan penjamu, maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap pathogenesis.

Pada tahap prepatogenesis dalam hal terjadinya penyakit stroke, individu tersebut telah kontak dengan penyebab stroke itu sendiri. Bukan dikaitkan dengan adanya bibit penyakit, namun lebih kepada faktor-faktor resiko tersebut. Faktor resiko tersebut bersifat pada faktor yang berasal dari luar tubuh individu tersebut, seperti kelebihan konsumsi kolesterol, lemak jenuh, gula berlebih, dan nutrisi lain yang bisa menjadi pencetus penyakit stroke tersebut. Meskipun faktor penyebab stroke juga bisa berasal dari dalam tubuh individu tersebut, seperti usia, jenis kelamin, ras, atau genetik, tetapi hal tersebut memang tidak bisa dihindari karena sudah alamiah ada di dalam tubuh individu tersebut. Yang menjadi permasalahan adalah apakah individu tersebut ingin mempercepat terkena stroke atau justru mencegah penyakit stroke dengan menerapkan pola hidup sehat.2.5.2 PatogenesisMasa Inkubasi, Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit pen yakit kedalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi ini bervariasi antara satu pe nyakit dengan penyakit lainnya. Dan pengetahuan tentang lamanya masa inkubasi ini sengat penting, tidak sekedar sebagai pengetahuan riwayat penyakit, tetapi berguna untuk informasi diagnosis. Setiap penyakit mempunyai masa inkubasi tersendiri, dan pe ngetahuan masa inkubasi dapat dipakai untuk identifikasi jenis penyakit.Perjalanan penyakit stroke pada tahap ini dimulai ketika individu terus-menerus kontak dengan faktor resiko penyakit stroke yang berasal dari luar tubuh. Contohnya pada saat individu tersebut mulai menerapkan pola hidup yang tidak sehat, seperti merokok, alkohol, drug abuse, mengkonsumsi makanan junk food atau fast food, kurang berolahraga, stress kerja, dan waktu istirahat yang kurang. Akumulasi hal-hal tersebut tentu akan menimbulkan efek lanjutan. Rentang waktu untuk masa inkubasi ini tidak dapat ditentukan karena tergantung pada seberapa besar frekuensi pola hidup tidak sehat tersebut diterapkan. Tahap Dini

Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang kelihatannya ringan. Tahap ini sedah menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis (pathologic changes), walaupun penyakit masih dalam masa sub klinik (stage of sub clinical disease). Seandainya memungkinkan, pada tahap ini sudah diharapkan diagnosis dapat ditegakkan secara dini.

Perjalanan penyakit pada tahap ini, ditandai dengan adanya gejala-gejala stroke yang masih ringan, seperti kram, kesemutan, rasa baal (hilangnya sensasi), hilangnya keseimbangan, kaku otot, gangguan anggota tubuh sementara, dan rasa lemas. Gejala dapat menetap beberapa detik atau hingga 24 jam, dan mungkin timbul satu kali sehari atau berulang. Tahap Lanjut

Merupakan tahap di mana penyakit bertambah jelas dan mungkin bertambah berat dengan segala kelainan patologis dan gejalanya (stage of clinical disease). Pada tahap ini penyakit sudah menunjukkan gejala dan kelainan klinik yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Saatnya pula, setelah diagnosis ditegakkan, diperlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari akibat lanjut yang kurang baik.

Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis, dan/atau perilaku. Gejala fisik paling khas adalah paralisis, kelemahan (kadang dilaporkan oleh pasien sebagai kecanggungan), hilangnya sensasi di wajah, lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara dan/atau memahami (tanpa gangguan pendengaran), kesulitan menelan, dan hilangnya sebagian penglihatan di satu sisi. Seseorang dikatakan terkena stroke jika salah satu atau kombinasi apa pun dari gejala-gejala di atas berlangsung selama 24 jam atau lebih. Namun, seseorang dikatakan mengalami serangan iskemik sesaat (transient ischemic attack atau TIA) jika semua gejala lenyap dalam 24 jam. Sehingga pada tahap ini individu tersebut sudah didiagnosis terkena stroke dan membutuhkan penanganan lebih lanjut. Tahap AkhirBerakhirnya perjalanan penyakit dalam lima pilihan keadaan, yaitu:

1. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat kembali.2. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen berupa cacat.

3. Karier, dimana tubuh pendrita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.

4. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.

5. Berakhir dengan kematian.

Perjalanan penyakit stroke ini hanya dibagi menjadi empat saja, yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, penyakit tetap berlangsung secara kronik, dan berakhir dengan kematian.Sembuh ini terjadi apabila individu tersebut tidak mengalami gangguan fungsi anggota tubuh, sehingga dapat kembali pulih seperti semula dan tidak menimbulkan kecacatan. Skala kecacatan stroke, yaitu: kecacatan derajat 0, yaitu tidak ada gangguan fungsi

kecacatan derajat 1, yaitu hampir tidak ada gangguan fungsi pada aktivitas sehari-hari atau gangguan minimal. Individu mampu melakukan tugas dan kewajiban sehari-hari. Kecacatan derajat 2 (ringan), yaitu individu tidak mampu melakukan beberapa aktivitas seperti sebelumnya, tetapi tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Kecacatan derajat 3 (ringan), yaitu individu memrlukan bantuan orang lain, tetapi masih mampu berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin menggunakan tongkat.

Kecacatan derajat 4 (sedang), yaitu individu tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain. Perlu bantuan orang lain untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri seperti mandi, pergi ke toilet, merias diri, dan lain-lain. Kecacatan derajat 5 (berat), yaitu individu terpaksa berbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air besar dan kecil tidak terasa (inkontinensia), selalu memerlukan perawatan dan perhatian.Penyakit berakhir pada kematian Penyakit stroke dapat berakhir pada kematian jika tingkat keparahannya sangat tinggi, yang menyebabkan kerusakan permanen pada organ-orang vital seperti otak, jantung, paru-paru, hati dan ginjal. Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit adalah untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya pencegahan. Artinya, dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta perubahan perubahan yang terjadi disetiap masa/fase tersebut, dapat dipikirkan upaya-upaya pencegahan apa yang sesuia dan dapat dilakukan sehingga penyakit itu dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak menjadi lebih berat, bahkan dapat disembuhkan. Upaya pencegahan yang dapt dilakukan akan sesuai dengan perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu dibagi atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit. Dikenal ada empat tingkat utama pencegahan penyakit, yaitu

Pencegahan tingkat awal (priemordial prevention) Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)

Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)

Pencegahan tingkat awal dan pertama berhubungan dengan keadaan oenyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis, sedangkan pencgahan tingkat kedua dan ketiga sudah berada dalam patogenesis atau penyakit sudah tampak.Bentuk-bentuk upaya pencegahan yang dilakukan pada setiap tingkat itu meliputi 5 bentuk upaya pencegahan sebagai berikut:1. Pencegahan tingkat awal (priemordial prevention), berupa pemantapan status kesehatan (underlying condition). Berdasarkan tingkat pencegahan ini, penyakit stroke bisa diatasi atau dicegah dengan mempertahankan kesehatan dengan pola hidup sehat, istirahat cukup, hindari stres (hidup lebi santai), aktif olahraga, mengurangi kebiasaan yang dapat merugikan tubuh seperti merokok, makan berlebihan, makan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh. Langakh pertama dalam mencegah stroke adalah dengan memodifikasi gaya hidup dalam segala hal, memodifikasi faktor resiko, dan kemudian bila dianggap perlu atau gagal baru dilakukan terapi dengan obat untuk mengatasi penyakit dasarnya, seperti antihipertensi, antihiperlipidemik, dan antidiabetes. Sasaran pada tahap ini adalah mereka yang masih dikatakan sehat meskipun sudah ada interaksi dengan faktor resiko stroke.2. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention), berupa pomosi kesehatan (health promotion) dan pencegahan khusus. Pada tahap pencegahan ini, individu dianjurkan untuk mengindari rokok, stres mental, minum kopi dan alkohol, kegemukan, golongan obat-obatan yang mempengaruhi serebrovaskuler, seperti amfetamin, kokain, dan sejenisnya. Selain itu mengurangi asupan lemak, asupan kaloro, asupan garam berlebihan (diet rendah garam, dan kolesterol yang berlebihan). Dalam pencegahan ini juga seorang individu dianjurkan untuk mendapatkan pendidikan kesehatan atau informasi yang dapat diperoleh melalui dinas terkait, bisa juga dengan melakukan konsultasi gizi kepada orang yang kompeten di bidang tersebut tentang kemungkinan terkena stroke.3. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention), berupa diagnosis awal dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment). Dilakukan dalam fase patologis dengan cara mengetahui perubahan klinik atau fisiologis yang terjadi dalam awal penyakit (eraly symptom) atau semasa masih dalam presymptomatic, masa sangat awal kelainan klinik. Pencegahan ini ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat mengahambat atau memperlambat progesifitas, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecacatan. Hal yang perlu dilakukan adalah screening (penyaringan), yaitu dengan melakukan beberapa pemeriksaan laboraturium. Pada tahap ini pasien atau individu yang telah menunjukan beberapa gejala penyakit stroke,perlu melakukan serangkaian tes seperti CT scanning, tes darah, USG, atau EKG (elektrokardiograf). Selain melakukan pemeriksaan tersebut pasien stroke juga perlu mengkonsumsi obat-obatan dalam pengelolaan dan pencegahan stroke iskemik, yaitu dengan: Anti-agregasi trombosit; asetosal atai aspirin 80-200 mg per hari, tiklopidin dosis 250-500 mg per hari (bila toleransi buruk terhadap asetosal), dan klopidogrel (anti aterosklerosis) dosis 75 mg per hari. Anti koagulan, dapat diberikan misalnya warfarin bila ada indikasi seperti penyakit jantung. Dosis warfarin 20-30 mg perhari diberikan terbagi 2-3 kali, untuk pemeliharaan 2-10 mg per hari.

Terapi obat-obatan perlu dipertimbangkan apabila dengan modifikasi gaya hidup tidak mendapat hasil yang memuaskan.4. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention), berupa rehabilitasi (rehabilitation). Kemudian rehabilitasi ini terbagi menjadi 3, yaitu: Rehabilitasi fisik: rehabilitasi cacat tubuh dengan pemberian alat bantu/protese. Rehabilitasi sosial: rumah perawatan wanita tua/jompo Rehabilitasi kerja (vocational services): rehabilitasi masuk ke temapt kerja sebelumnya, mengatifkan optimum organ yang cacat.Upaya rehabilitasi ditujukan untuk membatasi kecacatan sehingga tidak menjadi tambah cacat dan melakukan rehabilitasi dari mereka yang punya cacat atau kelainan akibat penyakit. Pada tahap ini untuk kasus penyakit stroke, rahabilitasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:a. Rehabilitasi sosialBagi penderita, mengalami stroke merupakan pukulan bagi dirinya dan juga bagi keluarganya, yang dapat menimbulkan krisis sosial dan emosional. Keluarga diharapkan memahami masalah yang dialami pendrita mengenai masalah mediknya, implikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga diminta untuk memahami keadaan baru yang memaksa penderita menjadi tergantung pada orang lain, termasuk dalam kebutuhan dasar, depresi, dan berkurangnya harga diri.b. Rehabilitasi fisikRehabilitasi ini dilakukan dengan bantu ahli fisioterapi dalam menilai dan mengobati masalah gerakan dan sensoris pasien, termasuk masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, mobilitas di tempat idur, berjalan, koordinasi dan keseimbangan, sensasi, dan kebugaran. Ahli fisioterapi juga memberikan latihan fisik, menilai rentang gerakan sendi psien, serta mempertahankan kebugaran dada dan pernapasan. Jika pasien mengalami masalah untuk duduk, turun dari tempat tidur, berdiri, atau berjalan, pasien tersebut perlu tetap berada di tempat tidur hingga dokter atau ahli fisioterapi memeriksa mereka dan menentukkan bantuan apa yang dibutuhkan. Jika pasien membutuhkan bantuan, misalnya bidang penunjang, kursi roda, alat bantu berjalan atau asisten, maka ahli fisioterapi dapat merencanakannya.2.6 Hubungan Penyakit Stroke dengan Segitiga Epidemiologi2.6.1

Karakteristik Segitiga Utama

Ketiga faktor dalam trias epidemiologi terus-menerus dalam keadaan berinteraksi satu sama lain. Jika interaksinya seimbang terciptalah keadaan sehat. Begitu terjadi gangguan keseimbangan, muncul penyakit. Terjadninya gangguan keseimbanganbermula dari perubahan unsur-unsur trias itu. Perubahan unsur trias yang potensial menyebabkan kesakitan tergantung pada karakteristik dari ketiganya dan interaksi antara ketiganya.

1. Karakteristik Penjamu

Manusia mempunyai karakteritik tersendiri dalam mengahadapi ancaman penyakit, yang bisa berupa:

a. resistensi: kemampuan dari penjamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi. Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, manusia mempunyai mekanisme pertahanan tersendiri dalam menghadapinya.

b. Imunitas: kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon imunologis, dapat secara alamiah maupun perolehan (non alamiah), sehingga tubuh kebal terhadap suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-jenis penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat menciptakan kekebalan tersendiri.

c. Infektifnes (infectiousness): potensi penjamu yang terinfeksi untuk menularkan panykit kepada orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada dalam tubuh manusia dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya2. Karakteristik Agent

a. Infektivitas: kesanggupan dari organisme untuk beradaptasi sendiri terhadap lingkungan dari penjamu untuk mampu tinggal dan berkembang biak (multiply) dalam jaringan penjamu. Umumnya diperlukan jumlah tertentu dari suatu mikroorganisme untuk mampu menimbulkan infeksi terhadap penjamunya. Dosis infektivitas minimum (minimum infectious dose) adalah jumlah minimal organisme yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi. Jumlah ini berbeda antara berbagai spesies mikroba dan antara individu.

b. Patogenesis: kesanggupan mikroorgasnime untuk menimbulkan suatu reaksi klilnik khusus yang patologis setelah terjadinya infeksi pada penjamu yang diserang. Dengan perkataan lain, jumlah penderita dibagi dengan jumlah orang yang terinfeksi. Hampir semua orang yang terinfeksi dengan virus smallpox menderita penyakit (high pathogenicity), sedangkan orang yang terinfeksi poliovirus tidak semua jatuh sakit (low pathogenicity).

c. Virulensi: kesanggupan organisme tertentu untuk menghasilkan reaksi patologis yang berat yang selanjutnya mungkin menyebabkan kenatian. Virulensi kuman menunjukkan beratnya (severity) penyakit.

d. Toksisitas: kesanggupan organisme untuk memproduksi reaksi kimia yang toksis dari substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusak jaringan untuk menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis.

e. Invasitas: kemampuan organisme untuk melakukan penetrasi dan menyebar setelah memasuki jaringan.

f. Antigenisitas: kesanggupan organisme untuk merangsang reaksi imunologis dalam penjamu. Beberapa organisme mempunyai antigenisitas lebih kuat dibanding yang lain. Jika mene\yerang pada aliran darah akan lebih merangsang immunoresponse dari yang hanya menyerang permukaan membran.

3. Karakteristik Lingkungan

a. topografi: situasi lokasi tertentu, baik yang natural maupun buatan manusia yang mungkin mempengaruhi terjadinya dan penyebaran suatu penyakit tertentu.

b. Geografis: keadaan yang berhubungan dengan struktur geologi dari bumi yang berhubungan dengan kejadian penyakit.

2.6.2 Penyakit Stroke dan segitiga epidemiologiPada dasarnya dalam konsep segitiga epidemiologi ini, ketiga unsur di dalamnya seperti host, agent, dan enviromental dapat menentukkan tingkat kesehatan atau status kesehatan seseorang. Karena berkaitan denan terjadinya atau timbulnya penyakit pada individu tersebut. Hubungan ketiganya dapat diilustrasikan seperti timbangan. Di mana enviromental diposisikan sebagai penumpu sedangkan host dan agent diposisikan sebagai penyeimbang yang berada pada setiap sisi atau ujungnya. Dalam konsep ini bila ketiga unsur trias epidemiologi, yaitu host, agent, dan enviromental dalam keadaan seimbang, maka terciptalah keadaan sehat pada individu tersebut. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

HA

Gambar 1.1

Gambaran tersebut bila dikaitkan antara konsep perjalan penyakit stroke dengan segitiga epidemiologi, maka dapat dikatakan bila penjamu (individu) tersebut sudah berinteraksi dengan agent (penyebab stroke) dan lingkungan, tetapi terjadi hubungannya positif atau seimbang, yang artinya masing-masing tidak ada yang dirugikan sehingga dapat dikatakan terciptalah keadaan yang sehat.

Seseorang dapat dikatakan tidak sehat atau sakit dalam kasus ini adalah penyakit stroke, apabila agent berhasil mengambil keuntungan dari lingkungan sehingga melemahkan kondisi host tersebut. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

A

HGambar 1.2

Ilustrasi tersebut jelas menggambarkan bahwa bila kondisi host menurun akibat daya tahan tubuh atau imunitas yang rendah, maka posisi agent seperti gaya hidup yang tidak sehat dan faktor resiko penyakit stroke yang mengambil alih posisi dominannya. Individu yang memang sudah memilii riwayat atau gen pembawa stroke serta penyakit lain pencetus stroke harusnya mampu meningkatkan daya tahan tubuhnya. Karena bila kondisi tidak sehat atau tidak optimal sedangkan individu tersebut harus terus-menerus terpapar dengan agent, maka host tersebut menajdi tumbang dan kemudian sakit.

Perlu diingat bahwa keadaan sehat bukan hanya tercipta karena keadaan seimbang antara ketiga unsurnya, tetapi juga bisa terjadi apabila posisi host mampu lebih dominan dibandingkan posisi agent, sehingga posisi host pada tuas akan menjadi lebih berat dibandingkan dengan agent. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

H

AGambar 1.3

Berdasarkan gambaran tersebut, maka penjamu atau seorang individu memang telah terpapar dengan agent dalam hal ini adalah faktor penyebab stroke tersebut, seperti gaya hidup yang tidak sehat, kurang olahraga, alkohol, atau penyakit pencetus stroke tersebut, tetapi individu tersebut masih dapat mempertahankan kondisi yang optimal. Kondisi optimal tersebut bisa saja terjadi apabila kondisi individu tersebut memang memilikiantibodi yang baik atau bisa juga karena memang tidak memiliki riwayat penyakit stroke bawaan atau genetik. Tetapi kondisi tersebut juga tidak dapat diabaikan karena stroke bisa saja tiba-tiba terjadi apabila akumulasi faktor resiko penyebab stroke sudah menumpuk di dalam tubuh host tersebut.

Seorang individu dapat dikatakan sakit atau terkena penyakit apabila kondisi lingkungan berubah dan lebih memihak kepada agent. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

A

HGambar 1.4Bila dilihat dari ilustrasi tersebut, jelas bahwa seseorang bisa saja sakit karena agent lebih diuntungkan dengan kondisi lingkungan yang mendukung keberadaan agent tersebut. Gambaran tersebut terjadi apabila lingkungan disekitar host atau penjamu tidak sehat, misalnya tingkat polusi udara yang tinggi. Polusi udara merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit stroke, karena polutan-polutan tersebut mengandung zat kimia berbahaya yang bersifat karsinogenik, sehingga mempercepat seseorang terserang penyakit stroke. Awalnya zat-zat karsinogenik tersebut akan menyebabkan penyakit pencetus stroke seperti DM, jantung koroner, hipertensi, dan akan menimbulkan penyempitan pembuluh darah sehingga mengarah ke penyakit stroke.

Keadaan sehat juga dapat terjadi apabila posisi lingkungan lebih mendukung kondisi host. Seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

H

A Gambar 1.5Gambaran tersebut terjadi pada saat, lingkungan di sekitar penjamu adalah lingkungan yang sehat. Dikatakan sehat karena suplay oksigen di udara optimal sehingga mampu meminimalisir polutan-polutan berbahaya bagi tubuh. Bila kondisi lingkungan optimal, maka posisi agent di sini akan melemah. Keberadaan pepohonan hijau akan membantu produksi oksigen itu sendiri, sehingga dengan udara yang sehat penjamu bisa optimal mempertahankan kondisinya.2.7 Penelitian Epidemiologi2.7.2 Penelitian Deskriptif

Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis data, membuat kesimpulan dan laporan.

Hasil pekerjaan penelitian deskriptif diharapkan mampu menjawab pertanyaan mengenai faktor who (siapa), where (dimana), dan when (kapan). Yaitu, merupakan langkah awal untuk mengetahui adanya masalah kesehatan dengan menjelaskan siapa yang terkena dan dimana serta kepan terjadinya masalah itu.2.7.2 Penelitian Analitik

Metode penelitian analitik adalah penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena, baik antara faktor resiko/faktor penyebab/determinan dan faktor efek, antar faktor resiko, maupun antar faktor efek. Yang di maksud dengan faktor resiko adalah suatu fenomena yang mengakibatkan terjadinya efek (pengaruh). Sedangkan faktor efek adalah suatu akibat dari adanya faktor resiko.

Dalam penelitian analitik, dari analisis korelasi (hubungan/keterkaitan) dapat diketahui seberapa jauh kontribusi faktor resiko tertentu terhadap adanya suatu kejadian tertentu (efek).2.7.3 Penelitian Eksperimen

Dalam penelitian eksperimen, hal yang perlu dilakukan sebagai pembuktian bahwa suatu faktor sebagai penyebab terjadinya suatu luaran / output / penyakit, adalah diuji kebenarannya dengan percobaan atau eksperimen. Eksperimen juga dapat dilakukan di laboratorium, tetapi disesuaikan dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat, sehingga eksperimen sewajarnya dilakukan di masyarakat. Bentuk eksperimen lain yang sering dilakukan adalah berkaitan dengan pengaruh intervensi penyuluhan terhadap perubahan pengetahuan tentang suatu masalah kesehatan.

Ketiga jenis penelitian ini tidak bisa dispisahkan satu dengan yang lainnya, saling berkaitan dan mempunyai peranan masing-masing sesuai dengan tingkat kedalaman pendekatan epidemiologi yang dihadapi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengungkapan dan pemecahan masalah epidemiologi dimulai dengan penelitian deskriptif, lalu diperdalam dengan penelitian analitik dan disusul dengan pembuktian yaitu dengan melakukan pendekatan eksperimen.

Contoh Kasus :Tinggal diantara asap kota mungkin buruk bagi paru-paru, tapi apakah berperan meningkatkan resiko stroke? Sebuah penelitian terbaru Kanada menyimpulkan:

Paul Villeneuve dari Health Canada, sebuah departemen kesehatan pemerintahan federal Kanada, bersama rekannya melakukan penelitian deskriptif dan berhasil menemukan tingginya kasus stroke diantara penduduk di daerah berasap Edmonton, Kanada. Berikut penuturan co-author penelitian kepada Reuters Health.

Penelitian sebelumnya "konsisten" menunjukkan bahwa kajian jangka pendek menemukan polusi udara dapat meningkatkan risiko stroke kemudian dikaitkan dengan kematian, berdasarkan catatan para peneliti Kanada dalam jurnal Stroke.

Untuk menjawab pertanyaan itu, mereka melihat data kesehatan dan lingkungan yang dikumpulkan antara tahun 2003 hingga 2007, di tingkat lingkungan, di Edmonton, Alberta, sebuah kota yang dikelilingi pabrik pengolahan minyak, gas, dan batu-bara.

Para peneliti dengan metode penelitian deskriptif berhasil menemukan lebih dari 7.300 orang yang berdomisili di Kota Edmonton dirawat karena stroke. Meskipun pandangan pertama dalam jumlah (angka) menunjukkan sebuah kaitan antara menghisap udara berpolusi dalam waktu lama dengan stroke.

Hanya warga Edmonton, Kanada yang tinggal di daerah padat lalu lintas kota yang menghadapi risiko tinggi terkena stroke, namun apakah hanya polusi yang menjadi faktor resiko dari stroke? Saat ini peneliti berkutat pada metode penelitian analitik, setelah ditemukan secara deskriptif bahwa banyak warga di lingkungan berpolusi yang menderita stroke, maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah memang polusi itu merupakan faktor determinan/penyebab terjadinya stroke. Berikut adalah salah satu analisis mereka yang menguatkan kebenaran tentang adanya keterkaitan antara polusi dengan stroke:

"Analisis ini juga bisa dijelaskan dengan kecenderungan populasi yang lebih rentan terhadap stroke, dengan kebutuhan yang lebih besar untuk akses ke pusat-pusat perawatan kesehatan yang memadai bagi penduduk yang tinggal di daerah padat lalu lintas dibandingkan dengan penduduk di daerah terpencil," tulis mereka. Jika hipotesis tentang adanya hubungan polusi kendaraan/industri dan stroke, maka perlu dibuktikan dengan penelitian selanjutnya yaitu penelitian eksperimen, dimana uji kebenaran ini akan membantu mempengaruhi kebijakan publik (intervensi pemerintah melalui departemen kesehatan maupun dapertemen lingkungan hidup), contoh intervensi seperti pendisiplinan pengurangan aktifitas pabrik dan kendaraan, perluasan kawasan hijau, penggunaan bahan bakar tanpa timbal, dsb. Jika hasil intervensi tersebut terbukti dapat menurunkan jumlah penderita stroke, maka kebenaran bahwa polusi merupakan salah satu faktor penyebab stroke dapat dipertanggungjawabkan.

E

E

E

E

E