Makalah Prinsip Epid 1

21
Tugas Individu Mata Kuliah Prinsip-Prinsip Epidemiologi M A K A L A H PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) OLEH: ASTERIA RESY DAMA ALIK K11112036 KELAS B FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

description

epid

Transcript of Makalah Prinsip Epid 1

Tugas IndividuMata Kuliah Prinsip-Prinsip Epidemiologi

M A K A L A H

PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC)

OLEH:ASTERIA RESY DAMA ALIKK11112036KELAS B

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2013

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGPenyakit tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh. Penyakit tuberculosis sudah ada sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Menurut hasil penelitian, penyakit tuberculosis sudah ada sejak zaman Mesir kuno yang dibuktikan dengan penemuan pada mumi, dan penyakit ini juga sudah ada pada kitab pengobatan Cina pen tsao sekitar 5000 tahun yang lalu. Pada tahu 1882, ilmuwan Robert Koch berhasil menemukan kuman tuberculosis, yang merupakan penyebab penyakit ini. Kuman ini berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis.Sampai hari ini, penyakit TBC masih menempatkan Indonesia dalam tiga besar negara dengan jumlah penderita terbanyak. Pada umumnya kegagalan pengobatan TBC terjadi disebabkan terapi yang terputus karena pasien merasa sudah sembuh. Kendala lain yang sering timbul adalah lamanya waktu pengobatan. Obat untuk TBC harus dimakan sedikitnya enam bulan. Sementara biasanya setelah makan obat selama dua bulan, pasien malas meneruskan pengobatan karena merasa sembuh dan tidak merasakan gejala lagi. Padahal kalau pengobatan berhenti di tengah jalan, maka bukan saja penyakitnya tidak sembuh dengan tuntas, tetapi juga menyebabkan bakteri TBC menjadi kebal terhadap obat yang digunakan. Ketiadaan biaya malah membuat seseorang tidak berobat, karena tidak mengetahui program pemerintah yang menggratiskan obat TBC di seluruh Puskesmas di Indonesia. Penyakit ini sering dianggap enteng oleh penderita karena masih bisa bekerja seperti biasa, namun tanpa disadari keparahan penyakit yang semakin meningkat sebanding dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh.Penanganan TBC masih terus menjadi tantangan besar untuk para tenaga kesehatan. Untuk memutuskan rantai penularan perlu pula mendapati perhatian lintas sektoral karena berkaitan dengan faktor sosial budaya dan tempat hunian. Namun pada dasarnya penyakit TBC bisa disembuhkan secara tuntas apabila pasien mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Selain itu diperlukan juga kepedulian dan pengawasan dari tenaga kesehatan untuk mengawal perkembangan terapi pasien. Penyebab TBC memang bukan bakteri biasa, karena itu diperlukan konsistensi dan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi untuk mencapai hasil terapi yang optimal.1.2 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain: Bagaimana patologi dari penyakit tuberculosis? Apa saja upaya preventif terhadapa penyakit tuberculosis? Bagaimana klasifikasi penyakit tuberculosis? Berapa besarnya frekuensi penyakit tuberculosis ini? Apa penyebab sosial dari penyakit tuberculosis? Bagaimana intervensi pengobatan penyakit tuberculosis? Apa kebijakan pemerintah terhadap penyakit tuberculosis?

1.3 Tujuan PenulisanAdapun tujuan penulisan makalah ini adalah Mengetahui patologi dari penyakit TBC Mengetahui upaya preventif terhadap penyakit TBC Mengetahui klasifikasi penyakit TBC Mengetahui besar frekuensi penyakit TBC Mengetahui penyebab social penyakit TBC Mengetahui intervensi pengobatan penyakit TBC Mengetahui kebijakan pemerintah terhadap penyakit TBC

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Patologi Penyakit TBCPenularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis. dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung pada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari hari sampai berbulanbulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan menempel pada jalan nafas atau paruparu.Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran partikel kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, bila menjalar sampai ke pleura maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier.Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer (range). Proses sarang paru ini memakan waktu 38 minggu. Berikut ini menjelaskan skema tentang perjalanan penyakit TB Paru hingga terbentuknya tuberkel ghon.

Alveoli (tempat basil berkumpul dan mempertahankan diri)Skema Patologi penyakit TBC

Terhirup individu yang rentanBasil Tuberculosis

Terbentuk tuberkel GhonSistem imun tubuh berakhirProses Inflamasi

Penyebaran kumanTuberkel Ghon memecahMengalami kolafiksi

Batuk darah2.2 Upaya Preventif terhadap Penyakit TBCPencegahan memang selalu menjadi hal yang lebih baik daripada mengobati, bukan hanya untuk diri sendiri namun juga akan berdampak pada orang lain terutama demi keluarga ataupun orang-orang terdekat. Agar terhindar dari bakteri penyebab TBC, harus selalu menjaga kesehatan dengan langkah-langkah sebagai berikut : Menutup mulut pada waktu batuk atau bersin, ini dilakukan pula jika ada orang lain batuk atau bersin di dekat kita. Biasakan membawa sapu tangan atau tissue di saku. Pemberian imunisasi BCG untuk bayi berumur 3-14 bulan Agar sistem imun terjaga dengan kuat, konsumsi makanan yang bergizi dan sehat. Hindari kegiatan yang bisa menyebabkan system imun di dalam tubuh menjadi lemah, misalnya kecapaian , stress berlebih, begadang dan kurang istirahat. Jika ada penderita TBC, jaga jarak terutama waktu berhadapan. Pola hidup sehat dengan menjauhkan diri dari rokok dan minuman keras yang mengandung alkohol Lingkungan yang kumuh dan padat akan membuat penularan TBC berlangsung cepat. Untuk itulah mengapa lingkungan yang sehat dan kebersihan makanan dan minuman sangat perlu untuk dijaga Tidak meludah di sembarang tempat, tetapi di wadah yang beri air sabun atau lysol atau karbol kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun dengan pasir. Ventilasi rumah yang baik agar udara dan sinar matahari masuk dalam ruangan.2.3 Klasifikasi Penyakit TBCUntuk menentukan klasifikasi penyakit tuberculosis, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu:1. Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru2. Hasil pemeriksaan dahak Basil Tahan Asam (BTA) : positif atau negatifBTA merupakan bakteri yang tidak rusak dengan pemberian asam3. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau beratPenentuan ini penting dilakukan untuk menentukan paduan obat anti-tuberkulosis yang sesuai sebelum pengobatan dimulai.

Klasifikasi penyakit TBC yaitu : TBC ParuTBC Paru adalah TBC yang menyerang jaringan paru-paru. TBC paru dibedakan menjadi dua macam , yaitu sebagai berikuta. TBC Paru BTA Positif (sangat menular)1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak memberikan hasil yan positif2. Satu pemeriksaan dahak menunjukkan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan TBC aktif.b. TBC paru BTA NegatifPemeriksaan dahak positif negative atau foto rontgen dada menunjukkan TBC aktif . Positif negatif yang dimaksudkan disini adalah hasilnya meragukan, jumlah kuman yang ditemukan belum memenuhi syarat positif. TBC Ekstra ParuTBC Ekstra Paru adalah TBC yang menyerang organ tubuh lain selain paru-paru, misalnya selaput paru, selaput otak, selaput jantung, kelenjar getah bening, tulang, usus, ginjal, saluran kencing, dan lain-lain.

2.4 Frekuensi Penyakit TuberkulosisResiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia bervariasi, antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita tuberkulosis paru. a. Berdasarkan host 1. Umur Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari Afrika dan India menunjukkan pola yang berbeda, dimana prevalensi meningkat seiring dengan peningkatan usia. Di Indonesia, dengan angka risk of infection 2%, maka sebagian besar masyarakat pada usia produktif telah tertular. Penelitian dengan pendekatan prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa usia produktif ( 55 tahun) 0,9 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada usia yang non produktif pada penderita TB Paru.2. Jenis Kelamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB Paru. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan mengkonsumsi alkohol dan rokok. Penelitian dengan pendekatan prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada wanita pada penderita TB Paru. b. Status Gizi Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi . Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah. Penelitian dengan desain prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada status gizi baik pada penderita TB Paru. c. Status Imunisasi BCG Salah satu upaya pengendalian infeksi Mycobacterium Tuberculosis adalah dengan imunisasi Bacille Calmette Guerin (BCG). Imunisasi BCG meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi bakteri. Imunitas yang terbentuk dengan imunisasi BCG untuk mencegah penyebaran TB secara hematogen.d. Sosial ekonomi Banyaknya penderita tuberkulosis paru terjadi pada masyarakat kelas ekonomi rendah dengan tingkat pendidikan rendah dan pekerjaan yang tidak tetap sehingga pengetahuan tentang penyakit menular juga rendah. WHO (2003) menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang pada kelompok dengan sosial ekonomi yang lemah atau miskin.

2.5 Penyebab Sosial Penyakit Tuberkulosis1. Tingkat PendidikanTingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.2. PekerjaanJenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.3. Kebiasaan MerokokMerokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di. Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksiTBParu.4. Status GiziHasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan statusgizikurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.5. Keadaan Sosial EkonomiKeadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.

2.6 Intervensi Pengobatan Penyakit TuberkulosisPengobatan TBC harus dilakukan secara tepat sehingga secara tidak langsung akan mencegah penyebaran penyakit ini. Berikut adalah beberapa obat yang biasanya digunakan dalam pengobatan penyakit TBC:1) Isoniazid (INH)Obat yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) ini merupakan prodrug yang perlu diaktifkan dengan enzim katalase untuk menimbulkan efek. Bekerja dengan menghambat pembentukan dinding sel mikrobakteri.2) Rifampisin / RifampinBersifat bakterisidal (membunuh bakteri) dan bekerja dengan mencegah transkripsi RNA dalam proses sintesis protein dinding sel bakteri.3) PirazinamidBersifat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat pembentukan asam lemak yang diperlukan dalam pertumbuhan bakteri.4) StreptomisinTermasuk dalam golongan aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba dengan cara menghambat sintesis protein.5) EthambutolBersifat bakteriostatik. Bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri dengan meningkatkan permeabilitas dinding.6) Fluoroquinolone Fluoroquinolone adalah obat yang menghambat replikasi bakteriM. tuberculosis. Replikasi dihambat melalui interaksi dengan enzim gyrase, salah satu enzim yang mutlak diperlukan dalam proses replikasi bakteri M. tuberculosis. Enzim ini tepatnya bekerja pada proses perubahan struktur DNA dari bakteri, yaitu perubahan dari strukturdouble helix menjadisuper coil. Dengan struktursuper coil ini DNA lebih mudah dan praktis disimpan di dalam sel. Pada proses tersebut enzim gyrase berikatan dengan DNA, dan memotong salah satu rantai DNA dan kemudian menyambung kembali. Dalam proses ini terbentuk produk sementara (intermediate product) berupa ikatan antara enzim gyrase dan DNA (kompleks gyrase-DNA). Fluoroquinolone mamiliki kemampuan untuk berikatan dengan kompleks gyrase-DNA ini, dan membuat gyrase tetap bisa memotong DNA, tetapi tidak bisa menyambungnya kembali. Akibatnya, DNA bakteri tidak akan berfungsi sehingga akhirnya bakteri akan mati. Selain itu, ikatan fluoroquinolone dengan kompleks gyrase-DNA merupakan ikatan reversible, artinya bisa lepas kembali sehingga bisa di daur ulang. Akibatnya, dengan jumlah yang sedikit fluoroquinolone bisa bekerja secara efektif.

Dalam terapi TBC, biasanya dipilih pemberian dalam bentuk kombinasi dari 3-4 macam obat tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri terhadap obat. Dosis yang diberikan berbeda untuk tiap penderita, bergantung tingkat keparahan infeksi. Karena bakteri tuberkulosis sangat lambat pertumbuhannya, maka penanganan TBC cukup lama, antara 6 hingga 12 bulan yaitu untuk membunuh seluruh bakteri secara tuntas.Pengobatan harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus, walaupun pasien telah merasa lebih baik / sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten. Jika hal ini terjadi, maka TBC akan lebih sukar untuk disembuhkan dan perlu waktu yang lebih lama untuk ditangani. Untuk membantu memastikan penderita TBC meminum obat secara teratur dan benar, keterlibatan anggota keluarga atau petugas kesehatan diperlukan yaitu mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat yang hendak dikonsumsi. Oleh karena itu, perlunya dukungan terutama dari keluarga penderita untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhan. Obat diminum pada waktu yang sama setiap harinya untuk memudahkan penderita dalam mengkonsumsi obat. Lebih baik obat diminum saat perut kosong sekitar setengah jam sebelum makan atau menjelang tidur.2.7 Kebijakan Pemerintah terhadap Penyakit TuberkulosisPenyakit TBC tidak hanya merupakan persoalan individu tapi sudah merupakan persoalan masyarakat. Kesakitan dan kematian akibat TBC mempunyai konsekuensi yang signifikan terhadap permasalahan ekonomi baik individu, keluarga, masyarakat, perusahaan dan negara.Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan melalui Program TBC Nasional, telah bekerjasama dengan Rumah Sakit (RS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Dokter praktek pribadi, organisasi keagamaan dan ingin meningkatkan kerjasama dengan kelompok masyarakat pekerja dan pengusaha. Peningkatan perhatian dari pengusaha terhadap penyakit TBC di sektor dunia usaha sangat diperlukan. Guna mensukseskan aktivitas pengawasan TBC, pengobatan yang teratur sampai terjadi eliminasi TBC di tempat keja.Setiap tempat kerja mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit TBC pada pekerjanya terutama pada blue collars (karena pendidikan rendah, higiene sanitasi perumahan pekerja, lingkungan sosial pekerja, higiene perusahaan). Pengusaha diharapkan berpartisipasi aktif terhadap penanggulangan TBC di tempat bekerja pada saat seleksi pekerja, higiene sanitasi di perusahaan, gotong royong perbaikan perumahan pekerja bekerjasama dengan puskesmas setempat.Pengawasan TBC ditempat bekerja memberikan keuntungan yang nyata kepada perusahaan dan masyarakat. Pekerja yang menderita TBC selain akan menularkan ke teman sekerjanya juga akan mengakibatkan menurunnya produktifitas kerja, sehingga akan mengakibatkan hasil kerja menurun dan pada akhirnya mengakibatkan kerugian bagi perusahaan tempat penderita bekerja. Penemuan penderita baru dan pengobatan dini akan memberikan keuntungan bagi penderita, perusahaan dan program pemberantasan TBC Nasional.Untuk menanggulangi masalah TBC di Indonesia, strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shourtcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Pelaksanaan DOTS di klinik perusahaan merupakan peran aktif dan kemitraan yang baik dari pengusaha dan masyarakat pekerja untuk meningkatkan penanggulangan TBC di tempat kerja.Dasar kebijakan program penanggulangan TBC di tempat kerja1. Undang-undang no.23 tahun 1992, pasal 23 tentang Kesehatan Kerja2. Kebijakan teknis program kesehatan kerja3. Evaluasi program TBC yang dilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada April 1994 (Indonesia WHO joint evaluation on National TB Program)4. Lokakarya Nasional Program P2TB pada September 19945. Dokumen Perencanaan (Plan of action) pada bulan September 19946. Rekomendasi Komite Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 24 Maret 1999

Kebijakan operasional penanggulangan TBC nasional :1. Penanggulangan TBC di Indonesia dilaksanakan dengan desentralisasi sesuai dengan kebijaksanaan Departemen Kesehatan2. Penanggulangan TBC dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, BP4 serta Praktek Dokter Swasta, poliklinik umum, poliklinik perusahaan dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu.3. Peningkatan mutu pelayanan, penggunaan obat yang rasional dan kombinasi obat yang sesuai dengan strategi DOTS.4. Target program adalah konversi pada akhir pengobatan tahap intensif minimal 80%, angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru BTA posistip, dengan pemeriksaan sediaan dahak yang benar (angka kesalahan maksimal 5%).5. Pemeriksaan uji silang (cross check) secara rutin oleh balai Laboratorium Kesehatan (BLK) dan laboratorium rujukan yang ditunjuk Untuk mendapatkan pemeriksaan dahak yang bermutu.6. Penangulangan TBC Nasional diberikan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kepada penderita secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya.7. Pengembangan sistem pemantauan, supervisi dan evaluasi program untuk mempertahankan kualitas pelaksanaan program8. Menggalang kerjasama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah dan swasta.Kebijakan penanggulangan TBC di tempat kerja :1. Meningkatkan advokasi sosialisasi Program Pemberantasan TBC di tempat kerja pada seluruh pimpinan perusahaan.2. Meningkatkan pengendalian sistem kerja & perilaku hidup sehat pekerja di tempat kerja.3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yg profesional di setiap unit pelayanan kesehatan di tempat kerja.4. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penangulangan TBC diberikan kepada penderita secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya khususnya untuk pekerja di sektor informal/ industri kecil, sedangkan untuk sektor formal/ industri besar OAT disediakan oleh pengusaha.

DAFTAR PUSTAKAAhira, Anne. 2011. TBC (http://www.anneahira.com) diakses pada 4 September 2013.

Anonim. 2009. Info TBC (http://infotbc.blogspot.com) diakses pada 4 September 2013.

Laban, Yoannes Yuantono. 2008. Kesehatan Masyarakat : TBC Penyakit dan Cara Pencegahannya. Yogyakarta: Penerbit Kanisisus.

Prabu. 2008. Faktor Resiko TBC (http://putraprabu.wordpress.com) diakses pada 9 September 2013.

Simatupang, Geovanni. 2012. Patofisiologi Kasus TBC (http://bernardosimatupang.wordpress.com) diakses pada 4 September 2013.

Temaja, I Gede. 2010. Mycobacterium Tuberculosis Sebagai Penyebab Penyakit Tuberkulosis. (http://dweeja.wordpress.com) diakses pada 4 September 2013.

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga.