Makalah Blok 16.

20
Kolitis Ulseratif Priscilia Lewerissa 102012107 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 Email: [email protected] Pendahuluan Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD teridiri dari 3 jenis, yaitu colitis ulseratif, penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori indeterminate colitis. Colitis ulseratif merupakan salah satu dari dua tipe Inflammatory Bowel Disease (IBD), selain Crohn disease. Tidak seperti Crohn disease, yang dapat mengenai semua bagian dari traktus gastrointestinal, colitis ulseratif seringnya mengenai usus besar, dan dapat terlihat dengan colonoscopy. Colitis ulseratif merupakan penyakit seumur hidup yang memiliki dampak emosional dan sosial yang amat sangat pada pasien yang 1

description

blok 16

Transcript of Makalah Blok 16.

Page 1: Makalah Blok 16.

Kolitis Ulseratif

Priscilia Lewerissa

102012107

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

Email: [email protected]

Pendahuluan

Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan

saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis

besar IBD teridiri dari 3 jenis, yaitu colitis ulseratif, penyakit Crohn, dan bila sulit

membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori indeterminate colitis.

Colitis ulseratif merupakan salah satu dari dua tipe Inflammatory Bowel Disease

(IBD), selain Crohn disease. Tidak seperti Crohn disease, yang dapat mengenai semua bagian

dari traktus gastrointestinal, colitis ulseratif seringnya mengenai usus besar, dan  dapat

terlihat dengan colonoscopy. Colitis ulseratif merupakan penyakit seumur hidup yang

memiliki dampak emosional dan sosial yang amat sangat pada pasien yang terkena, dan

ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik.1

Anamnesis

Anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien guna untuk mendiagnosa

penyakitnya. Anamnesis dibagi menjadi 2 macam yaitu alo anamnesis dan auto anamnesis.

Auto anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien sendiri guna mendapatkan

informasi tentang penyakit pasien. Alo anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dengan

keluarga pasien. Hal ini disebabkan karena pasien tidak bisa ditanyai seputar penyakitnya

karena berbagai alasan. Pada kasus ini anamnesis yang dilakukan adalah berupa auto

ananamnesis karena pasien sendiri dapat menjawab seputar penyakit yang ia derita.1,2

1

Page 2: Makalah Blok 16.

Perlu ditanyakan pertama kali yaitu identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, dokter yang

merujuk). Lalu ditanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang seperti lokasi anatomi

sakit, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat

penyakitnya membaik/memburuk/tetap, apakah keluhan konstan/intermitten. Catat riwayat

yang berkaitan termasuk pengobatan sebelumnya faktor resiko dan hasil pemeriksaan yang

negatif. Riwayat keluarga, dan riwayat ekonomi-sosial yang berkaitan dengan keluhan

utama.1,2

Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis, harus dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik

terdiri dari pemeriksaan tanda- tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pertama

adalah pemeriksaan tanda- tanda vital seperti suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan

nadi. Lalu dilakukan inspeksi. Inspeksi merupakan proses dari melihat saja tanpa melakukan

apa- apa. Lihat apakah adanya pucat, ikterus atau limfadenopati, apakah pasien kurus atau

obesitas. Ketiga adalah melakukan palpasi abdomen. Tanyakan jika ada nyeri atau nyeri

tekan, sangat berhati- hatilah terutama jika ada. Lihat wajah pasien saat memeriksa adanya

nyeri atau nyeri tekan. Lakukan palpasi semua area abdomen. Setiap massa atau kelainan

harus dicatat degan teliti mengenai ukuran, posisi, bentuk, konsistensi, lokasi, tepi, monilitas

saat respirasi, dan pulsatilitas. Lakukan auskultasi utnuk mendengarkan bising usus

(terdengar atau tidak, normal/ tidak, hiperaktif, bernada tinggi, berdenting (menunjukkan

obstruksi)). Lalu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah ada asites. Distensi

abdomen, pekak pada pemeriksaan pekak berpindah.2,3

Pada pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum pasien. Apakah

pasien tampak sakit ringan atau sakit berat. Kemudian perhatikan bentuk tubuh pasien,

apakah pasien tampak kurus atau bergizi buruk.

Untuk menyingkirkan diagnosis banding periksa apakah pasien memiliki tanda-tanda seperti :

iritis, anemia, distensi abdomen atau nyeri tekan abdomen atau fistula. Pada auskultasi

periksa bunyi usus.2,3

2

Page 3: Makalah Blok 16.

Pemeriksaan Penunjang

Gambaran Laboratorium

Sampai saat ini belum ada pemeriksaan laboraturium yang spesifik untuk IBD.

Pemeriksaan laboraturium hanya membantu dalam menilai kebrhasialan pengobatan, petanda

inflamasi, petanda gejala klinis ekstraintestinal dan status nutrisi. Pemeriksaan feses rutin dan

biakan mikroorganisme feses dilakukan untuk eksklusi penyakit infeksi. Ada 2 petanda

antibodi spesifik pada IBD yaitu p-ANCA (perinuklear anti neutrophil cytoplasmic antibody )

yang ditemukan 80% pada Kolitis Ulseratif dan 45% Penyakit Chorn. Sedangkan antibody

ASCA (antysaccharomyces cervisiae) ditemukan pada 60-70% Penyakit Chorn dan 14%

Kolitis Ulseratif. Kombinasi pANCA (+) dan ASCA (-) mempunyai prediksi positif Kolitis

Ulseratif sebesar 88-92%, sedangkan pANCA (-) dan ASCA (+) mempunyai nilai prediksi

positif Penyakit Chorn 95-96%. Bisa terdapat anemia yang mencerminkan penyakit kronik

serta defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri

dan peningkatan laju endap darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit berat.

Kelainan elektrolit, terutama hipokalemia, mencerminkan derajat diare. Hipoalbuminemia

umum terjadi dengan penyakit yang ekstensif dan biasanya mewakili hilangnya protein

lumen melalui mukosa yang berulserasi. Peningkatan kadar alkali fosfatase dapat

menunjukkan penyakit hepatobiliaris yang berhubungan. Pemeriksaan kultur feses patogen

usus dan bila diperlukan, Escherichia coli , parasit dan toksin Clostridium difficile negatif.3,4

Gambaran Radiologi

a. Foto polos abdomen

Foto polos abdomen seringkali dapat membantu dalam penegakan diagnosis

colitis ulseratif. Foto polos abdomen dapat menunjukkan dilatasi kolon yang masif

yang disertai dengan kontur mukosa yang abnormal. Dilatasi yang terjadi

seringkali terdapat pada kolon transversal. Perforasi kolon merupakan salah satu

komplikasi dari kolitis ulseratif. Perforasi dapat terjadi dengan atau tanpa

megakolon toksik. Pneumoperitoneum masif biasanya menyertai perforasi kolon.

Residu feses biasanya tidak terlihat pada usus yang mengalami inflamasi.

Gambaran edema pada dinding usus biasa tampak pada fase akut dari kolitis

ulseratif, yang disebut juga gambaran thumbprinting. Terdapat juga gambaran

pseudopolip yang menunjukkan mukosa yang udem diantara mukosa yang

mengalami ulserasi. Pada fase kronik, terjadi pemendekan usus akibat spasme

muskulus longitudinal atau fibrosis yang ireversibel. Selain itu, haustra pada kolon

desendes menghilang.3,4

3

Page 4: Makalah Blok 16.

Gambar 1. Foto polos abdomen pada pasien dengan kolitis ulseratif eksaserbasi akut

menunjukkan gambaran thumbprinting pada fleksura splenika dari kolon

b. Barium enema

Gambaran radiologi kolitis ulseratif pada pemeriksaan barium enema sangat

bervariasi tergantung dari stadiumnya. Kolon bisa saja terlihat lebih sempit, dan hal

ini bisa saja berhubungan dengan pengisian usus yang tidak sempurna akibat

spasme dan iritabilitas pada kolon. Pemeriksaan barium enema dapat menunjukkan

hilangnya haustra pada lumen kolon. Adanya granula dapat disebabkan oleh

hiperemia dan udem pada mukosa yang dapat menyebabkan ulserasi. Ulser

superfisial dapat menyebar dan menutupi semua lapisan mukosa. Terdapat

gambaran bintik-bintik pada mukosa akibat perlengketan barium pada ulser

superfisial. Collar button ulcers merupakan ulserasi yang lebih dalam pada mukosa

yang udem dengan kripte abses pada submukosa. Striktur dapat terjadi pada 1-11%

pasien yang menderita kolitis ulseratif dalam jangka waktu yang lama. Striktur

terutama ditemukan pada kolon asendens.3,4

Gambar 2. Pemeriksaan barium enema dengan kontras dobel menunjukkan kolitis ulseratif

pada stadium awal, di mana mukosa masih normal dan tampak pseudopolip

4

Page 5: Makalah Blok 16.

c. Computed tomography (CT-Scan)

Pemeriksaan CT-Scan dapat membantu ahli radiologi dalam membedakan

kolitis ulseratif dan penyakit Crohn, jika pemeriksaan barium enema menunjukkan

kemiripan di antara keduanya. CT dapat mendeteksi bagaimana karakteristik dari

kolitis ulseratif. CT-Scan abdomen dan pelvis menunjukkan dilatasi, penebalan

pada bagian mural, dan permukaan mukosa yang ireguler, serta terdapat target

sign. Dapat juga terlihat pseudopolip pada dinding kolon, dan pembuluh darah

yang berdilatasi akibat adanya inflamasi dan hiperemia.3,4

Gambar 3. CT-Scan abdomen dan pelvis potongan coronal menunjukkan penebalan dinding mukosa dan

iregularitas yang terjadi pada kolon asendens dan desendens, seperti yang diperlihatkan pada tanda panah

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Giovagnoni dkk menggunakan MRI dengan resolusi yang tinggi untuk

meneliti 16 spesimen rektosigmoid yang telah direseksi akibat kolitis

ulseratif, dan mengungkapkan bahwa MRI dapat menjadi modalitas

pencitraan yang baru untuk mendeteksi perubahan dinding kolon pada kolitis

ulseratif. Hasil in vitro menunjukkan bahwa MRI dapat melihat lapisan

dinding kolon secara keseluruhan. Secara khusus pada kolitis ulseratif, T1-

weighted spin-echo MRI menunjukkan penebalan dan hiperintensitas dari

lapisan mukosa dan submukosa.3,4

Gambaran endoskopi dan biopsi

5

Page 6: Makalah Blok 16.

Sekali kita mencurigai kolitis ulseratif, pemeriksaan endoskopi berupa

kolonoskopi, harus dilakukan. Selain itu, harus dilakukan biopsi pada mukosa yang

meradang dan pada mukosa yang normal. Hasil yang didapatkan pada pemeriksaan

kolonoskopi dan biopsi dapat mengonkonfirmasi diagnosis kolitis ulseratif, dan juga

berguna untuk melihat atau memantau sejauh mana perjalanan penyakit tersebut.

Namun, tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena kemungkinan dapat

mengakibatkan perforasi atau komplikasi lainnya. Kasus kolitis ulseratif yang berat

ditandai dengan adanya ulser dan perdarahan spontan.3,4

Gambar 4. Gambaran kolitis ulseratif pada kolonoskopi

Diagnosis Banding

Penyakit Chorn

Penyakit chorn (PC), ditandai transmural yang patchy yang dapat mengenai semua

bagian saluran cerna. PC dapat berupa inflamasi, fistula dan striktur. Simptom PC

lebih bervariasi, namun tetap ada rasa nyeri abdomen yang tidak menentu (bahkan

bisa disemua bagian abdomen), diare (terkadang tanpa diare), berat badan menurun.

Gejala sistemik seperti malaise, anoreksia dan demam. Pasien PC lebih banyak

menimbulkan kecacatan dibandingkan KU. Hanya 75% pasien PC dapat kembali

bekerja setelah didiagnosis, dan 15% pasien PC tidak bekerja lagi sesudah 5 – 10

tahun perjalanan penyakitnya. Kolonoskopi pada PC, lesinya terputus – putus, bisa

terkena pada saluran cerna yang mana saja (hingga SCBA). Pemeriksaan yang kedua

yaitu radiologi kontras ganda. Karena PC dapat muncul dimana saja, dan endoskopi

tidak dapat dilakukan pada seluruh saluran cerna, oleh karena itu memakai kontras

ganda.4,5

Penyakit Divertikular

6

Page 7: Makalah Blok 16.

Penyakit divertikular merupakan suatu kelainan dimana terjadi herniasi

mukosa/submukosa dan hanya dilapisi oleh tunika serosa pada lokasi dinding kolon

yang lemah yaitu tempat dimana vasa rekta menembus dinding kolon. Herniasi dari

mukosa/submukosa dan ditutupi oleh lapisan serosa yang tipis disebut

pseudodivertikular atau false divertikular, biasanya bersifat acuired (di dapat setelah

lahir ). Apabila semua dinding kolon mengalami herniasi di sebut true divertikular

dan biasanya bersifat kongenital (dibawa dari lahir). Penyakit divertikular pada

umunya tidak memberikan gejala klinik pada 70-75% pasien. Apabila timbul

divertikulitis 15-25% denagan komplikasinya akan menimbulkan nyeri perut pada

kuadran kiri bawah, demam dan leukositosis yang merupakan gejala penting

walaupun tidak spesifik.Pada pemeriksaan fisik penyakit divertikular biasanya tidak

memberi tanda fisik, namun kemungkinan ditemukan nyeri palpasi pada perut kiri.

Bila di temukan rebound yang jelas pada palpasi ini merupakan tanda adanya iritasi

inflamasi peritoneal akibat terjadinya mikroperforasi atau makroperforasi dengan

peritonitis generalisata. Kemungkinan teraba adanya massa bila proses inflamasi

menjadi plegmon atau asbes. 4,5

Karsinoma kolon

Kolon (termasuk rectum) merupakan tempat keganasan saluran cerna yang paling

sering. Kanker colon merupakan penyebab ke tiga dari semua kematian akibat kanker

di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita. Kanker usus besar biasanya

merupakan penyakit yang terjadi pada orang tua, dengan insidensi puncak pada usia

60 dan 70 tahun. Kanker kolon jarang di temukan pada usia 40 tahun, kecuali pada

orang yang memiliki riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial.Kedua jenis

kelamin terserang dalam jumlah yang sama, sekitar 60%dari semua kanker usus

terjadi pada bagian rektosigmid, sehingga dapat teraba pada pemeriksaan rektum atau

terlihat pada pemeriksaan sigmoiskopi. Gejala kanker usus besar yang paling sering

adalah perubahan kebiasan defekasi, anoreksia, anemia, nyeri, dan penurunan berat

badan. Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker dan sering

di bagi menjadi kanker yang mengenai bagian kanan dan kiri usus besar. Karsinoma

kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi akibat iritasi dan

respon reflex. Sering terjadi diare, nyeri mirip kejang dan kembung. Lesi pada kolon

kiri cenderung melingkar, sehingga sring timbul obstruksi. Feses dapat kecil

berbentuk seperti pita, baik mucus maupun darah segar terlihat pada feses. Dapat

7

Page 8: Makalah Blok 16.

terjadi anemia akibat kehilangan darah kronis. Pertumbuhan pada sigmoidatau rectum

dapat mengenai radiks saraf, Pembuluh limfe, atau vena, menimbulkan gejala pada

tungkai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinganan defekasi

atau sering berkemih dapat timbul akibat tekanan pada sruktur tersebut.4,5

Working Diagnosis

Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen, seringkali

dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus berat. Pada penyakit yang ringan, bisa

terdapat satu atau dua feses yang setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah dan

tanpa manifestasi sistemik.

Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan, berdasarkan

frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap

dara. Perjalanan penyakit kolitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat

ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya

serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus

dan terutama hanya melibatkan lapisan mukosa. Secara endoskopik penilaian aktifitas

penyakit kolitis ulseratif relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa

dan luasnya bagian usus yang terlibat. Pada kolitis ulseratif, terdapat reaksi radang yang

secara primer mengenai mukosa kolon. Secara makroskopik, kolon tampak berulserasi,

hiperemik, dan biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya

seragam dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal. 4,5

Etiologi

Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui, gambaran tertentu penyakit ini

telah menunjukan beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi faktor familial atau

genetik, infeksi, lingkungan.6

Faktor familial/ genetik

Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dibandingkan orang

kulit hitam atau cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada orang

Yahudi dibandingkan dengan non Yahudi. Hal ini menunjukan bahwa dapat ada

predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini.6

Faktor infeksi

Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus menerus

untuk kemungkinan penyebab infeksi. Disamping banyak usaha untuk menemukan agen

8

Page 9: Makalah Blok 16.

bakteri, jamur, virus, belum ada yang sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolat

varian dinding sel Pseudomonas atau agen lain yang dapat ditularkan yang dapat

menghadirkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih harus dikonfirmasi.6

Faktor lingkungan

Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis ulseratif

berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif menurun secara signifikan

pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade ke-3. Beberapa penelitian

sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok

dibandingkan dengan yang bukan perokok.6

Epidemiologi

Kolitis ulseratif dapat mengenai 150 orang dari 100.000 populasi pada negara bagian

barat. Kolitis ulseratif memiliki prevalensi tiga kali lebih sering dibandingkan dengan

penyakit Crohn. Kolitis ulseratif lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.

Di Amerika Serikat, kolitis ulseratif terjadi lebih sering pada populasi dengan ras kulit putih.

Berdasarkan statistik internasional, kolitis ulseratif sering terdapat di negara-negara bagian

barat dan utara, insidensnya rendah di negara-negara Asia dan Timur Tengah.

Onset usia mengikuti pola bimodal, puncaknya berada di usia 15-25 tahun dan onsetnya

menurun pada usia 55-65 tahun, meskipun penyakit ini dapat mengenai segala jenis usia.

Kolitis ulseratif jarang mengenai populasi yang berusia lebih muda dari 10 tahun. Dua dari

100.000 anak terkena penyakit ini, namun 20-25% dari semua kasus kolitis ulseratif terjadi

pada usia 20 tahun ke bawah.6,7

Patofisiologi

Pada dasarnya colitis ulseratif merupakan penyakit yang melibatkan mukosa kolon

secara difus dan kontinu, dimulai dari rektum dan menyebar/ progresif ke proksimal.

Perjalanan penyakit kolitis ulseratif bisa dimulai dengan gejala pertama yang berat ataupun

9

Page 10: Makalah Blok 16.

dimulai dari gejala ringan kemudian akan semakin berat bertahap setiap minggu. Hal ini

didasarkan pada panjang kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan hanya

melibatkan lapisan mukosa. Lesi patologis awal terbatas pada lapisan mukosa berupa

pembentukan abses dalam kriptus, yang berbeda dengan lesi pada penyakit Crhon yang

menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti

mukosa.Edema dapat mengakibatkan kerapuhan hebat sehingga dapat terjadi pendarahan

akibat trauma ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan. Pada stadium penyakit yang

lebih lanjut, abses kripte pecah menembus dinding kripte dan menyebar dalam lapisan

submokusa, menimbulkan terowongan dalam mokusa. Mokusa kemudian terkelupas

menyisakan daerah tidak bermokusa (tukak). Tukak mula-mula tersebar dan dangkal, tetapi

pada stadium lebih lanjut, permukaan mokusa yang hilang menjadi luas sekali sehingga

mengakibatkan hilangnya jaringan, protein, dan darah dalam jumlah banyak.6,7

Gambaran Klinis

Gejala klinis yang paling dominan pada penderita kolitis ulseratif adalah sakit pada

perut dan diarrhea yang disertai pendarahan. Di samping itu dapat juga dijumpai anemia,

kelelahan (mudah lelah), kehilangan berat badan, pendarahan pada rektum, kehilangan nafsu

makan, kehilangan cairan tubuh dan gizi, lesi pada kulit dan radang sendi, pertumbuhan yang

terganggu, terutama anak-anak. Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa dengan kolitis

ulseratf yang mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang menderita demam, diarrhea

dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada perut yang hebat. Kolitis ulseratf juga dapat

menimbulkan gejala seperti arthritis, radang pada mata (uveitis), hati (sclerossing

cholangitis) dan osteoporosis. Hal ini tidak dapat diketahui bagaimana bisa terjadi di luar dari

kolon, tetapi para ahli berfikir komplikasi ini dapat terjadi akibat pencetus dari peradangan

yaitu sistem immune. Sebagian problem seperti ini tidak jadi masalah jika kolitis dapat

diobati.7

Penatalaksaan

Karena kolitis ulserativa tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan, tujuan

pengobatan dengan obat adalah untuk, menginduksi remisi, mempertahankan remisi,

10

Page 11: Makalah Blok 16.

meminimalkan efek samping pengobatan, meningkatkan kualitas hidup, dan meminimalkan

risiko kanker.7,8

a. Medikamentosa

Penatalaksanaan medikamentosa pada pasien kolitis ulseratif, antara lain:

Asam aminosalisilat

Obat ini memiliki efek anti-inflamasi lokal, secara khusus pada kolon, dan dapat

diberikan secara rektal atau oral. Formulasi obat yang slow-release (pentasa atau

asacol) dipecah di kolon.

Kortikosteroid

Pengobatan kolitis ulseratif dengan menggunakan steroid biasanya efektif dalam

menimbulkan remisi dan digunakan secara khusus untuk mengobati kolitis

ulseratif eksaserbasi akut. Kortikosteroid ini dapat diberikan secara intravena,

oral, atau rektal.

Antibiotik

Antibiotik digunakan dalam mengobati kolitis ulseratif namun tidak

memberikan hasil yang baik..

Probiotik

Probiotik digunakan untuk mengembalikan flora normal pada usus, dan telah

dilaporkan berhasil pada beberapa kasus.

b. Pembedahan

Pembedahan, berupa panproktokolektomi (memotong kolon dan rektum),

merupakan terapi definitif pada kolitis ulseratif. Indikasi operasi pada kolitis

ulseratif bervariasi. Terapi medikamentosa yang gagal merupakan indikasi yang

paling sering untuk dilakukan pembedahan. Indikasi tindakan pembedahan segera

pada pasien kolitis ulseratif adalah adanya toksik megakolon yang refrakter dengan

terapi medikamentosa, adanya serangan fulminan yang refrakter dengan terapi

medikamentosa, dan perdarahan pada kolon yang tidak terkontrol. Sedangkan,

indikasi elektif adalah ketergantungan jangka panjang pada steroid, ditemukannya

displasia dan adenokarsinoma pada biopsi skrining, dan durasi penyakit yang sudah

mencapai 7-10 tahun.7,8

Komplikasi

Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi:8

- Perforasi usus yang terlibat

11

Page 12: Makalah Blok 16.

- Terjadi stenosis usus akibat proses fibrosis

- Megakolon toksik

- Perdarahan

Prognosis

Prognosis yang buruk ditandai dengan takikardia, demam tinggi, dan penurunan

peristaltik usus, serta adanya hipoalbuminemia. Kolitis ulseratif merupakan penyakit

yang dapat menyebabkan kematian. Risiko kematian meningkat pada pasien-pasien usia

tua, dan pada pasien yang disertai komplikasi (misalnya: syok, malnutrisi, anemia).

Kasus-kasus yang berat dan kronik dapat menjadi lesi prakanker. Penyebab kematian

yang tersering pada kolitis ulseratif adalah megakolon toksik.8

Kesimpulan

Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar mengalami

peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut dan demam. Kolitis

ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya dimulai antara umur 15-30

tahun.Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh

ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai di

rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian

atau seluruh usus besar. Prognosis dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat

respon terhadap pengobatan konservatif.

Daftar Pustaka

12

Page 13: Makalah Blok 16.

1. Arief [et.al]. Kapita selekta. Jilid I. Edisi ke-3. Jakarta: media Aesculapius; 2001.

h.495-7.

2. Djojoningrat D. Ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Internal publishing,

2009. h.560 – 66, 591-7.

3. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Getiing started in clinical radiology from image to

diagnosis. Germany: Thieme; 2006. p. 197-8.

4. Roggeveen MJ, Tismenetsky M, Shapiro R. Best cases from the AFIP: ulcerative

colitis. RadioGraphics 2006; 26, 3: 947-51.

5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2005.

h.461-4.

6. Keshav S. Ulcerative colitis and crohn’s disease. In: Keshav S, editor. The

gastrointestinal system at a glance. USA: A Blackwell Publishing company; 2004.

p 78-9

7. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi gastrointestinal.Buku Ajar Fisiologi Kedokterran Edisi

11. Jakarta:EGC;2007.hal 829, 48, 58.

8. Kurnia Y, Arif Azalia, Rumawas M dkk. Buku ajar farmakoterapi gangguan saluran

cerna, hati pancreas dan empedu. h.20 – 3.

13