Diabetic Foot Ulcers Reading

18
BAB I PENDAHULUAN Ulkus pada kaki, sepsis, dan amputasi adalah suatu hal yang paling ditakuti oleh orang pengidap diabetes. Terjadinya ulkus pada kaki adalah merupakan komplikasi dari diabetes mellitus dan sering kali harus diakhiri dengan mengamputasi ekstremitas bagian bawah. Penyebab terbanyak yang mendasarinya adalah neuropati, trauma , deformitas, tekanan tinggi pada plantar kaki, dan penyakit arteri perifer. Klasifikasi yang sering dipakai dalam diabetic foot adalah klasifikasi menurut wagner, yang bisa menentukan staging dan prognosis. Terapi yang tepat dan cepat pada diabetic foot dapat mencegah terjadinya eksaserbasi dan mengurangi kemungkinan terjadinya amputasi. Tujuan dari terapi adalah untuk secara dini menyembuhkan suatu lesi pada kaki, dan mencegah kekambuhannya. 1 Identifikasi faktor resiko adalah suatu dasar manajemen pencegahan terjadinya diabetic foot pada orang diabetes. Resiko terjadinya ulkus dan amputasi meningkat pada orang yang sudah mengidap diabetes selama lebih dari 10 tahun, orang laki-laki, orang yang jarang mengontrol gulanya, dan pada orang yang mempunyai komplikasi pada kardiovaskuler, retina dan ginjal. 2 Orang pengidap diabetes seharusnya secara rutin diperiksakan keadaan kakinya, untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya diabetic foot. Pemeriksaan meliputi sensasi, struktur kaki, dan biomekanik, vaskuler, dan ketahanan kulit. Evaluasi status neurologi dengan memakai metode quantitative somatosensory 1

Transcript of Diabetic Foot Ulcers Reading

Page 1: Diabetic Foot Ulcers Reading

BAB I

PENDAHULUAN

Ulkus pada kaki, sepsis, dan amputasi adalah suatu hal yang paling ditakuti oleh orang

pengidap diabetes. Terjadinya ulkus pada kaki adalah merupakan komplikasi dari diabetes

mellitus dan sering kali harus diakhiri dengan mengamputasi ekstremitas bagian bawah.

Penyebab terbanyak yang mendasarinya adalah neuropati, trauma , deformitas, tekanan tinggi

pada plantar kaki, dan penyakit arteri perifer. Klasifikasi yang sering dipakai dalam diabetic

foot adalah klasifikasi menurut wagner, yang bisa menentukan staging dan prognosis. Terapi

yang tepat dan cepat pada diabetic foot dapat mencegah terjadinya eksaserbasi dan

mengurangi kemungkinan terjadinya amputasi. Tujuan dari terapi adalah untuk secara dini

menyembuhkan suatu lesi pada kaki, dan mencegah kekambuhannya.1

Identifikasi faktor resiko adalah suatu dasar manajemen pencegahan terjadinya

diabetic foot pada orang diabetes. Resiko terjadinya ulkus dan amputasi meningkat pada

orang yang sudah mengidap diabetes selama lebih dari 10 tahun, orang laki-laki, orang yang

jarang mengontrol gulanya, dan pada orang yang mempunyai komplikasi pada

kardiovaskuler, retina dan ginjal.2 Orang pengidap diabetes seharusnya secara rutin

diperiksakan keadaan kakinya, untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya diabetic foot.

Pemeriksaan meliputi sensasi, struktur kaki, dan biomekanik, vaskuler, dan ketahanan kulit.

Evaluasi status neurologi dengan memakai metode quantitative somatosensory theshold test,

menggunakan Semmes-Weinstein 5.07 monofilament. Skrining untuk penyakit vaskuler

perifer, dengan cara mencari riwayat adanya klaudikasio. Pada pemeriksaan kulit harus

diperiksa tentang ketebalan dan ketahanannya khususnya pada ibu jari kaki dan telapak kaki.

Adanya eritema, dan terbentuknya kallus, mengindikasikan adanya jaringan yang rusak.

Deformitas tulang, terbatasnya pergerakan sendi, dan gangguan pada gaya jalan juga harus

dicatat dan diperiksa.2

1

Page 2: Diabetic Foot Ulcers Reading

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetic Foot

Infeksi didefinisikan sebagai adalah suatu invasi dari mikroorganisme yang mengadakan

proliferasi ke suatu jaringan yang menyebabkan kerusakan jaringan tanpa atau dengan diikuti

oleh respon inflamasi host. Infeksi pada diabetic foot biasanya terjadi secara sekunder pada

kulit yang luka. 3

2.2 Etiologi Diabetic Foot

Etiologi diabetic foot, biasanya bersumber dari banyak komponen. Baru-baru ini sebuah hasil

studi multisenter memperoleh data bahwa sekitar 63% diabetic foot disebabkan oleh

neuropati perifer, trauma, dan deformitas. Penyebab yang lainnya adalah iskemia,

terbentuknya kallus, dan edema. Walaupun adanya infeksi jarang di implikasikan sebagai

penyebab diabetic foot, tapi jika suatu luka mengalami infeksi itu akan menyebabkan

terjadinya diabetic foot. Banyak faktor resiko terjadinya ulkus pada kaki, juga merupakan

faktor predisposisi amputasi, ini dikarenakan adanya ulkus merupakan penyebab amputasi.1

Adanya keterbatasan pada mobilitas pada pasien tua, deformitas, dan yang dalam

keadaan sakit menyebabkan penambahan tekanan pada kulit yang mengalami ulkus.

Keterbatasan mobilitas pada keadaan odem dan penyakit vaskuler merupakan faktor yang

utama untuk terjadinya sebuah ulkus.5

2.3 Epidemiologi

Penyakit pada kaki seperti ulkus, gangren dan infeksi, adalah penyebab terbanyak

orang dengan diabetes mellitus harus masuk rumah sakit. 15-20 % dari 16 juta pengidap

diabetes di Amerika, menjalani rawat inap di rumah sakit karena komplikasi dari

penyakitnya. Dan alangkah tidak beruntungnya, sebagian besar akan mengalami amputasi

karena adanya infeksi berat dan iskemi perifer pembuluh darah. Neuropati adalah faktor

predisposisi untuk terjadinya ulkus dan amputasi.1 Karakteristik lesi yang paling sering pada

diabetic foot adalah mal perforans ulceration, yang biasanya adalah faktor resiko terjadinya

amputasi. Kira-kira 85 % dari pengidap diabetes yang diamputasi disebabkan oleh adanya

2

Page 3: Diabetic Foot Ulcers Reading

diabetic foot. Orang pengidap diabetes mempunyai resiko yang lebih besar untuk terkena

infeksi dibandingkan dengan populasi yang sehat, dan biasanya terjadi infeksi pada kaki. 15-

25 % pasien diabetes menderita ulkus kaki pada saat hidupnya dan 40-80% ulkus itu akan

menjadi terinfeksi. 3

2.4 Gambaran Klinis

Progresivitas dari suatu infeksi disebabkan oleh banyak faktor yang berhubungan dengan

karakteristik luka, patogenitas bakteri dan host. Diagnosis dari adanya infeksi ditegakkan dari

adanya paling sedikit 2 tanda seperti : bengkak, indurasi, eritema di sekitar lesi, nyeri, hangat

dan adanya pus. Infeksi yang berat ditegakkan berdasarkan International Consensus on the

Diabetic Foot clasification system. 3

Gambaran klinis infeksi pada diabetic foot adalah : 3

Infeksi superfisial yaitu infeksi yang menyangkut lapisan jaringan seperti fasia

superfisial dan adanya gambaran acute bacterial cellulitis

3

Page 4: Diabetic Foot Ulcers Reading

Selulitis yaitu adanya infeksi pada subdermis. Gambaran klinisnya adalah

adanya gambaran infeksi lokal seperti eritema disekitar lesi dan menyebar.

Hipertermi, limfangitis asending dan limfadenopati regional kadang-kadang

bisa terjadi.

Selulitis nekrotikan yaitu ditandai infeksi yang menyebabkan nekrosis pada

subdermis kemudian dermis.

Wet gangrene (gangren basah) yaitu gambaran infeksi yang menyebabkan

jaringan yang mengalami nekrosis dan kehitaman. Ini perlahan-lahan akan

menyebabkan pelepasan jaringan kulit dan keluarnya pus yang keabu-abuan

dengan bau yang tidak enak dan menyebabkan perburukan keadaan umum

pasien menjadi sepsis, gangguan metabolik, dan gagal ginjal.

Abses dan phlegmon

Osteomyelitis dan infeksi pada tulang.

Neurophatic foot, dengan gambaran ulkus bermula dari ibu jari dan bagian plantar

dari metatarsal dan seringkali tampak gambaran callus. Jika callus tidak dihilangkan,

kemudian jika callus itu berdarah sehingga jaringan pada callus itu mengalami

nekrosis maka ini akan menyebabkan terjadinya ulkus. Biasanya ulkus ini akan

terinfeksi oleh stafilokokus, streptokokus, organisme gran negatif, bakteri anaerob,

sehingga infeksi ini akan menyebabkan selulitis, abses, dan osteomyelitis. Adanya

ulkus ini juga dapat menyebabkan in situ trombosis pada arteri, sehingga

menyebabkan timbulnya gangren dari ibu jari.4

4

Page 5: Diabetic Foot Ulcers Reading

Ischaemic foot, tidak adanya denyut nadi pada kaki harus menjadi perhatian seorang

dokter untuk menduga terjadinya iskemia, yaitu dengan pemeriksaan dan

penatalaksanaan secara spesifik. Karakteristinya adalah lesi pada pinggiran kaki dan

tidak disertai bentukan callus. Identifikasi kemungkinan terjadinya iskemia adalah

dengan melihat karakteristik yaitu lesi yang berwarna merah muda, nyeri, denyutan

yang melemah, dan kadang-kadang pada perabaan kaki pasien terasa dingin. Nyeri

yang dirasakan sangat hebat dan dirasakan persisten baik siang maupun malam.

Pemeriksaan ankle – brachial pressure index dengan doppler dapat membantu kita

untuk mengetahui ada tidaknya iskemia. 4

2.5 Patofisiologi Diabetic Foot

Orang pengidap diabetes mempunyai resiko yang lebih besar untuk terkena infeksi

dibandingkan dengan populasi yang sehat, dan biasanya terjadi infeksi pada kaki. 15-25 %

pasien diabetes menderita ulkus kaki pada saat hidupnya dan 40-80% ulkus itu akan menjadi

terinfeksi. Patofisiologi dari diabetic foot sampai saat ini masih kontroversi. Banyak hipotesis

dikemukakan antara lain : 3

Mekanisme defisiensi cell-mediated immune, pada mekanisme ini diterangkan

bahwa pada keadaan hiperglikemia yang dapat merubah fungsi leukosit.

Efek dari terjadinya neuropati dan penambahan tekanan pada luka yang sudah

terjadi

5

Page 6: Diabetic Foot Ulcers Reading

Terdapatnya lesi kronis yang alami

Hipoksia yang diakibatkan oleh berkurangnya perfusi lokal dan keadaan

hipermetabolik host dan juga metabolisme mikroba seluler. Hipoksia ini

menyebabkan pertambahan infeksi kuman anaerob dan menurunkan aktivitas

bakterisidal.

Penyakit arteri menyebabkan penurunan suplai darah pada luka dan sebagai

akibatnya masuknya faktor eksogen dan endogen yang melawan infeksi.

Anatomi daripada kaki yang terdiri dari beberapa kompartemen, yang dapat

menyebabkan penyebaran infeksi secara luas.

2.6 Evaluasi Ulkus

Seperti kita ketahui bahwa adanya ulkus harus kita evaluasi secara teliti, untuk dilakukan

manajemen secara tepat. Pendeskripsian karakteristik ulkus seperti, ukuran, kedalaman,

bentuk dan lokasi berguna untuk merencanakan pengobatan yang tepat. Evaluasi yang

dilakukan harus bisa menjelaskan tentang etiologi dan jenis lesinya seperti neuropati, iskemi

atau neuro-iskemi. Setelah menjelaskan tentang gambaran dari sebuah ulkus, seorang dokter

harus memeriksanya dengan menggunakan blunt sterile probe. Gentle probing bisa

mendeteksi sinus tract formation, kerusakan yang terjadi pada margin ulkus, penyebaran

ulkus pada tendon, tulang, dan sendi. 1

Pada umumnya adanya penyebaran infeksi pada tungkai disebabkan oleh adanya

selulitis yang menyebar dan berada dekat dengan ulkus seperti, abses, osteomyelitis, dan

iskemia yang berat. Pemeriksaan kultur bakteri harus dilakukan bila terdapat tanda-tanda

infeksi seperti inflamasi dan pus yang purulen. Pemeriksaan hasil kultur paling baik diambil

dari drainage pus atau kerokan pada dasar ulkus. Pada dasarnya semua ulkus sudah

terkontaminasi bakteri, pemeriksaan kultur pada luka yang tidak terinfeksi tidak perlu

dilakukan. Infeksi polymicrobial biasanya ditemukan pada infeksi diabetic foot yang berat

dan termasuk didalamnya adalah bakteri gram positif, gram negatif, dan anaerob.1

Pemeriksaan radiologi seharusnya dilakukan pada setiap pasien dengan ulkus yang

lama dan dalam, untuk menyingkirkan adanya osteomyelitis, akan tetapi pemeriksaan

radiologi tidak sensitif sebagai indikator untuk infeksi tulang akut.1

6

Page 7: Diabetic Foot Ulcers Reading

Status vaskularisasi seharusnya diperiksa karena adanya iskemi menandakan

prognosis yang buruk untuk adanya penyembuhan. Pemeriksaan palpasi nadi pada kedua

pedis dan poplitea adalah indikasi mutlak untuk menentukan perfusi arteri pada kaki. Tidak

adanya denyut nadi pada pedis dan adanya denyutan pada poplitea adalah gambara terjadinya

diabetic foot. 1

2.7 Klasifikasi Diabetic Foot

Pengklasifikasian dari ulkus bisa membantu kita dalam menentukan pengobatan dan

prognosis. Banyak sistem pengklasifikasian yang dibuat, menurut parameter seperti

penyebaran infeksi, neuropati, iskemi, dalam dan luasnya kerusakan jaringan, dan lokasi.

Klasifikasi yang secara umum dipakai untuk lesi dan ulkus pada diabetic foot adalah sistem

klasifikasi Wagner, berdasarkan dari adanya kedalaman dan penetrasi ulkus, adanya

osteomyelitis atau gangren, luasnya kerusakan jaringan.

2.8 Penatalaksanaan Diabetic Foot

Lesi pada diabetic foot yang sudah terinfeksi haruslah diobati dengan keahlian dan fasilitas

yang memadai. Seorang dokter umum pada umumnya jarang mempunyai keahlian yang

cukup dan untuk itu harus dirujuk ke perawatan spesialis. 4

Penatalaksanaan pada ulkus itu sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu menghilangkan

kallus, eradikasi infeksi, dan mengurangi tekanan yang berlebihan pada kaki. Adanya lapisan

7

Page 8: Diabetic Foot Ulcers Reading

keratin pada kaki harus dipotong dengan pisau bedah untuk membuka dasar ulkus dan

sebagai berguna drainase. Pemeriksaan radilogi harus dilakukan untuk melihat adanya

kemungkinan osteomyelitis ketika ulkus sudah melakukan penetrasi kedalam atau ketika lesi

gagal untuk sembuh dan terjadi kemungkinan untuk kambuh. 4

Pemeriksaan swab bakteri yang diambil dari dasar luka, setelah kallus dihilangkan.

Pasien dengan ulkus yang superfisial bisa pengobatan rawat jalan dan diberi antibiotik oral

sampai luka/ulkusnya sembuh. Bakteri yang biasanya menyebabkan infeksi pada ulkus yang

superfisial adalah stapillokokus, streptokokus dan kuman anaerob. Pengobatannya adalah

dengan memberikan antibiotik berupa amoxicillin, flucloxacillin dan metronidazole kemudian

dan antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan hasil kultur bakteri. Pada luka yang dalam

memerlukan perawatan luka secara lokal dan antibiotik. Pemakaian total contact plaster cast,

lightweight scotch cast boot, atau air cast boot bisa membantu penyembuhan. Itu sangatlah

cocok dengan bentuk kaki dan bisa mengurangi tekanan keras pada plantar kaki. Perawatan

yang terbaik harus dilakukan untuk mencegah terjadinya luka yang dengan bentukan lain baik

pada kaki ataupun pada pergelangan kaki. Pasien harus diberikan informasi bahwa harus

dilakukan dressing luka setiap hari. Non-adherent dressing sederhana dilakukan setelah ulkus

dibesihkan dengan larutan fisiologis. Pada luka/ulkus yang tidak sembuh lebih dari sebulan

harus mendapat pengobatan dan perawatan yang berbeda. 4

Pada pasien dengan tanda-tanda klinis diabetic foot yang jelek, hal ini perlu dirujuk

kerumah sakit dengan segera untuk mendapat perawatan secepatnya. Pasien tersebut

seharusnya harus dirawat dan mendapat antibiotik intravena. Antibiotik yang dipakai pada 24

jam sebelum adanya hasil kultur bakteri adalah antibiotik spektrum luas. Terapi secara

kuadrupel kadang-kadang juga diperlukan seperti amoxicillin, flucoxacillin, metronidazole

untuk bakteri anaerob dan ceftazidim 1 gram atau gentamicin untuk bakteri gram negatif. Jika

ditemukannya bakteri stapilokokus aureus, maka hal ini akan menjadi masalah serius, karena

penyebaran stapilokokus aureus bisa menyebabkan sepsis. Pengobatan yang diberikan

biasanya vancomycin secara intravena atau teicoplanin secara intramuskular. Insulin

intravena juga diperlukan untuk mengontrol konsentrasi kadar gula darahnya. 4

Debridement diperlukan untuk mengeluarkan pus atau abses dan juga untuk

menghilangkan jaringan yang mengalami infeksi dan jaringan yang sudah nekrosis. Jika

nekrosis yang terjadi sudah mengenai ibu jari, maka amputasi pada ibu jari bisa dilakukan,

8

Page 9: Diabetic Foot Ulcers Reading

dan juga pada bagian yang berhubungan dengan metatarsal, dan hal ini biasanya berhasil

pada neuropatic foot dengan sirkulasi yang masih bagus. Skin grafting kadang-kadang

dilakukan untuk membantu proses penyembuhan.4

2.9 Metode Debridemen Luka pada Diabetic Foot 6

Surgical and sharp debridement, metode ini menggunakan pisau bedah,

gunting dan beberapa instrumen lain. Podiatrist biasanya mengunakan metode

ini dengan beberapa cara yang berbeda-beda. Pada metode ini memerlukan

beberapa latihan khusus dan alat yang khusus pula. Pada saat dilakukan

debridement agar pasien tidak merasa nyeri, harus dilakukan anestesi baik

lokal maupun umum.9

Page 10: Diabetic Foot Ulcers Reading

Mechanical debridement, pada metode ini memakai tehnik hydrotherapy,

whirlpool dan irigasi. Untuk mengurangi nyeri pada waktu dilakukan

debridement dapat dilakukan hydration of eschar. Mechanical debridement

menghasilkan hasil yang signifikan. Akan tetapi metode ini sangatlah lambat

dan memerlukan waktu yang lama dan hanya sedikit bukti yang dapat

mendukung penggunaan metode ini. Infeksi bisa terjadi jika dokter tidak

secara teliti atau bagus pada saat melakukan prosedur atay metode ini.

Autolytic debridement, metode ini menggunakan hidrokoloid atau hidrogel.

Hidrasi pada jaringan nekrotik dengan menggunakan hidrogel atau hidrokoloid

adalah untuk merawat luka yang basah dan selanjutnya dilakukan debridement

enzimatis dengan menggunakan enzim tubuhnya sendiri. Sel fagosit dan

protein digesting enzymes diubah menjadi proteinase dan peptidase,

ditemukan pada cairan luka pasien dan bertanggunga jawab dalam proses

tersebut. Seorang dokter biasanya menggunakan metode ini, tapi metode ini

sangatlah lambat jika dibandingkan dengan metode debridement yang lain.

Enzymatic debridement, metode ini menggunakan exogenous derive enzim

proteolitik seperti streptokinase atau papain urea. Fungsinya adalah untuk

merangsang terjadinya hidrolisis dan degradasi dari proteinaceous devitalized

tissue. Metode ini biasanya akan menyebabkan rasa sakit dan harus dikerjakan

secara hati-hati untuk menghindari adanya kerusakan pada jaringan lain yang

masih sehat.

Biological debridement, metode ini menggunakan larva atau belatung untuk

debridemen luka. Di Amerika metode ini sangat sedikit sekali diterima dalam

penggunaannya, akan tetapi di Eropa sudan sering digunakan. Larva dari

Lucillia sericata dapat mencerna jaringan nekrotik dan patogen. Metode ini

merupakan metode yang cepat dan selektif, walaupun bukti-bukti yang

menyokong penggunaan metode ini hanya bersifat anekdot. Rasa sakit dan

ketidaknyamanan pada pasien hanya bersifat sementara.

Chemical debridement, metode ini menggunakan pengobatan topikal seperti

larutan kalsium atan sodium hipoklorit. Metode ini tidak begitu banyak

10

Page 11: Diabetic Foot Ulcers Reading

dilakukan karena metode ini menyebabkan rasa sakit yang cukup hebat dan

menyebabkan kerusakan jaringan yang lain.

2.10 Pencegahan 3

Mendeteksi pasien diabetes yang mempunya resiko tinggi terjadinya diabetic

foot yaitu dengan cara mengidentifikasi faktor resiko seperti riwayat adanya

ulkus dan amputasi, hilangnya saraf sensoris yang diketahui dengan

menggunakan monofilament test, PVD dan adanya riwayat deformitas kaki.

Identifikasi faktor resiko tersebut adalah untuk mengetahui tingkatan resiko

pasien itu sendiri, menurut International Consensus Clasification

Edukasi pada pasien dan keluarga seperti waspada terhadap hilangnya perasa

sensoris dan komplikasinya, berkurangnya suplai darah dan komplikasinya,

rutin memeriksa atau merawat kaki, memakai sepatu yang tidak melukai kaki.

Memberikan edukasi pada perawat dengan menekankan pentingnya

pemeriksaan kaki yang rutin pada pasien diabetes, membuat skoring tentang

resiko masalah pada kaki, menilai ulang kembali tentang strategi pencegahan

yang akan diberikan berdasarkan edukasi penderita.

Perawatan podiatric seperti menghilangkan hyperkeratosis dan perawatan

kuku.

11

Page 12: Diabetic Foot Ulcers Reading

DAFTAR PUSTAKA

1. Frykberg, RG. Diabetic Foot Ulcers : Phatogenesis and Management. American

Family Physician volume 66, November 1 2002. Available at : www.aafp.org/afp

(Accessed : 3 April 2008)

2. American Diabetes Association. Preventive Care in People With Diabetes. Diabetes

Care Volume 25, January 2002. Available at : http ://www. podiatrytoday.com

(Accessed : 3 April 2008)

3. Medicine et maladise infectieuses. Management of diabetic foot infection. J medmal

November 2006. Available at : http//france.elsevier.com/direct/MEDMAL

(Accessed : 3 April 2008

4. Watkins, PJ. ABC of diabetes : The diabetic foot. BMJ Volume 326, 3 May 2003.

Available at : http ://www.bmj.com (Accessed : 3 April 2008)

5. Moore J et al. Continuing Education : How To Manage Heel Ulcers In Patients With

Diabetes. Podiatry Today Volume 18, March 2005. Available at : http ://www.

podiatrytoday.com (Accessed : 3 April 2008)

6. Espensen EH. Continuing Education : Assessing Debridement Options For Diabetic

Foot. Podiatry Today Volume 20, March 2007. Available at : http ://www.

podiatrytoday.com (Accessed : 3 April 2008)

12