Diebetic Foot

download Diebetic Foot

of 41

Transcript of Diebetic Foot

RESPONSI

CASE REPORTDM Tipe II dengan Komplikasi

Oleh:Sandra Aulia Rahman, S.Ked

Pembimbing:dr. Asna Rosida, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD DR HARDJONO PONOROGOFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2015BAB ISTATUS PENDERITA

I. ANAMNESAA. IDENTITAS PENDERITANama: Ny. HUmur: 48 tahunJenis Kelamin: PerempuanAlamat: Pulung, PonorogoAgama: IslamSuku: JawaStatus Pernikahan: MenikahMasuk RS: 2 April 2015Pemeriksaan: 7 April 2015

B. Keluhan Utama : Badan terasa lemas.

C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada tanggal 2 April 2015 pasien dibawa ke Puskesmas Pulung dengan keadaan tidak sadar dengan GDA 46 mg/dL dan telah diberikan infus D5% dan D40 fl. Kemudian setelah sadar, pasien dibawa ke IGD RSUD DR Hardjono dalam keadaan masih lemas. Melalui alloanamnesis pada keluarga didapatkan keterangan bahwa pasien sudah menderita DM tipe II sudah 4 tahun, dan disertai luka yang dalam pada kaki kiri, sudah 1 bulan dengan perawat luka yang teratur. Pada tanggal pemeriksaan (7 April 2015), pasien terlihat sangat sesak, susah untuk berbicara, dengan keluhan batuk berdahak sejak 2 hari yll dan badan panas sejak 2 hari yll. Hasil alloanamnesis juga menyebutkan ibu tersebut sudah pernah di foto rontgent dengan hasil yang menunjukkan pembengkakan paru-paru.. D. Riwayat Penyakit Dahulu :a. Riwayat Komorbid lain: Riwayat tekanan darah tinggi (-) Kurang lebih 1 tahun yang lalu, jantung (-), DM (+), Liver (-)b. Riwayat opname: pernah opname 3x dengan keluhan serupac. Riwayat alergi : disangkald. Riwayat operasi: disangkale. Riwayat trauma: disangkalE. Riwayat Penyakit Keluarga1. Riwayat Keluarga sakit Serupa: disangkal2. Riwayat Keluarga: HT (-), DM (-), jantung (-), Liver (-)3. Riwayat atopi: disangkalF. Riwayat Kebiasaana. Riwayat Merokok: disangkalb. Riwayat Minum alkohol: disangkalc. Makan pedas: disangkald. Minum kopi: diakui (frekuensi: sering)e. Minum Teh: diakui (frekuensi: sering)f. Minum Jamu: disangkalII. PEMERIKSAAN FISIKA. Keadaan UmumKU: LemahKesadaran: Compos Mentis ( GCS E4 V5 M6)Gizi: Kesan cukupB. Vital SignTD: 100/70 mmHgNadi: 105x/menit.RR: 34x/menit.S: 38,0o C, peraxiler.C. Status Generalis1. Kepala: simetris (+), deformitas (-), konjungtiva anemis (-/-),sclera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor (+), eksoftalmus (-)2. Leher: simetris (+), deviasi trakea (-), peningkatan JVP (-), pembesaran limfe (-)3. ThoraksInspeksiStatis : Normo chest, simetrisDinamis : Pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

PalpasiStatis : Dada kanan dan kiri simetris.Dinamis : Pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri, fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri.

PerkusiKanan : Redup mulai dari SIC 2 sampai SIC 5Kiri : Redup mulai dari SIC 2 sampai SIC 7

AuskultasiKanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi basah kasar (+), ronchi basah halus (-) , wheezing (+) .Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi basah kasar (+), ronchi basah halus (-) , wheezing (+).

4. Jantung1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak2) Palpasi : Ictus cordis kuat angkat 3) PerkusiBatas jantung : Batas jantung kanan atas : SIC II linea parasternalis dextraBatas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstraBatas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistraBatas jantung kiri bawah : SIC VI 2 cm lateral linea medioklavicularis sinistra4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas meningkat, reguler, bising jantung (-)

6. AbdomenInspeksi:Dinding perut lebih tinggi dibanding dinding thorak, distended (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusa (-).

Auskultasi:Peristaltik (+) normal

Perkusi:Timpani, pekak beralih (-)

Palpasi:Supel, nyeri tekan (-) Hepar, lien dan ren tidak teraba, balotement ginjal (-)

7. EkstremitasEkstremitas

Akral dinginUdem

__

__

++

++

Pitting udem

SianotikClubbing fingger

__

__

__

__

Gangren pedis sinistra stadium II (+)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaanHasilSatuanNilai Normal

Leukosit 7,6L4.0-10.0

Lymph#1,1L0.8-4

Mid#0.4L0.1-0.9

Gran#6,1L2-7

Lymph%14,1%20-40

Mid%6,0%3-9

Gran%79,9%50-70

Hb10,3g/dl11-16

Rbc3,95L3.5-5.5

Hct31,3%37.0-50.0

MCV79,2fL82.0-95.0

MCH26,1Pg27.0-31.0

MCHC32,9g/dl32.0 36.0

Tanggal 3 April 2015PemeriksaanHasilSatuanNilai Normal

TBIL0,66Mg/dl0-0,35

DBIL0,78Mg/dl0,2-1,2

SGOT30,2L0 31

SGPT23,8L0 31

Urea17,62mg/dl10 50

Creat0,01mg/dl0.7 1.2

UA2mg/dl2.4 5.7

Chol132mg/dl140 200

TG64mg/dl36 165

HDL28mg/dl35-150

LDL183mg/dl0 190

ALP209mmol/L135 279

Gamma GT14,3mmol/L8-34

Alb9,4mmol/L3,5-5,5

Glob3,9mg/dl2-3,9

HbsAG test(-)

Tanggal 7 April 2015PemeriksaanHasilSatuanNilai Normal

TBIL0,92Mg/dl0-0,35

DBIL0,71Mg/dl0,2-1,2

SGOT33,5L0 31

SGPT15,5L0 31

Urea255,54mg/dl10 50

Creat10,24mg/dl0.7 1.2

UA9mg/dl2.4 5.7

Chol124mg/dl140 200

TG241mg/dl36 165

HDL34mg/dl35-150

LDL42mg/dl0 190

ALP267mmol/L135 279

Gamma GT22,4mmol/L8-34

Alb2,6mmol/L3,5-5,5

Glob3,6mg/dl2-3,9

HbsAG test(-)

Perkembangan GDA pasien:

Tanggal PemeriksaanGDA

3 April 2015104

4 April 201543

5 April 201581

6 April 2015151

7 April 2015255

8 April 2015236

9 April 2015181

10 April 2105224

11 April 2015337

12 April 2015226

13 April 2015264

Pemeriksaan EKG

Hasil analisis EKG:Irama: Sinus TakikardiHeart rate: 103x/menitAxis: NormoaxiSII. RESUME:Ny. H (48th) dibawa ke Puskesmas Pulung dengan keadaan tidak sadar dengan GDA 46 mg/dL dan telah diberikan infus D5% dan D40 fl. Kemudian setelah sadar, pasien dibawa ke IGD RSUD DR Hardjono dalam keadaan masih lemas. Melalui alloanamnesis pada keluarga didapatkan keterangan bahwa pasien sudah menderita DM tipe II sudah 4 tahun, dan disertai luka pada kaki kiri sudah 1 bulan dengan perawatan luka yang teratur. Pada tanggal pemeriksaan (7 April 2015), pasien terlihat sangat sesak, susah untuk berbicara, dengan keluhan batuk berdahak sejak 2 hari yll dan badan panas sejak 2 hari yll. Hasil alloanamnesis juga menyebutkan ibu tersebut sudah pernah di foto rontgent dengan hasil yang menunjukkan adanya pembengkakan pada paru.

KU : Lemah, Compos Mentis. HR: 105x/m, RR: 34x/m, T: 38,0oC. TD: 100/70 Pmx fisik: Terdapat udem ektremitas superior et inferior, juga udem periorbita. Auskultasi paru terdapat suara tambahan ronkhi (+) dan wheezing (+), dan pada perkusi paru terdapat suara redup di kedua lapang paru.

III. DIAGNOSISDM tipe II dengan Komplikasi Diabetic Foot Stadium 4, Chronic Kidney Disease dan Acute Lung Oedem

IV. TERAPI Infus RL 12 tpm Ranitidin 2x1amp Metoclopramid 3x1amp Lansoprazol caps 0-0-1 AI 3x14 UI Metronidazole 2x500mg Klindamisin inj 2x1gr Ceftriaxone inj 2x1gr Furosemid amp 2x 20mg

V. PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD (POMR)AbnormalitasProblemAssessmentIP DxIP TxIP Mx

Lemas GDA diatas 200 Gangren pedis sinistraDM tipe IIDM hiperglikemi dengan komplikasi Diabetic Foot Stadium IIHbA1cRontgent Pedis

AI 3x14 UIMetronidazole 2x500mgKlindamisin inj 2x1gr Ceftriaxon inj 2x1grKlinisGDA per pagi

Sesak Batuk berdahak Wheezing (+) Ronkhi basah (+) Thorax PA: udem paruUdem ParuAcute Lung OedemEchographyEKG UlangPosisi duduk02 6L/menitInfus PZ 20tpmFurosemid amp 2x20mg

Pemeriksaan fisik dan klinis

Peningkatan Ureum dan kreatinin Penurunan Albumin Udem ekstremitas GFR 5,3Chronic Kidney DiseaseChronic Kidney Disease stadium 5 (end-stage)Urin LengkapUSG UrologiHemodialisis dan atau renal transplantKlinis dan pemeriksaan fisik

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan1. Komplikasi Diabetes MellitusDi Negara berkembang, Diabetes mellitus sampai sat ini masih merupakan factor yang terkait sebagai penyebab kematian sebanyak 4- 5 kali lebih besar.Menurut estimasi data WHO maupun IDF, prevalensi Diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6 juta penduduk, tetapi pada kenyataannya ternyata didapatkan sebesar 8,2 juta. Tentu saja hal ini sangat mencengangkan para praktisi, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif di setiap sektor terkait. Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan komplikasi. Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis. Dengan demikian Diabetes bukan lah suatu penyakit yang ringan. Menurut beberapa review, Retinopati diabetika, sebagai penyebab kebutaan pada usia dewasa muda, kematian akibat penyakit kardiovaskuler dan stroke sebesar 2-4 kali lebih besar , Nefropati diabetic, sebagai penyebab utama gagal ginjal terminal, delapan dari 10 penderita diabetes meninggal akibat kejadian kardiovaskuler dan neuropati diabetik, penyebab utama amputasi non traumatic pada usia dewasa muda. Insidensi komplikasi Menurut laporan UKPDS, Komplikasi kronis paling utama adalah Penyakit kardiovaskuler dan strone, Diabeteic foot, Retinopati, srta nefropati diabetika, Dengan demikian sebetulnya kematian pada Diabetes terjadi tidak secara Iangsung akibat hiperglikemianya, tetapi berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Apabila dibandingkan dengan orang normal, maka penderita DM 5 x Iebih besar untuk timbul gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita kelainan ginjal dan 25 x Iebih besar untuk terjadinya kebutaan. Selain komplikasi-komplikasi yang disebutkan di atas, penderita DM juga memiliki risiko penyakit kardio-sebrovaskular seperti stroke, hipertensi dan serangan jantung yang jauh Iebih tinggi daripada populasi normal. OIeh sebab itu penderita diabetes perlu diobati agar dapat terhindar dan berbagai komplikasi yang menyebabkan angka harapan hidup menurun. Kadar gula darah yang tinggi dan terus menerus dapat menyebabkan suatu keadaan gangguan pada berbagai organ tubuh. Akibat keracunan yang menetap ini, timbul perubahan-perubahan pada organ-organ tubuh sehingga timbul berbagai komplikasi. Jadi komplikasi umumnya timbul pada semua penderita baik dalam derajat ringan atau berat setelah penyakit berjalan 10-15 tahun. Faktor risiko tradisional Seperti telah diketahui, bahwa faktor risiko tradisional, yang berkaitan dengan penyakit kardiovaskuler dibagi dalam 2 kategori, yatitu : dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi adalah: Merokok, Dislipidemia, Hipertensi, Diabetes mellitus, Obesitas, factor diet, factor thrambogenic, rendahnya aktifitas fisik, dan konsumsi alcohol berlebihan, Sedang yang tidak dapat dikoreksi adalah Adanya riwayat penyakit jantung, usia dan gender. Diabetes semdiri dimasukkan kedalam factor yang dapat dikoreksi, tetapi akhir akhir ini diabetes disepakati sebagai kondisi yang sama dengan Penyakit kardiovaskuler ( Risk equivalent). Dengan demikian semua target terapi disamakan dengan penderita penyakit kardiovaskuler, walaupun belum terjadi pada penderita itu sendiri. Komplikasi Kronis dan Penyakit penyerta Pada DM Angka kesakitan dan kematian pada DM meningkat diberbagai negara, hal ini selain dikaitkan dengan insidensi yang sangat cepat meningkat dan progresivitas penyakitnya juga disebabkan faktor ketidaktahuan baik penderita maupun dokter sendiri, atau penderita pada umumnya datang sudah disertai dengan komlikasi yang lanjut dan berat. Kalau ditinjau lebih dalam lagi, ternyata hiperglikemia ini merupakan awal bencana bagi penderita Diabetes, hal ini terbukti dan terjadi juga pada penderita dengan gangguan toleransi glukosa yang sudah terjadi kelainan komplikasi vaskuler, walaupun belum diabetes. Hiperglikemia ini dihubungkan dengan kelainan pada disfunsi endotel, sebagai cikal bakalnya terjadi mikro maupun makroangiopati. Dengan demikian, apabila hiperglikemia terkendali dan terkontrol dengan baik, yang ditandai dengan HbA1c yang normal dapat menurunkan angka kejadian komplikasi pada DM. Pada keadaan hiperglikemia, akan terjadi peningkatan jalur polyol, peningkatan pembentukan Protein Glikasi non enzimatik serta peningkatan proses glikosilasi itu sendiri, yang menyebabkan peningkatan stress oksidatif dan pada akhirnya menyebabkan komplikasi baik vaskulopati, retinopati, neuropati ataupun nefropati diabetika. Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu: Komplikasi mikrovaskular Komplikasi makrovaskular Komplikasi neurologis 1. Komplikasi Mikrovaskular Nefropati Retinopati Neuropati Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler. Komplikasi spesifik untuk diabetes melitus. Kecurigaan akan diagnosis DM akan komplikasi retinopati diabetika terkadang berawal dan gejala berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan. Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferatif dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat. Nefropati diabetika Diabetes mellitus tipe 2, merupaka penyebab nefropati paling banyak, sebagi penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24 jam), terdapat retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.Neuropati Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myoinositol, penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.

2. Komplikasi Makrovaskular Penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia Penyakit pembuluh darah perifer Hipertensi Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit ,kardiovaskular dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula darah yang balk. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular. Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor risiko koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pektoris (nyeri dada paroksismal serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda setelah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala mi dapat tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti. Stroke Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa: - Pusing, sinkop - Hemiplegia: parsial atau total - Afasia sensorik dan motorik - Keadaan pseudo-dementia .Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis, yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnuya terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding pada orang normal. Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obes, hipertensi atau merokok. Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase IV. Faktor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai factor pencetus koma, ataupun kematian.

2. Diabetic Foot (Kaki Diabetes)A. DefinisiTop of FormBottom of FormKaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut :1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil)3. Nyeri saat istirahat.4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.

B. Faktor Risiko Terjadinya Kaki DiabetikAda 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang). Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak. Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat).Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain : Luka kecelakaan Trauma sepatu Stress berulang Trauma panas Iatrogenik Oklusi vaskular Kondisi kulit atau kukuFaktor risiko demografis1. Usia: Semakin tua semakin berisiko2. Jenis kelamin: Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis kelamin tidak jelas mungkin dari perilaku, mungkin juga dari psikologis3. Etnik: Beberapa kelompok etnik secara signifikan berisiko lebih besar terhadap komplikasi kaki. Mekanismenya tidak jelas, bisa dari faktor perilaku, psikologis, atau berhubungan dengan status sosial ekonomi, atau transportasi menuju klinik terdekat.4. Situasi sosial: Hidup sendiri dua kali lebih tinggiFaktor risiko perilakuKetrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan dengan adanya komplikasi kaki diabetik. Ini berhubungan dengan perhatian terhadap kerentanan.Faktor risiko lain Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko paling utama dari ulkus) Berat badan Merokok 3. Patofisiologi dan Patogenesis Kaki DiabetikDiabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik.Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki. Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot. 5

Gambar 1. Salah satu bentuk deformitas pada kaki diabetik. 4Yang sangat penting bagi diabetik adalah memberi perhatian penuh untuk mencegah kedua kaki agar tidak terkena cedera. Karena adanya konsekuensi neuropati, observasi setiap hari terhadap kaki merupakan masalah kritis. Jika pasien diabetes melakukan penilaian preventif perawatan kaki, maka akan mengurangi risiko yang serius bagi kondisi kakinya. Dari faktor-faktor pencetus diatas faktor utama yang paling berperan dalam timbulnya kaki diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Infeksi sendiri sangat jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati. Secara praktis kaki diabetik dikategorikan menjadi 2 golongan:a. Kaki diabetik akibat angiopati / iskemiab. Kaki diabetik akibat neuropatiA. Kaki Diabetik akibat angiopati / iskemiaPenderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima hiperplasia membran basalis arteria, oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi). Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal. Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi. Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat.B. Kaki Diabetik akibat neuropatiPasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama pada pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol.Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob.Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibujari martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak adanya demineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot.

Gambar 2. Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal. 4Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh: a. Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap traumab. Macam, besar dan lamanya traumac. Peranan jaringan lunak kakiNeuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf baik saraf sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan penurunan sensoris nyeri, panas dan raba sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang tidak sensitif ini. Gangguan saraf otonom disini terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut saraf simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler. Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akan menyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial oksigen di vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki diabetik neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati otonom akan menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu neuropati otonom akan mengakibatkan penurunan nutrisi jaringan sehingga terjadi perubahn komposisi, fungsi dan keelastisitasannya sehingga daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang memudahkan terjadinya ulkus.

Gambar 3. Gangren jari kaki.Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik :a. 50% ulkus pada ibu jarib. 30% pada ujung plantar metatarsalc. 10 15% pada dorsum kakid. 5 10% pada pergelangan kakie. Lebih dari 10% adalah ulkus multipel4. Klasifikasi Kaki DiabetikMenurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi:a. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan kalus clawb. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulitc. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulangd. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitise. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitisf. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

Gambar 4. Kaki Diabetik derajat V. Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada2. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor3. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lututBeberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :1. Insisi : abses atau selullitis yang luas2. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II3. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V4. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V5. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

Gambar 5. Kaki Diabetik derajat V. 5Jadi ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak. Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). Lepas dari itu semua, tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko terhadap kaki pengidap diabetes jauh lebih baik ketimbang harus menjalani operasi, apalagi amputasi. Masih banyak cara mencegah dan merawat kaki diabetes. Di antaranya melakukan senam kaki, selain senam atau kegiatan olahraga yang harus dilakukan untuk mengontrol gula darah.

]5. Penanggulangan dan Pencegahan Kaki DiabetesPencegahan kaki diabetes tidak terlepas dari pengendalian (pengontrolan) penyakit secara umum mencakup pengendalian kadar gula darah, status gizi, tekanan darah, kadar kolesterol, pola hidup sehat. Sedang untuk pencegahan dan perawatan lokal pada kaki sebagai berikut:1) Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti. 2) Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah, maupun untuk menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM. 3) Pemberian penyuluhan pada penderita dan keluarga tentang (apakah DM, penatalaksanaan DM secara umum, apakah kaki diabetes, obat-obatan, perencanaan makan, DM dan kegiatan jasmani), dll. 4) Kaki diabetes, materi penyuluhan dan instruksi. Hentikan merokok Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus (pengerasan), bula (gelembung), luka, lecet. 5) Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, keringkan, terutama di celah jari kaki. 6) Pakailah krim khusus untuk kulit kering, tapi jangan dipakai di celah jari kaki. 7) Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.8) Memotong kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam.9) Pakailah kaus kaki yang pas bila kaki terasa dingin dan ganti setiap hari.10) Jangan berjalan tanpa alas kaki.11) Hindari trauma berulang.12) Memakai sepatu dari kulit yang sesuai untuk kaki dan nyaman dipakai. 13) Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya, hindari adanya benda asing. 14) Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal. 15) Menghindari pemakaian obat yang bersifat vasokonstruktor seperti orgat, adrenalin, ataupun nikotin. 16) Periksakan diri secara rutin ke dokter dan periksakan kaki setiap kali kontrol walaupun ulkus/gangren telah sembuh. Bila borok telah terjadi sebelum dilakukan perawatan sendiri di rumah oleh keluarga sebaiknya harus dikonsultasikan ke dokter untuk menentukan derajat keparahan borok, mengangkat jaringan yang mati (necrotomi) serta mengajari keluarga cara merawat luka serta obat-obatan apa saja yang diperlukan untuk mempercepat penyembuhan luka. Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan adalah jangan merendam kaki dan memanaskan kaki dengan botol panas atau peralatan listrik. Hal ini untuk mencegah luka melepuh akibat panas yang berlebih. Jangan menggunakan pisau/silet untuk menghilangkan mata ikan, kapalan (callus). Jangan membiarkan luka kecil, sekecil apapun luka tersebut. Segeralah ke dokter bila kaki luka atau berkurang rasa. Mintakan nasihat dari dokter.Pasien dapat diberikan antiagregasi trombosit, hipolipidemik dan hipotensif bila membutuhkan. Antibiotikpun diberikan bila ada infeksi. Pilihan antibiotik berupa golongan penisilin spektrum luas, kloksasilin/dikloksasilin dan golongan aktif seperti klindamisin atau metronidazol untuk kuman anaerob. Prinsip terapi bedah pada kaki diabetik adalah mengeluarkan semua jaringan nekrotik untuk maskud eliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh. Terdiri dari tindakan bedah kecil seperti insisi dan penaliran abses, debridemen dan nekrotomi. Tindakan bedah dilakukan berdasarkan indikasi yang tepat. Prioritas tinggi harus diberikan untuk mencegah terjadinya luka, jangan membiarkan luka kecil, sekecil apapun luka tersebut. Segeralah ke dokter bila kaki luka atau berkurang rasa

3. Acute Lung OedemPENGERTIANAcute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal napas.

ETIOLOGIPenyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:1. Edema Paru KardiogenikYaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem kardiovaskuler.a. Penyakit pada arteri koronariaArteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa. b. KardiomiopatiPenyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).c. Gangguan katup jantungPada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.d. HipertensiHipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

2. Edema Paru Non KardiogenikYaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:1. Infeksi pada paru2. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.3. Paparan toxic4. Reaksi alergi5. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)6. Neurogenik PATOFISIOLOGISALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmHg. Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25 mmHg.Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.

TANDA DAN GEJALAALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),a. Stadium 1Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi CO. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan aktivitas.

b. Stadium 2Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.

c. Stadium 3Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.

PENEGAKKAN DIAGNOSA Pemeriksaan Fisik1. Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.2. Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.3. Takikardia dengan S3 gallop.4. Murmur bila ada kelainan katup.

Elektrokardiografi.Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.

Laboratorium1. Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.2. Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.3. Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner

Foto Thorax

X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya

Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.

Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).

PENATALAKSANAAN PENGOBATAN1. Posisi duduk.2. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.5. Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru. Nitrogliserin (NTG) dan Furosemide merupakan obat pilihan utama.6. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard 9. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.10. Penggunaan Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai bronkokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas oedema parunya oleh karena faktor kardiogenik atau non-kardiogenik, karena selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek inotropok positif, venodilatasi ringan dan diuretik ringan.11. Penggunaan Inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan pengobatan, dapat diberikan digitalis seperti Deslano-side (Cedilanide-D). Obat lain yang dapat dipakai adalah golongan Simpatomi-metik (Dopamine, Dobutamine) dan golongan inhibitor Phos-phodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enoxumone, Piroximone).

3. CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) A. Definisi Penyakit Ginjal Kronik Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen pada ginjal. Ginjal tidak mampu melakukan fungsinya untuk membuang sampah sisa metabolisme dalam tubuh, mempertahankankeseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa dalam tubuh. PGK dapat berkembang cepat yaitu dalam kurun waktu 2-3 bulan dan dapat pula berkembangdalam waktu yang sangat lama yaitu dalam kurun waktu 30-40 tahun.B. Patogenesis Gagal Ginjal KronikDasar patogenesis PGK adalah penurunan fungsi ginjal. Hal ini akan mengakibatkan produk akhir metabolisme protein yang normalnya dieksresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan menyebabkan efek sistemik dalam tubuh. Sebagai akibatnya, banyak masalah akan muncul sebagaiakibat dari penurunan fungsi glomerulus. Hal ini akan menyebabkan penurunanklirens dan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus diakibatkan tidak berfungsinya glomerulus. Hal ini akan mengakibatkan penurunan klirens kreatinindan peningkatan kadar kreatinin serum. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secarakonstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal tetapidipengaruhi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme jaringan, danmedikasi seperti steroid. Retensi cairan dan natrium terjadi akibat ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal terhadap perubahan masukan cairan danelektrolit tidak terjadi. Hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitasaksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya serta peningkatan eksresialdosteron. Pasien dengan PGK memiliki kecenderungan untuk kehilangan garam,mencetuskan risiko hipertensi dan hipovolemi, episode muntah dan diare. Hal ini akan menyebabkan penipisan jumlah air dan natrium yang semakin memperburuk status uremik. Asidosis metabolik merupakan akibat dari penurunan fungsi ginjal. Hal inikarena ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam yang belebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulusginjal untuk mensekresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat.Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Amonia terjadisebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usiasel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecendrungan untuk mengalami perdarahanakibat status anemia pasien, terutama dari saluran gastrointestinal, eritropoetinmenurun dan anemia berat terjadi distensi, keletihan, angina, dan sesak nafas. Hal ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitasutama yang lain pada PGK adalah gangguan metabolisme kalsium dan posfat.Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salahsatunya meningkat maka yang lainnya akan menurun. Dengan menurunnya filtrasiglomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium akan mengakibatkan sekresi parat hormon darikelenjar paratiroid.

C.ETIOLOGIGagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.1.Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.2.Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.3.Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.4.Gangguan jaringan penyambung, sepertilupus eritematosus sistemik(SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.5.Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal.6.Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.7.Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.8.Nefropati obstruktif Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

D. Klasifikasi CKDStadiumDeskripsiLFG

1Gangguan fungsi ginjal dengan LFG normal atau meningkat> 90 ml/menit

2Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan LFG60-89 ml/menit

3Penurunan sedang LFG30-59 ml/menit

4Penurunan berat LFG15-29 ml/menit

5Gagal ginjal 10mg%.6).Terapi hIperfosfatemia.7).Terapi keadaan asidosis metabolik.8).Kendalikan keadaan hiperglikemia.c.Terapi alleviative gejala asotemia1).Pembatasan konsumsi protein hewani.2).Terapi keluhan gatal-gatal.3).Terapi keluhan gastrointestinal.4).Terapi keluhan neuromuskuler.5).Terapi keluhan tulang dan sendi.6).Terapi anemia.7).Terapi setiap infeksi.

BAB IIIPEMBAHASANGangren yang terjadi pada kaki kiri Ny. H ini adalah komplikasi dari DM tipe 2 yang telah dideritanya selam a bertahun-tahun sehingga terjadi angiopati iskemik pada kakinya. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi.Acute Lung Oedem (ALO) yang diderita oleh pasien juga akibat dari DM tipe II yang diderita selama bertahun-tahun. ALO yang terjadi diawali oleh masalah pada jantung yang disebut dengan penyakit jantung koroner (PJK) yang mengakibatkan gagal jantung (heart failure) dan seterusnya menjadi ALO. Hiperglikemia Kronik menyebabkan disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme, antara lain: Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenic dari protein dan DNA. Keadaan ini menyebabkan perubahan tekanan intravascular akibat gangguan keseimbangan nitrat oksida (NO) dan prostaglandin. Hiperglikemia meningkatkan aktifitas PKC intraselular sehingga akan menyebabkan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO Oversekeresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisai. Hiperglikemi akan meningkatkan sintesis glyaciglyerol (DAG) melalui jalur glikolitik. Peningkatan konsentrasi DAG akan meningkatkan aktifitas PKC yang nanti keduanya akan menyebabkan vasokonstriksi. Sel endotel sangat peka terhadap peningkatan stress oksidatif. Keadaan biperglikemia akan meningkatkan tendensi unt uk terjadinya stress oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein terutama LDL yang lebih bersifat aterogenik. Disamping itu peningkatan asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemi akan meningkatkan oksidasi fospolipid dan protein. Hiperglikemi akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa factor antara lain penurunan fungsi NO dan penurunan aktifitas fibrinolitik akibat peningkatn konsentrasi PAI-1. Disamping itu DM tipe 2 terjadi peningkatan aktifitas koagulasi akibat pengfaruh berbagai faktor seperti pembentukan advance glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparin sulfat. Aktifasi koagulasi yang berulang akan mengakibatkan disfungsi endotel.Sedangkan Chronic Kidney Disease yang diderita oleh pasien tersebut adalah akibat dari keadaan hiperglikemia kronik yang dapat menyebabkan terjadinya glikasi non-enzimatik asma amino dan protein. Kemuadian terbentuk AGEs yang menjadi perantara beberapa kegiatan seluler serta inhibisi Nitrite Oxide. Proses ini kan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium (berupa akumulasi matriks ekstraselular, penimbunan kolagen tipe IV, laminin dan fibronektin) dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstitial menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan atau difus.

Daftar Pustaka1. Price, Sylvia A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jilid 1.Ed-6. EGC: Jakarta

2. Greenstein, B., Wood, D. 2010. At a Glance: SIstem Endokrin. 2nd ed. Erlangga Medical Series: Jakarta.

3. Guyton, A. C., Hall, J. E. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Sheewood, L. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 6th Edition. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

5. Nurjanah,S. 2007. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta

6. Edwards, J., Stapley,S. 2010. Debridements of Diabetic Foot Ulcers. Cochrane Database of Systematic Reviews.

7. Reichlin, T., Noveanu, M., Mueller, C. 2009. Use of Natriuretic Peptides in the Emergency Department and the ICU. Year Book of Intensive Care and Emergency Medicine.

43