makalah biofarmasetika

22
1. Pendahuluan Latar Belakang Rute per oral merupakan pemberian obat yang paling umum dalam penelitian dan pengembangan obat baru dan bentuk sediaan, tetapi pemberian oral tidak selalu menghasilkan efek yang diinginkan atau dapat diterima oleh pasien. Obat yang absorpsinya tidak baik di saluran gastrointestinal dan tidak stabil oleh enzim proteolitik merupakan beberapa masalah pada pemberian obat pada rute oral. Beberapa obat menyebabkan iritasi lokal pada lambung atau saluran gastrointestinal atas atau membutuhkan dosis lebih dari 500 mg. Populasi pasien tertentu, umumnya anak-anak, orang tua dan pasien yang sulit menelan, seringnya kesulitan untuk mengonsumsi tablet dan kapsul oral. Sebagai tambahan, pengobatan beberapa penyakit paling baik dilakukan dengan pemberian langsung pada tempat yang sakit, umumnya pada penyakit di mata, mulut, dermal, rongga oral, dan jaringan anorektal. Pemberian oral dapat digunakan untuk tujuan drug targeted untuk jaringan yang terkena penyakit, namun terpaparnya seluruh kompartemen tubuh pada pemberian obat melalui oral tidak efisien dan bisa memicu efek yang tidak diinginkan. Pemberian obat rektal dapat diterima baik untuk penghantaran obat lokal dan sistemik. Pemberian

description

farmasi

Transcript of makalah biofarmasetika

Page 1: makalah biofarmasetika

1. Pendahuluan

Latar Belakang Rute per oral merupakan pemberian obat yang paling

umum dalam penelitian dan  pengembangan obat baru dan bentuk sediaan, tetapi

pemberian oral tidak selalu menghasilkan efek yang diinginkan atau dapat

diterima oleh pasien. Obat yang absorpsinya tidak baik di saluran gastrointestinal

dan tidak stabil oleh enzim proteolitik merupakan  beberapa masalah pada

pemberian obat pada rute oral. Beberapa obat menyebabkan iritasi lokal pada

lambung atau saluran gastrointestinal atas atau membutuhkan dosis lebih dari 500

mg. Populasi pasien tertentu, umumnya anak-anak, orang tua dan pasien yang

sulit menelan, seringnya kesulitan untuk mengonsumsi tablet dan kapsul oral.

Sebagai tambahan,  pengobatan beberapa penyakit paling baik dilakukan dengan

pemberian langsung pada tempat yang sakit, umumnya pada penyakit di mata,

mulut, dermal, rongga oral, dan jaringan anorektal. Pemberian oral dapat

digunakan untuk tujuan drug targeted

untuk jaringan yang terkena penyakit, namun terpaparnya seluruh kompartemen

tubuh pada pemberian obat melalui oral tidak efisien dan bisa memicu efek yang

tidak diinginkan. Pemberian obat rektal dapat diterima baik untuk penghantaran

obat lokal dan sistemik. Pemberian obat rektal efektif digunakan untuk mengobati

penyakit local pada area anorektal  juga untuk menghasilkan efek sistemik sebagai

alternatif dari pemberian oral. Obat-obat yang mengalami metabolismee lintas

pertama ketika diberikan oral, masalah ini dapat diatasi dengan pemberian obat

tersebut melalui rute rektal. Formulasi penghantaran obat melalui rektal terdapat

dalam berbagai bentuk sediaan, antara lain supositoria, gel, aerosol, busa ( foam),

krim maupu controlled release.

 Meskipun pemberian obat secara rektal tidak dapat menjadi rute pemberian yang

umumnya diterima, penggunaan teknologi penghantaran obat rektal untuk

penggunaan tertentu dan masalah terapeutik tertentu memberikan rute

penghantaran obat alternatif yang dapat sukses diterapkan dalam terapi obat

Page 2: makalah biofarmasetika

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI REKTUM

Kolon dan rektum adalah bagian dari sistem pencernaan tubuh, yang

menghilangkan nutrisi dari makanan dan toko-toko limbah sampai lolos keluar

dari tubuh. Bersama-sama, kolon dan rektum bentuk panjang, tabung berotot yang

disebut usus. Panjang rektum kira-kira 15 cm, berakhir di anus. Tanpa adanya

bahan fekal, rektummempunyai sejumlah kecil cairan (kurang lebih 2 ml) dengan

pH sekitar 7. Rektum diperfusioleh vena hemorrhoid superior, tengah dan inferior.

Vena hemorrhoid inferior (dekat dengansfinkter anal) dan vena hemorrhoid

tengah masuk ke dalam vena kava dan kembali ke jantung. Vena hemorrhoid

superior bergabung dengan sirkulasi mesenterika, masuk ke dalamvena porta

hepatika dan kemudian ke liver.

Page 3: makalah biofarmasetika

Pemberian obat rektal adalah obat yang cara pemberiannya melalui dubur

atau anus. Maksudnya adalah mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan

sistematik. Biasanya adalah obat pencahar atau obat agar bia buang air besar.

Biasanya dalam lingkup rumah sakit pada pasien yang akan operasi besar ataupun

sudah lama tidak bisa buang air besar. Dan pemberian obat yang benar juga harus 

diperhatikan.

Dengan tujuan memberikan efek lokal dan sistemik. Tindakan pengobatan

ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek

terapi obat, menjadikan lunak pada daerah feses dan merangsang buang air besar.

Contoh pemberian obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac supositoria

yang berfungsi secara lokal untuk meningkatkan defekasi dan contoh efek

sistemik pada obat aminofilin suppositoria dengan berfungsi mendilatasi bronkus.

  Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat pada dnding rektal yang

melewati sfingter ani interna. Kontra indikasi pada pasien yang mengalami

pembedahan rektal.

Page 4: makalah biofarmasetika

Obat rektal adalah obat yang ditujukan untuk pengobatan local atau

keadaan-keadaan yang dibutuhkan seperti:

1. penderita dalam keadaan muntah atau terdapat gangguan saluran cerna.

2. bila terdapat kemungkinan zat aktif rusak oleh getah lambung yang asam

atau oleh enzim usus.

3. bila zat aktif mengalami kerusakan pada perlintasan pertama melalui hati.

4. Kerugian pemberian obat melalui rektum adalah :

tidak menyenangkan

absorpsi obatnya tidak teratur

Onset of action lebih lama

Jumlah total zat aktif yg dapat diabsorbsi kadang - kadang lebih kecil

dari rute pemberian yang lain

dosis dan posisi absorbsi dapat menimbulkan peradangan bila

digunakan secara terus menerus.

Rektum dialiri oleh tiga jenis haemorrhoidales :

1. venae haemorrhoidales superior yang bermuara ke vena mesentericum inferior,

selanjutnya masuk kedalam vena porta, dan juga membawa darah langsung ke

peredaran umum.

2. venae haemorrhoidales medialis dan vena haemorhoidales inferior yang

bermuara ke venae cava inferior dengan perantara venae iliaca interna selanjutnya

membawa darah ke peredaran umum (kecuali hati)

persarafan rektum terdiri dari:

1. anyaman haemorrhoidales bagian atas (plexus harmorrhoidales

superior)

2. anyaman haemorrhoidales yang keluar dari plexus hipogastricum

3. saraf haemorhoidales atau saraf anus yang merupakan cabang dari

plexus sacralis.

4. Mekanisme Kerja

Page 5: makalah biofarmasetika

Mekanisme kerja supositoria dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

1. supositoria berefek mekanik

bahan dasar supositoria berefek mekanik tidak peka pada penyerapan. Supositoria

mulai berefek bila terjadi kontak yang menimbulkan refleks defikasi, namun pada

keadaan konstipasi refleks tersebut lemah. Pada efek kontak tersebut terutama

pada supositoria gliserin terjadi fenomena osmose yang disebabkan oleh afinitas

gliserin terhadap air. Hal tersebut menimbulkan gerakan peristaltik

2. supositoria berefek setempat

termasuk dalam kelopok ini adalah supositoria anti wasir. Yaitu senyawa yang

efeknya disebabkan oleh adanya sifat astringen atau peringkas pori. Ke dalam

basis supositoria yang sangt beragam kadang-kadang ditambahkan senyawa

peringkas pori baik dengan cara penyempitan maupun hemostatik. Dalam formula

supositoria sering terdapat senyawa penenang. Obat tersebut bekerja secara

rangkap baik terhadap perifer maupun sentral yang terakhir ini sepenuhnya

berefek sistemik.

3. supositoria berefek sistemik

adalah supositoria yang mengandung senyawa yang diserap dan berefek pada

organ tubuh selain rektum. Pada kelompok ini termasuk supositoria nutritif,

supositoria obat.

Supositoria Nutritif

Digunakan pada penyakit tertentu dimana saluran cerna tidak dapat

menyerap makanan. Jumlah senyawa yang diserap tentu saja sedikit,

namun sudah cukup untuk mempertahankan hidup.

Supositoria Obat

Supositoria tersebut mengandung zat aktif yang harus diserap, mempunyai

efek sistemik dan bukan efek stempat. Bila supositoria obat dimasukan ke

dalam rektum pertama-tama akan timbul efek refleks, selanjutnya

supositoria melebur atau melarut dalam cairan rektum hingga zat aktif

Page 6: makalah biofarmasetika

tersebar dipermukaan mukosa, lalu berefek setempat dan selanjutnya

memasuki sistem getah bening. Obat yang masuk ke peredaran darah akan

berefek spesifik padda organ tubuh tertentu sesuai dengan efek

terapetiknya.

B.RUTE REKTAL

Lima puluh persen aliran darah dari rektum memintas sirkulasi portal

(melalui hati biasanya pada rute oral), sehingga biotransfortasi obat oleh hati

dikurangi. Bagian obat yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum langsung

mencapai vena cava inferior dan tidak melalui vena porta. Keuntungan pemberian

melalui rektal (juga sublingual) dl mencegah penghancuran obat oleh enzim usus

atau pH dalam lambung.

Supositoria, yang dipakai secara rektal mengandung zt aktif yang

tersebarkan (terdispersi) di dalam lemak yang berupa padatan pada suhu kamar

tetapi meleleh pada suhu sekitar 35ºC, sedikit di bawah suhu badan. Jadi setelah

disisipkan ke dalam rektum sediaan padat ini akan meleleh dan melepaskan zat

aktifnya yang selanjutnya terserap dalam aliran darah.

Secara rektal supositoria digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat

diserap oleh mukosa dalam rektum. Aksi kerja awal dapat diperoleh secara cepat,

karena obat diabsorpsi melalui mukosa rektal langsung masuk kedalam sirkulasi

darah, serta terhindar dari pengrusakan obat dari enzim didalam saluran gastro-

intestinal dan perubahan obat secara biokimia didalam hepar.

Obat yang diabsorpsi melalui rektal beredar dalam darah tidak melalui hati

dahulu hingga tidak mengalami detoksikasi atau biotransformasi yang

mengakibatkan obat terhindar dari tidak aktif.

Page 7: makalah biofarmasetika

Penyerapan direktum dapat terjadi dengan tiga cara yaitu:

1. lewat pembuluh darah secara langsung

2. lewat pembuluh getah bening

3. lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati.

Menurut Ravaud Penyerapan hanya terjadi pada pembuluh darah secara

langsung lewat inferior dan vena intermedier yang berperan dan membawa zat

aktif melalui vena iliaca ke vena cava inferior. Menurut Quecauviller dan Jund

bahwa penyerapan dimulai dari vena haemorrhoidalles inferior terutama vena

haemorrhoidalles superior menuju vena porta melalui vena mesentricum inferior.

Saluran getah bening juga berperan pada penyerapan rektal yaitu melalui saluran

toraks yang mencapai vena subclavula sinistra. Menurut Fabre dan Regnier

pengaruh tersebut hanya berlaku pada obat-obat yang larut lemak.

Mukosa rektum dalam keadaan tertentu bersifat permeable sempurna.

Penyerapan rektum kadang-kadang lebih baik dari penyerapan bukal. Selain itu

penyerapan juga tergantung pada derajat pengosongan saluran cerna jadi tidak

dapat diberlakukan secara umum. Bahkan bebrapa obat tertentu tidak diserap oleh

mukosa rektum.

Banyak obat yang tidak diresorbsi secara teratur dan lengkap dari rektum,

sebaiknya diberikan dosis yang melebihi dosis oral dan digunakan pada rektum

kososng, akan tetapi setelah obat diresorbsi efek sistemisnya lebih cepat dan lebih

kuat dibandingkan per oral, berhubung vena-vena bawah dan tengah dari rektum

tidak tersambung pada sistem porta dan obat tidak melalui hati pada peredaran

darah pertama, sehingga tidak mengalami perombakan FPE (first pass effect).

Pengecualian adalah obat yang diserap dibagian atas rektum dan oleh vena rectalis

superior disalurkan ke vena portae dan kemudian ke hati, misalnya

thiazinamium.dengan demikian penyebaran obat didalam rektum yang tergantung

dari basis supositoria yang digunakan, dapat menentukanrutenya kesirkulasi

Page 8: makalah biofarmasetika

darah. Supositoria dan salep juga sering kali digunakan untuk efek lokal pada

gangguan poros-urus, misalnya wasir.

Faktor – faktor yang mempengaruhi absorpsi obat per rektal :

1. Faktor Fisiologis

Rektum mengandung sedikit cairan dengan pH 7,2 dan kapasitas daparnya

rendah. Epitel rektum keadaannya berlipoid, maka diutamakan permiabel terhadap

obat yang tak terionisasi. Jumlah obat yang diabsorpsi dan masuk keperedaran

darah umumnya tergantung dimana obat itu dilepas direktum.

2. Faktor Fisika Kimia dari Obat atau Basis

Urutan peristiwa yang menuju absorpsi obat melalui daerah anorektal

secara diagram adalah sebagai berikut :

Obat dalam pembawa → Obat dalam cairan – cairan kolon → Absorpsi melalui

cairan rektal.

Bila jumlah obat dalam cairan renal ada diatas level yang menentukan laju

maka peningkatan konsentrasi obat yang nyata tidak mempunyai peranan dalam

mengubah laju absorpsi obat yang ditentukan. Tetapi konsentrasi obat

berhubungan dangan laju penglepasan obat dari basis supositoria. Adanya

surfaktan dapat atau tidak dapat mempermudah absorpsi tergantung pada

konsentrasi dan interaksi obat yang mungkin terjadi. Ukuran partikel obat secara

langsung berhubungan dengan laju absorpsi.

absorpsi obat dari daerah anorektal dipengaruhi oleh faktor fisiologis :

• isi kolon

• sirkulasi

• pH

Page 9: makalah biofarmasetika

Karakteristik fisika kimia obat yang mempengaruhi absorpsi :

• koefisisn partisi lemak atau air

• derajat ionisasi.

Faktor yang berhubungan dengan laju absorbsi :

• Kelarutan obat

Pelepasan obat tergantung koefisien partisi lipid air dari obat. Artinya obat

yang larut dalam basis lipid dan kadarnya rendah mempunyai tendensi kecil untuk

cairan rektal. Dan obat yang sedikit larut dalam basis lipid dan kadarnya tinggi

akan segera masuk didalam cairan rektal.

a. Kadar obat dalam basis

b. Difusi obat dari basis supositoria merupakan fungsi kadar obat dan sifat

kelarutan obat dalam basis. Pengangkutan melewati mukosa rektum adalah

proses difusi sederhana, maka bila kadar obat dalam cairan renal tinggi

maka absorpsi obat akan menjadi cepat dan kecepatan absorpsi makin

tinggi bagi bentuk obat yang tidak terdisosiasi.

a. Ukuran partikel

c. Bila kelarutan obat dalam air terbatas dan tersuspensi didalam basis

supositoria maka ukuran partikel akan mempengaruhi kecepatran larutan

dari obat ke cairan renal.

a. Basis supositoria

d. Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak akan dilepas

segera kecairan renal bila basis cepat melepas setelah masuk kedalam

rektum, dan obat akan segera diabsorpsi serta kerja awal dari aksi obat

akan segera nyata. Bila obat yang larut dalam air dan berada dalam basis

larut air kerja awal dari aksi obat akan segera nyata apabila basis tadi

segera larut dalam air.

Page 10: makalah biofarmasetika

Kenyataan bahwa rektum atau kolom merupakan tempat absorpsi obat

yang dapat diandalkan terbukti dengan baik. Untuk menjaga keefektifan terapis

obat dalam suatu sediaan harus dilakukan pemilihan garam obat dan basis yang

sesuai.

.C. KINETIKA PRE-DISPOSISI ZAT AKTIF

Penyerapan zat aktif terjadi setelah proses pelepasan, pemindahan,

pelarutan dan penembusan ke cairan rektum dan keseluruhan proses itu

dirangkum dalam istilah ”kinetik pelepasan atau kinetik predisposisi” (A)

sedangkan fenomena difusi dan penyerapan disebut ” Kinetika penyerapan” (B).

Keseluruhan proses kinetik yang berurutan tersebut tidak dapat saling dipisahkan

dan terdapat sejumlah faktor yang berpengaruh pada berbagai tahap tersebut.

• pelelehan/peleburan; suppo melunak→leleh → zat aktif berpindah ke cairan

rektum → proses difusi →abs.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIK PRE-DISPOSISI ZAT AKTIF

Karena pemberiannya secara khusus ada kemumgkinan terjadi refleks penolakan

melebihi cara pemberian bentuk sediaan lain maka supositoria harus melepaskan

zat aktifnya agar segera menimbulkan efek seefektif cara pemberian oral.

Kecepatan dan keefektifan sediaan supositoria sangat ditentukan oleh afinitas

basis terhadap zat aktif, parameter yang harus diperhatikan pada semua keadaan.

Kinetik predisposisi terdiri atas dua tahap yaitu:

1. penghancur sediaan

ini ditujukan untuk pemberian lavement yang mengandung larutan zat aktif yang

menimbulkan efek farmakologi jauh lebih cepat dari pemberian supositoria yang

mengandung zat akti yang sama. Ini telah dibuktikan bahwa semakin tinggi suhu

lebur zat pembawa maka efek farmakologik yang ditimbulkan semakin lambat,

dan tentu saja tidak terjadi untuk supositoria yang melebur pada suhu 42-430 C.

Page 11: makalah biofarmasetika

2. pemindahan dan pelarutan zat aktif kedalam cairan rektum diikuti difusi

menuju membran yang akan dibacanya (untuk efek setempat) atau berdifusi

melintasi embran agar dapat mencapai siste peredaran darah( efek sistemik).

Transfer zat aktif dari zat pembawa yang melebur atau terlarut pada

mukosa rektum ( merupakan tahap penentu dalam rangkaian proses yang terkait)

tidak hanya sebagai fungsi dari sifat lapisan yang terpapar namun juga

keadaannya dalam supositoria dan beberapa sifat fisiko kimianya.

• Sifat zat aktifnya

• Kelarutan zat aktif

• Koefesien partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rektum.

D.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PENYERAPAN ZAT

AKTIF YANG DIBERIKAN PER-REKTUM

Penyerapan rektum dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang juga

mempengaruhi proses penyerapan pada cara pemberian lainnya, kecuali intra vena

dan intaarteri. Penyerapan perrektum dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

• Kedudukan supositoria setelah pemakaian

• Waktu-tinggal supositoria didalam rektum

• pH cairan rektum

• konsentrasi zat aktif dalam cairan rektum

KETERSEDIAAN HAYATI

Data ketersediaan hayati digunakan untuk menentukan:

1. Banyaknya obat yang diabsorbsi dari formulasi sediaan.

2. Kecapatan obat yang diabsorbsi.

Page 12: makalah biofarmasetika

3. Lama obat berada dalam cairan biologi atau jaringan dan dikorelasikan dengan

respon pasien.

4. Hubungan antara kadar obat dalam darah dan efikasi klinis serta toksisitas.

F.OPTIMASI KETERSEDIAAN HAYATI SUPOSITORIA

Kemampuan penembusan dan penyerapan obat dengan pemberian secara

rektal terutama tergantung pada sifat fika kimianya. peranan bahan pembawa pada

peristiwa ini sangat kompleks sehingga dengan pemilihan bahan pembawa yang

sesuai maka kemungkinan ketersediaan hayati dari zat aktif dapat diperbaiki.

Faktor Fisika Kimia

1. Konsentrasi zat aktif

konsentrasi zat aktif dlm cairan rektum → kelarutan; - semakin besar konsentrasi,

laju abs.>; bentuk garam lbh cepat di abs. daripada btk asam (Na tolbutamid, Na

Salisilat, Na Barbiturat); peningkatan kelarutan dgn mengubah konst.dielketrik zat

aktif atau basis (PEG), - dosis kecil lbh cepat di abs. dibanding dosis besar

pembentukan kompleks zat aktif dgn pembawa dpt menghambat abs.

2. Pemilihan pembawa

Sebagai bahan dasar supositoria digunakan lemak yang meleleh pada suhu tubuh

(36,80 C) yakni oleum cacao dan gliserida sintesis. Demikian pula zat-zat hidrofil

yang melarut dalam getah rektum, misalnya campuran carbowax dan

gliserin+gelatin.

Telah dibuktikan bahwa semakin tinggi sehu lebur zat pembawa maka efek

farmakologiknya yang ditimbulkan lam. Jelaslah bahwa laju pelehan zat pembawa

merupakan langkah penting dalam pelepasan zat aktif. Pelepasan ini terjadi

sempurna hanya jika zat pembawa mencapai suhu lebur. Jadi pada proses

peleburan maka masa kental akan melapisi permukaan mukosa. Dari lapisan inilah

zat aktif akan berpindah ke cairan rektum. Sifat lapisan tersebut sangat tergantung

pada sifat fisika zat pembawa :

Page 13: makalah biofarmasetika

• Konsistensi : masa yang keras lebih sulit pecah dibandingkan masa yang agak

lunak seperti kapsul rektum atau gelatin lunak yang dapat menyebabkan pelepasan

yang lebih cepat. Tetapi faktor tersebut dapat diabaikan bila suhu lebur masa

dibawah 370 C

• Kekentalan setelah peleburan : Moes membuktikan bahwa laju pelepasan zat

aktif dari supositoria lebih lambat bila kekentalan zat yang melebur lebih tinggi.

• Kemampuan pecah : zat pembawa yang kental akn menyulitkan pemecahan dan

pembentukan lapisan dari sebagian permukaan yang kontak dengan mukosa akan

memperlambat pelepasan. Pengamatan sejenis telah dilakukan pada zat pembawa

yang larut dalam rektum dan terbukti adanya hubungan antara laju pelepasan zat

aktif ( in vitro ) dan modul elastisitasnya.

3. Kelarutan

Bila zat aktif sangat larut lemak dan dalam dosis kecil maka kecil kemungkinan

untuk menembus cairan rektum yang sedikit. Sebaliknya zat aktif yang larut

lemak tetapi konsentrasinya mendekati jenuh akan menembus cairan rektum

dengan mudah. Tetapi hal tersebut juga tergantung dari koefesien partisi zat aktif

dalam fase lemak dan cairan rektum

ditenJumlah total abs. dpt tukan menurut pers. Higuchi dgn ketentuan sbb :

a. Zat aktif larut dalam pembawa

juml Q zat aktif yg diserap per satuan waktu ditentukan oleh : ketebalan lapisan

leburan suppo., konsentrasi zat aktif terlarut, koof.difusi zat aktif dlm pembawa,

waktu stlh pemakaian suppo.

- juml terserap (%) ; R = 100 Q/h.C₀

SurfaktanPada tahun 1945 MacKee G, M, dkk, memperlihatkan adanya

pengaruh surfaktan pada penyerapan. Untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan dan daya adhesi zat pembawa berlemak untuk supositoria dapat

ditambahkan surfaktan dengan HLB antara 4-9.

Page 14: makalah biofarmasetika

Koeefesien Partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rektum Seperti

yang telah dibuktikan pada percobaan in-vitro zat aktif larut lemak mula-mula

akan larut dalam basis supositoria sebelum melewati permukaan fil cair dengn

berbagai mekanisme difusi sederhana.

Zat aktif yang larut air harus dapat mencapai permukaan film cairan

dengan berbagai mekanisme transpor, misalnya pengendapan setelah mencapai

permukaan tersebut zat aktif selanjutnya akn dibasahi oleh fase air dan lepas dari

basis dengan proses pelarutan, bila senyawa semakin larut maka pencapaian

permukaan tersebut semakin cepat.

Koefesien partisi zat aktif diantara basis berlemak dan cairan rektum lebih

besar dibandingkan koefesien partisi zat aktif dalam fase lemak dan air karena

terlebih dahulu terjadi keseimbangan antara dua kelarutan.

G>EVALUASI KETERSEDIAAN SUPOSITORIA

Evaluasi yang harus dipertimbangkan yaitu:

• zat aktif yang terserap

• komponen pembawa yang digunakan

• proses pabrikasi dan cara penyimpanan sediaan obat

TINJAUAN PUSTAKA

fiLza Pharmacist: bioavailabilitas sediaan rektal

Page 15: makalah biofarmasetika

http://cha-farmasis.blogspot.co.id/2009/12/bioavailabilitas-sediaan-rektal.html

http://www.scribd.com/doc/251444090/Makalah-Biofarmasi-Rectal-DDS-3-

61214