makalag diabetes melitus dengan retinopati diabetic
-
Upload
sorayafabanyo -
Category
Documents
-
view
29 -
download
1
description
Transcript of makalag diabetes melitus dengan retinopati diabetic
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis adalah penyakit yang sering
diderita dan dapat menyebabkan kelainan yang cukup serius pada mata yaitu
Retinopati Diabetik (RD). Di Negara maju Retinopati Diabetik (RD)
merupakan salah satu penyebab kebutaan utama pada usia produktif. Resiko
kebutaan akan semakin meningkat sejalan dengan lamanya menderita DM.
oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengenal lebih baik komplikasi
DM pada mata dan mengetahui usaha-usaha apa saja ynga dapat dilakukan
sehingga dapat mengurangi resiko kebutaan karena Retinopati Diabetik.
Penelitian menemukan bahwa lamanya menderita DM adalah faktor
penting untuk resiko terjadinya RD. DM selama 17-25 tahun punya resiko
90% untuk terjadinya Retinopati Diabetik. Faktor-faktor yang merupakan
faktor resiko adalah hipertensi, merokok, penyakit ginjal dan anemia. Dan
diabetes sendiri dapat menyebabkan beberapa penyakit mata lainnya seperti
katarak dan galukoma.
Kontrol ketat kadar gula darah mengurangi progresitifitas RD. Tekanan
darah yang terkontrol dengan baik dan fungsi ginjal yang baik dapat juga turut
memperbaiki keadaan retinopati. Selain itu pengobatan laser sangat penting.
Tujuannya adalah untuk menstabilkan dan mencegah progresitifitas penyakit
menjadi lebih buruk. Maka pengobatan laser dan operasi dapat sangat efektif
pada RD.
Diabetes Melitus dan Komplikasinya pada Mata, Diabetes dapat
disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu ketidakmampuan tubuh dalam
menghasilkan insulin atau insulin yang dihasilkan tidak dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
Di dalam tubuh, insulin sangat berperan dalam penyerapan gula sederhana
(hasil pencernaan) oleh sel otot untuk disimpan sebagai cadangan energi.
Penyakit ini jika tidak segera ditangani akan mengakibatkan timbulnya
penyakit lain, seperti : kebutaan, jantung, penyakit pada pembuluh darah,
stroke, gagal ginjal, dan kerusakan syaraf. Diabetes pada ibu hamil dapat
1
meningkatkan resiko kelahiran bayi cacat. Komplikasi Diabetes Melitus (DM)
pada mata dapat terjadi pada kornea, lensa, retina, dan Nervus Optikus.
Komplikasi retina (Retinopati Diabetik) merupakan penyebab kebutaan sekitar
12 - 21% dari seluruh kasus kebutaan di Amerika Serikat.
2. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Diabetes Melitus ?
2. Apa Etiologi Diabetes Melitus ?
3. Bagaimana Patofisiologi Diabetes Melitus ?
4. Apa saja komplikasi akibat dari Diabetes Melitus ?
5. Bagaimana Penatalaksanaan Diabetes Melitus ?
6. Apa Pengertian Retinopati Diabetik ?
7. Apa Etiologi Retinopati Diabetik ?
8. Apa saja klasifikasi dari Retinopati Diabetik ?
9. Bagaimana patofisiologi dari Retinopati Diabetik ?
10. Apa gejala klinis dari Retinopati Diabetik ?
11. Bagaimana Penatalaksanaan Retinopati Diabetik ?
3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pengertian Diabetes Melitus
2. Untuk mengetahui Etiologi Diabetes Melitus
3. Untuk mengetahui Patofisiologi Diabetes Melitus
4. Untuk mengetahui komplikasi dari Diabetes Melitus
5. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Diabetes Melitus
6. Untuk mengetahui Pengertian Retinopati Diabetik
7. Untuk mengetahui Etiologi Retinopati Diabetik
8. Untuk mengetahui klasifikasi dari Retinopati Diabetik
9. Untuk mengetahui patofisiologi dari Retinopati Diabetik
10. Untuk mengetahui gejala klinis dari Retinopati Diabetik
11. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Retinopati Diabetik
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Diabetes Mellitus
1.1.Pengertian Diabetes Mellitus
Penyakit Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, seringkali juga disapa
dengan ”Penyakit Gula” karena memang jumlah atau konsentrasi glukosa atau
gula di dalam darah melebihi keadaan normal.1 Diabetes merupakan penyakit
tertua pada manusia. Nama lengkapnya adalah Diabetes Melitus, berasal dari
kata Yunani : siphon (pipa) dan gula yang menggambarkan gejala diabetes
yang tidak terkontrol, yakni keluarnya sejumlah urin manis karena
mengandung gula (glukosa).2
Diabetes Melitus adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
dapat memproduksi insulin yang cukup, atau sebaliknya, ketika tubuh tidak
mampu secara efektif menggunakan insulin yang telah di produksi tersebut.
Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang bersifat universal,
dengan pengertian penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia, termasuk di
Negara yang belum berkembang. Menurut laporan WHO 1985 prevalensi
penyakit ini bervariasi dari 1% sampai 25%. Di Indonesia survei populasi
telah dilakukan di beberapa daerah dengan hasil prevalensi berkisar antara 1,4-
6,8%.3
Insulin merupakan hormon yang di hasilkan oleh kelenjar pankreas yang
berfungsi membantu tubuh mendapatkan energi dari makanan yang diubah
menjadi glukosa yang beredar keseluruh tubuh melalui peredaran darah.
Tubuh akan menyimpan glukosa didalam sel-sel ( sel otot, jantung, lemak, hati
dll) untuk kemudian digunakan sebagai sumber energi. Hormon insulin dari
penkreas ini berfungsi sebagai anak kunci untuk membuka pintu masuk
kedalam sel.1
3
1.2.Etiologi
Pada Diabetes tipe I
Pada diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancur sel-sel beta pankreas.
Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Diabetes terjadi jika tubuh
tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula
darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap
insulin.4
Pada Diabetes tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan penting dalam proses terjadinya resistensi
insulin.4
1.3.Patofisiologi
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa
akan dikeluarkan melalui air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal
akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa
yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang
berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak
(poliuri). Akibatnya, maka penderita merasakan haus yang berlebihan
sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air
kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar
biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan
kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan
olah raga. Penderita diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka
terhadap infeksi.
4
Pada penderita diabetes tipe 1, terjadi suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Meskipun kadar gula di dalam darah tinggi tetapi
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, sehingga sel-
sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sumber untuk energi dapat
berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang
merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi
asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus
dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama
pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha
untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau
aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi
koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai
menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe 1 bisa mengalami
ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau
mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.5
1.4. Komplikasi Diabetes Melitus
Ketidak patuhan penderita DM terhadap penatalaksanaan manajemen diabetes
dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang dan kronik bagi penderita
tersebut. Komplikasi kronik dapat mengenai seluruh tubuh mulai dari kepala
sampai ke kaki. Komplikasi kronik diabetes dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu: komplikasi makroangiopati dan komplikasi mikroangiopati.
Komplikasi makroangiopati yaitu komplikasi yang mengenai pembuluh darah
besar seperti otak, jantung dan kaki dan komplikasi mikroangiopati terjadi
pada peembuluh darah halus yang berada pada ginjal yang disebut nefropati,
pada mata disebut retinopati diabetik dan pada saraf perifer disebut neuropati
diabetic.6
1.5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik dan diharapkan pada setiap tipe diabetes dapat
5
mencapai kadar glukosa darah yang normal. Penanganannya bervariasi karena
terjadi perubahan gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya. Ada
beberapa komponen dalam penatalaksanaan diabetes meliputi diet, latihan
fisik, pemantauan kadar gula darah, terapi dan penyuluhan berupa
pendidikan.4
2. Konsep Retinopati Diabetik
2.1.Pengertian Retinopati Diabetik
Diabetik retiopati merupakan penyulit penyakit Diabetes Melitus yang paling
ditakuti.7 Karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosanya yang kurang
baik bagi penglihatan.8 Meskipun dapat dihindari dengan mengontrol kadar
gula darah yang baik dan deteksi dini jika ada kelainan pada mata.
Retinopati Diabetik merupakan kelainan retina yang ditemukan pada penderita
diabetes mellitus dimana retinopati akibat diabetes melitus yang lama yang
dapat berupa melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak.9 Pada
retinopati diabetik secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina
atau lapisan saraf mata sehingga mengalami kebocoran sehingga terjadi
penumpukan cairan (eksudat) yang mengandung lemak serta pendarahan pada
retina yang lambat laun dapat menyebabkan penglihatan buram, bahkan
kebutaan. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes dapat
menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan.6
6
2.2. Etiologi
Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa
lamanya terpapar pada hiperglikemia (kronis menyebabkan perubahan
fisiologi dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel
pembuluh darah.4 Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi
retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun
setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2,
tetapi pada pasien ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara
tepat.10
2.3. Klasifikasi Retinopati Diabetik:
Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :
1. Retinopati Diabetik non Proliferatif (Background Diabetic Retinopathy).
Merupakan stadium awal dari proses penyakit Retinopati Diabetik. Selama
menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil
pada mata melemah sehingga timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah
tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan
dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan
7
pembentukan bercak berbentuk cotton wool berwarna abu-abu atau putih.
Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga
terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi
penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak
menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang
disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.
Retinopati Diabetik Prapoliferatif dan Edema makula
Keadaan yang merupakan lanjutan dari retinopati nonproliferatif yang
dianggap sebagai pencetus timbulnya retinopati proliferative yang lebih serius.
Bukti epidemiologi menyebutkan bahwa 10% hingga 50% penderita retinopati
diabetik akan menderita retinopati proliferatif dalam waktu yang singkat
(mungkin hanya dalam waktu 1 tahun). Seperti retinopati nonproliferatif, jika
perubahan visual terjadi selama stadium prepoliferatif maka keadaan ini
biasanya disebabkan oleh edema makula.
Edema makula pada retinopati diabetik non proliferatif merupakan penyebab
tersering timbulnya gangguan penglihatan.11 Edema ini terutama disebabkan
oleh rusaknya sawar retina-darah bagian dalam pada endotel kapiler retina
sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan
sekitarnya. Edema ini dapat bersifat fokal dan difus. Edema ini tampak
sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat
intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar
disekitar mikroaneurisma dan paling sering berpusat dibagian temporal
makula.10
2. Retinopati Proliferatif
Retinopati proliferative merupakan stadium yang lebih berat pada penyakit
retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah
pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan
retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan
pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan
terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas
8
dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina
secara permanen serta bahagian- bahagian lain dari mata sehingga
mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.4,12
Pembagian Retinopati Diabetik dapat diklasifikasikan berdasarkan derajatnya
menjadi:
Derajat I. terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada
fundus okuli
Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli.
Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan dan bercak terdapat
neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli.
2.4.Patofisiologi Retinopati Diabetik
Peningkatan kadar glukosa dalam darah yang terus menerus mengakibatkan
rusaknya pembuluh darah. Glukosa yang berada di pembuluh darah
menyebabkan penebalan pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran. Pada
retinopati diabetik secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina
atau lapisan saraf mata yang telah mengalami kebocoran sehingga terjadi
penumpukan cairan (eksudat) yang mengandung lemak serta pendarahan pada
retina yang lambat laun dapat menyebabkan penglihatan buram, bahkan
kebutaan. Kebocoran tersebut sudah menunjukkan bahwa suplai darah ke
bagian mata sudah tidak baik. Selanjutnya, pembuluh darah baru bisa tumbuh
untuk memperbaiki suplai darah namun pembuluh darah baru tersebut sangat
mudah pecah hingga menimbulkan pendarahan. Bila kerusakan retina sangat
berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun
dilakukan usaha pengobatan.2,6
2.5. Gejala Klinis
Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa : 13,14
Kesulitan membaca
9
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa : 15
Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah terutama polus posterior.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-
kelok.
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan Pada permulaan eksudat
pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan
hilang dalam beberapa minggu.
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan
iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak
berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia
retina.
Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok
, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan
retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca.
Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan retina, perdarahan subhialoid ( preretinal ) maupun
perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.
10
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi
pasien Diabetes Melitus melakukan pemeriksaan Retinopati Diabetik
Dalam melakukan pemeriksaan Retinopatinopati Diabetikum, pasien Diabetes
mellitus dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain:
2.6.1 Tingkat Pengetahuan
11
Penderita diabetes tidak mengetahui arti pentingnya pengendalian glukosa
yang dapat mengakibatkan komplikasi yang mengancam kebutaan. dan
ketidakmauan penderita diabetes dalam melakukan pendeteksian awal pada
penyakit mata yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula merupakan
kendala yang sangat banyak ditemukan.16 Banyak penderita diabetes yang
tidak memeriksakan matanya setahun sekali untuk mengetahui apakah telah
mengalami retinopati. Pada hal apabila dilakukan pemeriksaan dan deteksi
awal dan pengobatan yang tepat pada penderita retinopati dapat membantu
mencegah, menghambat dan merubah kehilangan penglihatan. Sehingga
penderita diabetes yang telah mengalami retinopati tidak mengetahui bahwa
mereka telah menderita retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan
yang lebih lanjut.12 Dan penderita Diabetes Melitus datang mengunjungi
layanan kesehatan setelah disertai berbagai komplikasi yang menunjukkan
sebenarnya telah menderita diabetes selama bertahun-tahun.
Dan oleh karena berbagai hambatan sebagian besar penderita diabetes tidak
dapat melakukan kontrol yang maksimal terhadap penyakitnya sehingga
memperburuk komplikasi yang ada. Adanya komplikasi yang lebih berat yang
dialami pasien berawal dari kesulitan membaca/menulis, menonton TV, atau
mengenali muka orang. Jaringan neovaskular yang terus bertumbuh
(proliferatif) pada PDR juga dapat berpotensi menarik retina hingga terlepas
dan/atau robek (ablasi retina). Ablasi retina pada retinopati diabetik berakibat
kebutaan dan umumnya sulit ditangani.6
Pengalaman pada masyarakat yang tidak mempunyai cukup informasi tentang
Diabetes Mellitus akan berpengaruh pada ketidaktahuan tentang gejala, tanda
dan penangganannya, hal ini mengakibatkan semakin banyak masyarakat akan
terkena Diabetes Melitus. Pengalaman seseorang pada dasarnya dipengaruhi
oleh pendidikan seseorang, dimana semakin baik pendidikan seseorang
berpengaruh pada pengetahuan serta informasi yang dimiliki. Notoatmodjo
menyatakan bahwa pendidikan memberikan suatu nilai- nilai tertentu bagi
manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru.17
Pengetahuan juga diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan melihat dan
12
mendengar sendiri, serta melalui alat-alat komunikasi, misalnya membaca,
mendengar radio, melihat televisi.
Betapa penting penyuluhan sebagai salah satu metoda pengobatan. Terbukti
bahwa pada mereka yang mendapat penyuluhan secara tetap, komplikasi koma
diabetes makin jarang terjadi, jumlah amputasi menurun, kemungkinan masuk
rumah sakit makin kurang dan kepatuhan berobat meningkat. Upaya
penyuluhan yang dilakukan untuk mencegah memburuknya komplikasi
diabetik meliputi: penyuluhan mengenai penyakit diabetes bagi penderita,
pendidikan bagi dokter tentang bagaimana memberikan pengobatan yang tepat
bagi penderita, mengaktifkan klinik diabetes di rumah sakit besar, peran serta
perkumpulan diabetes, dan kalau mungkin mendirikan yayasan diabetes. Di
Indonesia penyuluhan penderita telah dirintis oleh Prof. Dr. Supartondo di RS.
Ciptomangunkusumo. Dengan sendirinya cara ini membutuhkan tenaga dan
waktu. Di Ujung Pandang penyuluhan bagi penderita baru dimulai pada tahun
1989, baik melalui perkumpulan diabetes maupun di klinik. Masih
membutuhkan waktu yang lama untuk memetik hasil dari proses penyuluhan
penderita. Walaupun demikian saya yakin bahwa cara inilah merupakan salah
satu langkah terbaik untuk mencegah komplikasi diabetik yang lebih buruk.3
Dan dari itu semua, pengalaman juga berpengaruh dimana pengalaman
merupakan guru yang baik dan merupakan sumber pengetahuan, atau
pengetahuan itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan walaupun tidak semua pengalaman pribadi dapat
menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar, maka perlu
berfikir kritis dan logis.17
2.6.2.Status Ekonomi
Program pendeteksiaan awal pada mata merupakan hal yang sangat penting
dan merupakan pengobatan tahap awal pada penderita diabetes guna
mengurangi resiko terjadinya kebutaan dan komplikasi yang lebih berat.
Biaya- biaya ataupun harga yang diperlukan pada pendeteksian awal tersebut
13
cukup relatif murah dan ekonomis termasuk bagi kalangan menengah
kebawah. Namun masyarakat berasumsi bahwa biaya untuk pendeteksian awal
penyakit sama dengan biaya pengobatannya yaitu biaya yang cukup mahal.
Dengan adanya berbagai asumsi yang salah seperti itu mengakibatkan
keterlambatan pendeteksian penyakit sehingga tidak jarang para penderita DM
datang dengan berbagai komplikasi seperti retinopati diabetik pada tahap
lanjut yang lebih parah. Dengan adanya berbagai komplikasi yang lebih berat
termasuk retinopati yang mengancam kebutaan, bagaimanapun juga biaya
yang dibutuhkan sebenarnya akan jauh lebih mahal dibandingkan dengan
biaya pendeteksian awal yang sebenarnya dapat dihindarkan.
Disamping itu, banyak dokter mata yang tidak ikut ambil peran ketika akan
dilakukannya program pendeteksian awal terhadap penyakit retinopati
diabetik. Sehingga, para masyarakat harus membayar mahal ketika melakukan
pemeriksaan awal untuk membayar tenaga kesehatan lain yang bukan dokter
mata tetapi khusus dari bagian ophtalmol.16 Pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit Diabetes Mellitus masih sangat minim. Hal ini membuat sebagian
masyarakat masih enggan melakukan deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus
dengan alasan beban ekonomi karena besarnya biaya medis yaitu biaya obat,
biaya kunjungan dokter, pemeriksaan laboratorium, biaya untuk mengatasi
komplikasi, dan biaya penyakit penyerta.4
2.6.3.Persepsi
Sangat penting untuk diketahui bahwa pada pembedahan retinopati yang
dilakukan dengan bedah vitrektomi seringkali segala tindakan tersebut tidak
dapat mengembalikan penglihatan yang sudah hilang tetapi hanya dapat
mencegah perburukan lebih lanjut. Persepsi bahwa dengan dilakukan
pembedahan yang tidak dapat mengembalikan penglihatan seperti semula akan
memicu penderita diabetes tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan
retinopati segera sebelum ada komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah
dengan kontrol yang baik dan deteksi sedini mungkin.18 Dan penderita DM
hanya 30% yang dapat berobat teratur sehingga bagi yang tidak melakukan
pengobatan secara teratur memiliki peluang besar untuk menderita komplikasi
lebih lanjut sangat besar termasuk Retinopati Diabetik. Retinopati Diabetik
14
tidak menimbulkan tanda dan gejala yang spesifik yang berat sampai pada
akhirnya terjadi kebutaan. Dan hal ini mungkin disebabkan karena minimnya
informasi yang diperoleh oleh masyarakat tentang diabetes termasuk retinopati
diabetik yang menjadi komplikasi dari DM. Dan tidak ada penanganan atau
pencegahan dini yang dilakukan oleh penderita DM tersebut.6 Penderita
diabetes mellitus tidak menyadari dirinya telah mengidap retinopati diabetik
karena penyakit ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan
retina makin parah. Dan sayangnya lagi banyak penderita diabetes yang tidak
memeriksakan matanya setahun sekali untuk mengetahui apakah telah
mengalami retinopati (atau penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes).
Akibatnya, mereka tidak mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati
sampai akhirnya kehilangan penglihatan yang signifikan yang memang di
akibatkan oleh retinopati diabetik.12
2.6.4.Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dari hasil penelitian klinik di beberapa sentra pendidikan di indonesia,
dilaporkan retinopati diabetik berkisar antara 13,1%-57,5%. Prevalensi
retinopati diabetik di Indonesia tidak banyak berbeda dengan yang dilaporkan
di beberapa negara ASEAN seperti di Philippine 25,0%, di Thailand 17,0%.
Ada kecenderungan bahwa angka kebutaan akibat diabetes melitus, khususnya
akibat retinopati diabetik di Indonesia akan cukup tinggi. Setidaknya ada
alasan yang menunjang perkiraan tersebut yaitu sebagian dari penderita
diabetes melitus di Indonesia baru mengunjungi dokter setelah disertai dengan
berbagai komplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sebenarnya telah
mengidap diabetes melitus bertahun-tahun sebelum ke dokter. Dan oleh karena
berbagai hambatan, sebagian besar dari penderita diabetes mellitus tidak
melakukan kontrol penyakitnya secara maksimal.3
Di Indonesia sudah banyak didirikan pusat kesehatan yang mampu memberi
layanan komprehensif bagi penderita diabetes, tetapi masih terkonsentrasi di
kota-kota besar sehingga cakupannya masih sangat kurang.6 Diperkenalkannya
pengobatan melalui fotokoagulasi merupakan suatu kemajuan pesat di bidang
pengobatan retinopati diabetik.
15
Pengobatan fotokuagulasi retinopati diabetik sangat menolong untuk
mencegah kebutaan. Tetapi sangat disayangkan bahwa pengobatan
fotokoagulasi di Indonesia baru terbatas pada beberapa kota besar yaitu
Surabaya dan Jakarta. Sedangkan di Indonesia bagian timur belum tersedia
fasilitas fotokoagulasi yang sebenarnya sudah sangat dibutuhkan.3
Dan diberbagai Negara pendeteksian awal terhadap komplikasi mata pada
penderita DM, terkait dengan tenaga kesehatan yaitu dokter mata tidak
mempunyai waktu yang cukup sehingga banyak mendapati pasien retinopati
diabetik tahap lanjut.16
2.7.Penatalaksanaan Retinopati Diabetik
2.7.1. Mencegah sedini mungkin
Prinsip utama dalam menangani retinopati diabetik adalah pencegahan dengan
deteksi dini sebelum terjadi gangguan penglihatan yang berat. Walaupun
belum mengeluh dan tanpa melihat berapa lama ia menderita diabetes, seorang
pasien harus dirujuk ke dokter mata untuk menjalani pemeriksaan mata awal
(skrining). Apabila retinopati diabetik sudah teridentifikasi, dilakukan
manajemen sedini mungkin bagi penderita dengan melakukan pemeriksaan
mata secara berkala, minimal satu kali dalam setahun.18
2.7.2.Fotokoagulasi laser
Terapi utama pada retinopati diabetik adalah tindakan fotokoagulasi laser pada
retina. Tindakan laser bertujuan menutup kebocoran pembuluh darah retina,
mengurangi edema makula, dan mencegah timbulnya rangsang untuk
pembentukan neovaskular. Secara umum, tindakan laser pada retina yang
dibarengi dengan manajemen diabetes yang baik dapat mengurangi risiko buta
hingga 90 persen.18
Terdapat beberapa tekhnik fotokoagulasi laser, yaitu :
a. Panretinal photocoagulation (PRP)/Scatter
16
Pada retinopati diabetik, fotokoagulasi yang digunakan adalah PRP
( Panretinal photocoagulation), yang dilakukan dalam pola menyebar ( scatter)
pada retina, yang berguna untuk regresi neovaskularisasi, tetapi intensitas dan
besarnya bakaran pada PRP bervariasi tergantung dari setiap kasus dan
protokol yang ditetapkan.19,20,21
b. Focal dan Grid Laser Photocoagulation
Penatalaksanaan edema makula pada retinopati diabetik dapat menggunakan
dua metoda yang berbeda dengan PRP, yaitu
1. Focal laser photocoagulation
diarahkan langsung pada pembuluh darah yang abnormal dengan
tujuan mengurangi kebocoran cairan yang kronis.20,21
2. Grid laser Photocoagulation
digunakan pada kebocoran difus, dan dilakukan dengan pola grid pada
area yang edema.20,21
Indikasi tindakan fotokoagulasi laser, yaitu :20
1. NPDR yang dIsertai dengan CSME.
Pada dasarnya semua pasien dengan CSME memerlukan terapi
fotokoagulasi untuk melindungi makula dan penglihatan sentral
2. PPDR (preproliferative retinopathy)
merupakan indikasi terapi laser, karena resiko perkembangan penyakit
kearah PDR tinggi ( 10 – 50 % dalam 1 tahun kecuali diterapi dengan
laser). Keadaan ini mengindikasikan iskemi retina yang progresif, ditandai
dengan perdarahan di seluruh kuadran retina, atau didapatkan kaliber vena
yang abnormal ( beading ) di dua kuadran atau setidaknya terdapat IRMA (
intraretinal microvascular abnormalities ) di satu kuadran, dan cotton wool
spot.
17
3. Early/moderate PDR ( proliferative diabetic retinopathy )
Penderita early/moderate PDR merupakan indikasi terapi laser, karena
sudah didapatkan pertumbuhan neovaskularisasi yang tidak normal
sehingga fotokoagulasi laser dapat meregresi neovaskularisasi in.i
Keadaan ini ditandai dengan perdarahan luas, eksudat lunak, cotton wool
spot, dan perdarahan intraretina ayng multiple disertai NVE
(neovascularization elsewhere)
4. PDR dengan CSME
Keadaan ini merupakan indikasi fotokoagulasi laser untuk meregresi
neovaskularisasi yang tidak normal dan untuk melindungi makula juga
penglihatan sentral. Keadaan ini ditandai dengan perdarahan subretinal
yang luas disertai eksudat. Focal/grid dan PRP (panretinal
photocoagulation) merupakan pilihan terapi pada keadaan ini.
5. PDR lanjut yang disertai neovaskularisasi
Keadaan ini merupakan stadium lanjut retinopati diabetik, biasanya
ditandai dengan neovaskularisasi pada diskus ( NVD ) pada area yang
lebih besar dari 1⁄4 ukuran diskus, atau perdarahan vitreus dan perdarahan
preretina yang disertai NVD, atau perdarahan vitreus dan preretina yang
disertai neovaskularisasi lebih besar dari 1⁄2 diameter diskus tetapi jauh
dari diskus optikus ( NVE ). Pada keadaan ini, laser merupakan pilihan
terapi untuk meregresi neovaskularisasi yang tidak normal dengan syarat,
operator dapat melihat fundus retina secara adekuat, karena jika terjadi
perdarahan vitreus yang hebat, akan sulit bagi operator untuk melakukan
laser, sehingga pada keadaan ini perlu dipertimbangkan untuk dilakukan
vitrektomi.
2.7.3.Pembedahan Virektomi
Pemedahan dengan vitrektomi, yaitu tindakan bedah mikro yang bertujuan
membersihkan perdarahan badan kaca, membebaskan retina dari segala
tarikan akibat pertumbuhan neovaskular dan mengaplikasikan sinar laser
18
secara langsung di dalam bola mata. Pada kasus-kasus PDR, vitrektomi dapat
mencegah kehilangan penglihatan yang lanjut.18 Virektomi dilakukan pada
pasien yang telah mengalami gangguan penglihatan akibat perdarahan yang
tidak sembuh spontan selama 6 bulan. Tujuan dari vitrektomi adalah untuk
memulihkan penglihatan yang masih berfungsi dan kesembuhan penglihatan
hingga mendekati normal.4
2.7.4. Terapi medis
Terapi lain yang baru berkembang dalam dekade terakhir adalah pemberian
obat, seperti golongan kortikosteroid dan Anti-VEGF (VEGF=vascular
endothellial grwowh factor), yang bertujuan mengurangi edema makula dan
menghentikan pertumbuhan neovaskular.18 Cara-cara yang dapat dilakukan
untuk memperlambat progresivitas juga dapat dilakukan dengan pengendalian
hipertensi, pengendalian kadar glukosa dara dan penghentian kebiasaan
merokok.4
BAB III
KESIMPULAN
Terapi laser dapat mempertahankan dan memperbaiki tajam penglihatan lebih
dari 60 % dan dapat memperbaiki gejala klinis lebih dari 70 % ( perdarahan,
edema makula )
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Soegondo & Sukardji. (2008). Hidup Secara Mandiri Dengan Diabetes
Mellitus. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Bilous, R.W. (2003). Bimbingan Dokter Pada Diabetes Mellitus. Jakarta:
dian Rakyat.
20
3. Adam. J.M.F.(2005) Komplikasi Kronik Diabetik Masalah Utama
Penderita Diabetes dan Upaya Pencegahannya. Surabaya: Bidang Ilmu
Penyakit Dalam FK. Hasanudin.
4. Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.
Jakarta: EGC
5. Soegondo, S.H. (2008). Pentingnya Pemantauan Pengujian Gula Darah
Bagi Diabetesi. Diambil dari http://medicastore.com/diabetes/#dua
6. Admin. (2008). Retinopati Penyebab Kebutaan Utama Diabetes Mellitus.
Dikutip dari situs http://rumahdiabetes.com/tag/retinopati-diabetik/
7. Diabetic Retinopathy, http://www.eyemdlink.com/condition.asp?
conditionID.
8. Nema HV, Text book of Opthalmology, Edition 4, Medical publishers,
New Delhi, 2002, page 249-251.
9. Ilyas, S.H. (2002). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai
Penerbitan FK UI.
10. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya
Medika, Jakarta, 2000, hal. 211-214.
11. Nema HV, Text book of Opthalmology, Edition 4, Medical publishers,
New Delhi, 2002, page 249-251.
12. Melayu,P,J. (2008). Serba-serbi Diabetes. Diambil dari
http://www.diabetesmellitus.htm
13. Diabetic Retinopathy,
http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/
diabetic.retinopathy.html.
14. Diabetic Retinopathy,
http://www.apagrafix.com/patiented/DiabeticRetinopathy
15. Ilyas S, Ilmu Penyakit Mata, Edisi 2, FK UI, Jakarta, 2003, hal. 224-227.
16. Fong, Ripley, Newsom. (2003). Assesment of Colour Vision as a
Screening Test for Sight Threaning Diabetik Retinopathi Before Loss of
Vission. Ophthalmol.
17. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian Kesehatan, Jakarta: PT
Rineka Cipta Nursalam, (2006). Konsep dan Penerapan Metodologi
21
Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Teses dan Instumen
Penelitian, Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.
18. Viktor. (2008). Faktor Penyebab Diabetes Mellitus. Yang diambil dari
http://jundul.wordpress.com.2008
19. Sander B, Larsen M, Engler C, Moldow B, Andersen HL. Diabetic
macular oedema:the effect of photocoagulation on fluorescein transport
across the blood-retina barrier. British Journal Ophthalmology
2002;86:1139-1142
20. Verdaguaer J. Classification and Management of Diabetic Retinopathy.
Dalam :Boyd BF, Boyd editor. Retinal and Vitreoretinal Surgery
Mastering the Latest Technique. Panama : Highlights of Ophthalmology ;
2002; 161-187
21. American Academy of Ophthalmoolgy. Preferred practice pattern :
Diabetic Retinopathy. San Fransisco. 2003; 2-33
22