Makalah Blok 16
-
Upload
vindi-nazhifa -
Category
Documents
-
view
39 -
download
0
Transcript of Makalah Blok 16
PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga
kali sehari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.Diare akut
adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut
World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut didefinisikan
sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung
kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak
adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit. Diare akut
sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi
juga di negara maju. Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan
ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah
kesehatan.
1
ISI
Anamnesis
1. Identitas pasien : nama, alamat, usia, pekerjaan, status, agama.
2. Keluhan utama : diare
3. Keluhan tambahan : perut kembung, mulas, melilit, mual, tidak muntah, dan demam
4. Riwayat penyakit sekarang : BAB cair, frekuensi 3x sehari, berwarna kecoklatan,
terdapat lendir, tidak terdapat darah, sehari terakhir frekuensi BAB meningkat dengan
konsistensi yang sama seperti hari sebelumnya.
5. Riwayat penyakit dahulu: apa pernah menderita penyakit ini sebelumnya? Jika
pernah, diobati dengan obat apa?
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan tanda vital : suhu, tekanan darah, nadi, pernapasan.
2. Pemeriksaan abdomen :
- Inspeksi
- Palpasi => terdapat nyeri tekan di regio umbilikalis
- Perkusi
- Auskultasi => bising usus meningkat
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium:
- Pemeriksaan darah tepi
- Ureum kreatinin
- Elektrolit
- Pemeriksaan tinja
- Pemeriksaan giardiasis elisa
2
- Serologi amuba
2. Foto abdomen
3. Rektoskopi/sigmoidoskopi: atas indikasi (diare berdarah)
Differential Diagnosis (DD)
1. Diare non-inflamasi diarrhea dengan kelainan yang ditemukan di usus halus bagian
proksimal. Diare disebabkan adanya enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan
volume yang besar tanpa lendir dan darah, yang disebut dengan Watery diarrhea. Keluhan
abdominal biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, gejala dan tanda dehidrasi cepat
timbul. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mikroorganisme
penyebab seperti, V.cholerae, Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Salmonella.
2. Penetrating diarrhea lokasi pada bagian distal usus halus. Penyakit ini disebut juga
Enteric fever, Chronic Septicemia, dengan gejala klinis demam disertai diare. Pada
pemeriksaan tinja secara rutin didapati leukosit mononuclear. Mikrooragnisme penyebab
biasanya S. Thypi, S. Parathypi, S. Enteritidis, S. Cholerasuis, Y. Enterocolitidea, dan C.
Fetus.
Working Diagnosis (WD)
Diare enteroinvasif
Biasanya gejala klinis yang menyertai adalah keluhan abdominal seperti mulas sampai nyeri
seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada
pemeriksaan makroskopis tinja rutin ditemukan lendir dan/atau darah, secara mikroskopis
didapati leukosit polimorfonuklear. Beberapa agen infeksi yang dapat menyebabkan diare
3
inflamasi antara lain dari golongan protozoa adalah Entamoeba Hystolitica, dari golongan
bakteri adalah Shigella Entero Invasive E.coli (EIEC),V.parahaemolitycus, C.difficile, dan
C.jejuni, dan dari golongan cacing adalah Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
(cacing tambang).
Etiologi dan Gejala Klinis
Penyebab dan gejala klinis diare akibat infeksi invasif:
Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme
Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon
melalui enterotoksin dan invasi bakteri.
Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB
berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair
tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata
pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 – 4 minggu.
Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.
Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala pernapasan,
gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome. Artritis
oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak terjadinya disentri.
Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur
feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.
Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari
keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk
mempersingkat berlangsungnya penyakit dan penyebaran bakteri. Trimetoprim-
sulfametoksazole atau fluoroquinolon dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik
yang dianjurkan.
Salmonella nontyphoid
4
Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika Serikat.
Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan penyebab. Awal penyakit
dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang
abdomen. Occult blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.
Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih. Kultur darah
positip pada 5 – 10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada pasien terinfeksi HIV.
Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan hidrasi adekuat.
Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena dapat meningkatan resistensi bakteri.
Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi salmonellosis, usia ekstrem ( bayi dan berusia >
50 tahun), immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal (osteomilitis, abses).
Pilihan antibiotik adalah trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolone seperti
ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari atau Sephalosporin generasi
ketiga secara intravena pada pasien yang tidak dapat diberi oral.
Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid. Demam
tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri abdomen,
dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan
memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Sumber
organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.
Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem retikuloendotelial,
menyebabkan hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer pacthes di dalam usus halus.
Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat menyebabkan perforasi usus halus atau
perdarahan gastrointestinal.
Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu
pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan
temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu kedua
terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan
peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru-
5
biruan dan berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan
klinis.
Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif pada 90% pasien
pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif pada minggu kedua dan
ketiga. Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka waktu penyakit.
Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung empedu dapat menjadi karier dari
pasien yang telah sembuh dari penyakit akut.
Pilihan obat adalah klorampenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2 minggu. Jika terjadi
resistensi, penekanan sumsum tulang, sering kambuh dan karier disarankan sepalosporin
generasi ketiga dan flourokinolon. Sepalosforin generasi ketiga menunjukkan efikasi sangat
baik melawan S. Thypi dan harus diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti
ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari, telah menunjukkan efikasi yang tinggi
dan status karier yang rendah. Vaksin thipoid oral (ty21a) dan parenteral (Vi)
direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.
Campylobakter
Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering ditemukan
pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan invasi pada mukosa.
Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari asimtomatis sampai
sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah organisme masuk. Diare dan
demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan feses berdarah hingga 50-70%.
Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam, mual, muntah dan malaise. Masa
berlangsungnya penyakit ini 7 hari.
Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur feses dapat ditemukan
adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif terhadap eritromisin dan quinolon, namun
pemakaian antibiotik masih kontroversi. Antibiotik diindikasikan untuk pasien yang berat
atau pasien yang nyata-nyata terkena sindroma disentri. Jika terapi antibiotik diberikan,
eritromisin 500 mg 2 kali sehari secara oral selama 5 hari cukup efektif. Seperti penyakit
diare lainnya, penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi utama.
6
Vibrio non-kolera
Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya gastroenteritis. V
parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah dihubungkan dengan konsumsi
kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan dengan
membuat kultur feses yang memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan
cairan. Antibiotik tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan
diare parah atau diare lama, direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.
Yersinia
Spesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif. Diklasifikasikan sesuai dengan
antigen somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut menginvasi epitel usus. Yersinia
menghasilkan enterotoksin labil. Terminal ileum merupakan daerah yang paling sering
terlibat, walaupun kolon dapat juga terinvasi.
Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen, yang dapat diikuti
dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema multiforme). Feses berdarah dan
demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis, mual, muntah dan ulserasi pada mulut.
Diagnosis ditegakkan dari kultur feses. Penyakit biasanya sembuh sendiri berakhir dalam 1-3
minggu. Terapi dengan hidrasi adekuat. Antibiotik tidak diperlukan, namun dapat
dipertimbangkan pada penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi Aminoglikosid dan
Kuinolon nampaknya dapat menjadi terapi empirik pada sepsis.
Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)
EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi akibat
makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah asupan makanan
atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan penyebab utama diare infeksius. Subtipe
0157 : H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS).
Centers for Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai
7
penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin shiga,
yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan ginjal.
Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12 kali
perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Nyeri abdomen
berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan
abdomen didapati distensi abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam
terjadi pada 1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit. Lekositosis
sering terjadi. Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau timbulnya lekosit.
Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%), trombositopenia (<150
x 109/L), dan insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah diagnosa HUS.
HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena diare. Faktor
resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun) dan penggunaan anti
diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko. Hampir 60% pasien dengan HUS
akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke penyakit ginjal tahap akhir dan
30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit trombositopenik purpura dapat
terjadi tetapi lebih jarang dari pada HUS.
Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe biasanya
dilakukan pada laboratorium khusus.
Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan vaskuler.
Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko komplikasi infeksi EHEC.
Nyatanya pada beberapa studi yang menggunakan antibiotik dapat meningkatkan resiko
HUS. Pengobatan antibiotik dan anti diare harus dihindari. Fosfomisin dapat memperbaiki
gejala klinis, namun, studi lanjutan masih diperlukan.
Aeromonas
Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Aeromonas
menghasilkan beberapa toksin, termasuk hemosilin, enterotoksin, dan sitotoksin.
Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses berdarah. Penyakit
sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan kotoran.
8
Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan diare panjang atau kondisi yang
berhubungan dengan peningkatan resiko septikemia, termasuk malignansi, penyakit
hepatobiliar, atau pasien immunocompromised. Pilihan antibiotik adalah trimetroprim
sulfametoksazole.
Plesiomonas
Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Kebanyakan
kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air tanpa olah dan perjalanan ke
daerah tropik, Gejala paling sering adalah nyeri abdomen, demam, muntah dan diare
berdarah. Penyakit sembuh sendiri kurang dari 14 hari. Diagnosa ditegakkan dari kultur feses.
Antibiotik dapat memperpendek lamanya diare. Pilihan antibiotik adalah tritoprim
sulfametoksazole.
Manifestasi Klinis
Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari
penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang
berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga
berupa transmisi dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya: rota
virus, atau melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung/produksi toksin akan menyebabkan diare
sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah, dengan atau tanpa demam
yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek/cair.
Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minuman
yang terkontaminasi.
Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang
adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
9
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Sedangkan kehilangan bikarbonas, menyebabkan perbandingan bikarbonas dan asam
karbonas berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa
(pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas
agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan denga tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt,
tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung
eksterimitas dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga
dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dengan sangat dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pada
pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkkulasi paru-paru.
Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang
menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare inflamasi dengan
gejala mual, muntah dan demama yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare disertai
darah dan lendir.
Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat diperkirakan
berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari terakhir, dan
anamnesis/observasi bentuk diare.
Epidemiologi
Pada tahun 1995 diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari
3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut dinegara berkembang terjadi terutama
10
pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal
didaerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang
tidak memenuhi sarat, keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya, kurangnya
sumber bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat
pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.
Di Amerika Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare karena
infeksi berkurang. Dara dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
menunjukkan bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia coli, dan
Yersinia berkurang berkisar 20-30% berkat perhatian atas kebersihan dan keamanan
makanan. Sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut
karena infeksi masih menduduki peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa
yang datang berobat ke rumah sakit.
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang
disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan
antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi
pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.
Patogenesis
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah
faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri
atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman
lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi
mukosa, dan enzim pencernaan.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella terbukti dapat menyebabkan serangan
infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi oleh V.
cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit,
serta mengurangi absorbsi elektrolit, tambahan lagi akan mengurangi kecepatan eliminasi
sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis
11
pada mereka yang kekurangan IgA, demikian pula diare yang terjadi pada penderita
HIV/AIDS karena gangguan imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus
dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi
yang dapat merusak sel mukosa, kemampan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat
menginduksi diare.
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi invasif :
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel
terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan
multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi
inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat
vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan
sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa
lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
2. Memberikan terapi simptomatik
3. Memberikan terapi definitif
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
Ada hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat,
yaitu:
12
Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan cairan pilihan
karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila
dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja.
Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberkan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya
ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik.
Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan,
tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak
terjadi rehidrasi dengan berbagai akibatnya.
Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan
sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat
dihitung dengan memakai cara:
BJ Plasma dengan memakai rumus:
Kebutuhan cairan:
BJ Plasma – 1.025 x BB (Kg) x 4 ml
0.001
Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/skor sebagai
berikut:
Pemeriksaan Skor
Rasa haus/muntah 1
Suara serak 2
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
13
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekwensi Nadi > 120 x/menit 1
Frekwensi nafas > 30 x/menit 1
Turgor kulit menurun 1
Facies cholerica/wajah keriput 2
Ekstremitas dingin 1
Washer’s woman’s hand 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2
Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (Kg) x 1 Liter
Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada orang dewasa dapat melalui
oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya
berkisar antara 20 gr glukosa, 3.5 gr NaCl, 2.5 gr Na bikarbonat dan 1.5 gr KCl per liter air.
Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan
mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral
pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking
soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan
untuk mengganti kalium. Cairan per oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi
setelah rehidrasi inisial.
Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung dengan rumus BJ
plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar
tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni
untuk jam ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan
rehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
2. Memberikan terapi simptomatik
Obat anti diare:
a. Kelompok antisekresi selektif
14
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang
bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat
bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini
tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang
dapat pula digunakan lebih aman pada anak.
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan
atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3
– 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi
feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup
aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
c. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas
dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui
efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat
merangsang sekresi elektrolit.
d. Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia),
Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus
dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi
kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air
atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces
boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
15
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan
keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.
3. Memberikan terapi definitif
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40%
kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian
antibiotik di indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam,
feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,
persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien
immunocompromised. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
- V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau kortimoksazol dosis awal 2 x
3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7 hari atau
golongan Fluoroquinolon.
- ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.
- S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr
- Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2 minggu atau
Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-10 hari, atau Ciprofloksasin 2 x
500 mg selama 14 hari.
- Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin atau norfloxacin
oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari.
- Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5 hari.
- Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x 250 mg, anak: 30-
50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama
5-7 hari.
- Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr selama 3 hari.
- Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x 100 mg/hr
selama 5 hari.
16
- Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari
- Virus: simptomatik dan suportif.
Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik
yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada
ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh
EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-
14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan
obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
Pencegahan
17
- Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci
tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Karena
makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian
khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang
digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau, sungai atau
sumur, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di
danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. Semua buah dan
sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan,
atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah
tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.
- Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan
ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk
V. colera, dan demam tiphoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan
tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan
durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 %
efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga
melindungi 70 %, hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang
lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua
hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal.
18
PENUTUP
Kesimpulan
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara
maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat
diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi
spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan
cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik,
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang baik
merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
19
DAFTAR PUSTAKA
Sya’roni, Akmal. 2007. Disentri Basiler. In : Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Umar Zein, Kholid, dan Josia. 2004. Diare akut Disebabkan Bakteri. library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=index&req=getit&lid=1285.
Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M, Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-Hepatologi Update 2004. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2004. 67-79.
Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-305.
Isaulauri E. Probiotics for Infectious Diarrhoea. Gut 2005; 52: 436-7.
20