Blok 16 Dona

21

Click here to load reader

description

pbl

Transcript of Blok 16 Dona

Page 1: Blok 16 Dona

BERADONA10-2009-011Kelompok C2

Gastroesofageal Refluks Desease(GERD)

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA FAKULTAS KEDOKTERAN

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510

PENDAHULUAN

Penyakit Gastroesofageal refluks (Gastroesophageal refluks disease/GERD) adalah suatu

keadaan patologis sebagai akibat refluks cairan lambung ke dalam esophagus, dengan

berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring, laring, dan saluran nafas

yang dapat menimbulkan berbagai gejala di esophagus maupun ekstra esophagus, dari ringan

sampai berat. Penyakit GERD ini bersifat multifaktoral.

Keadaan GERD umumnya ditemukan pada populasi di negara – negara Barat, namun

dilaporkan relatif rendah insidennya di negara-negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan

bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn atau regurgitasi)

sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan.

Sedangkan di Indonesia masih belum ada data epidemiologi dari penyakit ini. Tingginya

gejala refluks pada populasi di Negara-negara barat diduga karena factor daripada diet dan

meningkatnya obesitas.

1

Page 2: Blok 16 Dona

ISI

A. ANAMNESIS

Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit dan

menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena

sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis.

1. Identitas: menanyakan nama, umur, jenis kelamin, pemberi informasi (misalnya pasien,

keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.

2. Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang

dihadapinya. Apa yang menyebabkan pasien dating kepada kita (sebagai dokter)?

3. Riwayat penyakit sekarang (RPS).

Pertanyaan Uraian

Minum Obat Apakah sebelumnya pernah mnum obat?

Berat badan Berkurang/bertambah/tetap. Jika mengalami

perubahan berapa banyak dan berapa lama ?

Diet Termasuk tentang obat-obatan (terutama obat

pencuci perut, obat yang merangsang lambung,

antibiotik dan steroid)

Konsumsi Soft Drink dan

Jamu

Berapa lama ?

Nyeri abdominal Rasa nyerinya bagaimana? Rasa terbakar?

Muntah Setelah mkan? Interval waktu muntahnya berapa

2

Page 3: Blok 16 Dona

lama? Berapa banyak ? berapa sering ? Isi ?

Rasa Pahit di Lidah Apakah merasakan Pahit di lidah?

Memperberat/Meringankan

KU

Pada keadaan apa yang memperberatkan

/meringankan KU???

4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):

- Apakah ada penyakit lain sebelum keluhan sekarang? Asma, Jantung, DM, Maag?

5. Riwayat Penyakit Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah

kesehatan pada anggota keluarga.

- Apakah keluarga ada terkena penyakit seperti ini juga?

B. PEMERIKSAAN FISIK dan PENUNJANG

1. Pemeriksaan Fisik

Pada GERD pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik abdomen.

Pemeriksaan fisik abdomen terdiri dari 4 tahapan, yakni inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi, hanya urutannya berbeda, yaitu auskultasi dilakukan setelah inspeksi,

mendahului perkusi. Hal ini dimaksudkan agar interprestasi hasil auskultasi tidak

salah, oleh karena setiap manipulasi pada abdomen akan mengubah bunyi peristaltik

usus. Dalam memudahkan melakukan pemeriksaan abdomen maka dibagi berdasarkan

kuadran dan region. Pembagian abdomen berdasarkan kuadran dibagi menjadi 4, yaitu

kuadran kanan atas, kuadran kanan bawah, kuadran kiri atas dan kuadran kiri bawah.

Sedangkan pembagian berdasarkan region dibagi menjadi 9, epigastrium, kanan-kiri,

umbilicus, lumbal kanan-kiri, supra pubik, inguinal kanan-kiri.

3

Page 4: Blok 16 Dona

Inspeksi

- Bentuk perut : datar/membuncit/cekung dan simetris/asimetris.

- Bekas luka : pada bagian depan, yaitu kolesistektomi, laparotomi, reseksi

kolon, appendiktomi, hernioraphy, SC. Sedangkan bagian belakang,

adrenalektomi, nefrektomi.

- Dinding perut : adanya pembuluh darah kolateral/ caput medusa/ hernia/ striae.

- Benjolan/ massa diperut, seperti hepatoma dan mioma.

- Gerakan dinding perut : adanya pulsasi dan peristaltik.

Auskultasi

- Melakukan auskultasi pada kuadran abdomen.

- Mendengar peristaltik usus, terdengar atau tidak terdengar, terdengar menurun,

meningkat atau normal.

- Mendengar bunyi patologis pada abdomen : metaliksound (ileus paralitik),

bruit hepar (hepatoma), dll.

Palpasi

- Sebelum memulai palpasi hangatkan kedua tangan.

- Mulai palpasi pada bagian yang tidak nyeri sedangkan bagian yang nyeri

dipalpasi paling akhir.

- Nyeri pada kuadran kanan atas biasanya disebabkan oleh hepatomegali,

hepatitis. Nyeri pada kuadran kiri atas biasanya dan paling sering disebabkan

oleh spenomegali.

- Palpasi hati : tidak teraba/ teraba/pembesaran (dg ukuran jari atau cm dari

arcus costae kanan dan dibawah pocesus xyphoideus)/ tepi (tajam/ tumpul)/

konsistensi (lunak/ kenyal/ keras)/ permukaan (licin/ berbenjol-benjol)/ nyeri/

tidak.

4

Page 5: Blok 16 Dona

- Palpasi limpa : pada garis Schuffner I-VIII, bagaimana ukuran, konsistensi,

nyeri/ tidak.

- Palpasi ginjal : pemeriksaan Balotement.

- Palpasi khusus : appendicitis (pada titik McBurny, pemeriksaan nyeri lepas/

nyeri kontralateral), cholesistitis (pemeriksaan Murphy sign), ascites

(pemeriksaan Undulasi dan Shifting dullness).

Perkusi

Dilakukan pada semua kuadran.

2. Pemeriksaan Penunjang

Endoskopi.

Pemeriksaan endoskopi untuk menentukan ada tidaknya kelainan di esophagus,

misalnya esofagitis, tukak esophagus, akhalasia, striktura, tumor esophagus, varises

di esophagus. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan Gold

Standart untuk diagnosis GER dengan ditemukannya mucosal break di esophagus.1

Kontras media barium

Pada pemeriksaan ini diberikan kontras media barium. Perlu diamati secara

fluroskopi jalannya barium di dalam esofagus perlu diperhatikan peristaltik terutama

di bagian distal (sfingter esofagus bagian distal = SED). Bila ditemukan refluks

barium dari lambung kembali ke esofagus maka dapat dinyatakan adanya GER.

Kelainan struktur dari esophagus tersebut sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan

endoskopi dan biopsi. Sebaliknya bila ditemukan ada dugaan kelainan motilitas,

sebaiknya dilakukan manometri esofagus, selanjutnya baru dilakukan pemeriksaan

endoskopi.

Pemantauan pH 24 jam

Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus.

Episode ini dapat memonitor dan direkam dengan menmpatkan mikroelektroda pH

pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat

memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH di bawah 4 pada jarak 5 cm

diatas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesophageal.

C. WORKING DIAGNOSIS dan DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

5

Page 6: Blok 16 Dona

1. Working Diagnosis

Gastroesofageal refluks (Gastroesophageal refluks disease/GERD) adalah suatu

keadaan patologis sebagai akibat refluks cairan lambung ke dalam esophagus, dengan

berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring, laring, dan saluran

nafas yang dapat menimbulkan berbagai gejala di esophagus maupun ekstra

esophagus, dari ringan sampai berat. Keluhan rasa terbakar dan nyeri dada di bagian

tengah, yang kemudian disusul dengan timbulnya rasa seperti muntah dengan mulut

masam (regurgitasi).

2. Differential Diagnosis

Dispepsia

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan

gejala atau keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman diulu hati,

kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh atau

begah. Keluhan ini tidak selalu sama pada tiap pasien dan bahkan pada satu pasien

pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari jenis keluhan maupun

kualitasnya. Jadi dispepsia bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan

suatu sindrom.

NERD

Gejala dengan GERD hampir sama hanya mucosal break. Pada NERD tidak

ditemukannya Mucosal break sedangkan pada GERD ada mucosal break.

D. ETIOLOGI

Penyakit GERD ini bersifat multifaktoral. Esofagitis dapat terjadi akibat dari refluks

gastroesofageal apabila terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat

dengan mukosa esophagus, terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esophagus walaupun

waktu kontak antara bahan refluksat esophagus tidak cukup lama.

E. EPIDEMIOLOGI

Keadaan GERD umumnya ditemukan pada populasi di negara – negara Barat, namun

dilaporkan relatif rendah insidennya di negara-negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan

6

Page 7: Blok 16 Dona

bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn atau regurgitasi)

sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan.

Sedangkan di Indonesia masih belum ada data epidemiologi dari penyakit ini. Tingginya

gejala refluks pada populasi di Negara-negara barat diduga karena factor daripada diet dan

meningkatnya obesitas.

F. PATOFISIOLOGI

Esophagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan oleh

kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan

dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan,

atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke

esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3

mmHg). Peran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES

menyebabkan refluks retrograd pada saat terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen.

Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor – faktor

yang menurunkan tonus LES yaitu adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES,

makin rendah tonusnya), obat – obatan (antikolinergik, beta-adrenergik, theofilin, opiat, dan

lain – lain), faktor hormonal.2,3

Pada pemeriksaan manometri, tampak bahwa pada kasus–kasus GERD dengan tonus LES

yang normal yang berperan dalam terjadinya proses refluks ini adalah transient LES

relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan yang berlangsung lebih kurang

5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR tetapi

7

Page 8: Blok 16 Dona

pada beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat

(delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung.

Hubungan antara hernia hiatus dan GER masih controversial, meskipun 50–60% penderita

dengan hiatus hernia menunjukkan tanda esofagitis secara endoskopik, sekitar 90 % esofagitis

disertai dengan hiatus hernia. Ini menunjukkan bahwa hiatus hernia merupakan faktor

penunjang terjadinya GERD karena kantong hernia mengganggu fungsi LES, terutama pada

waktu mengejan. Dewasa ini LES terbukti memegang peranan penting untuk mencegah

terjadinya GERD. Namun harus diingat bahwa refluks bisa saja terjadi pada tekanan SED

yang normal. Ini yang dinamakan “Inappropriate”, atau “Transient Sphincter Relaxation”,

yaitu pengendoran sfingter yang terjadi di luar proses telan.

- Hernia hiatus → LES inkompeten → Erosif GERD - Hiatus hernia → TLESRs lebih sering

terjadi. Faktor hormonal (cholecystokinin, secretin) dapat menurunkan tekanan LES seperti

yang terjadi setelah makan hidangan yang berlemak. Pada kehamilan dan pada penderita yang

menggunakan pil KB yang mengandung progesteron/-estrogen, tekanan LES juga turun.

Isi lambung dan pengosongannya GERD lebih sering terjadi sewaktu habis makan daripada

keadaan puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih

banyak isi lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang

lambat akan menambah kemungkinan refluks tadi. Factor – factor yang berperan penting pada

bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi, peristaltic, ekresi air liur dan bikarbonat.

8

Page 9: Blok 16 Dona

Setelah terjadi refluks sebagian besar bahan refluksut akan kembali ke lambung dengan

dorongan peristaltic yang dirangsang oreh proses menelan. Sisanya akan dintralisir oleh

bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esophagus. Mekanisme bersihan

ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan refluksat sengan esophagus (waktu

transit esophagus) makin besar kemungkinan terjadi esofagitis. Refluks pada malam hari lebih

besar berpotensi menimbulkan kerusakan esophagus karena selama tidur sebagian besar

mekanisme bersihan esophagus tidak aktif.

Daya perusak bahan refluks Asam pepsin dan mungkin juga asam empedu/lysolecithin yang

ada dalam bahan refluks mempunyai daya perusak terhadap mukosa esophagus.

G. GEJALA KLINIS

Keluhan rasa terbakar dan nyeri dada di bagian tengah, yang kemudian disusul dengan

timbulnya rasa seperti muntah dengan mulut masam (regurgitasi). Rasa terbakar tersebut

dirasakan terutama pada waktu makan, dan dirasakan sepanjang hari. Selain keluhan tersebut

juga timbul rasa panas dan pedih di ulu hati, mual, bahkan sering disusul dengan muntah.

Walaupun demikian ada tiga keluhan utama yang sering diajukan pada panderita, yaitu : rasa

panas dan pedih di dada bagian tengah, regurgitasi, dan disfagia. Penyebab dari keluhan

tersebut di atas adalah sebagai akibat dari gangguan motilitas di esophagus, dan di lambung.

Gangguan motilitas di esophagus biasanya terjadi karena tonus sfingter bagian distal

esophagus menurun. Sedangkan gangguan motilitas di lambung karena berkurangnya

peristaltik terutama di antrum dan pylorus sehingga waktu pengosongan lambung menurun.

Sfingter esophagus bagian distal berperanan penting sebagai mekanisme anti refluks pada

kardia. Jadi, berkurangnya tonus sfingter esophagus bagian distal, maka peristaltik di kardia

akan terganggu atau lambat membuka, sehingga makanan / minuman terasa lambat turunnya,

bahkan dapat menyebabkan timbulnya refluks. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan

berkurangnya tonus esophagus bagian distal adalah : makan yang berlemak, merokok, obat –

obatan diantaranya : antikholinergik, aminofilin, benzodiazepine, nitrate.4

9

Page 10: Blok 16 Dona

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan adalah untuk menyembuhkan lesi esophagus, mengurangi/menghilangkan

terjadinya refluks, menetralisir bahan refluks, memperbaiki tekanan LES, mempercepat

pembersihan esophagus, menghilangkan keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki

kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi. Ada 2 macam pengobatan GERD, yaitu

Medik dan Non Medik.3,4

1. Medika Mentosa

Antasida

Untuk menghilangkan rasa nyeri dan menetralisir asam lambung. Antasida kurang

memuaskan karena waktu kerjanya singkat dan tidak dapat diandalkan untuk menetralisir

sekresi asam tengah malam. Ada resiko terjadinya sekresi asam yang melambung

kembali (rebound acid secretion), dan menimbulkan efek samping diare atau konstipasi.

Terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Dosis:4×1 sendok makan sehari.

Antagonis Reseptor H2

Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang

serta tanpa komplikasi.

Dosis pemberian :

- Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg

- Ranitidin : 4 x 150 mg

- Famotidin : 2 x 20 mg

- Nizatidin : 2 x 150 mg

Penghambat Pompa Proton (PPI)

Drug of choice dalam pengobatan GERD. Bekerja langsung pada pompa proton sel

parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir

proses pembentukan asam lambung. Sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta

penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat serta yang

refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2.

Dosis yang diberikan untuk GERD adalah dosis penuh :

10

Page 11: Blok 16 Dona

- omeprazole : 2 x 20 mg

- pantoprazole : 2 x 40 mg

- lanzoprazole : 2 x 30 mg

- esomeprazole : 2 x 40 mg

- raberprazole : 2 x 10 mg

Obat-obat prokinetik

Obat prokinetik mempunyai sifat memperbaiki motilitas dan mempercepat peristaltik

saluran makan, di samping meninggikan tekanan LES.

Metoclopramid : merupakan senyawa golongan benzamid. Mekanismenya di saluran

cerna yaitu untuk potensiasi efek kolinergik, memberi efek langsung pada otot polos,

dan menghambat dopamin. Secara farmakodinamik, obat ini memperkuat tonus LES

dan meningkatkan amplitude kontraksi esofagus. Di lambung, memperbaiki koordinasi

kontraksi antrum dan duodenum, sehingga mempercepat pengosongan lambung.

Dosis : 3 x 10 mg

Domperidon

Domperidon adalah derivate benzimidazol, dan merupakan antagonis dopamin perifer

yang merangsang motilitas saluran makan serta mempunyai khasiat anti muntah. Obat

ini berkhasiat untuk pengobatan refluks gastroesofageal, sindroma dyspepsia,

gastroparesis, anoreksia nervosa. Pemberian domperidon akan meningkatkan tonus

LES. Di samping itu akan meningkatkan koordinasi antro-duodenal, yaitu dengan jalan

meningkatkan kontraktilitas serta menghambat relaksasi lambung, sehingga

pengosongan lambung lebih dipercepat. Efek samping domperidon lebih rendah

daripada metoclopramid karena tidak memperngaruhi reseptor saraf pusat. Dosis : 3 x

10 – 20 mg sehari

Cisapride

CIsapride merupakan derivate benzinamid, dan tergolong obat prokinetik baru yang

memperbaiki gangguan motilitas seluruh saluran makan. Jadi obat ini mempunyai

spektrum luas. Dosis : 3 x 10 mg sehari

Sukralfat

Sukralfat (aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat) Obat ini bekerja dengan cara

meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCL di esofagus

11

Page 12: Blok 16 Dona

serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman

diberikan karena diberikan secara topikal (sitoprotektif). Dosis : 4 x 1 gram

2. Non Medika

Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD,

namun bukan pengobatan primer. Namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk

mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan. Hal yang perlu dilakukan

dalam modifikasi gaya hidup adalah meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta

menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan meningkatkan bersihan asam selama

tidur serta mencegah refluks asam dari lambung esophagus. Berhenti merokok dan

mengkonsumsi alkhohol karena dapat menurunkan LES sehingga mempengaruhi sel-

sel epitel. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan karena

dapat menimbulkan distasi lambung. Menurunkan berat badan, menghindari

makanan/minumman seperti coklat, kopi, the, minuman bersoda karena dapat

menstimulasi sekresi asam. Menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES

seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium dan progesterone.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah striktur dan perdarahan. Sebagai dampak adanya

rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esophagus, dapat terjadi perubahan

mukosa esophagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang metaplastik. Keadaan ini

disebut sebagai esophagus Barret (barrett’s esophagus) dan merupakan suatu keadaan

premaligna. Resiko terjadinya karsinoma pada Barrett’s esophagus adalah sampai 30-40 kali

dibandingkan populasi normal.

J. PENCEGAHAN

Setelah makan jangan cepat berbaring, hindari mengangkat barang berat, Hindari pakaian

yang ketat, terutama di daerah pinggang, Penderita yang gemuk, perlu diturunkan berat badan,

Biasakan tidur dengan lambung yang tidak diisi penuh, Tempat tidur di bagian kepala

ditinggikan, Sebelum tidur jangan makan terlalu kenyang, Hindari makanan berlemak,

Kurangi atau hentikan minum kopi, alkohol, coklat, Jangan merokok. Mneghentikan jika

12

Page 13: Blok 16 Dona

mungkin penggunaan obat-obat yang dapat mengiritasi secara langsung mukosa esophagus

seperti tetrasiklin, quinolon, KCL, garam besi, aspirin dan AINS.

K. POGNOSIS

Baik apabila ditangani dengan cepat.

KESIMPULAN

Patofisiologi GERD perlu dimengerti lebih baik lagi. Pengobatan harus diarahkan pada faktor

etiologi dan mekanisme patofisiologi, bukan pada pengontrolan gejala. Keluhan rasa terbakar

dan nyeri dada di bagian tengah, yang kemudian disusul dengan timbulnya rasa seperti

muntah dengan mulut masam (regurgitasi). Rasa terbakar tersebut dirasakan terutama pada

waktu makan, dan dirasakan sepanjang hari. Selain keluhan tersebut juga timbul rasa panas

dan pedih di ulu hati, mual, bahkan sering disusul dengan muntah. Dengan keluhan seperti itu

dapat disimpulkan GERD.

13

Page 14: Blok 16 Dona

DAFTAR PUSTAKA

1. Patel Pradip R. 2007. Lecture notes radiologi. 2nd ed. Jakarta: Erlangga.

2. Demeester T, Chandrasoma P. 2006. Gerd refluks to esophageal adenocarsinoma.

USA: ELSEVIER.

3. Sudoyo A, Setiyohadi B, et al. 2009. Ilmu penyakit dalam. 5nd ed. Jilid I. Jakarta:

InternaPublishing; h 480-7.

4. Gitnick Gary, MD. 2008. Gastroesofageal refluks desease a clinician’s guide. Diunduh

dari http://books.google.co.id/books. 12 Mei 2012.

14