diabetic dyslipidemia

46
BAB I PENDAHULUAN Peningkatan kolesterol, peningkatan trigliserida, kadar HDL yang rendah, dan small dense LDL merupakan prediktor independen untuk penyakit jantung koroner. Hipotesis “response to retention” pada aterosklerosis menyatakan bahwa deposisi kolesterol dalam arteri berbanding langsung dengan kadar lipoprotein plasma dalam sirkulasi. Banyak bukti yang menunjang konsep bahwa lipoprotein tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tersimpan dalam dinding arteri, hal ini dapat merupakan akibat dari permukaan sel dan matriks ekstraselular yang lebih kuat. Pemahaman terbaru mengenai hipotesisi ini adalah bahwa deposisi kolesterol dalam intima sebanding dengan tingkat paparan arteri terhadap lipoprotein proaterogenik (kaya kolesterol). Lebih dari tiga dekade riset klinis menyatakan hubungan antara trigliserida dengan PJK. Tetapi, karena kompleksitas akan apa yang sebenarnya terukur oleh pemeriksaan trigliserida plasma, menetapkan hubungan yang pasti antara trigliserida dan PJK menjadi suatu hal yang tidak mudah. 1

description

diabeic dyslipidema

Transcript of diabetic dyslipidemia

Page 1: diabetic dyslipidemia

BAB I

PENDAHULUAN

Peningkatan kolesterol, peningkatan trigliserida, kadar HDL yang rendah, dan small

dense LDL merupakan prediktor independen untuk penyakit jantung koroner. Hipotesis

“response to retention” pada aterosklerosis menyatakan bahwa deposisi kolesterol dalam

arteri berbanding langsung dengan kadar lipoprotein plasma dalam sirkulasi. Banyak bukti

yang menunjang konsep bahwa lipoprotein tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar

untuk tersimpan dalam dinding arteri, hal ini dapat merupakan akibat dari permukaan sel dan

matriks ekstraselular yang lebih kuat. Pemahaman terbaru mengenai hipotesisi ini adalah

bahwa deposisi kolesterol dalam intima sebanding dengan tingkat paparan arteri terhadap

lipoprotein proaterogenik (kaya kolesterol). Lebih dari tiga dekade riset klinis menyatakan

hubungan antara trigliserida dengan PJK. Tetapi, karena kompleksitas akan apa yang

sebenarnya terukur oleh pemeriksaan trigliserida plasma, menetapkan hubungan yang pasti

antara trigliserida dan PJK menjadi suatu hal yang tidak mudah.

Penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis diawali proses aterogenik sejak usia anak

dengan derajat aterogenesis yang sangat berkaitan dengan faktor-faktor risiko. Deteksi dan

pengendalian faktor-faktor risiko inilah yang merupakan dasar pemikiran untuk pencegahan

proses aterogenik dalam dua dekade terakhir, walaupun pada kenyataannya jarang mendapat

perhatian yang serius. Pencegahan terhadap didapatkannya dan yang memperberat faktor-

faktor risiko timbulnya proses aterogenik merupakan konsep tindakan pencegahan

primordial penyakit jantung aterosklerotik.

Penyakit jantung koroner tercatat sebagai penyakit pembunuh utama, berbagai faktor

risiko telah teridentifikasi, dan salah satunya adalah dislipedemia Dislipidemia adalah suatu

keadaan dengan gangguan kadar lipid darah diluar batas-batas normal. Keadaan ini meliputi

1

Page 2: diabetic dyslipidemia

terdapatnya peningkatan kadar total kolesterol, low-density lipoprotein (LDL) kolesterol, very

low-density lipoprotein (VLDL) kolesterol serta penurunan kadar high-density tlipoprotein

(HDL) kolesterol. 1,2

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh

hiperglikemia kronik akibat dari kekurangan sekresi insulin atau gangguan kerja insulin atau

kedua-duanya. DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya

komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki,

saraf, dll. Komplikasi tersebut dapat terjadi secara akut maupun kronis.3,4 ,5

Berdasarkan estimasi McCarty dan Zimmet (1994) yang dilengkapi dengan data

Tattersall 1996 dan Askandar Tjokroprawiro (1994, 1996, 1997, 1998), dapat diperkirakan

jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) di dunia dan Indonesia. Dari 1994 sampai 2020,

jumlah penderita DM di seluruh dunia berturut-turut: tahun 1994 (110.4 juta); 1998 (+150

juta); 2000 (175.4 juta) + 1.5 kali tahun 1994; 2010 (279.3 juta) + 2 kali tahun 1994; dan

tahun 2020 (300 juta) + 3 kali tahun 1994. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan prevalensi

+1.5%, dapat diperkirakan bahwa jumlah DM (minimal) pada 1994 adalah 2.5 juta; 1998

sebanyak 3.5 juta; tahun 2000 sebanyak 4 juta; tahun 2010 sebanyak 5 juta; dan pada 2020

sebanyak 6.5 juta 6

2 bentuk komplikasi akut pada DM yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia. Komplikasi

akut ini masih menjadi masalah utama karena angka kematiannya masih tinggi. Komplikasi

kronik pada dasarnya dapat terjadi pada semua bagian tubuh (angiopati diabetik) yang dapat

dibagi 2 yaitu makroangiopati (makrovaskular) dan mikroangiopati (mikrovaskular). Penyulit

kronik yang paling sering dijumpai adalah neuropati kinis (51,4% berdasarkan data yang

diambil dari RSUD dr.Sutomo, 68,2% berdasarkan data yang diambil dari RS Dr. Cipto

Mangunkusumo tahun 1998) disusul dengan penurunan kemampuan seksual, keluhan sendi,

katarak, TBC paru, hipertensi, PJK, nefropati-diabetik, selulitis-gangren, dan batu empedu.

2

Page 3: diabetic dyslipidemia

Baik pada diabetes tipe 1 atau 2 kurang lebih 80% mortalitasnya disebabkan oleh

aterosklerotis. Secara umum 75% dari semua mortalitas yang disebabkan oleh aterosklerotis

diabetik adalah akibat koroner (PJK) 7.

Pada 1993, Askandar Tjokroprawiro melaporkan bahwa 3 (tiga) komplikasi menahun

DM tersering adalah dislipidemia (67.0%), neuropati diabetik simptomatik 51.4%, dan

disfungsi ereksi/impotensi ( 50.9%).6 Dislipidemia pada DM dapat terjadi sebagai akibat

adanya gangguan pada metabolisme lipoprotein. Pada kasus DM type 2, terdapat beberapa

ganggguan yang menyebabkan terjadinya disslipidemia, yang meliputi hypertrigliseridemia,

penurunan HDL dan perubahan ukuran molekul LDL yang menjadi lebih kecil, hal ini

menyebabkan efek atherogenisitas pada vaskular menjadi lebih tinggi 8.

3

Page 4: diabetic dyslipidemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dislipidemia

I. Metabolisme Lipid

Lipid plasma utama terdiri atas kolesterol, trigliserida, phosfolipid dan free fatty

acid. Namun karena lipid ini bersifat hidrofobik maka sirkulasinya dalam darah adalah

dalam bentuk kompleks lipid-protein atau lipoprotein. Plasma lipoprotein sendiri,

berdasarkan densitasnya, terdiri atas: kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. Komposisi dan

fungsi dari tiap lipoprotein ini berbeda-beda. Kandungan terbanyak dari LDL, misalnya,

adalah kolesterol (50%) dan phospolipid (25%), sedangkan kandungan terbanyak dari

HDL adalah protein (50%).9

Metabolisme lipid dan lipoprotein pada dasarnya terbagi atas 10:

1. Extrahepatic pathway

Kolesterol dan free fatty acid yang masuk kedalam tubuh lewat asupan akan diserap

di intestinal mikrovili dimana mereka akan dirubah menjadi kolesterol ester dan

trigliserida. Kedua zat ini kemudian dikemas dalam bentuk kilomikron dan disekresi

kedalam sistem limfatik dan memasuki sirkulasi sistemik. Dikapiler jaringan lemak

dan otot, trigliserida mengalami hidrolisis menjadi mono dan diglyserida. Akibatnya,

ukuran kilomikron menjadi berkurang dan karenanya ditransfer menjadi HDL.

Kilomikron yang tersisa, meskipun mengalami penurunan volume, masih tetap

mengandung kolesterol dan trigliserida yang berpotensi menimbulkan atherogenik.

Kilomikron ini kemudian dikeluarkan dari sistem sirkulasi oleh hepar, meskipun

sebagian kolesterol disekresi sebagai asam empedu kedalam kantung empedu.

4

Page 5: diabetic dyslipidemia

2. Endogenous pathway

Jalan ini dimulai dengan sintesa VLDL oleh hepar yang kemudian disirkulasikan ke

jaringan lemak dan otot. Trigliserida yang ada pada zat ini kemudian diambil oleh

lemak dan otot sekitar, sedangkan komponen permukaannya ditransfer kebentuk

HDL. Sekitar 50% dari VLDL dikeluarkan oleh hepar melalui LDL reseptor. Selain

itu, hepar juga dapat mengeluarkan LDL (suatu lipoprotein yang mengandung

cholesterol ester dan apoprotein B-100). HDL sendiri merupakan suatu lipoprotein

yang disintesa di hepar dan intestinum dan terdiri atas 50% protein dan 20%

kolesterol. HDL ini bersifat protektif terhadap aterosklerosis.

Gambar: Metabolisme lipid dan lipoprotein.

5

Page 6: diabetic dyslipidemia

Sesaat setelah terjadinya peningkatan kadar LDL dan atau kolesterol, sejumlah

monosit akan melekat pada permukaan endotel arteri dan selanjutnya melakukan migrasi

kedalam ruangan subendotel. Setelah berbulan-bulan akan terjadi penumpukan kolesterol dan

makrofag dalam ruangan subendotel ini dan disebut foam cell. Foam sell yang bertumpuk

kemudian akan menimbulkan fatty streak. Sejalan dengan peningkatan kadar kolesterol,

sejumlah sel otot halus muncul pada permukaan subendotel. Sel otot halus ini kemudian

secara progresif memproduksi kolagen dan membentuk fibrous cap di atas inti lemak dari

lesi. Kolagen yang terbentuk secara terus menerus kemudian menimbulkan bentuk

athresclerotik yang disebut fibrous plaque.11

Kestabilan plaque sangat menentukan apakah lesi aterosklerosis ini akan

menimbulkan kelainan kardiovaskuler. Plaque yang stabil merupakan hasil langsung dari

kemampuan sel otot halus untuk memproduksi kolagen dan membentuk fibrous cap. Plaque

yang stabil adalah plaque yang memiliki fibrous cap yang tebal yang menghalangi inti lemak

kontak dengan darah. Sedangkan plaque yang tidak stabil adalah plaque yang mengandung

inti lemak yang tebal atau banyak ditutupi oleh fibrous cap yang tipis. Adanya flow shear

stress, hipertensi dan hiperlipidemia akan mengiritasi atau menimbulkan fissura/rupture dari

plaque yang ada dan selanjutnya menimbulkan kondisi aterogenik berupa aggregasi platelet

dan trombus. Keadaaan ini menimbulkan sumbatan atau obstruksi yang signifikan terhadap

vaskularisasi koroner dan menimbulkan manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler.9,11

II. KLASIFIKASI DISLIPIDEMIA

Bukti terakhir yang ada menyatakan bahwa peningkatan risiko PJK tidak dapat

dijelaskan secara utuh dengan asumsi sederhana bahwa peningkatan kada lipoprotein dalam

plasma secara proporsional sama dengan peningkatan deposisi kolesterol dalam arteri.

Asumsi yang lebih baik adalah dinding arteri memiliki afinitas yang berbeda untuk

6

Page 7: diabetic dyslipidemia

subspesies lipoprotein, sehingga lipoprotein yang masuk ke subendotel tidak selalu harus

disimpan. Karakteristik seperti ukuran lipoprotein, densitas, komposisi lipid dan

apolipoprotein yang menjadi pelengkap merupakan hal yang penting dalam menentukan

tingkta retensi di dalam arteri dan respon proinflamasi yang terkait.

Dislipidemia ditegakan bila pada pemeriksaan profil lipid pasien didapatkan 12 :

LDL > 150 mg/dl

Total kolestrol > 200 mg/dl

HDL < 40 mg/dl

Trigliserida >150 mg/ dl

III. Pengelolaan dislipidemia

I. Umum13

Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologis yang

meliputi modiflkasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan. Tujuan

utama terapi diet disini adalah menurunkan resiko penyakit jantung koroner

dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan

kesimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi.Perbaikan keseimbangan

kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan

jasmani serta pembatasan asupan kalori

II. Upaya Non Farmakologis

Terapi diet

Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi makanan

yang mengandung banyak lemak jenuh dan kolesterol serta berapa serin keduanya

dimakan. Jika diperlukan ketepatan yang lebih tinggi untuk menilai asupan gizi,

perlu dilakukan penilaian yang lebih rinci, yang biasanya membutuhkan bantuan

7

Page 8: diabetic dyslipidemia

ahli gizi. Pola kolesterol serum dinilai setelah 4-6 minggu dan kemudian setelah 3

bulan. Target terapi ialah menurunkan kadar kolestrol total hingga kurang dari

200, dan dan LDL < 130 mg/dl.

Latihan jasmani

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan kadar

HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas dan

meningkatkan keseragaman fisik, menurunkan trigliserida dan LDL, dan

menurunkan berat badan.

Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :

1) Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit

2) Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut jantung

maximal ( 220 - umur ) selama 20-30 menit .

3) Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan - lahan, selama 5-

10 menit. Frekwensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan lama latihan seperti

diutarakan diatas. Latihan juga dapat juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan lama

latihan 45-60 menit dalam tahap aerobik.

8

Page 9: diabetic dyslipidemia

Terapi farmakologis pada dislipidemic dapat menggunakan moodalitas therapi

obat berikut :

Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai

oleh hiperglikemia kronik akibat dari kekurangan sekresi insulin atau gangguan kerja

insulin atau kedua-duanya. Keadaan hiperglikemi yang kronis pada diabetes mellitus dapat

mengakibatkan terjadinya komplikasi kronik beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,

saraf, jantung dan pembuluh darah. Komplikasi kronis pada DM dipengaruhi oleh banyak

faktor, yang terpenting diantaranya kadar gula darah, hipertensi, dislipidemia dan

merokok. selain itu banyak faktor lain yang berperan yaitu asam urat, obesitas, genetik,

kurang aktivitas dan sebagainya. Dengan demikian pencegahan komplikasi kronis meliputi

9

Page 10: diabetic dyslipidemia

semua faktor resiko tersebut, terutama faktor-faktor yang dapat dikoreksi. Dengan kendali

glikemi ketat (tight glicemic control) dapat mencegah insidens komplikasi kronik vaskular

terutama mikroangiopati disamping dapat memperlambat perlangsungan komplikasi

tersebut. Karena itu, hal yang terpenting adalah deteksi diabetes mellitus sedini mungkin

dan mengobati seagresif mungkin untuk mencapai kendali glikemi yang ketat dengan

kadar A1c < 7%.3

Epidemiologi

Hasil penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa dalam dua dekade terakhir, jumlah

penderita diabetes mellitus terutama tipe 2 meningkat dengan pesat. Pada tahun 1997, penderita

DM di dunia menurut WHO sebanyak 124 juta orang dan pada tahun 2010 diperkirakan akan

meningkat menjadi 221 juta orang. Jumlah penderita diabetes mellitus yang meningkat terutama di

benua Asia sebesar 100%, Afrika 78% dan Amerika Selatan 72% dimana ketiga benua tersebut

merupakan pusat negara yang sedang berkembang. Kenaikan ini antara lain karena usia harapan

hidup semakin meningkat, diet kurang sehat, kegemukan, serta gaya hidup modern.

Menurut survei pada tahun 1993, prevalensi DM di Indonesia terutama di kota besar pada

usia 6–20 tahun adalah 0,26%, usia di atas 20 tahun 1,43%, dan usia di atas 40 tahun 4,16%.

Sedangkan di pedesaan, usia di atas 20 tahun 1,47%. Diperkirakan jumlah seluruh penderita

diabetes di Indonesia sekitar 2,5 juta orang. Berbagai penelitian epidemiologis didapatkan

prevalensi DM sebesar 1,5–2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun. Walaupun demikian,

prevalensi DM di daerah rural ternyata masih rendah 1,3.

Screening DM type II

American Diabetes Association (ADA) menyepakati bahwa skrining untuk DM hanya

dilakukan pada mereka yang dianggap mempunyai resiko tinggi diabetes mellitus, yaitu:

Kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)

10

Page 11: diabetic dyslipidemia

Kelompok usia < 45 tahun dengan keadaan sebagai berikut:

- Kegemukan > 120% BB idaman atau IMT > 27 kg/m2. Untuk orang Indonesia

disesuaikan dengan kriteria Asia yaitu IMT > 25 kg/m2.

- Hipertensi > 140 / 90 mmHg.

- Riwayat keluarga DM (ibu / ayah / keluarga).

- Riwayat kehamilan dengan berat bayi lahir > 4000 gram.

- Riwayat DM gestasional

- Dislipidemia (HDL < 40 mg/dl dan atau trigliserida > 150 mg/dl).

- Pernah TGT atau GPPT

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa plasma sewaktu,

kadar glukosa plasma puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO)

standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan

penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor

resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Pasien dengan toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa plasma puasa terganggu

(GPPT) merupakan tahapan sementara menuju DM. Toleransi glukosa terganggu (impaired glucose

tolerance) adalah suatu keadaan pra diabetes yang diasosiasikan dengan resiko tinggi berkembang

menjadi diabetes tipe 2 dan / atau komplikasi makrovaskular. Pasien-pasien TGT mempunyai glukosa

plasma normal, tetapi glukosa plasma postprandial (2 jam PP) meningkat setelah tes toleransi glukosa

oral. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT

dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada

kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi daripada kelompok normal. TGT sering

berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.

Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan diagnosis

DM (mg/dl)4

11

Page 12: diabetic dyslipidemia

  Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu.

Plasma vena

Darah kapiler

< 110

< 90

110 - 199

90 – 199

≥ 200

≥ 200

Kadar glukosa darah puasa.

Plasma vena

Darah kapiler

< 110

< 90

110 - 125

90 – 109

≥ 126

≥ 110

* metode enzimatik

Diagnosis DM type II

Penegakan diagnosis dari DM type II dapat dilakukan melalui bagan pemeriksaan berikut 14 :

12

Page 13: diabetic dyslipidemia

Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2

I.Pilar utama pengelolaan Diabetes Melitus meliputi hal berikut 3,6,14

1. Edukasi.

2. Diet.

3. Olah Raga.

4. Obat-obatan.

Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi metabolik dimulai dengan

pengaturan makan disertai dengan kegiatan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (4–8

minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum memenuhi kadar sasaran metabolik

yang diinginkan, baru diberikan obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin sesuai

dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik, misalnya ketoasidosis, DM dengan

stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insulin / obat berkhasiat hipoglikemik dapat

segera diberikan.

13

Page 14: diabetic dyslipidemia

Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah,

setelah mendapat pelatihan khusus untuk itu.

1. Edukasi Diabetes

Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang

maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan

ketrampilan bagi pasien diabetes, yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk

meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai

keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih

baik. Edukasi merupakan bagian integral dari perawatan utama diabetes.

Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:

Berikan dukungan dan nasehat yang positif dan hindari terjadinya kecemasan

Berikan informasi secara bertahap, jangan sekaligus

Mulailah dengan hal yang sederhana, baru kemudian yang lebih sulit

Gunakan alat bantu dengar pandang

Lakukan pendekatan dengan mengatasi masalah dan lakukanlah simulasi

Berikan pengobatan sesederhana mungkin agar kepatuhan lebih baik

Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima

Jangan memaksakan tujuan pengobatan kita

Lakukan motivasi, berikan penghargaan dan diskusikanlah hasil pemeriksaan

laboratorium

A. Penyuluhan untuk Pencegahan Primer

Penyuluhan untuk pencegahan primer harus diberikan kepada:

14

Page 15: diabetic dyslipidemia

1. Kelompok masyarakat risiko tinggi:

Masyarakat perlu ditingkatkan kepeduliannya bahwa DM merupakan suatu problem

kesehatan masyarakat dan dapat dicegah dengan mengendalikan kegemukan dan

meningkatkan kegiatan jasmani, terutama pada resiko tinggi.

2. Perencana kebijakan kesehatan :

Perencana kebijakan kesehatan perlu memahami dampak sosio - ekonomik penyakit ini

dan betapa pentingnya peran penyuluhan dalam penatalaksanaan DM, sehingga kemudian

dapat diambil langkah-langkah untuk meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan bagi

pasien DM.

Materi penyuluhan :

Faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan usaha untuk mengurangi faktor

risiko tersebut.

B. Penyuluhan untuk Pencegahan Sekunder

Tujuannya ialah kepada kelompok pasien DM, terutama yang baru. Penyuluhan

dilakukan pada pertemuan pertama dan perlu sering diulang serta ditekankan kembali

pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya.

Materi yang disuluhkan pada tingkat pertama adalah :

- Diabetes : apakah itu DM

- Penatalaksanaan DM secara umum

- Obat-obat untuk menurunkan kadar glukosa darah (tablet dan insulin)

- Perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan penukar

- DM dan kegiatan jasmani

Materi penyuluhan pada tingkat lanjutan adalah :

15

Page 16: diabetic dyslipidemia

- Mengenal dan mencegah penyulit akut DM

- Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM

- Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain

- Makan di luar rumah

- Rencana untuk kegiatan khusus

- Penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM

- Pemeliharaan kaki

C. Penyuluhan untuk Pencegahan Tersier

Penyuluhan diberikan kepada pasien yang sudah mengidap penyulit menahun DM.

Materi yang disuluhkan:

- Maksud, tujuan dan cara pengobatan pada penyulit menahun DM.

- Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan

- Kesabaran dan ketaqwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup

dengan penyulit menahun.

2. Diet.

Ada 2 golongan karbohidrat sebagai diet yakni karbohidrat kompleks dan karbohidrat

sederhana. Bila mengkonsumsi karbohidrat kompleks seperti pada roti, nasi, atau kentang,

zat ini akan diuraikan menjadi rantai tunggal glukosa, kemudian baru diserap ke dalam aliran

darah. Kadar gula memang akan naik, tapi tidak dengan cepat atau banyak.

Bila mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat sederhana seperti selai, jeli,

sirup, limun, es krim, maka zat yang sudah berupa rantai tunggal glukosa ini segera diserap

dan memasuki sistem darah yang mengakibatkan kadar gula darah meningkat dengan cepat.

Sebab itu penderita DM dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi makanan berkarbohidrat

sederhana. Sebaliknya, untuk diet dianjurkan mengkonsumsi sumber karbohidrat berserat

alami seperti roti, biji gandum, biskuit berserat, sayuran, kacang-kacangan dan buah segar

(kadar gula rendah).

16

Page 17: diabetic dyslipidemia

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut :

▪ Karbohidrat 60 - 70%

▪ Protein 10 - 15%

▪ Lemak 20 - 25%

Setiap kali makan dalam jumlah porsi kecil sampai sedang agar tidak membebani

pankreas. Buah-buahan yang diajurkan, pepaya, kedondong, pisang, apel, tomat, semangka

yang kurang manis. Sedangkan yang tidak dianjurkan adalah sawo, mangga, jeruk, rambutan,

durian dan anggur. Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaknya mematuhi

pedoman diet 3-J, yakni jumlah kalori, jadwal diet, dan jenis makanan yang boleh dan yang

tidak.

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan

kegiatan jasmani untuk mencapai dan memper tahankan berat badan idaman.

Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh

(IMT).

                   BB (kg)

BMI = IMT = ------------------

                  {TB (m)}2

IMT normal Wanita = 18,5 – 23 kg/m2

IMT normal Pria = 20 – 25 kg/m2

Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi

memanfaatkan Rumus Broca, yaitu:

BB ideal = (TB – 100) – 10%

Status gizi :

17

Page 18: diabetic dyslipidemia

- Berat Badan kurang = < 90% BB ideal

- Berat Badan normal = 90 – 110% BB ideal

- Berat Badan lebih = 110 – 120% BB ideal

- Gemuk = > 120% BB ideal

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikalikan kebutuhan kalori

basal:

▪ 30 Kkal/kg BB untuk laki-laki

▪ 25 Kkal/kg BB untuk wanita

Makanan sejumlah kalori terhitung, dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3

porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2–3 porsi (makanan

ringan, 10–15%) di antaranya. Pembagian porsi tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan

kebiasaan pasien untuk kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM yang

mengidap pula penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit

penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan pasien DM tidak berbeda dengan

orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang terjadwal. Untuk kelompok sosial

ekonomi rendah, makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70–75% juga memberikan

hasil yang baik.

Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber asam

lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh. Pasien DM dengan tekanan darah

yang normal masih diperbolehkan mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila

mengalami hipertensi, harus mengurangi konsumsi garam.

Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan tetap

diizinkan. Pada keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk

mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori.Untuk mendapatkan kepatuhan

terhadap pengaturan makan yang baik, adanya pengetahuan mengenai bahan penukar akan

sangat membantu pasien.

18

Page 19: diabetic dyslipidemia

3. Olah raga

Olah raga secara teratur bagi penderita DM sangat dianjurkan. Penderita DM

disarankan agar berolah raga 6 hari seminggu dalam porsi sedang. Jenisnya berupa aerobik

seperti jalan kaki atau senam, paling tidak 20 – 45 menit/hari.

Sebelum mulai berolahraga perlu diketahui keadaan fisik dan status penyakitnya

secara pasti. Jangan memilih olahraga yang berhenti mendadak seperti tenis atau badminton.

Sebaiknya tidak berolahraga di ruang ber-AC atau terlalu panas. Jika menggunakan suntikan

insulin, kadar gula darah harus dipantau sendiri sebelum, selama dan sehabis olahraga. Jika

kadar gula > 250 mg%, olahraga ditunda dulu.

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3–4 kali seminggu) selama kurang lebih 30

menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progressive, endurance

training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75–85% denyut nadi maksimal (220 –

Umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Antara 60% - 80%

denyut nadi maksimal ini disebut zone latihan.

4. Obat-obatan.

Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur

namun pengendalian kadar glukosa darahnya belum tercapai (lihat sasaran pengendalian

glukosa darah), dipertimbangkan pemakaian obat-obatan.

Obat-obatan dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat anti diabetes oral (OADO) dan

Insulin. Obat anti diabetes oral sendiri dibagi lagi menjadi 4 golongan yaitu sekretagoga

insulin, biguanid (metformin), α–glucosidase inhibitor dan insulin sensitizer. Sekretogoga

insulin terdiri atas golongan sulfonilurea dan golongan glinide. Golongan glinide merupakan

pemacu sekresi insulin dengan aksi kerja cepat dan keberadaan di dalam tubuh yang singkat

(fast on–fast off). Golongan insulin sensitizer dapat meningkatkan sensitivitas insulin

sehingga dapat mengurangi resistensi insulin.

4.1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

19

Page 20: diabetic dyslipidemia

Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral, baik golongan

sulfonilurea, biguanid dan inhibitor α glukosidase, harus diperhatikan benar fungsi hati dan

ginjal. Tidak dianjurkan untuk memberikan obat-obat tersebut pada pasien dengan gangguan

fungsi hati atau ginjal.

Sulfonilurea. Sampai saat ini pemakaian sulfonilurea masih merupakan corner stone

pada pengobatan DMT 2 karena obat ini masih terbukti efektif dalam menurunkan kadar

glukosa darah, aman dan dapat ditolerir oleh pasien, serta efek samping yang minimal.

Obat golongan sulfonilurea merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan

normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.

Untuk menghindari risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, pada pasien usia lanjut obat

golongan sulfonilurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari. Obat golongan ini

mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas yang dikenal

sebagai sekretagog dan saat ini dianggap mempunyai efek di luar pankreas (ekstra pankreas)

yaitu meningkatkan glikogen sintase dan menurunkan pembentukan glukosa hati sehingga

menurunkan produksi glukosa hati.

Sulfonilurea meningkatkan sekresi insulin dengan adanya reseptor sulfonilurea pada

permukaan membran sel β yang mengikat sulfonilurea sehingga ATP sensitive – K+ channel

tertutup menyebabkan ion kalium tidak dapat keluar sel dan mengakibatkan terjadinya proses

depolarisasi yang menyebabkan rasio ATP dan ADP meningkat. Hal ini akan mengakibatkan

voltage dependent Ca++ channel terbuka, aliran ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang

akan merangsang granul dalam sitoplasma untuk bergerak ke daerah membran sel sehingga

terjadi eksositosis yang pada akhirnya menyebabkan sekresi insulin meningkat.

Mekanisme kerja sulfonilurea dari generasi I sampai generasi III adalah sama dengan

mekanisme kerja diatas, namun berbeda dalam segi half life, efikasinya dan efek sampingnya.

Sebagai implikasi klinik dari pemakaian glikazid jangka lama (dibandingkan dengan

klorpropamid, glipizid, gliquidon dan glibenklamid) dari berbagai penelitian terbukti glikazid

20

Page 21: diabetic dyslipidemia

secara tunggal dapat memperbaiki kontrol glukosa darah baik puasa maupun 2 jam post

prandial dan A1c sehingga dapat digunakan sebagai first line pengobatan diabetes tipe 2.

Biguanid (Metformin). Golongan metformin merupakan antihiperglikemik dengan

indikasi untuk pencegahan DMT 2. Manfaat penurunan resiko diabetes dengan perubahan

gaya hidup intensif telah ditunjukkan dalam studi-studi terdahulu dan bukan merupakan hal

yang luar biasa, sedangkan hasil yang terbukti dengan pemberian Glucophage® merupakan

studi pertama untuk penurunan resiko dengan terapi antidiabetik.

Mekanisme kerja metformin lebih dari hanya menurunkan kadar glukosa darah.

Berbagai data yang dikumpulkan selama beberapa dekade dan telah ditinjau kembali, jelas

menunjukkan kelengkapan farmakologik yang luas dari metformin (MET) (dimetil biguanid).

Metformin merupakan suatu antihiperglikemik yang bekerja melalui beberapa mekanisme.

Satu hal yang diketahui secara umum ialah bahwa metformin tidak meningkatkan sekresi

insulin, tidak berefek hipoglikemik dan tidak menyebabkan penambahan berat badan.

Efek utama metformin adalah meningkatkan sensitivitas aktivitas insulin di hati dan

otot, meningkatkan uptake dan oksidasi glukosa terutama dalam otot dan jaringan lemak,

menghambat absorbsi glukosa dalam GIT dan menghambat produksi glukosa dalam hepar.

Metformin secara nyata mempunyai efek vaskuloprotektif dan menurunkan faktor resiko

kardiovaskular yang berkaitan dengan sindroma metabolik.

Obat golongan ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati di

samping juga efek memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat golongan ini terutama

dianjurkan dipakai sebagai obat tunggal pada pasien gemuk. Biguanid merupakan

kontraindikasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, serta pasien-pasien

dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya pasien dengan penyakit serebro kardiovaskular)

karena meningkatkan efek samping berupa asidosis laktat. Biguanid dapat memberikan efek

samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan bersamaan atau sesudah

makan.

21

Page 22: diabetic dyslipidemia

Interaksi obat jarang terjadi sehingga memungkinkan pemberiannya bersama-sama obat

lain. Kombinasi dengan sulfonilurea bermanfaat menggantikan atau menunda pemberian

insulin. Sedangkan kombinasi dengan insulin dimaksudkan untuk mengurangi kebutuhan

insulin.

Pada Diabetes Prevention Programme Study (DPP) yang dilakukan oleh US

National Institutes of Health, terbukti metformin dapat menurunkan resiko progesi IGT / TGT

menjadi DM tipe 2 sebesar 31% seperti dipublikasikan baru-baru ini. DPP adalah studi

pertama di US yang memperlihatkan bahwa diabetes dapat dicegah dengan obat. Sejauh ini

belum ada terapi antidiabetik oral dengan indikasi untuk pencegahan diabetes tipe 2.

Inhibitor Glukosidase α (Acarbose) : Obat golongan ini mempunyai efek utama

menurunkan puncak glikemik sesudah makan. Terutama bermanfaat untuk pasien dengan

kadar glukosa darah puasa yang masih normal. Biasanya dimulai dengan dosis 2 kali 50 mg

setelah suapan pertama waktu makan. Jika tidak didapati keluhan gastrointestinal, dosis dapat

dinaikkan menjadi 3 kali 100 mg. Pada pasien yang menggunakan acarbose jangka panjang

perlu pemantauan faal hati dan ginjal secara serial, terutama pasien yang sudah mengalami

gangguan faal hati dan ginjal.

Insulin sensitizing Agent. Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang

mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi

masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan

hipoglikemi. Penggunaan insulin juga memiliki efikasi pengobatan yang tinggi. Insulin dapat

mencegah kemunculan komplikasi baik mikro maupun makrovaskullar, dan memberikan

kontrol gula darah yang lebih baik pada penderita Diabetes melitus. Indikasi penggunaan

insulin pada DM - tipe 2 :

Ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat

Stres berat (infeksi sistemik, operasi berat).

Berat badan yang menurun dengan cepat.

Kehamilan / DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.

22

Page 23: diabetic dyslipidemia

Tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal atau ada kontra indikasi

dengan OHO.

Berdasarkan algoritma penanganan diabetes melitus tipe 2, lini pengobatan

dapat mengacu pada gambar berikut 15,16:

23

Page 24: diabetic dyslipidemia

Adapun pemantauan pada terapi pada diabetes melitus maupun progresivitas

perburukan dari penyakit dapat di periksa berdasarkan tabel berikut29 :

Kriteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl) 80 - 109 110 – 139 > 140

Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 110 - 159 160 – 199 > 200

Hb A1c (%) 4 - 5,9 6 – 8 > 8

Kolesterol total (mg/dl) < 200 200 – 239 > 240

Kolesterol LDL (mg/dl) tanpa PJK < 130 130 – 159 > 160

DenganPJK < 100 100 – 129 > 130

Kolesterol HDL (mg/dl) > 45 35 – 45 < 35

Trigliserida (mg/dl) tanpa PJK < 200 200 – 249 > 250

DenganPJK < 150 150 – 199 > 200

BMI = IMT wanita 18,5 - 22,9 23 - 25 > 25 atau <

18,5

Pria 20 – 24,9 25 - 27 > 27 atau < 20

Tekanan darah (mmHg) < 140/90 140 – 160 / 90 - > 160/95

24

Page 25: diabetic dyslipidemia

95

Dislipidemia Pada Diabetes melitus

I. Abnormalitas lipoprotein pada diabetes

Hiperglikemia dan gangguan fungsi insulin merupakan penyebab gangguan

metabolisme lipoprotein pada plasma. Gangguan metabolisme lipoprotein pada

diabetes melitus type 2 bermanifestasi pada hypertrigiseridemia dan penurunan kadar

HDL, perubahan konformitas LDL menjadi molekul yang lebih kecil yang bersifat

lebih atherogenik17. Beberapa faktor yang berkontribusi pada keunculan dislipidemia

pada diabetes melitus meliputi :

Fungsi regulasi insulin terhadap apoprotein liver dan metabolisme lipid

Pada beberapa penelitian, ditemukan bahwa pada orang dengan DM type 2

memiliki protein apolipoprotein B (apo B) yang lebih banyak dibandingkan

orang normal, dimana protein ini merupakan penyususn dari VLDL dan LDL.

Pada orang normal, segera setelah disintesis, apo B akan segera didegradasi oleh

tubuh. Apo B tidak akan didegradasi oleh tubuh ketika Apo B telah berikatan

dengan kolestrol. Pada kasus Diabetes Melitus type 2, terjadi lipolisis dalam

mencukupi kebutuhan gula dan sebagai respon glukoagon, dimana hasil dari

lipolisis akan melepaskan asam lemak dan kolestrol Kolestrol ini yang

kemudian akan menyebabkan terjadinya penghambatan pemecahan Apo B. Efek

25

Page 26: diabetic dyslipidemia

dari fenomena ini menyebabkan peningkatan apo B yang akan membentuk LDL

18,19 .

Penyebab lainnya dari gangguan insulin terhadap dislipidemia ialah insulin

ditengarai secara langsung menyebabkan penurunan produksi Apo B oleh hepar.

Dengan menurunnya insulin pada DM type 2, terjadi kegagalan inhibisi

pembentukan apo B, akibatnya Apo B akan diproduksi terus, sehingga

menyebabkan terjadinya peningkatana produksi VLDL yang akan dibubah

menjadi LDL yang bersifat aterosklerotik 21.

Gangguan protein spesifik

Pada orang dengan DM type 2, terjadi perlambatan klirens kilomikron

dari darah dibandinkan dengan orang tanpa DM type 2. Hal ini

menyebabkan terjadinya postprandial lipemia. Postprandial lipemia pada

diabetes melitus type 2 dapat terjadi sebagai akibat klirens dari

kilomikron remnan yang terhambat. Secara normal, setelah seseorang

memammakan lipid, maka lipid akan dibawa ke hepar dan jaringan

adiposit serta otot via kilomikron. Ketika sampai di kilomikron, maka

kilomikron akan dipecah oleh enzim lipoprotein lipase yang diaktivasi

oleh partikel apo cII. Kilomikron ini kemudian akan melepaskan lipid

(trigliserida), dan menjadi kilomikron remnants. Kilomikron remnan

mengandung apo b yang mengandung kolestrol sebayanyak 48 % (apob

48) molekul ini sangat aterogenik, dan akan di bawa kembali kehepar

dengan bantuan enzim hepatik lipase dan proteoglikan. Pada oraang

dengan DM type 2, akan terdapat hambatan sekresi yang berakibat pada

penurunan produksi hepatik lipase dan proteoglikan, hal ini akan

26

Page 27: diabetic dyslipidemia

menyebabkan suatu fenomena yang disebut postprandial lipemia, yang

sanngat bersifat atherogenik terhadap pembuluh darah21,22,23,24,25,.

Peningkatan kadar LDL

peningkatan kadar VLDL sebagai respon pada dislipidemia dengan

diabetes menyebabkan terinduksinya enzim cholesteryl ester transfer

protein (CETP), enzim ini menyebabkan terjadinya pertukaran molekul

trigliserida pada VLDL terhadap kolesterol ester pada HDL dan LDL.

Akibatnya ialah terjadi HDL dan LDL sama-sama mengangkut banyak

molekul trigliserida, tetapi efeknya ialah terjadi katabolisme trigliserida

pada molekul tersebut sebagai akibat dari kerja enzim hepatic lipase.

Akibatnya pada molekul LDL ialah perubahan ukuran menjadi lebih

kecil dan berdensitas lebih tinggi, yang mana hal ini bersifat lebih

atherogenik 26 . secara lebih lanjut, dapat dilohat pada gambar berikut :

27

Page 28: diabetic dyslipidemia

II. Hubungan antara dislipidemia diabetik dengan resiko atherosklerosis

Adanya diabetes yang dapat memperburuk keadaan dari dislipidemia

akan menyebabkan prognosis dari penyakit ini semakin berat. Berbagai gangguan

yang diakibatkan oleh penyakkit ini, menyebabkan efek kerusakan baika pada

makro maupun mikrovaskular. Pada kasus ini, mutlak kontrol gula darah penting

dalam mencegah terjadinya efek yang lebih fatal. Resiko terjadinya

mkroangiopati dan mikro angiopati akan meningkat lebih pesat dan lebih

mungkin terjadi pada diabetik dislipidemia 28.

American diabetic society mengeluarkan target terapi diabetse dengan

disslipidemia. Ditekankan bahwa acuan sasaran LDL harus dibawah 100 mg/dl,

sedangkan HDL harus diatas 45 mg/dl, sedangkan TG harus dibbawah 200 mg/dl.

Target ketat yang diberlakukan ini didasarkan atas kesamaan resiko mortalitas

dan morbiditas antara pasien dengan penyakit jantung koroner tanpa diabete,

dengan pasien dislipidemia diabeteik dengan taret HDL,LDL,dan TG yang

tercapai 29.

Target berikutnya ialah dengan cara meningkatkan kadar HDL.

Peningkatan kadar HDL dimungkinkan dengan penggunaan preparat niacin.

28

Page 29: diabetic dyslipidemia

Penggunaan niacin sendiri dapat meningkatkan kadar HDL hingga 25%, tetapi

perlu dipertimbnagkan karna niacin sendiri apat menyebabkan hiperglikemia

yang semakin memperparah kerusakan endotel vaskular. Sebagai alternatif,

penggunaan fibrat dan statin juga dapat meningkatkan HDL walaupun tidak

setinggi LDL30

BAB III

KESIMPULAN

Diabetes dan dislipidemia sama sama merupakan stress oksidator terhadap pembuluh

darah dimana keduanya dapat menyebabkan makro dan mikroangiopati. Pada diabetes

melitus, peningkatann kadar glukosa pada darah secara berkepanjangan akan menyebabkan

lesi pada endotel dan dapat berakibat pada pembentukan plak atherosclerosis.

Pada kasus dislipidemia, adanyan penigktan akadar TG, LDL, kolestrol total dan

penurunan HDL akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif pula pada pembuluh darah, hal

ini akan berakibat pula pada makro dan mikroangiopati.

Pada kasus diabetik dislipidemia, diaman terjadi peningkatan kadara LDL, TG dan

kolestrol total, tetapi terjadi penurunan kadar HDL, yang diinduksi oleh ganggguan sekresi

mapun sisntesis insulin pada diabetes melitus type 1, efek makro dan mikro angioptai kan

terjadi berkaali-kali lipat. Gangguan sekresi insulin secara nyata menyebabkan peningkatan

VLDL sebagai bahan utama pembentuk trigliserida dan LDL, serta menyebabkan ukuran

29

Page 30: diabetic dyslipidemia

LDL yang semakin kecil tetapi berdensita kolsetrol yang lebih tinggi, yang mana sangat

atherogenik terhadap pembuluh darah

Kontrol kolestrol dan gula darah merupakan pengobatan mutlak pada kasus ini,

pengendalian dapat dilakukan baik melalui terapi farmakologis maupun non farmakologis.

30