Makalah Blok 15

download Makalah Blok 15

of 16

description

makalah blok 15 kulit skin and integumen penyakit kulit

Transcript of Makalah Blok 15

Tinjauan Pustaka

Dermatitis Atopik

Janetty

E7

[email protected] Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510

Telepon : 021-5694 2061; Fax : 021-5631731

Pendahuluan

Dermatitis adalah penyakit kulit gatal-gatal, kering, dan kemerahan. Dematitis juga dapat didefinisikan sebagai peradangan pada kulit, baik karena kontak langsung dengan zat kimia yang mengakibatkan iritasi, atau reaksi alergi. Dengan kata lain, dermatitis adalah jenis alergi kulit. Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Pada 70% kasus dermatitis atopikumumnya dimulai saat anak-anak dibawah 5 tahun dan 10% saat remaja / dewasa.

Tipe dermatitis yang sering terjadi pada anak-anak yaitu dermatitis atopik yang merupakan suatu gejala eksim terutama timbul pada masa kanak-kanak. Dermatitis atopik(DA) merupakan suatu penyakit peradangan kulit yang kronik, ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka pada stadium akut, pada stadium kronik ditandai denganpenebalan kulit (likenifikasi) dan distribusi lesi spesifik sesuai fase DA, keadaan ini jugaberhubungan dengan kondisi atopik lain pada penderita ataupun keluarganya.

Sesuai dengan skenario, seorang laki-laki 10 tahun datang ke poliklinikdengan beruntus bersisik kemerahan yang terasa gatal pada badan serta kedua tungkai atas dan bawah sejak 2 minggu lalu, dan kulit juga terlihat sangat kering. Maka dari itu, untuk mengetahui secara lengkap dan jelas, penulis akan membahas tentang dermatitis mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan lain sebagainya.

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter, peminta bantuan dan pemberi bantuan. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan penyakit pasien dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis. Anamnesis meliputi pencatatan (rekaman) riwayat penyakit sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan gejala serta keluhan. Hal ini sangat penting karena perjalanan penyakit hampir selalu khas untuksetiap penyakit yang bersangkutan.1

Selain itu tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosisbanding. Selain itu, proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga sebaliknya, serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial pasien. Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, kondisi lingkungan tempat tinggalnya, apakah bersih atau kotor, di rumahnya terdapat berapa orang yang tinggalbersamanya, yang memungkinkan dokter untuk mengetahui apakah penyakitnya tersebut merupakan penyakit bawaan atau ia tertular penyakit tersebut. Anamnesis yang dapat dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai berikut :

1. Anamnesa Umum

- Nama, umur, alamat, pekerjaan (bisa secara auto maupun alloanamnesis)

Pada skenario dikatakan bahwa anak tersebut berusia 10 tahun dan didampingi oleh ibunya maka sebaiknya dilakukan anamnesis umum secara alloanamnesis

2. Keluhan Utama

- Beruntus bersisik kemerahan yang terasa gatal pada badan serta kedua tungkai atas dan bawah sejak 2 minggu lalu.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

- Gatal yang dirasakan dimana, sejak kapan, apakah gatal terus-menerus atau tidak (waktu kapan gatalnya), disertai perih atau tidak.

- Beruntus bersisik kemerahan apakah meluas atau tidak

- Apakah disertai dengan adanya nanah atau tidak

4. Riwayat Penyakit Dahulu

- Apakah sebelumnya pernah mengalami seperti ini atau tidak? Apakah penyakitnya berulang?

- Sebelumnya pernah menderita penyakit apa? Apakah pernah menderita radang kulit?

- Ada reaksi alergi yang pernah timbul?

5. Riwayat Penyakit Keluarga

- Apakah di keluarganya pernah ada yang mengalami hal yang sama?

6. Riwayat Pengobatan

- Sebelumnya apakah sudah pernah berobat ke dokter lain? Kalau sudah terapi apa yang telah diterima? Obat-obatan apa yang telah dikonsumsi? Apakah keadaan membaik?

7. Riwayat Lingkungan dan Sosial

- Sebelumnya apakah pasien memiliki kebiasan memakai sesuatu atau memakan sesuatu seperti udang, kerang yang dapat memicu alergi? Apakah pasien memiliki alergi terhadap makanan atau bahan tertentu?

Mindmap

Pemeriksaan

Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemukanpada pemeriksaan fisik, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik spesifik. Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik namun bagi penyakit yang tidakmemiliki gejala klinik khas, untuk menegakkan diagnosisnya kadang-kadang diperlukanpemeriksaan laboratorium (diagnosis laboratorium).

Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan keterangan yang menuju ke arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan fisikdilakukan dengan berbagai cara di antaranya adalah pemeriksaan fisik danpemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik dermatitis atopik dilakukan pemeriksaan kulit yang dibagi menjadi dua berdasarkan :2

1. Lokalisasia. Bayi : kedua pipi, kepala, badan, serta ekstremitas terutama bagian ekstensor.b. Anak : tengkuk, lipat siku, lipat lutut, leher, pergelangan tangan serta bagian fleksor.c. Dewasa : tengkuk, lipat lutut, lipat siku, leher dan dapat mengenai kelopakmata.

2.Effloresensi dan sifatnya

a. Bayi : eritema berbatas tegas, papupa dan vesikula milier disertai erosi dan eksudasi serta krusta.b. Anak : papula-paula millier, likenifikasi, sedikit skuama, kulit kering dan tidakeksudatif.c. Dewasa : biasanya hiperpigmentasi, kering dan terdapat likenifikasi.Pada pemeriksaan fisik pasien didapat adalah terdapat bercak dan beruntus yang terasa gatalpada badan, kedua tungkai atas dan bawah serta kulit tampak bersisik kemerahan dan kering.

Pemeriksaan Penunjang

Kegunaan dari pemeriksaan penunjang adalah untuk keakuratan diagnosis suatu penyakit.

1. Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang dapat dilakukan :

IgE serumIgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan pada 80% penderita dermatitis atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE dalam serum terutama bila disertai gejala atopi (alergi).

EosinofilKadar eosinofil yang meningkat dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis atopik.

Sel TLimfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyaijumlah absolut yang normal atau berkurang. Dapat diperiksa denganpemeriksaan imunofluouresensi terlihat aktivitas sel T-helper menyebabkanpelepasan sitokin yang berperan pada patogenesis dermatitis atopik.

2. Dermatografisme Putih

Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni akan tampak garis merah di lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya menyebar ke daerah sekitar kemudian timbul edema setelah beberapa menit.Namun, pada penderita atopik bereaksi lain. Garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak timbul edema.

3. Percobaan Asetilkolin

Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada orang Dermatitis Atopik. akan timbul vasokontriksi sehingga terlihat kepucatan selama 1 jam.

4. Percobaan Histamin

Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita Dermatitis Atopik maka eritema akan berkurang. Jika disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambahpada kulit yang normal.

Diagnosis

Proses diagnosis medis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk menangani suatu penyakit. Proses diagnosis adalah proses yang dilakukan seorang ahli kesehatan untukmenentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien, kemudian menentukan diagnosis penyakit pasien tersebut sehingga dapat memberi pengobatan yang tepat dengan jenispenyakit (etiologik) maupun gejalanya (simptomatik).3

Diagnosis dilakukan berdasarkan prinsip bahwa suatu penyakit dapat dikenali dengan memperhatikan ciri gejala klinis pada tubuh pasien yang ditimbulkan penyakit tersebut. Keadaan penyakit yang diderita dapat juga diukur dengan memperhatikan gejala klinis. Semua gejala yang teramati kemudian dibandingkan dengan pengetahuan mengenai penyakit dan ciri-cirinya yang dimiliki ahli tersebut, bila terdapat kecocokan maka ahli tersebut dapat menentukan jenis penyakitnya.3

1. Differential DiagnosisDifferential diagnosis atau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang dilakukan dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialamipasien, pasien bisa dicurigai menderita beberapa penyakit seperti :

a. Dermatitis kontak

Dermatitis kontakadalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadappaparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit.4

Dermatitis kontak terbagi 2 yaitu :

Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik) Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)Dermatitis Kontak Iritan

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dankomponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskanprostaglandin dan leukotrien yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin.5

Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator-mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontakalergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.

Ada dua jenis bahan iritan yaitu :4

1. Iritan kuat yang akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan hampir semua orang2. Iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembapan udara, tekanan, gesekan, dan oklusi mempunya andil pada terjadinya kerusakan tersebut.Dermatitis Kontak Alergi

Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :

1. Fase Sensitisasi

Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Hal ini terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed memory T cells, yang akanbersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusiaberlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.5

2. Fase Elisitasi

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untukmensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 danINF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellularadhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untukmelepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.5

Tabel 1. Perbedaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik.

No.Dermatitis Kontak IritanDermatitis Kontak Alergik

1PenyebabIritan primerAlergen kontak S.sensitizer

2PermulaanPada kontak pertamaPada kontak berulang

3PenderitaSemua orangHanya orang yang alergik

4LesiBatas lebih jelas, eritema sangat jelasBatas tidak begitu jelas, eritema kurang jelas

5Uji TempelSesudah ditempel 24 jam, bila iritan diangkat reaksi akan segera berhentiBila sesudah 24 jam bahan alergen diangkat, reaksi menetap atau meluas

Dalam anamnesis penting ditanyakan apakah pasien memakan sesuatu atau terkena suatu bahan yang dapat memicu terjadinya proses pelepasan mediator-mediator sehingga terjadinya reaksi alergi tersebut. Jika tidak, maka dermatitis kontak baik iritan maupun alergik dapat dieliminasi dari working diagnosis sehingga mempersempit kemungkinan-kemungkinan penyakit. Dermatitis kontak ini termasuk mirip dengan dermatitis atopik sebab sama-sama merupakan peradangan kulit namun bedanya dermatitis atopik bisa merupakan dermatitis rekurens atau perulangan dari penyakit yang diderita pasien saat bayi. Sebaiknya juga dilakukan uji tempel untuk lebih memastikan diagnosis.

b. Dermatitis Numularis

Dermatitis numularis adalah dermatitis dengan lesi-lesi khas berbentuk bulat numular (seperti koin), berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel,biasanya mudah pecah sehingga basah (mandidans). Staphylococcus aureus, stress, emosi, trauma local baik fisik/kimiawi, kulit penderita yang cenderung kering diduga berpengaruh munculnya dermatitis numularis. Dermatitis numularis inibiasanya perkembangan / manifestasi dari dermatitis atopik yang terjadi pada bayi dan anak di bawah 10 tahun, namun pada orang dewasa tidak berhubungan dengan gangguan atopi.

Gejala klinis secara subyektif sangatlah gatal sedangkan secara obyektifdermatitis sebesar uang logam, terdiri atas eritem, edema, kadang-kadang ada vesikel, krusta, atau papul. Predileksinya ialah ekstensor ekstremitas terutama tungkai bawah, bahu dan bokong.

Cara membedakan dengan dermatitis atopik adalah dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu melihat lesi kulit pada pasien apakah berbentuk numuler atau tidak karena dermatitis numular merupakan perkembangan dari dermatitis atopik

c. Skabies

Skabies, juga dikenal sebagai seven-year itch, adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan suatu ruam yang sangat gatal (terutama malam hari), kadang-kadang disertai nyeri, nodul, dan alur-alur yang tipis pada kulit. Kondisi ini merupakan salah satu penyakit kulit yang paling sering terjadi pada anak-anak, dan paling sering terlihat pada individu yang tinggal dalam lingkungan yang penuh dan sesak, dengan keadaan yang tidak bersih, serta mereka yang sering melakukan hubungan seksual. Skabies mudah untuk diobati tanpa terjadi rekurensi dengan pemakaian bahan-bahan topikal, dengan komplikasi seperti infeksi kulit sekunder yang terjadi hanya sebagai akibat keseringan untuk menggaruk atau mengusap-usap lesi. Bentuk yang lebih serius terjadi pada individu penderita imunodefisiensi (skabies berkrusta) dan memiliki prognosis yang buruk. Kondisi ini disebabkan oleh serangan tungau yang dapat ditularkan melalui pemakaian benda secara bersama-sama atau kontak langsung (lebih sering terjadi), dengan resiko pada yang berkontak langsung meningkat seiring dengan waktu. Tanda dan gejala Skabies yang mungkin timbul adalah benjolan dan gumpalan merah kecil serta rasa gatal di sekitar daerah yang terkena.

Untuk mengeliminasi skabies dari work diagnosis, maka penting ditanyakan onset gatal yang dirasakan pasien serta predileksinya. Skabies terkenal dengan rasa gatal yang khas, yaitu pada malam hari serta predileksinya biasanya di daerah kulit dengan mukosa yang tipis seperti di sela-sela jari atau pada bayi bisa generalisata karena kulitnya yang tipis dan lembab.

d. Varicella

Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya terjadi pada anak-anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus Varicella Zoster. Varicella pada anak, mempunyai tanda yang khas berupa masa prodromal yang pendek bahkan tidak ada dan dengan adanya bercak gatal disertai dengan papul, vesikel, pustula, dan pada akhirnya krusta, walaupun banyak juga lesi kult yang tidak berkembang sampai vesikel. Varicella memiliki gambaran lesi polimorfi pada kulit.

Normalnya pada anak, gejala sistemik biasanya ringan. Komplikasi yang serius biasanya terjadi pada dewasa dan pada anak dengan defisiensi imunitas seluler, dimana penyakit dapat bermanifestasi klinis berupa, erupsi sangat luas, gejala konstitusional berat, dan pneumonia. Terdapat kemungkinan fatal jika tidak ada terapi antivirus yang diberikan. Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.

Untuk mengeliminasi varicella dari working diagnosis maka penting diperhatikan adanya pustul atau tidak pada lesi kulit pasien. Jika ada pustul dan gatal maka kemungkinan besar varicella. Selain itu penting juga ditanyakan apakah ini merupakan penyakit berulang atau penyakit yang pernah diderita sebelumnya atau tidak. Varicella kebanyakan hanya diderita sekali seumur hidup pada manusia, jika ada reaktivasi maka berbentuk herpes zooster dengan lesi kulit yang lebih sedikit dan waktu penyembuhan yang relatif lebih singkat dari varicella. Selain itu tanyakan juga apakah ada gejala penyerta lain seperti demam, pegal-pegal, dan sebagainya. Varicella biasanya disertai gejala demam yang tidak terlalu tinggi dan pegal-pegal karena merupakan penyakit dalam sistemik.

e. Pyoderma

Pyoderma adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus atau Streptococcus beta hemoliticus. Infeksi pada kulit ini dapat bersifat superfisial (hanya sebatas di epidermis) atau profunda (lebih dalam mencapai dermis).

Jenis infeksi superfisial contohnya seperti, impetigo non-bulosa, impetigo bulosa, ektima, folikulitis, furunkel, dan karbunkel. Jenis infeksi profunda adalah selulitis, erisipelas, flegmon, abses multiple kelenjar keringat, hidradenitis. Pyoderma dapat berupa infeksi primer dan infeksi sekunder. Penyakit kulit yang disertai pyoderma sekunder disebut impetiginisata. Tandanya adalah pus, pustul, bula purulen.

Untuk mengeliminasi pyoderma dari working diagnosis maka harus ditanyakan apakah lesi mengandung pus atau tidak karena pyoderma pasti menghasilkan lesi bernanah atau mengeluarkan pus. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan fisik untuk benar-benar memastikan tidak adanya nanah dari lesi kulit. Predileksi juga penting untuk ditanyakan karena pyoderma memiliki predileksi di daerah muka terutama sekitar lubang hidung dan mulut karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat dimana dapat ditemukannya banyak bakteri penyebab pyoderma.

f. Campak (Rubeola)

Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak.virus campak merupakan virus RNA, genus Morbilivirus, family Paramyxoviridae. Selama periode prodromal dan beberapa saat setelah rash terlihat, virus dapat ditemukan pada sekret nasofaringeal, darah dan urin. Virus dapat hidup pada temperatur ruangan selama 34 jam.

Penyakit ini sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Penyebaran infeksi terjadi dengan perantara droplet ditandai dengan adanya demam tinggi terus-menerus 38,5C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak mengalami sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan. Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium:

Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomosis timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik. Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam makulo-papular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher dan akhirnya ke ekstremitas. Stadium penyembuhan (konvalensi), setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.

Untuk mengeliminasi Rubeola dari working diagnosis maka harus ditanyakan apakah ini merupakan penyakit berulang atau bukan. Selain itu gejala penyerta juga harus ditanyakan karena biasanya campak disertai dengan demam, gejala coryza (seperti flu), batuk-pilek, radang pada konjungtiva, dan sebagainya. Rubeola tidak gatal karena itu perlu ditanyakan juga apakah effloresensi pada pasien terasa gatal atau tidak.

2. Work Diagnosis

Work Diagnosis atau diagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa hipotesis tentang kemungkinan penyakit yang ada pada pasien. Setiap diagnosis kerja haruslah diiringi dengan diagnosis banding.6

Berdasarkan gejala-gejala yang timbul dapat diduga kalau pasien anak laki-laki tersebut menderita Dermatitis Atopik. Dermatitis Atopik merupakan keadaanperadangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serumdan riwayat atopi keluarga atau penderita.

Manifestasi Klinik

Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat, jari tangan teraba dingin. Penderita dermatitis atopik cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa tertekan. Gejala klinis yang spesifik yaitu rasa gatal yang khas dengan predileksi yang khas,berlangsung kronis dan residif. Penderita dermatitis atopik mempunyai tingkat ambang rasa gatal yang rendah, gatal dapat hilang timbul sepanjang hari tetapi umunya lebih hebat pada malam hari serta adanya stigmata atopik pada pasien maupun keluarga yang lain. Tempatpredileksi adalah hal yang paling penting untuk diketahui dari pasien dermatitis atopik. Manifestasi klinis dermatitis atopik berbeda pada setiap tahapan atau fase perkembangan kehidupan, mulai dari saat bayi hingga saat dewasa. Pada setiap anak didapatkan derajat keparahan yang bervariasi, tetapi secara umum mengalami pola distribusi lesi yang serupa.7

Dermatitis atopik dikelompokkan dalam 3 fase yaitu :8

Dermatitis atopik infantile (2 bulan-2 tahun)

Biasanya timbul pada usia 2 bulan sampai usia 2 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada usia 2-3 minggu. Bentuk yang paling sering adalah bentuk basah. Mula-mula berupa papula milier kemudian timbul eritem, papulovesikel yang bila pecah akan menimbulkan erosi dan eksudasi. Biasanya terjadi pada muka terutama pipi, dapat meluas ke dahi, kulit kepala, leher, pergelangan tangan, ekstremitas bagian ekstensor dan bokong. Bentuk lain yang jarang terjadi adalah bentuk kering. Kelainan dapat berupa papula kecil, skuama halus, likenifikasi dan erosi. Biasanya terjadi pada anak yang lebih besar. Eksaserbasi bisa terjadi karena tindakan vaksinasi, makanan,bulu binatang atau perubahan suhu.

- Dermatitis atopik fase anak (3-10 tahun)

Kelainan dapat berupa papula, likenifikasi, skuama, erosi dan krusta. Biasanya terjadi pada fossa poplitea, antekubiti, pergelangan tangan, muka dan leher. Eksaserbasi tipe anak lebih sering karena iritasi dan kadang-kadang karena makanan. Stigmata Atopik pada anak :

1. Temperamen, anak tak pernah diam, iritabel dan agresif.2. Lipatan bawah mata (tanda Dennie-Morgan).3. Penipisan alis bagian lateral (tanda Hertoghe).4. Kulit kering atau xerotik.5. Pitiriasis alba.6. Keratosis pilaris.7. Muka pucat (paranasal dan periorbita).8. Lipatan garis tangan berlebihan.9. Keratokonus dan katarak juvenile.10. Mudah terkena infeksi. Dermatitis atopik fase remaja dan dewasa (13-30 tahun)

Kelainan yang ditemukan berupa bercak kering dengan likenifikasi, skuama halus dan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Biasanya terjadi pada daerah ekstremitas bagian fleksor, leher, dahi dan mata. Eksaserbasi pada DA tipe dewasa sering terjadi karena tekanan mental, iritasi dan makanan.

Kriteria Diagnostik Dermatitis Atopik

Kriteria diagnostik DA pada mulanya didasarkan atas fenomena klinis yang menonjol, yaitu gejala gatal. George Rajka menyatakan bahwa diagnosis DA tidak dapat dibuat tanpa adanya riwayat gatal. Pada tahun 1980 Hanifin dan Rajka membuat kriteria diagnostik DA yang masih sering digunakan hingga saat ini :8

a. Kriteria Mayor

Pruritus (gatal) Morfologi sesuai umur dan distribusi lesi yang khas Bersifat kronik eksaserbasi Ada riwayat atopi individu atau keluargab. Kriteria Minor- TandaDennie-Morgan

- Gatal bila berkeringat

- Keratokonus

- Awitan dini

- Konjungtivitis rekuren

- Peningkatan Ig E serum

- Katarak subkapsuler anterior

- Reaktivitas kulit tipe cepat (tipe 2)

- Cheilitis pada bibir

- Eczema of the nipple

- White dermatographisme

- Intoleransi makanan tertentu

- Pitiriasis Alba

- Intoleransi beberapa jenis bulu binatang

- Fissura pre aurikular

- Tanda Hertoghe (kerontokan pada alisbagian lateral).

- Dermatitis di lipatan leher anterior

- Facial pallor

- Xerotic

- Iktiosis pada kaki

- Hiperliniar palmaris

- Papul perifokular hiperkeratosis

- Keratosis palmaris

- Hiperpigmentasi daerah periorbita

- Kemudahan mendapat infeksi Stafilokokus dan Herpes Simpleks

- Perjalanan penyakit dipengaruhi faktorlingkungan dan emosi

Untuk membuat diagnosis DA berdasarkan kriteria menurut Hanifin dan Rajka di atas dibutuhkan sedikitnya 3 kriteria mayor ditambah 3 atau lebih kriteria minor.8

Komplikasi

Pada anak penderita dermatitis atopik, 75% akan disertai penyakit alergi lain di kemudian hari. Penderita dermatitis atopik mempunyai kecenderungan untuk mudah mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses, vaksiniaMolluscum contagiosum dan herpes). Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum ini sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela, baik pada keluarga maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga. Hal yang biasa terjadi adalah timbulnya vesikel pada daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta, kemudian terjadipenyebaran ke daerah kulit normal. Penderita dermatitis atopik mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah koloni Staphylococcus aureus.

Penatalaksanaan

Pengobatan dibagi atas atas medica mentosa (menggunakan obat obat yang diminum) dan juga

non-medica mentosa (tidak mengonsumsi obat).

a) Medika mentosa

Pengobatan DA tidak bersifat menghilangkan penyakit tapi untukmenghilangkan gejala dan mencegah kekambuhan. Secara konvensional pengobatan DA pada umumnya menurut Boguniewicz & Leung tahun 1996 adalah sebagaiberikut :

1) Antibiotik : ditujukan pada DA dengan infeksi sekunder2) Antihistamin : Antihistamin digunakan sebagai antipruritus yang cukup memuaskan dan banyak digunakan untuk terapi DA.

Pengobatan Topikal :8

1. Hidrasi kulit: pada kulit diberikan pelembab misalnya krim hidrofilik urea 10%; dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% didalamnya.2. Kortikosteroid topikal: pengobatan yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Pada bayi dapat digunakan salap steroid berpotensi rendah misalnya hidrokortison 1-2,5%.

Pengobatan Sistemik :8

1. Kortikosteroid: hanya digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut dalam jangkapendek dan dosis rendah diberikan berselang seling atau dosis diturunkan secarabertahap, kemudian diganti dengan pemberian kortikosteroid topikal.2. Antihistamin: untuk mengurangi rasa gatal yang hebat terutama malam hari, sehingga menggangu tidur.

3. Anti-infeksi: bagi yang belum resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin, atauklaritromisin, sedang yang telah resisten dapat diberikan dikloksasin,oksasilin, ataugenerasi pertama sefalosporin.4. Interferon: menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH2.5. Siklosporin: untuk DA yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat diberikanpengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek.6. Terapi sinar: dapat digunakan PUVA untuk DA yang berat dan luas. Terapi UVBatau Goeckerman dengan UVB dan ter juga efektif.b) Non-medica mentosa

1. Menghindari bahan iritan : bahan seperti sabun, detergen, bahan kimiawi karena penderita DA mempunyai nilai ambang rendah dalam meresponberbagai iritan.2. Mengeliminasi alergen yang telah terbukti : pemicu kekambuhan yang telah terbukti misal makanan, debu rumah, bulu binatang dan sebagainya harus disingkirkan.3. Mengurangi stress : stress pada penderita DA merupakan pemicu kekambuhan,bukan sebagai penyebab.4. Pemberian pelembab kulit dan menghilangkan pengeringan kulit : pemakaianpelembab dapat mempebaiki barier stratum korneum.9Kesimpulan

Berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada pasien, dan setelah dilakukanpemeriksaan lebih lanjut, pasien diduga menderita dermatitis atopik. Namun karena kurangnya hasil-hasil lain yang mendukung, diagnosis tidak dapat ditegakan secara jelas danpasti. Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria diagnostik menurut Hanifin dan Rajkapada tahun 1980 yang sampai sekarang masih digunakan. Dengan penanganan yang baik dan teratur, penyakit ini dapat segera diatasi.

Daftar Pustaka

1. Jong WD. Kanker, apakah itu? Jakarta: Arcan; 2005.h.104.2. Alimul A. Diagnosa fisik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.h.71-3.3. Juanda HA. Solusi tepat bagi penderita TORCH. Solo: PT Wangsa Jatra Lesatari;2007.h.19.4. Isselbacher, Braunwald, Wilson, dkk. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.Jakarta: EGC; 2004.h.316-9.5. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC;2000.h.2256-60.6. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;2005.h.33.7. Handoko RP. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta; EGC; 2010.h.122-48. RED BOOK. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:Gramedia; 2005.h.1386-8,1393-5.9. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.111-3

161