Makalah Alkaloid Revisi

37
1 BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia banyak terdapat tanaman mahoni yang merupakan salah satu tanaman obat. Tanaman mahoni ini biasanya menghasilkan banyak biji. Pemanfaatan biji mahoni sebagai obat telah dikenal terutama oleh masyarakat di Pulau Jawa antara lain sebagai obat kencing manis (Dalimartha 2001, Mursiti 2004, Li et al. 2005), tekanan darah tinggi, encok, eksim, peluruh lemak, dan masuk angin (Dalimarta 2001), sebagai antikanker (Astuti et al. 2005), juga sebagai antidiare (Maiti et al. 2007). Meskipun terdapat bahan tumbuhan lain yang digunakan sebagai obat tradisional misalnya daun sambung nyawa (Marianti 2003, Marianti 2005), kacang merah (Marsono et al. 2003), bawang putih (Matsuura 2001), daun salam dan herba bulu lutung (Sayekti et al. 2008), herba sambiloto (Yulinah et al. 2001, Soetarno et al. 2005), daun lidah buaya (Sujono et al. 2005), biji papaya (Sukadana et al. 2008), umbi gadung (Sunarsih et al. 2007), buah belimbing (Tan et al. 1996), namun penggunaan biji mahoni sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia terutama untuk obat kencing manis (Dalimarta 2001). Penggunaan biji mahoni sebagai obat selama ini hanya berdasarkan pengalaman turun temurun, dengan demikian perlu adanya penelitian senyawa yang

description

Senyawa Alkaloid

Transcript of Makalah Alkaloid Revisi

12

BAB IPENDAHULUAN

Di Indonesia banyak terdapat tanaman mahoni yang merupakan salah satu tanaman obat. Tanaman mahoni ini biasanya menghasilkan banyak biji. Pemanfaatan biji mahoni sebagai obat telah dikenal terutama oleh masyarakat di Pulau Jawa antara lain sebagai obat kencing manis (Dalimartha 2001, Mursiti 2004, Li et al. 2005), tekanan darah tinggi, encok, eksim, peluruh lemak, dan masuk angin (Dalimarta 2001), sebagai antikanker (Astuti et al. 2005), juga sebagai antidiare (Maiti et al. 2007). Meskipun terdapat bahan tumbuhan lain yang digunakan sebagai obat tradisional misalnya daun sambung nyawa (Marianti 2003, Marianti 2005), kacang merah (Marsono et al. 2003), bawang putih (Matsuura 2001), daun salam dan herba bulu lutung (Sayekti et al. 2008), herba sambiloto (Yulinah et al. 2001, Soetarno et al. 2005), daun lidah buaya (Sujono et al. 2005), biji papaya (Sukadana et al. 2008), umbi gadung (Sunarsih et al. 2007), buah belimbing (Tan et al. 1996), namun penggunaan biji mahoni sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia terutama untuk obat kencing manis (Dalimarta 2001). Penggunaan biji mahoni sebagai obat selama ini hanya berdasarkan pengalaman turun temurun, dengan demikian perlu adanya penelitian senyawa yang terkandung di dalamnya. Penelitian Mursiti (2004) menyimpulkan adanya senyawa alkaloid 3,6,7- trimetoksi- 4- metil- 1,2,3,4- tetrahidro-isoquinolin dalam ekstrak metanol-asam asetat dari biji mahoni bebas minyak. Begitu banyaknya jenis senyawa alkaloid sehingga perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan jenis asam selain asam asetat, misalnya asam nitrat, sehingga memungkinkan isolasi jenis alkaloid yang berbeda yang tidak dapat terisolasi dengan metanol-asam asetat. Beberapa ahli kimia telah berusaha mendefinisikan alkaloid antara lain Sangster (1960) menyatakan bahwa alkaloid adalah senyawa dari tumbuh-tumbuhan yang terjadi secara alamiah mempunyai sifat basa dan paling tidak mengandung satu atom nitrogen yang membentuk bagian dari suatu sistem siklik. Berbagai macam cara untuk mendeteksi alkaloid di dalam jaringan tumbuh-tumbuhan misalnya yang dilakukan oleh Ray (1960). Kesemuanya mengerjakan secara ekonomis berbagai jenis tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi untuk mendapatkan bahan obat yang bermanfaat. Banyak tumbuhan juga sudah diteliti untuk memeriksa adanya alkaloid selain kandungan metabolit sekunder lainnya (Lemes et al. 2003). Untuk mengisolasi alkaloid, senyawa yang bersifat nonpolar dihilangkan terlebih dahulu dari tumbuh-tumbuhan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut petroleum eter. Setelah itu berbagai prosedur untuk mendapatkan alkaloid dapat digunakan. Jaringan tumbuh-tumbuhan dapat diekstrak dengan menggunakan air, etanol, atau metanol, dengan campuran alkohol encer yang sudah diasamkan. Untuk keparluan identifikasi, spektra IR telah digunakan secara luas dalam penjabaran struktur molekul organik. Selain itu penggunaan UV, GC, GC-MS,1HNMR juga akan memberi petunjuk adanya senyawa alkaloid.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan MahoniTumbuhan mahoni adalah tumbuhan tahunan yang sering dijumpai dan biasa ditanam di pinggir jalan. Tumbuhan mahoni merupakan tumbuhan yang besar dan lebat serta sering dimanfaatkan untuk peneduh panas di jalan dan sebagai tanaman hijau kota. Tumbuhan ini juga tumbuh secara liar dihutan-hutan, dikebun dan dimana saja.

Gambar 1. Pohon MahoniBerikut adalah klasifikasi ilmiah dari tanaman mahoni :Kingdom: PlantaeDivisi: MagnoliophytaSubdivisi: AngiospermaeKelas: MagnoliopsidaOrdo: SapindalesFamili: MeliaceaeGenus: SwieteniaSpesies: Swietenia mahagoniMahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris. Kulit luar berwarna coklat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua, beralur dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah 7 tahun, mahkota bunganya silindris, kuning kecoklatan. Buahnya buah kotak, bulat telur, berlekuk lima, warnanya coklat. Bijinya pipih berwarna hitam atau coklat. 2.2 Biji Mahoni

Gambar 2. Biji MahoniBiji mahoni memiliki rasa yang sangat pahit. Dibalik rasa pahit biji mahoni terdapat banyak kandungan yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Biji mahoni (Swietenia mahagoni jacq) memiliki efek farmakologis antipiretik, antijamur, menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes militus), rematik, demam, masuk angin dan kurang nafsu makan. Tidak hanya itu, biji mahoni mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder, yaitu alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid dan saponin (Sianturi, 2001).Kandungan alkaloid pada biji mahoni dapat mengubah susunan rantai DNA pada inti sel bakteri. Flavonoid, saponin, steroid serta terpenoid menyebabkan kerusakan pada dinding sel dan membran sel bakteri. Aktivitas antibakteri tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan menyebabkan kematian sel bakteri (Katzung, 2004).Kandungan yang terdapat pada biji mahoni digunakan sebagai obat untuk penyakit diabetes. Banyak penelitian yang sudah membuktikan pada hewan percobaan bahwa kandungan biji mahoni yang begitu mengandung banyak manfaat. Dari pengembangannya didaerah pertanian biji mahoni juga digunakan sebagai pupuk dengan ekstrak rempah lainnya.

2.3 Senyawa AlkaloidIstilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Alkaloid adalah kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk gugus fungsi amin. Pada umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basah yang mengandung 1/ lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya beracun, jadi banyak digunakan dalam bidang pengobatan. Pada umumnya, alkaloid tidak sering terdapat dalam gymospermae, paku-pakuan, lumut dan tumbuhan rendah. Suatu Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai kemungkinan perannya dalam tumbuhan sebagai berikut :1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang tidak dianut lagi).2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen.3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan konsep yang direka-reka dan bersifat manusia sentris.4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur, beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat.5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam tumbuhan.Perlu dicatat bahwa selama kimia organik berkembang pesat selama periode tersebut, menjadi ilmu pengetahuan yang rumit pada saat ini, usaha pengembangan dalam kimia bahan alam tumbuh sejalan, banyak reaksi yang sekarang merupakan reaksi klasik dalam kimia organik adalah hasil penemuan pertama dari studi yang cermat degradasi senyawa bahan alam.Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur), tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh alkaloid.Awal alkaloida diketahui hanya terdapat dalam tumbuhan, terutama tumbuhan berbunga, Angiospermae. Selanjutnya ternyata terdapat dalam hewan, serangga, biota laut, mikroorganisme dan tumbuhan rendah. Contoh : Sebangsa rusa (muskopiridina), sejenis musang Kanada (kastoramina).

2.4 Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloida. Teknik Pemisahan1. EkstraksiEkstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, partisi, perkolasi, dan sokletasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya : nheksana, eter, kloroform, etil asetat, etanol, metanol, dan air. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotavapor.(Harborne, 1987).

2. KromatografiPenjelasan terperinci tentang kromatografi pertama kali diberikan oleh Michael Tswett, seorang ahli botani Rusia yang bekerja di Warsawa. Pada tahun 1906, dia mengumumkan cara pemisahan klorofil dan pigmen lainnya dalam suatu seri tanaman. Larutan eter petroleum yang mengandung cuplikan diletakkan pada ujung atas tabung gelas sempit yang telah diisi dengan serbuk kalsium karbonat. Ketika ke dalam kolom itu dituangi eter petroleum maka akan terlihat bahwa pigmen-pigmen itu terpisah dalam beberapa daerah. Setiap daerah bewarna itu diisolasi dan diidentifikasi senyawa penyusunnya. Adanya pita bewarna itu maka dia mengusulkan nama kromatografi yang berasal dari bahasa Yunani kromatos yang berarti warna dan graphos yang berarti menulis. Sekarang kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tetap tinggal pada sistem dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya, dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui celah - celah fasa diam. Gerakan fasa gerak menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusunan cuplikan. Ada beberapa cara dalam mengelompokkan teknik kromatografi. Kebanyakan berdasarkan pada macam fasa yang digunakan (fasa gerak - fasa diam), misalnya kromatografi gas dan kromatografi cairan. Cara pengelompokan lainnya berdasarkan mekanisme yang membuat distribusi fasa. Disini metoda kromatografi sebagian dikelompokkan berdasarkan macam fasa yang digunakan dan sebagian lain berdasarkan pada mekanisme pada distribusi fasa.Kromatografi cair-padat atau kromatografi serapan, ditemukan oleh Tswett dan dikenalkan kembali oleh Khun dan Lederer pada 1931, telah digunakan sangat luas untuk analisis organik dan biokimia. Pada umumnya sebagai isi kolom adalah silika gel atau alumina yang mempunyai angka banding luas permukaan terhadap volume sangat besar. Sayangnya hanya ada beberapa bahan penyerap, maka pemilihannya sangat terbatas. Keterbatasan yang lebih nyata pada kenyataan bahwa koefisien distribusi untuk serapan kerap kali tergantung pada kadar total. Hal ini akan menyebabkan pemisahan tidak sempurna. Kromatografi cairan-cairan atau kromatografi partisi, dikenalkan oleh Martin dan Synge pada 1941, dan kemudian mendapatkan hadiah Nobel untuk itu. Fasa diam terdiri atas lapisan tipis cairan yang melapisi permukaan dari padatan inert yang berpori-pori. Ada banyak macam kombinasi cairan yang dapat digunakan sehingga metode ini sangat berguna. Lebih lanjut, koefisien distribusi sistem ini lebih tidak tergantung pada kadar, memberikan pemisahan yang lebih tajam. Kromatografi gas-padat, digunakan sebelum tahun 1800 untuk memurnikan gas. Pada waktu dulu teknik ini tidak berkembang karena keterbatasannya yang sama seperti halnya kromatografi cairan-padat, tetapi penelitian lebih lanjut dengan macam fasa padat baru memperluas penggunaan teknik ini. Kromatografi gas-cairan merupakan metoda pemisahan yang sangat efisien dan serba guna. Teknik ini telah menyebabkan revolusi dalam Kimia Organik sejak dikenalkan pertama kali oleh James dan Martin pada tahun 1052. Hambatan yang paling utama adalah bahan cuplikan harus mempunyai tekanan uap paling tidak beberapa torr pada suhu kolom. Sistem ini sangat baik sehingga dapat dikatakan sebagai metoda pilihan dalam kromatografi karena dapat memisahkan dengan cepat dan peka.(Sudjadi, 1986).

3. Kromatografi Lapisan TipisKromatografi Lapisan Tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Pada hakikatnya Kromatografi Lapisan Tipis melibatkan dua peubah: sifat fasa diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fasa diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair - padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair - cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun sering berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem kromatografi cair- cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, yaitu: silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kieselgur (tanah diatomik), dan selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut. Kromatogram pada kromatografi lapis tipis merupakan noda noda yang terpisah setelah divisualisasi dengan cara fisika atau kimia. Visualisasi cara fisika yaitu dengan melihat noda kromatogram yang mengadsorbsi radiasi ultraviolet atau berfluorosensi dengan radiasi ultraviolet pada = 254 nm atau = 356 nm. Visualisasi dengan cara kimia adalah dengan mereaksikan kromatogram dengan pereaksi warna yang memberikan warna atau fluorosensi sensitif. Visualisasi cara kimia ini dilakukan dengan cara penyemprotan dengan atomizer atau memberikan zat uap kimia pada kromatogram atau dengan pencelupan kedalam pereaksi penampak warna. Pada kromatografi lapis tipis, dikenal istilah atau pengertian Rf untuk tiap tiap noda kromatogram yang didefenisikan sebagai berikut : Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal Jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asalSastrohamidjojo (1985) mengemukakan faktor faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf yaitu: 1) Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan 2) Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya 3) Tebal dan kerataan lapisan penyerap 4) Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak 5) Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang dilakukan 6) Teknik percobaan 7) Jumlah cuplikan yang digunakan 8) Suhu 9) Keseimbangan

4. Kromatografi kolomKolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang- kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kali. Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fasa gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong oleh tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom.(Gritter, 1991).

b. Teknik SpektroskopiTeknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer.( Muldja, 1955 ). Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul. Resonansi Magnet Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. ( Pavia, 1979 ).1. Spektrofotometri Inframerah Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapannya kurang dari 100 cm -1 (panjang gelombang lebih daripada 100 m) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul. Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis garis melainkan berupa pita pita. Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran.(Silverstein, 1984). Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan yaitu vibrasi regang (stretching) dan vibrasi lentur (bending vibrations). 1. Vibrasi Regang Terjadi perubahan jarak antara dua atom dalam suatu molekul secara terus-menerus. Vibrasi regang ada dua macam, yakni vibrasi regang simetris dan tak simetris. 2. Vibrasi Lentur Terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada dua macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang (scissoring dan rocking) dan vibrasi luar bidang (wagging dan twisting).(Noerdin, 1985). Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam inframerah. Medan listrik yang berganti-ganti, yang dihasilkan oleh perubahan penyebaran muatan yang menyertai getaran menjodohkan getaran molekul dengan medan listrik pancaran elektromagnet yang berayun.(Silverstein, 1984).

2. Spektrofotometri UltravioletSpektrofotometri ultraviolet adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm. Pengukuran menggunakan spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektroik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibanding kualitatif. Spektrum UV sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.

3. Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (Nucleic Magnetic Resonance Proton/ 1H-NMR ) Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen.(Cresswell, 1982) Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorpsi tunggal dalam spektrum NMR (Bernasconi, 1995). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu : a. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum puncak tunggal yang kuat. b. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan ke dalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4. Boleh dikatakan semua senyawa organik memberikan resonansi bawah medan terhadap TMS. Hal ini disebabkan Si lebih bersifat elektro positif dibandingkan atom C. TMS sendiri dari segi kimia bersifat lembam, tidak bercampur dengan H2O ataupun air berat.(Muldja, 1955)

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahana. Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :1) Seperangkat alat sokhlet2) Penggerus3) Erlenmeyer bertutup4) Penangas air5) Pelat KLT6) Pipa kapiler7) Seperangkat alat kromatografi kolomb. Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :1) 30 gram biji mahoni2) 300 mL petroleum eter3) Asam nitrat 10%4) Metanol5) Amonia 10%6) Silika gel 40

3.2 Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloida. Preparasi SampelSebanyak 30 gram biji mahoni (Swietenia macrophylla, King) dikeringanginkan di udara terbuka beberapa saat (untuk mengurangi kandungan airnya), kemudian biji mahoni tersebut dicincang.

b. EkstraksiBiji mahoni yang telah dicincang selanjutnya dilakukan ekstraksi sokhlet menggunakan petroleum sebanyak 300 mL selama 8 jam. Ekstrak petroleum eter diuapkan sampai semua pelarut hilang. Ampas hasil ekstraksi dibebaskan dari pelarutnya dengan cara diangin-anginkan, kemudian dilakukan penggerusan. Sebanyak 1 gram ampas biji mahoni bebas minyak dicampur dengan 1 mL larutan asam nitrat 10%, kemudian ditambah 5 mL metanol dalam erlenmeyer bertutup disertai pengocokan selama 5 menit pada suhu 600C menggunakan penangas air, setelah itu disaring, ditambah 1 mL larutan amonia 10% dan kemudian disaring lagi. Filtrat lalu didinginkan dan dipekatkan untuk digunakan sebagai cuplikan dalam kromatografi lapis tipis.

c. Pemisahan dan PemurnianPelat kromatografi lapis tipis yang siap pakai dipotong dengan ukuran 10x10 cm, kemudian keempat cuplikan biji mahoni ditotolkan pada jarak 1 cm dari dasar pelat. Masing-masing totolan cuplikan diberi jarak 2 cm satu sama lain dan dibiarkan beberapa saat. Pelat yang sudah diberi totolan kemudian dimasukkan ke dalam bejana KLT yang sudah jenuh dengan uap eluen. Setelah pemisahan senyawa mencapai batas pelarut pada ujung pelat, pelat KLT segera diangkat. Untuk mencari pelarut yang terbaik maka masing-masing cuplikan diuji pada berbagai komposisi pelarut. Komposisi pelarut yang terbaik digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam biji mahoni pada kromatografi kolom. Sebanyak 10 gram ampas biji mahoni bebas minyak dicampur dengan 10 mL larutan asam nitrat 10%, kemudian ditambah metanol sebanyak 10 mL dalam erlenmeyer bertutup disertai pengocokan selama 5 menit pada suhu 600C dengan menggunakan penangas air, setelah itu disaring, ditambah 10 mL larutan amonia 10% dan disaring lagi. Filtrat yang diperoleh didinginkan dan diuapkan sampai pelarutnya habis, kemudian ditimbang. Filtrat ini kemudian dilarutkan kembali untuk digunakan sebagai cuplikan pada kromatografi kolom. Sebagai penyerap pada kolom digunakan silika gel 40, panjang kolom 27 cm, diameter 2,8 cm, pelarut yang digunakan sesuai dengan hasil pada kromatografi lapis tipis, serta jumlah tetesan 15-20 per menit.

d. Deteksi dan Analisis dengan GC, Spektrometer IR, UV dan 1HNMRSetiap fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom dianalisis dengan kromatografi lapis tipis menggunakan lampu UV. Uji alkaloid dilakukan dengan pereaksi Dragendorff 130 dan 132. Fraksi yang positif terhadap pereaksi Dragendorff dianggap sebagai fraksi yang mengandung alkaloid. Kemudian fraksi ini dianalisis lebih lanjut untuk identifikasi struktur dengan menggunakan GC, spektrometer IR, UV, dan 1HNMR.

BAB IVPEMBAHASAN

Ekstrak yang diperoleh seberat 1,13 gram dengan titik didih 2080C. Untuk mengetahui adanya komponen alkaloid dalam ekstrak (selanjutnya disebut ekstrak N), mula-mula dilakukan uji warna dengan KLT menggunakan eluen kloroform: metanol (95:5), pereaksi Dragen-dorff 130 dan 132 dan diperoleh empat spot. Harga Rf disajikan dalam Tabel 1.

Analisis uji warna terhadap ekstrak N dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menunjukkan adanya bercak yang positif terhadap pereaksi Dragendorff 132 yang berarti ekstrak mengandung senyawa alkaloid. Analisis juga dilakukan dengan kromatografi gas, ternyata dalam ekstrak N terdapat 14 puncak. Kromatogram ekstrak dan waktu retensi disajikan dalam Gambar 1 dan Tabel 2.

Setelah itu dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom menggunakan eluen kloro-form: metanol (95:5), hasilnya adalah sebanyak 34 botol. Sampel-sampel yang terdapat dalam botol yang mengandung komponen sebanyak 5 botol, kemudian dianalisis dengan kromatografi lapis tipis, dan yang mengandung alkaloid dengan harga Rf yang hampir sama sebanyak 3 botol datanya disajikan dalam Tabel 3.

Sampel dalam botol-botol dari ekstrak yang memiliki harga Rf dan penampakan hasil tes warna yang hampir sama tersebut kemudian dijadikan satu dan dianalisis dengan GC, ternyata ekstrak N18,19 dan 20 terdapat 12 puncak. Kromatogram ekstrak dan waktu retensi ditampilkan masing-masing pada Gambar 2 dan Tabel 4.

Berdasarkan analisis GC dalam ekstrak N18,19,20 terdapat 12 puncak yang menunjukkan adanya 12 senyawa di dalamnya. Puncak nomor 1 dengan waktu retensi 3,885 menit dan kelimpahan 30,29% merupakan puncak dari pelarut, jadi sesungguhnya di dalam ekstrak N terdapat 11 senyawa. Kemudian dilakukan pemisahan lagi dengan kromatografi kolom, hasilnya berupa fraksi sebanyak 10 botol, dan yang mengandung komponen sebanyak 3 botol. Sampel-sampel yang terdapat dalam botol yang mengandung komponen kemudian dianalisis dengan kromatografi lapis tipis dan datanya disajikan dalam Tabel 5.

Botol yang positif terhadap reagen Dragendorff dianggap mengandung alkaloid diidentifikasi dan dianalisis dengan menggunakan spektrometer UV, IR, dan kromatografi gas. Ternyata pada ekstrak tersebut terdapat 1 puncak dominan yang kemudian dianalisis dengan spektrometer 1HNMR. Kromatogram, spektra IR, UV, dan 1HNMR dari ekstrak tersebut ditampilkan masing-masing pada Gambar 3, 4, dan 6.

Kromatogram ekstrak N18.7 menunjukkan adanya satu puncak dominan dengan waktu retensi 18,900 menit dan kemurnian 84,23%, sehingga dapat dianalisis lebih lanjut dengan spektrometer IR, UV dan 1HNMR untuk menentukan strukturnya. Analisis spektrometer IR digunakan untuk menentukan jenis gugus fungsional yang terdapat dalam senyawa. Spektra IR ekstrak N18.7 ditampilkan dalam Gambar 4. Pada Gambar 4, spektra IR menunjukkan adanya serapan pada 2954,7 cm-1 yang berasal dari rentangan CH dan 2347,2 cm-1 untuk serapan CH2, serta serapan pada 1340,4 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus CH3. Serapan pada 1716,0 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-O- eter. Keberadaan gugus piridin ditunjukkan pada serapan 1654,3 cm-1 yang diperkuat oleh serapan pada 1226,6 cm-1 yaitu serapan untuk amina heterosiklis dan 3386,8 cm-1 yang menunjukkan adanya N-H. Serapan pada 1560,3 cm-1 dan 1508,2 cm-1 menunjukkan adanya gugus aromatis. Analisis dengan spektrometer UV digunakan untuk menentukan jenis inti yang terdapat dalam senyawa alkaloid. Spektra UV ekstrak N18.7. Dari spektra UV Gambar 6 diperoleh dua puncak dominan yaitu serapan pada maks (MeOH) 208 nm, 240 nm dan 286 nm. Serapan tersebut menunjukkan adanya alkaloid yang memiliki inti dihidro-piridin (Eicher & Hauptmann, 1995) Analisis dengan spektrometer 1HNMR dilakukan untuk mengetahui lingkungan kimia dari proton yang terdapat dalam molekul senyawa, menggunakan pelarut CDCL3 dan CHCl3 sebagai larutan standar. Spektra 1HNMR ekstrak N18.7 ditampilkan dalam Gambar 7.

Penggunaan CHCl3 sebagai larutan standar menggantikan TMS dilakukan karena pada saat penelitian ini dilakukan larutan standar TMS tidak tersedia di laboratorium (persediaan habis). Pergeseran kimia pada 7,24 ppm merupakan pergeseran kimia larutan standar CHCl3. Hasil analisis ini kemudian dibandingkan dengan senyawa referensi hasil estimasi pergeseran kimia 1HNMR dengan komputer menggunakan program CS ChemDraw Ultra. Hasil analisis ditampilkan dalam Tabel 6.

Berdasarkan analisis spektroskopi 1HNMR ekstrak N18.7, maka diperkirakan senyawa alkaloid yang terdapat dalam ekstrak metanol - asam nitrat adalah 5-etil-6-metoksimetil-2-metil- 1,2-dihidro-piridin (C13H23NO) dengan struktur seperti dalam Gambar 8.

BAB VPENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah diuraikan maka dapat diambil kesimpulan bahwa isolasi senyawa alkaloid dari biji mahoni dapat dilakukan dengan menggunakan metanol - larutan asam nitrat. Senyawa alkaloid dari biji mahoni ekstrak metanol - larutan asam nitrat yang diperoleh diperkirakan adalah 3,4,5-trietil-6-metoksi-2-metil-1,2-dihidro-piridin.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti P, Alam G, Hartati, Mae S, Sari D & Wahyuono S. 2005. Uji Sitotoksik Senyawa Alkaloid dari Spons Petrosia sp : Potensial Pengembangan sebagai Antikanker. Majalah Farmasi Indonesia 16: 58 62

Dalimartha S. 2001. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Diabetes Mellitus (cetakan ke-6). Jakarta: Penebar Swadaya

Eicher T & Hauptmann S. 1995. The Chemistry of Heterocycles: Structure, Reactions, Synthesis, and Applications. New York : Georg Thieme Verlag

Lemes MR, Gribel R, Proctor J & Grattapaglia D. 2003. Population genetic structure of mahogany (Swietenia macrophylla King, Meliaceae) across the Brazilian Amazon, based on variation at microsatellite loci: implications for conservation. Mol Ecol 12: 2875-2883

Li D, Chen J, Chen Q, Li G, Chen J, Yue J, hen Min-li, Wang X, Shen J, Shen X & Jiang H. 2005. Swietenia mahagony extract shows agonistic activity to ppar and give ameliorative effects on diabetic Db/Db mice. Acta Pharmacol Sin 26: 220-222

Maiti A, Dewanjee S & Mandal SC. 2007. In vivo evaluation of antidarrhoeal activity of the seed of Swietenia macrophylla King (Meliaceae). Tropical J Pharm Res 6: 711-716

Marianti A. 2003. Aktivitas hipoglikemik ekstrak herba tapak dara bunga putih pada tikus putih normal dan diabetik karena aloksan. J MIPA Unnes 26: 79-90

Marianti A. 2005. Kadar glukosa dan trigliserida serum darah tikus diabetik induksi streptozotosin yang diperlakukan dengan ekstrak daun sambung nyawa. J MIPA Unnes 28: 24-31

Marsono Y, Noor Z, Rahmawati F. 2003. Pengaruh diet kacang merah terhadap kadar gula darah tikus diabetik induksi aloksan. J Teknologi dan Industri Pangan 14: 1-6

Matsuura H. 2001. Saponin in garlic as modifiers of the risk of cardiovascular disease. J Nutr 131: 1000-1005

Mursiti S. 2004. Identifikasi Senyawa alkaloid dalam biji mahoni bebas minyak (Swietenia macrophylla King) dan efek biji mahoni terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih (Rattus Novergicus). Tesis. UGM. Yogyakarta.

Ray LL. 1960. Alkaloid the Worlds Pain Killers. J Chem Educ 37: 451

Sangster AW. 1960. Determination of alkaloid structures. J Chem Educ 69: 22502250

Sayekti S, Muhtadi A & Supriyatna. 2008. Aktivitas hipoglikemik daun salam dan herba bulu lutung. Cermin Dunia Kedokteran. 30: 28-31

Soetarno S, Sukandar, Yulinah E, Sukrasno, & Yuwono A. 2005. Aktivitas hipoglisemik ekstrak herba sambiloto (Andrographis paniculata, Nees, Acanthaceae). JMS 4: 62-69

Sujono, Azizah T, Wahyuni AS. 2005. Pengaruh decocta daun lidah buaya (Aloe vera, L) terhadap kadar glukosa darah kelinci yang dibebani glukosa. J Penelitian Sains & Teknologi 6: 26-34

Sukadana IM, Santi SR, Juliarti NK. 2008. Aktivitas antibakteri senyawa golongan triterpenoid dari biji pepaya (Carica papaya, L.). J Kimia 2: 15-18

Sunarsih ES, Djatmika & Utomo RS. 2007. Pengaruh pemberian infusa umbi gadung (Dioscorea hispida, Dennst) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan diabetes yang diinduksi aloksan. Majalah Farmasi Indonesia 18: 29-33

Tan BKH, Fu P, Chow PW & Hsu A. 1996. Effect of A. bilimbi on blood sugar and food intake in streptozotocin-induced diabetic rats. Phytomed 3: 271 Yulinah E, Sukrasno & Fitri MA. 2001. Aktivitas antidiabetika ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis paniculata, Nees, Acanthaceae). JMS 6: 13-20