REVISI EPID

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster.1,2 Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.3,4 Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun. Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi 1

description

epidemiologi

Transcript of REVISI EPID

Page 1: REVISI EPID

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster

disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela

zoster.1,2 Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta

timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut

saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.3,4

Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan

angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan

peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per

tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10%

kasus berusia di bawah 20 tahun.

Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi

varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan

mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal

melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi

infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi

tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster

pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela

yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan

tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular

merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.

Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi

yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang

persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah

40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun.

Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah

sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena

defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi. Secara

1

Page 2: REVISI EPID

umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi

inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh virus herpes

zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah cara melakukan surveilans epidemiologi tentang infeksi

herpes zoster?

2. Bagaimana hasil analisis dari penyakit herpes zoster yang di derita?

3. Bagaimana cara pengobatan infeksi herpes zoster?

4. Bagaiamana cara pencegahan agar infeksi herpes zoster tidak terulang

kembali?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui cara melakukan surveilans epidemiologi tentang infeksi

herpes zoster

2. Mengetahui hasil analisis dari penyakit herpes zoster yang di derita

3. Mengetahui cara pengobatan infeksi herpes zoster

4. Mengetahui bagaimana cara pencegahan agar infeksi herpes zoster tidak

terulang kembali

2

Page 3: REVISI EPID

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Umum

2.1.1 Pengertian Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan

Terdapat berbagai pengertian surveilans. Menurut WHO (2004), surveilans

merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara

sistemik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang

membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Berdasarkan definisi diatas dapat

diketahui bahwa surveilans adalah suatu kegiatan pengamatan penyakit yang

dilakukan secara terus menerus dan sistematis terhadap kejadian dan distribusi

penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi nya pada masyarakat sehingga

dapat dilakukan penanggulangan untuk dapat mengambil tindakan efektif.

Menurut CDC (Center of Disease Control), merupakan pengumpulan,

analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, yang

diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan

masyarakat, dipadukan dengan diseminasi data secara tepat waktu kepada pihak-

pihak yang perlu mengetahuinya

Sementara menurut  Timmreck (2005), pengertian surveilans kesehatan

masyarakat merupakan proses pengumpulan data kesehatan yang mencakup tidak

saja pengumpulan informasi secara sistematik, tetapi juga melibatkan analisis,

interpretasi, penyebaran, dan penggunaan informasi kesehatan. Hasil surveilans

dan pengumpulan serta analisis data digunakan untuk mendapatkan pemahaman

yang lebih baik tentang status kesehatan populasi guna merencanakan,

menerapkan, mendeskripsikan, dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat

untuk mengendalikan dan mencegah kejadian yang merugikan kesehatan. Dengan

demikian, agar data dapat berguna, data harus akurat, tepat waktu, dan tersedia

dalam bentuk yang dapat digunakan. Sedangkan menurut DCP2 (2008),

surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data

3

Page 4: REVISI EPID

secara terus-menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan

(disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan

penyakit dan masalah kesehatan lainnya

Tujuan Surveilans menurut Depkes RI (2004a) adalah untuk pencegahan

dan pengendalian penyakit dalam masyarakat, sebagai upaya deteksi dini terhadap

kemungkinan terjadinya kejadian luar biasa (KLB), memperoleh informasi yang

diperlukan bagi perencanaan dalam hal pencegahan, penanggulangan maupun

pemberantasannya pada berbagai tingkat administrasi.

Sedangkan Komponen kegiatan surveilans menurut antara lain sebagai berikut :

1. Pengumpulan data, data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang

jelas, tepat dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan.

Tujuan dari pengumpulan data epidemiologi adalah: untuk menentukan

kelompok populasi yang mempunyai resiko terbesar terhadap serangan

penyakit; untuk menentukan reservoir dari infeksi; untuk menentukan jenis

dari penyebab penyakit dan karakteristiknya; untuk memastikan keadaan

yang dapat menyebabkan berlangsungnya transmisi penyakit; untuk

mencatat penyakit secara keseluruhan; untuk memastikan sifat dasar suatu

wabah, sumbernya, cara penularannya dan seberapa jauh penyebarannya.

2. Kompilasi, analisis dan interpretasi data. Data yang terkumpul selanjutnya

dikompilasi, dianalisis berdasarkan orang, tempat dan waktu. Analisa

dapat berupa teks tabel, grafik dan spot map sehingga mudah dibaca dan

merupakan informasi yang akurat. Dari hasil analisis dan interpretasi

selanjutnya dibuat saran bagaimana menentukan tindakan dalam

menghadapi masalah yang baru.

3. Penyebaran hasil analisis dan hasil interpretasi data. Hasil analisis dan

interpretasi data digunakan untuk unit-unit kesehatan setempat guna

menentukan tindak lanjut dan disebarluaskan ke unit terkait antara lain

berupa laporan kepada atasan atau kepada lintas sektor yang terkait

sebagai informasi lebih lanjut.

4

Page 5: REVISI EPID

Pada bidang kesehatan masyarakat, menurut McNabb et al., (2002), kegiatan

surveilans mempunyai aktifitas inti sebagai berikut:

1. Pendeteksian kasus (case detection), merupakan proses mengidentifikasi

peristiwa atau keadaan kesehatan. Unit sumber data menyediakan data

yang diperl ukan dalam penyelenggaraan surveilans epidemiologi seperti

rumah sakit, puskesmas, laboratorium, unit penelitian, unit program-sektor

dan unit statistik.

2. Pencatatan kasus (registration), merupakan proses pencatatan kasus hasil

identifikasi peristiwa atau keadaan kesehatan.

3. Konfirmasi (confirmation), merupakan evaluasi dari ukuran-ukuran 

epidemiologi sampai pada hasil percobaan laboratorium.

4. Pelaporan (reporting), berupa data, informasi dan rekomendasi sebagai

hasil kegiatan surveilans epidemiologi yang kemudian disampaikan

kepada berbagai pihak yang dapat melakukan tindakan penanggulangan

penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan. Juga disampaikan

kepada pusat penelitian dan kajian serta untuk pertukaran data dalam

jejaring surveilans epidemiologi.

5. Analisis data (data analysis), merupakan analisis terhadap berbagai data

dan angka sebagai bahan untuk menentukan indikator pada tindakan.

6. Respon segera/ kesiapsiagaan wabah (epidemic preparedness), merupakan

kesiapsiagaan dalam menghadapi wabah/kejadian luar biasa.

7. Respon terencana (response and control), merupakan sistem pengawasan

kesehatan masyarakat. Respon ini hanya dapat digunakan jika data yang

ada bisa digunakan dalam peringatan dini pada munculnya masalah 

kesehatan masyarakat.

8. Umpan balik (feedback), berfungsi penting untuk sistem pengawasan, alur

pesan dan informasi kembali ke tingkat yang lebih rendah dari tingkat

yang lebih tinggi.

Dalam pelaksanaannya, diperlukan sistem evaluasi pada surveilans ini. Evaluasi

Sistem Surveilans Kesehatan merupakan penilaian periodik dari perubahan dalam

5

Page 6: REVISI EPID

hasil yang ditargetkan (sasaran) yang dapat dihubungkan dengan sistem surveilans

dan respon. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat perubahan dalam keluaran, hasil

dan pengaruh (negatif atau positif target atau non target) dari sistem surveilans

dan respon.

Kriteria evaluasi tersebut menurut Unicef (1990) dalam Trisnantoro (2005) antara

lain:

1. Relevansi, apakah nilai intervensi sesuai dengan kebutuhan utama

pemegang kekuasaan, prioritas nasional, kebijakan nasional dan

internasional. Standar global ini bisa sebagai referensi evaluasi baik proses

maupun hasil.

2. Efisiensi, apakah program cukup efisien untuk mencapai tujuan.

3. Efektivitas, apakah kegiatan yang dilaksanakan mencapai tujuan yang

telah ditetapkan.

4. Dampak, yaitu efek yang timbul dari kegiatan baik positif maupun negatif

meliputi sosial, ekonomi, lingkungan individu, komunitas atau institusi.

5. Kelanjutan, yaitu apakah aktivitas dan dampaknya mungkin diteruskan

ketika dukungan dari luar dihentikan dan akankah akan lebih banyak ditiru

atau diadaptasi.

2.2 Tinjauan Teori

2.2.1 Pengertian Herpes Zoster

Herpes zoster (nama lain: shingles atau cacar ular cacar api) adalah

penyakit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster. Setelah seseorang menderita

cacar air, virus varicella-zoster akan menetap dalam kondisi dorman (tidak aktif

atau laten) pada satu atau lebih ganglia (pusat saraf) posterior. Apabila seseorang

mengalami penurunan imunitas seluler maka virus tersebut dapat aktif kembali

dan menyebar melalui saraf tepi ke kulit sehingga menimbulkan penyakit herpes

zoster. Di kulit, virus akan memperbanyak diri (multiplikasi) dan membentuk

bintil-bintil kecil berwarna merah, berisi cairan, dan menggembung pada daerah

6

Page 7: REVISI EPID

sekitar kulit yang dilalui virus tersebut. Herper zoster cenderung menyerang orang

lanjut usia dan penderita penyakit imunosupresif (sistem imun lemah) seperti

penderita AIDS, leukemia, lupus, dan limfoma.1

Herpes zoster pada anak immunokompeten yang telah menderita varicella

tidak diperlukan tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan

kepada kelompok yang beresiko tinggi untuk menderita varicella yang fatal

seperti neonates, pubertas ataupun orang dewasa, dengan tujuan untuk mencegah

ataupun mengurangi gejala varicella.2

2.2.2 Epidemiologi

Herpes zoster ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, salah

satunya adalah transmisi melalui pernapasan sehingga virus tersebut dapat

menjadi epidemik di antara inang yang rentan. Resiko terjangkit herpes zoster

terkait dengan pertambahan usia. Hal ini berkaitan adanya immunosenescence,

yaitu penurunan sistem imun secara bertahap sebagai bagian dari proses penuaan.

Selain itu, hal ini juga terkait dengan penurunan jumlah sel yang terkait dalam

imunitas melawan virus varicella-zoster pada usia tertentu. Penderita

imunosupresi, seperti pasien HIV/AIDS yang mengalami penurunan CD4 sel-T,

akan berpeluang lebih besar menderita herpes zoster sebagai bagian dari infeksi

oportunistik.

Herpes zoster bukan herpes genital atau herpes simplex, oleh karenanya

herpes zoster yang merupakan bawaan dari penyakit cacar air atau varisela zoster

tidak akan menular pada orang lain menjadi herpes zoster juga, kecuali orang

tersebut belum pernah terkena cacar air, maka ia bisa terjangkit cacar air. Tetapi

pada umumnya orang dewasa telah pernah terkena cacar air pada masa kecilnya,

sedangkan balita zaman sekarang yang telah divaksinasi lengkap juga telah

mendapat vaksinasi cacar air (varisela). Vaksinasi varisela sebaiknya diberikan

pada orang yang belum pernah terkena cacar air, tetapi bagi mereka yang telah

1 https://id.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster di akses tanggal 14 Oktober 2015 pukul. 13.25 WIB2 Dumasari, Ramona Lubis. Varicella dan Herpes Zoster.Jakarta:Gramedia, 2008

7

Page 8: REVISI EPID

berusia di atas 50 tahun sebaiknya diberikan vaksinasi varisela apakah sudah

pernah terkena cacar air atau tidak sebagai booster (penguat), sehingga jika timbul

lepuh (singhle) herpes zoster tidak parah. Sebagaimana halnya vaksinasi MMR

yang juga menggunakan virus yang dilemahkan, maka pasien yang divaksinasi

harus dalam kondisi fit agar demam akibat vaksinasi minimal

2.2.3 Faktor Penyebab Herpes Zoster

1. Faktor Agent

Secara umum, seluruh jenis penyakit herpes dapat menular melalui kontak

langsung. Namun pada herpes zoster, seperti yang terjadi pada penyakit cacar

(chickenpox), proses penularan bisa melalui bersin, batuk, pakaian yang

tercemar dan sentuhan keatas gelembung/lepuh yang pecah. Seseorang yang

telah mengalami cacar air kemudian sembuh, sebenarnya virus tidak 100%

hilang dari dalam tubuhnya, melainkan bersembunyi didalam sel ganglion

dorsalis system saraf sensoris penderita. Ketika daya tahan tubuh (immun)

melemah, virus akan kembali menyerang dalam bentuk herpes zoster dimana

gejala yang ditimbulkan sama dengan penyakit cacar air (chickenpox). Bagi

seseorang yang belum pernah mengalami cacar air, apabila terserang virus

varicella zoster maka tidak langsung mengalami penyakit herpes akan tetapi

mengalami cacar air telebih dahulu.

2. Faktor Host

Cara penularan penyakit cacar air (herpes) secara umum, seluruh jenis

penyakit herpes dapat menular melalui kontak langsung. Namun pada herpes

zoster, seperti yang terjadi pada penyakit cacar (chickenpox), proses penularan

bisa melalui bersin, batuk,, pakaian yang tercemar dan sentuhan keatas

gelembung/lepuh yang pecah.

3. Faktor Environment

Lingkungan yang tidak terpelihara akan gampang sekali untuk terkena

penyakit bagi para penduduknya, terutama penyakit menular. Agar semua yang

kita takutkan selama ini tidak menimpa kita dan penduduk yang lain, maka

alangkah lebih baiknya kita sama-sama menjaga lingkungan hidup kita, karena

8

Page 9: REVISI EPID

tidak ada yang membersihkannya, kecuali dengan usaha kita agar terjadi

penyakit yang dapat menular ke semua penduduk.

Unsur penyebab penyakit adalah unsur biologis. Butuh tempat ideal

berkembang biak dan bertahan. Reservoir adalah organisme hidup/mati,

dimana penyebab penyakit hidup normal dan berkembang biak. Reservoir

dapat berupa manusia

2.2.4 Klasifikasi Herpes Zoster

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:

1.      Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang

mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang

ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada

kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah

disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan.

2.      Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai

bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII),

ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

3.      Herpes zoster brakialis

Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang

mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada

kulit.

4.      Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang

mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada

kulit.

5.      Herpes zoster lumbalis

Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang

mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada

kulit.

9

Page 10: REVISI EPID

6.      Herpes zoster sakralis

Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai

pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.3

2.2.5 Cara Penularan Herpes Zoster

1. Seseorang yang belum pernah mengalami infeksi VVX primer akan

mudah tertular virus tersebut dengan maninfestasi klinis sebagai

varicella (cacar air). Tetapi bila tidak akan ketularan bila berdekatan

dengan penderita herpes zoster

2. Penularan VVZ dapat secara kontak langsung dengan kelainan kulit

penderita herpes zoster, dan

3. Penularan VVZ dapat melalui udara masuk mukosa saluran pernafasan

bagian atas4

2.2.6 Gejala Klinis Herpes Zoster

Sebelum timbul gejala kulit, terdapat gejala prodromal (gejala

awal) baik sistemik maupun gejala prodromal local. Gejala prodromal

sistemik berupa demam, pusing, bada lemas. Gejala prodromal local

(setempat) berupa nyeri otot tulang, gatal, pegal, dan kulit kebas. Bentuk

kelainan kelainan kulit di awali dengan bercak kemerahan pada daerah

yang sesuai dengan persyarafan kulit yang terkea virus (unilateral). Dalam

12-24 jam tampak bintil-bintil berarir tersususn berkelompok di atas kulit

yang kemerahan tersebut dan akan tumbuh terus, berlangsung selama 1-7

hari kemudian bintil berair tesebut berubah menjadi bintil bernanah dan

selanjutnya mongering. Mukosa juga dapat terkena dengan bentuk

sariawan dan luka. Selain itu VVZ dapat menyerang organ dalam.

3 http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2014/03/penyakit-herpes-zoster.html di akses tanggal 15

oktober 2015 pukul 12.00 WIB

4 Dr. nico A. dkk. Maajemen hidup sehat. Jakarta: IKAPI tahun 2006 hlm 127

10

Page 11: REVISI EPID

Kelainan kulit dapat sembuh sendiri dan luka sembuh spontan stelah 2

minggu.5

2.2.7 Deteksi Herpes Zoster

Untuk mendeteksi penyakit herpes zoster, dapat dilakukan beberapa

macam tes, yaitu;

1. Kultur virus

Cairan dari unilepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan

ke dalam media virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi.

Apabila waktu pengiriman cukup lama, sampel dapat diletakkan pada es

cair. Pertumbuhan virus varicella-zoster akan memakan waktu 3-14 hari

dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 30-70% dengan spesifitas

mencapai 100%.

2. Deteksi antigen

Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan

dengan teknik kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan

menggunakan scapel (semacam pisau) atau jarum kemudian dioleskan

pada kaca dan diwarnai dengan antibodi monoklonal yang terkonjugasi

dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan mendeteksi glikoproten virus.

3. Uji serologi

Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster adalah

ELISA.

4. PCR

PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam

cairan tubuh, contohnya cairan serebrospina.

2.2.8 Diagnosis Banding

1. Herpes simpleks5 Ibid hlm 128

11

Page 12: REVISI EPID

Hanya dapat dibedakan dengan mencari VHS dalam embrio ayam,

kelinci, tikus. Baik VHS maupun VHZ terjadi sebagai vesikel

berkelompok pada dasar yang eritematosa dan memperlihatkan sel datia

berinti banyak pada apusan Tzank. Pada VHS kelompok vesikel biasanya

sebuah, sedangkan pada VHZ biasanya terdiri atas beberapa kelompok

vesikel pada satu distribusi dermatomal

2. Varisela

Biasanya lesi meyebar sentrifugal, dan selalu disertai demam

3. Selulitis

VHZ maupun selulitis dapat berawal sebagai daerah yang eritematosa

dan edematosa, bedanya pada selulitis distribusi tidak mengikuti

dermatom dan pada VHZ ada gejala prodromal.

4. Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak biasanya lebih menyebabkan gatal daripada rasa

nyeri. Lesi VHZ adalah vesikel berkelompok, sedangkan lesi dermatitis

kontak biasanya linier atau mempunyai konfigurasi aneh.

2.2.9 Langkah-Langkah Mengobati Herpes Zoster

Salah satu gejala herpes zoster berupa rasa nyeri dan ruam. Karena

itu, diagnosis oleh dokter biasanya dilakukan dengan memeriksa lokasi

dan bentuk ruam, serta rasa nyeri dan gejala-gejala lain yang dirasakan.

Dokter mungkin akan mengambil sampel kulit ruam atau cairan dari ruam

yang kemudian akan diperiksa di laboratorium jika dibutuhkan.

Sama seperti cacar air, tidak ada langkah khusus untuk menangani

herpes zoster. Tujuan pengobatannya adalah untuk mengurangi gejala

sampai selama maksimal 10 hari.

Kelompok orang yang khususnya penyakit ini sembuh dengan

sendirinya. Masa penyembuhan herpes zoster rata-rata membutuhkan

waktu 14-28 hari.

12

Page 13: REVISI EPID

Langkah pengobatan medis yang dapat dilakukan untuk

mempercepat kesembuhan sekaligus mengurangi risiko komplikasi adalah

dengan pemberian obat antivirus. Contohnya, acyclovir dan famciclovir.

Obat antivirus paling efektif jika diminum dalam tiga hari setelah ruam

muncul dan biasanya diberikan oleh dokter untuk digunakan pengidap

memerlukan obat antivirus meliputi manula dan orang dengan

sistem kekebalan tubuh yang menurun seperti pengidap kanker, HIV serta

diabetes. Selain itu, antivirus juga diberikan pada pengidap dengan ruam

atau nyeri yang parah dan jika herpes zoster berdampak pada mata.

Menangani rasa nyeri sedini mungkin juga dapat menghindarkan

pengidap dari gangguan saraf yang dapat menyebabkan rasa nyeri

berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah ruam

sembuh. Untuk mengatasi rasa nyeri, ada beberapa jenis obat yang

biasanya akan diberikan dokter. Di antaranya:

Obat pereda sakit, misalnya parasetamol, aspirin, ibuprofen dan kodein.

Obat antikonvulsan, misalnya gabapentin.

Obat antidepresan trisiklik (TCA), misalnya amitriptyline dan

nortriptyline. Dokter biasa akan meningkatkan dosis obat ini perlahan-

lahan sampai rasa nyeri dapat teratasi.

Obat antikonvulsan dan antidepresan umumnya membutuhkan

waktu beberapa minggu sampai keefektifannya dapat dirasakan pengidap.

Selain penanganan dengan obat-obatan, Anda juga dapat

melakukan langkah-langkah sederhana untuk mengurangi gejala yang

Anda alami. Misalnya dengan mengenakan pakaian berbahan lembut

seperti katun serta menutup ruam agar tetap bersih dan kering untuk

mengurangi iritasi dan risiko infeksi. Tetapi hindari penggunaan plester

atau apa pun yang berbahan perekat agar tidak menambah iritasi.

Jika ruam terasa gatal, Anda dapat menggunakan losion kalamin

untuk menguranginya. Tetapi hindarilah pemakaian antibiotik oles karena

dapat memperlambat proses penyembuhan. Sedangkan luka melepuh yang

berair dapat dirawat dan dibersihkan dengan kompres air dingin.

13

Page 14: REVISI EPID

2.1.10 Jika Tidak Mengobati Herpes Zoster

Jika tidak diobati, herpes zoster dapat menyebabkan beberapa

komplikasi serius yang meliputi:

1. Neuralgia pasca herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas

penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai

beberapa tahun. Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita diatas usia

40 tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Makin tua penderita makin

tinggi persentasenya. Sepertiga kasus diatas usia 60 tahun dikatakan akan

mengalami komplikasi ini, sedang pada usia muda hanya terjadi pada 10

% kasus.

2. Infeksi sekunder oleh bakteri akan menyebabkan terhambatnya

penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks. Vesikel

sering menjadi ulkus dan jaringan nekrotik.

3. Paralisis motorik dapat terjadi pada sebagian kecil penderita (1–5%

kasus), terutama bila virus juga menyerang ganglion anterior, bagian

motorik kranialis. Terjadinya biasanya 2 minggu setelah timbulnya erupsi.

Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma batang

tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh

spontan.6

4. Kebutaan. Jika muncul di sekitar mata, herpes zoster dapat

mengakibatkan inflamasi saraf mata yang menyakitkan, glaukoma dan

bahkan berujung pada kebutaan.

5. Gangguan pada saraf, misalnya inflamasi pada otak, masalah pada

pendengaran atau bahkan keseimbangan tubuh. Infeksi bakteri pada ruam.

6 https://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/05/29/herpes-zoster/ di akses tanggal 15 oktober

2015 pukul 12.30 wib

http://www.alodokter.com/herpes-zoster/

14

Page 15: REVISI EPID

6. Bercak putih pada bekas ruam. Ruam herpes zoster dapat menyebabkan

kerusakan pigmen kulit.

2.3 Tinjauan Kasus

2.3.1 Definisi Kasus

Herpes Zoster adalah suatu bentuk kelainan pada kulit dengan gejala awal

gatal-gatal dan kemerahan pada bagian permukaan kulit tertentu dan akan tumbuh

terus selama 1-7 hari kemudian menjadi bintil berair dan terus berubah menjadi

bintil bernanah dan selanjutnya akan mengering.

2.3.2 Analisis

Dari hasil pengamatan dan penelitian yang kami lakukan pada Mahasiswa

DIV Tingkat I di Kampus IV Poltekkes Kemenkes Malang Prodi Kediri, yaitu

dengan metode memberikan kuisioner dan wawancara terkait penyakit herpes

khususnya herpes zoster, pada 57 responden yang usianya berkisar antara 18-19

tahun, terdeteksi sejumlah 5 orang yang menderit penyakit herpes zoster.

Dari ke 5 orang tersebut beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi

yaitu factor agent, host, dan environment. Dari beberapa faktor yang

mempengaruhi tersebut yang menduduki peringkat pertama yaitu faktor

agent, dari 5 orang tersebut telah mengalami cacar air dan ketika daya tahan

tubuh (immun) melemah, virus akan kembali menyerang, jadi dapat

disimpulkan semua penderita tersebut :

Persentasenya 100% dipengaruhi oleh faktor agent, kemudian faktor

lingkungan 60% dan faktor host sebanyak 20%.

15

Page 16: REVISI EPID

Analisis menggunakan:

1. Variabel Orang

Sistem Kekebalan Tubuh

Dari ke-5 penderita herpes zoster, pada umumnya sedang

mengalami sistem kekebalan tubuh yang menurun disini system imun juga

merupakan faktor dominan yang mempengaruhi, alasannya ketika daya

tahan tubuh (immun) melemah, virus akan kembali menyerang dalam

bentuk herpes zoster dimana gejala yang ditimbulkan sama dengan

penyakit cacar air (chickenpox). Dari ke-5 responden yang mengalami

herpes zoster ini 2 orang diantaranya sedang dalam kondisi tidak fit

dikarenakan sedang sakit flu, sedangkan 3 orang lainnya sedang dalam

kondisi yang cukup baik.

Pola Aktivitas

Dari ke-5 penderita herpes zoster ini, semuanya memiliki jam

kuliah yang sama yakni pada pukul 07.30 – 15.00 WIB. Dari ke-5 orang

ini yang tidur malam selama 6 jam ada sebanyak 3 orang, yang tidur

selama 8 jam ada sebanyak 2 orang.

Pola Makan

Dari ke-5 penderita herpes zoster ini, 4 orang memiliki pola makan

yang teratur yakni 3 kali sehari dan 1 orang yang makannya tidak teratur.

Ada sebanyak 3 orang yang suka makan buah-buahan dan sayuran dan

semua responden menyatakan suka mengkonsumsi makanan

berpengawet antara lain yaitu snack dan makanan junk food. Dan semua

responden menyatakan mereka sudah tercukupi kebutuhan gizinya.

Penyakit cacar air yang pernah diderita

Seseorang yang telah mengalami cacar air kemudian sembuh,

sebenarnya virus tidak 100% hilang dari dalam tubuhnya, melainkan

bersembunyi didalam sel ganglion dorsalis system saraf sensoris penderita.

Dari ke-5 responden yang menderita herpes zoster ini semuanya telah

mengalami cacar air sebelumnya.

2. Variabel Tempat

16

Page 17: REVISI EPID

Kebersihan

Herpes zoster erat kaitannya dengan kebersihan lingkungan,

meliputi kebersihan personal, kebersihan lingkungan, dan kebersihan air.

Lingkungan yang tidak terpelihara akan gampang sekali untuk terkena

penyakit bagi para penduduknya, terutama penyakit menular. Faktor

lingkungan disini yang dimaksud adalah kebersihan air, kebersihan tempat

tinggal. Dari ke-5 responden yang mengalami herpes zoster, ke-5 orang ini

yang memakai kamar mandi secara bersama-sama, dan menguras kamar

mandi satu minggu sekali. Dan dari 5 responden ini yang menjaga

kebersihan tempat tinggalnya (kamarnya) dengan membersihkan dan

menyapu setiap hari ada sebanyak 3 orang. Dan ada 1 orang dari 5

responden yang di lingkungannya sedang ada penderita herpes zoster.

3. Variabel Waktu

Musim

Pada umumnya penderita yang mengalami herpes zoster sering

terjadi pada saat musim kemarau. Karena panasnya udara dan sehingga

membuat tubuh penderita berkeringat dan lembab dapat memicu

berkembangnya virus varicella zoster. Dari 5 responden yang mengalami

herpes zoster, semuanya dipengaruhi oleh factor musim ini, yaitu musim

kemarau.

2.3.3 Cara Pencegahan Herpes Zoster

Langkah pencegahan utama yang dapat dilakukan untuk menurunkan

risiko munculnya herpes zoster adalah dengan menerima vaksin herpes zoster

serta cacar air. Walau tidak mencegah terkena herpes zoster sepenuhnya,

setidaknya vaksinasi ini dapat mengurangi keparahan gejala yang akan

dialami jika terserang penyakit ini.

Pencegahan sedini mungkin untuk jenis penyakit kulit seperti ini adalah

dengan menjaga kebersihan lingkungan. Kebersihan pakaian terutama handuk

dan pakaian dalam, mencucinya harus benar-benar bersih, sekali waktu

rendam pakaian dalam air hangat untuk membunuh kuman-kuman penyebab

17

Page 18: REVISI EPID

sakit kulit. Jadi perlu ditanamkan pada adik-adik kita dan kita sendiri

bagaimana menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Epidemiologi deskriptif adalah ilmu yang menggambarkan penyebaran/

distribusi penyakit yang terjadi di masyarakat berdasarkan variabel epidemiologi

18

Page 19: REVISI EPID

yang mempengaruhinya. Variabel epidemiologi tersebut dikelompokan menurut:

orang (person),tempat (place) dan waktu (time).

Herpes zoster (nama lain: shingles atau cacar ular cacar api) adalah penyakit

yang disebabkan oleh virus varicella-zoster. Herpes zoster bukan herpes genital

atau herpes simplex, oleh karenanya herpes zoster yang merupakan bawaan dari

penyakit cacar air atau varisela zoster tidak akan menular pada orang lain menjadi

herpes zoster juga, kecuali orang tersebut belum pernah terkena cacar air, maka ia

bisa terjangkit cacar air.

Definisi kasus menurut kami, herpes zoster adalah suatu bentuk kelainan pada

kulit dengan gejala awal gatal-gatal dan kemerahan pada bagian permukaan kulit

tertentu dan akan tumbuh terus selama 1-7 hari kemudian menjadi bintil berair

dan terus berubah menjadi bintil bernanah dan selanjutnya akan mengering.

Secara umum, seluruh jenis penyakit herpes dapat menular melalui kontak

langsung. Namun pada herpes zoster, seperti yang terjadi pada penyakit cacar

(chickenpox), proses penularan bisa melalui bersin, batuk, pakaian yang tercemar

dan sentuhan keatas gelembung/lepuh yang pecah. Bagi seseorang yang belum

pernah mengalami cacar air, apabila terserang virus varicella zoster maka tidak

langsung mengalami penyakit herpes akan tetapi mengalami cacar air telebih

dahulu.

Dari hasil pengamatan dan penelitian yang kami lakukan pada Mahasiswa

DIV Tingkat I di Kampus IV Poltekkes Kemenkes Malang Prodi Kediri, yaitu

dengan metode memberikan kuisioner dan wawancara terkait penyakit herpes

khususnya herpes zoster, pada 57 responden yang usianya berkisar antara 18-19

tahun, terdeteksi sejumlah 5 orang yang menderita penyakit herpes zoster. Dari ke

5 orang tersebut beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu factor agent,

host, dan environment. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi tersebut yang

menduduki peringkat pertama yaitu faktor agent, dari 5 orang tersebut telah

mengalami cacar air dan ketika daya tahan tubuh (immun) melemah, virus akan

kembali menyerang, jadi dapat disimpulkan semua penderita tersebut :

19

Page 20: REVISI EPID

Persentasenya 100% dipengaruhi oleh faktor agent, kemudian faktor

lingkungan 60% dan faktor host sebanyak 20%.

Analisis menggunakan:

4. Variabel Orang

Sistem Kekebalan Tubuh

Pola Aktivitas

Pola Makan

Penyakit cacar air yang pernah diderita

5. Variabel Tempat

Kebersihan, meliputi : kebersihan personal hygiene, kebersihan

lingkungan dan kebersihan air

6. Variabel Waktu

Musim : musim kemarau

3.2 Saran

Surveilans kesehatan masyarakat sangat dibutuhkan dalam perencanaan

dan penanggulangan penyakit. Maka dari itu dalam pengoperasian data

surveilans haruslah relevan dan akurat sehingga dalam pengambilan keputusan

menjadi tepat sasaran.

Untuk menghindari terjadinya herpes zoster, maka sebaiknya kita selaku

petugas medis sebaiknya memberi contoh masyarakat untuk menerapkan

perilaku hidup bersih dan sehat, dan juga tidak mengkonsumsi makanan

sembarangan yang belum teruji kesehatannya.

Untuk para pembaca diharapkan dapat menjaga pola hidup sehat agar

dapat meminimilisir kemungkinan terjadinya penyakit, karena lebih mudah

mencegah daripada mengobati.

20

Page 21: REVISI EPID

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster di akses tanggal 14 Oktober 2015

pukul. 13.25 WIB

Dumasari, Ramona Lubis. Varicella dan Herpes Zoster.Jakarta:Gramedia, 2008

Dr. nico A. dkk. Maajemen hidup sehat. Jakarta: IKAPI tahun 2006 hlm 127

http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2014/03/penyakit-herpes-zoster.html di akses

tanggal 15 oktober 2015 pukul 12.00 WIB

https://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/05/29/herpes-zoster/ di akses

tanggal 15 oktober 2015 pukul 12.30 WIB

http://www.teruskan.com/18871/cara-mengatasi-dan-mencegah-penyakit-

herpes.html

di akses tanggal 20 oktober 2015 pukul 21.00 WIB

http://www.alodokter.com/herpes-zoster/ di akses tanggal 20 oktober 2015 pukul

21.40 WIB

http://helpingpeopleideas.com/publichealth/pengertian-surveilans/ di akses

tanggal 21 oktober 2015 pukul 06.00 WIB

21

Page 22: REVISI EPID

22