Diabetic Foot 3

download Diabetic Foot 3

of 20

description

Diabetic Foot

Transcript of Diabetic Foot 3

ABSTRAK

MANAJEMEN DAN DIAGNOSIS - ULKUS DIABETIKUMSimerjit Singh*, Dinker R Pai and Chew Yuhhui

Department of Orthopaedics, Melaka Manipal Medical College, Jalan Batu Hampar, Bukit Baru, Melaka, MalaysiaABSTRAK

Diabetes Mellitus dikenal memiliki banyak komplikasi dan salah satu yang terbanyak adalah ulkus kaki diabetik yang mempengaruhi 15% dari penderita diabetes. Menyebabkan beban keuangan yang berat bagi pasien dan pelayanan kesehatan, meskipun hal ini dapat dicegah. Ulkus kaki diabetik ditandai oleh trias klasik neuropati, iskemia, dan infeksi. Masing-masing memiliki etiopatogenesis multifaktorial. Faktor-faktor ini diperparah oleh adanya deformitas pada kaki sehingga menyebabkan stres mekanik. Sistem klasifikasi yang paling umum digunakan adalah Klasifikasi Wagner dan Klasifikasi Luka dari Universitas Texas. Klasifikasi ini membantu untuk memprediksi hasil akhir dari kondisi tersebut. Selain itu hal ini juga sangat penting untuk mencegah morbiditas jangka panjang dan kematian. Hal ini dapat dicapai dengan kesadaran pasien dan pemeriksaan fisik pada kaki secara teratur selama masa perawatan. Perawatan kaki diabetik harus dilakukan secara disiplin. Debridement, dressing dan offloading adalah pilar manajemen ulkus kaki diabetik. Pengendalian infeksi dan gula darah secara simultan juga penting. Sedangkan amputasi biasanya menjadi pilihan terakhir tapi kadang-kadang dapat dilakukan pada penanganan awal untuk memungkinkan mobilisasi lebih cepat dan rehabilitasi. Selain itu faktor penyebab seperti vaskulopati perifer dan neuropati juga harus diobati dengan tepat.

Kata kunci : Diabetes melitus, vaskulopati, amputasi, etiologi multifaktorial, neuropati, iskemia, infeksi

Pendahuluan

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit yang kompleks dan mempengaruhi hampir semua organ vital di dalam tubuh. Sekitar 347 juta orang di dunia didiagnosis dengan DM [1] dan mayoritas dari mereka adalah DM tipe 2 [2]. Dalam beberapa tahun terakhir, telah dibuktikan adanya hubungan penggunaan gula manis dalam makanan dengan penyakit kardiovaskuler, DM tipe 2 dan peningkatan berat badan jangka panjang [3]. Insiden DM terus meningkat dan akan terus meningkat pada tahun 2030 [4]. DM dikenal memiliki banyak komplikasi dan salah satu yang paling buruk adalah Diabetic Foot Ulcer (DFU) atau Ulkus Kaki Diabetik yang mempengaruhi 15% dari penderita diabetes [5]. Dalam laporan di Pub-Med insidensi mengenai ulkus kaki diabteik telah meningkat dari 0,7% di 1980-1988 menjadi 2,6% pada 1998-2004 [6]. DFU rawan menjadi infeksi, kronisitas dan kekambuhan yang pada akhirnya akan mempengaruhi mental kesehatan pasien [7]. Sebuah ulkus pada pasien dengan diabetes sering berakhir dengan amputasi, dan berdasarkan sebuah penelitian di Amerika Serikat dilaporkan bahwa 38% dari semua amputasi dikaitkan dengan DM [8]. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas oleh karena itu DFU memiliki pengaruh besar terhadap faktor ekonomi dan pelayanan kesehatan, meskipun penyakit itu dapat dicegah [9]. Manajemen DFU yang baik melibatkan pencegahan intensif, penilaian awal dan pengobatan agresif oleh tim ahli. Tujuan dari kajian ini adalah untuk membahas pilihan diagnostik dan manajemen ulkus kaki diabetik.

Etiopatogenesis

DFU dikarakteristikkan dengan trias neuropati, iskemia, dan infeksi [5]. Dengan terjadinya ketidak seimbangan metabolik pada DM, terdapat peningkatan risiko terjadinya infeksi dan penyembuhan luka yang lambat sehubungan dengan rendahnya jumlah sel-sel dan respon faktor pertumbuhan, serta berkurangnya aliran darah perifer dan penurunan angiogenesis lokal [10]. Dengan demikian, kaki rentan mengalami penyakit vaskular perifer, kerusakan saraf perifer, deformitas, ulkus, dan gangren.

Neuropati

Neuropati menyebab lebih dari 60% kejadian DFU [11] dan terjadi pada kedua tipe baik itu DM tipe 1 atau DM tipe 2. Peningkatan glukosa darah menyebabkan peningkatan produksi enzim seperti aldose reductase dan sorbitol dehydrogenase, yang fungsinya untuk merubah glukosa menjadi sorbitol dan fruktosa. Adanya akumulasi dari enzim tersebut, menyebabkan peningkatan sintesis sel saraf mioinositol [11]. Selanjutnya, hiperglikemik menginduksi mikroangiopati yang menyebabkan terjadinya sistem metabolik reversibel, trauma imunologi dan iskemia pada saraf otonom, motorik, dan sensorik [12]. Menyebabkan penurunan dari sensori perifer dan kerusakan inervasi otot-otot kaki dan kontrol vasomotor sirkulasi [13].

Ketika saraf mengalami trauma, pasien memiliki risiko mengalami trauma minor yang tidak disadarinya hingga akhirnya menjadi sebuah ulkus. Risiko mengalami ulkus diabetik pada pasien dengan penurunan saraf sensoris meningkat hingga tujuh kali, dibandingkan dengan pasien DM tanpa neuropati [4]. DM juga mempengaruhi sistem saraf otonom, sehingga menyebabkan kulit kering dan menimbulkan fisura sehingga akan lebih mudah terpapar infeksi. Selain itu sistem otonom juga mengontrol mikrosirkulasi kulit, dan adanya perubahan ini akan menyebabkan terjadinya ulkus, gangren, dan kehilangan anggota badan [14,15]. Neuropati perifer juga berhubungan dengan terjadinya neuroartropati Charcot [16,17].

Vaskulopati

Hiperglikemia menyebabkan disfungsi endotel dan kelainan sel-sel pada arteri perifer. Sel endotel mensintesis nitrat oksida yang menyebabkan vasodilatasi dan melindungi pembuluh darah dari cedera endogen. Oleh karena itu, pada hiperglikemia, terjadi gangguan fungsi nitrat oksida yang berfungsi untuk mengatur homeostasis endotel, antikoagulan, adhesi leukosit, proliferasi sel otot dan antioksidan. Penurunan vasodilator endotelium dan nitrat oksida menyebabkan penyempitan pembuluh darah [18] dan kecenderungan menjadi aterosklerosis [19], sehingga menyebabkan iskemia. Iskemia juga dapat terjadi bahkan apabila adanya pulsasi pada arteri di kaki [13]. Mikrosirkulasi juga terganggu karena adanya arteriol-venular shunting, sehingga mengurangi sirkulasi darah ke daerah yang membutuhkan [13]. Hiperglikemia pada DM juga berhubungan dengan peningkatan tromboksan A2 yang mengarah ke hiperkoagulabilitas plasma [20]. Tanda klinis pasien mungkin memiliki tanda-tanda insufisiensi vaskular seperti klaudikasio, nyeri saat malam hari atau saat beristirahat, tidak adanya denyut perifer, penipisan kulit, hilangnya rambut tungkai dll [21].

Imunopati

Dibandingkan dengan sistem kekebalan tubuh orang sehat, pasien dengan diabetes jauh lebih lemah. Dengan demikian, adanya infeksi di kaki pada pasien diabetes dapat mengancam dan melemahkan kondisinya. Kondisi hiperglikemik menyebabkan peningkatan dari sitokin pro-inflamasi dan kerusakan fungsi sel polimorfonuklear seperti kemotaksis dan fagositosis [22]. Selain itu, kadar glukosa darah yang tinggi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Organisme yang dominan pada infeksi kaki diabetik adalah bakteri gram positif terutama bakteri aerobik kokus seperti S. aureus dan -hemolitik streptokokus [23] tetapi dalam sebuah penelitian yang dilakukan di India, bakteri aerob gram-negatif yang umumnya ditemukan pada kaki diabetik [24]. Jaringan lunak kaki seperti aponeurosis plantar, tendon, otot dan fasia tidak bisa menahan infeksi. Selain itu, beberapa kompartemen di kaki saling berhubungan dan tidak bisa membatasi penyebaran infeksi dari satu ke yang lain. Infeksi jaringan ini dengan cepat menyebar ke tulang, dan menyebabkan osteitis. Sehingga ulkus yang kecil pada kaki dapat dengan mudah mengakibatkan komplikasi seperti osteitis / osteomyelitis dan gangren apabila tidak dirawat dengan tepat.

Stres Mekanik

Ekstremitas yang mati rasa rentan terhadap terjadinya cedera. Gerakan kaki seperti fleksi dan ekstensi akan berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan inervasi otot kaki dan secara bertahap akan mengarah pada perubahan anatomi kaki dan menyebabkan kecacatan. Pada awalnya kecacatan akan menyebabkan penonjolan pada tulang yang abnormal dan seringnya terjadi penekanan dibagian tersebut mulai menimbulkan ulkus. Bantalan lemak pada metatarsal berpindah posisi ke bagian distal, sehingga mengurangi efek bantalan pada metatarsal dan meningkatkan penekanan di bagian tersebut sehingga akan terbentuknya kalus dan ulkus [25,26]. Neuropati perifer menyebabkan terbentuknya kalus. Dan kalus menyebabkan terjadinya ulkus [27]. Menurut Duckworth et al [28] peningkatan tekanan yang tidak normal biasa ditemukan pada pasien dengan neuropati DM dan hampir diseluruh pasien dengan riwayat ulkus menunjukkan peningkatan tekanan di area yang sebelumnya pernah mengalami ulkus. Biasanya ulkus terjadi di daerah plantar terutama di ibu jari kaki dan tumit. Namun, ukuran sepatu yang tidak pas (biasanya merupakan sumber trauma utama) [29] dapat menyebabkan trauma dibagian dorsal [30]. Oleh karena itu terjadinya ulkus kaki diabetes memiliki etiopatogenesis multifaktorial yang kompleks dimana daerah yang terpapar tekanan berulang dan mengalami neuropati perifer serta adanya perubahan kulit terkait dengan terjadinya ulkus pada kaki.

Neuroartropati

Charcot neuroarthropathy (CN) adalah penyakit arthropathy degeneratif kronis yang tidak menyebabkan rasa nyeri, penyakit ini disebabkan oleh gangguan inervasi sensorik pada sendi. Ketidak seimbangan saraf otonom karena DM menyebabkan peningkatan pasokan darah lokal dan aliran darah istirahat jauh lebih tinggi dari pada pasien normal. Peningkatan mendadak dalam aliran darah menyebabkan semakin banyak kalsium yang dipecah untuk aktifitas osteoklastik tulang dan dengan demikian dapat merusak struktur tulang [31]. Teori lain menyatakan bahwa trauma minor yang berulang pada sendi yang mati rasa dapat menyebabkan fraktur dan disintegrasi [32]. Produksi sitokin proinflamasi menyebabkan osteolisis yang tidak terkendali di CN. Sitokin seperti tumor necrosis factor- dan interleukin-1 meningkatkan ekspresi aktivator reseptor nuklir faktor-kB (RANKL), menyebabkan pematangan osteoklas dengan memicu produksi nuklir faktor-kB [32]. Salah satu ciri yang terkait pada kelainan ini yaitu kolaps pada midfoot, atau juga dikenal sebagai kaki "rocker-bottom". Kemungkinan juga akan ditemui deformitas pada hallux valgus dan bagian yang lepas di dalam rongga sendi. Kecacatan yang terkait dengan CN merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya ulserasi berulang.

Klasifikasi

Untuk saat ini, ada banyak klasifikasi untuk kaki diabetik. Namun, klasifikasi yang umum digunakan adalah Klasifikasi Wagner [33] (Table1) dan Klasifikasi Luka University of Texas [34]. Klasifikasi Luka University of Texas adalah klasifikasi sederhana yang mempertimbangkan luka berdasarkan (kedalaman lesi) dan tahap (ada tidaknya infeksi dan iskemia). Rentang nilai 'grade' dari 0 (pra atau pasca-ulseratif epiteliasisasi lesi komplit) ke 3 (keterlibatan tulang atau sendi). 'Stage' berkisar dari A (tidak ditemukan infeksi dan iskemia), B (infeksi), C (iskemia) dan D (infeksi dan iskemia).'Grade dan stage' digabungkan untuk mendapatkan hasil akhir dari klasifikasi tersebut (Tabel 2).

Dalam kedua klasifikasi, semakin tinggi gradenya, semakin tinggi risiko amputasi dan dengan waktu penyembuhan yang lebih lama. Samson et al. Mengemukakan bahwa 'Klasifikasi Luka University of Texas' dapat menjadi prediktor yang lebih baik untuk hasil [35]. Namun kedua sistem tidak memperhitungkan beratnya infeksi [36]. Klasifikasi lainnya untuk skoring DFU yang mencakup tingkat keparahan infeksi adalah Klasifikasi PEDIS (perfusion, extent, depth, infection, and sensation) [36].

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Sebuah pemeriksaan yang tepat harus dilakukan pada semua pasien dengan diabetes. Anamnesis yang baik harus mencakup durasi lama terkena DM, adanya gejala neuropatik dan penyakit pembuluh darah perifer, timbul ulkus sebelumnya atau riwayat amputasi dan komplikasi lain dari DM seperti retinopati atau nefropati [37]. Anamnesis yang lengkap akan membantu dalam menilai keparahan dan risiko ulkus kaki diabetik.

Pemeriksaan fisik pada kaki dilaporkan efektif dalam mengurangi risiko kejadian amputasi [38]. Kaki harus diperiksa secara seksama untuk menilai kelainan seperti kulit kering, adanya fisura, cacat, dan callosities. Ulserasi, penonjolan pembuluh darah, dan lesi pada kuku harus dicari pada pemeriksaan. Perubahan suhu pada kaki juga harus dicatat. Peningkatan suhu mungkin menyebabkan inflamasi [39] sementara penurunan suhu mungkin menandakan iskemia. Capillary refilling time juga harus dinilai. Semua denyut perifer harus diperiksa. Nyeri, kemerahan dan pembengkakan pada kaki/pergelangan kaki serta mati rasa harus diwaspadai pemeriksa untuk mengarah CN, yang sulit dibedakan dengan sepsis atau gout arthritis.

Pemeriksaan pada Ulkus

Sebuah probe stainless steel steril digunakan untuk menilai ulkus guna menentukan kedalaman dan jika terdapat sinus tract [40]. Lokasi, ukuran, bentuk, kedalaman, dasar dan margin ulkus harus diperiksa secara klinis. Adanya jaringan granulasi atau kulit juga harus dicari didasar ulkus untuk menentukan penatalaksanaan berikutnya (Gambar 1 dan 2). Untuk mendiagnosis infeksi jaringan lunak pada pasien diabetes terkadang sulit dilakukan, karena tanda-tanda peradangan pada ulkus mungkin tidak ada. Infeksi ini terutama didiagnosis berdasarkan adanya tanda-tanda klinis dan gejala seperti kemerahan, hangat, lembut, sekresi purulen dan demam [9] (Gambar 3). Palpasi tulang di dasar ulkus dengan stainless steel steril, disarankan sebagai prediktor positif terjadinya osteomielitis [40].

Gambar 1 ( Ulkus yang terinfeksi )

Gambar 2 ( Ulkus superfisial dengan jaringan granulasi yang sehat )

Gambar 3 ( Ulkus yang terinfeksi ; dengan infeksi lebih berat )Pemeriksaan Neurologis

Neuropati sensorik dapat diuji dengan menggunakan monofilamen dan biothesiometer. Monofilamen Semmes-Weinstein dilaporkan mudah digunakan dan membantu dalam memprediksi risiko terjadinya ulserasi dan amputasi [41]. Caputo dkk. [42] menyarankan pengujian tahunan menggunakan nilon monofilamen pada semua pasien dengan diabetes untuk mendeteksi neuropati perifer. Sebuah garpu tala berukuran 128 Hz digunakan untuk menguji sensasi getaran pada ibu jari secara bilateral karena neuropati yang terjadi lebih parah dibagian distal. Selain itu sensasi nyeri juga harus diuji. The Heart Rate Variabilitas (HRV) dengan pernapasan dalam atau tekanan darah ortostatik diukur untuk mendeteksi terjadinya neuropati otonom [43], adanya penurunan atau tidak adanya HRV dianggap sebagai tanda awal terjadinya neuropati otonom pada DM [44]. Pemeriksaan khusus dilakukan untuk menilai adanya disfungsi sudomotor, yaitu termasuk pengujian keringat termoregulasi, sudomotor kuantitatif akson refleks pengujian, cetakan silikon, Response Kulit Simpatik / Sympathetic Skin Response (SSR), dan pengujian kuantitatif langsung dan tidak langsung refleks akson [45]. Tes ini juga dapat digunakan dalam berbagai kombinasi untuk melokalisasi lesi disfungsi otonom (pre-ganglionik atau pasca-ganglionik) [45].

Pemeriksaan Laboratorium

Prosedur standar pemeriksaan melibatkan pemeriksaan kadar glukosa darah dan glukosa pada urin serta keton. Pemeriksaan lain seperti darah lengkap, urea darah, elektrolit, dan kadar kreatinin harus dipantau secara teratur. Glikosilasi hemoglobin (HbA1C) penting dilakukan untuk memantau kadar gula darah keseluruhan, kadar HbA1c menunjukkan rata-rata konsentrasi gula darah terbaik selama beberapa minggu hingga beberapa bulan [46]. Tes fungsi ginjal dan fungsi hati diperlukan untuk memantau status metabolisme pasien. Sedangkan ESR dapat dilakukan untuk menilai respon terhadap pengobatan infeksi seperti osteomyelitis [47]. Kultur luka secara rutin tidak dianjurkan karena semua luka mengandung banyak mikroorganisme [9]. Namun dengan adanya infeksi invasif, kultur dari jaringan yang lebih dalam akan membantu untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab.

Pemeriksaan Radiologi

Dalam kasus kaki diabetik, sulit untuk menilai kedalaman ulkus terutama bila ada nanah dan ada bagian kulit yang terkelupas. Dan juga, sulit untuk menentukan tingkat infeksi karena munculnya gejala rubor pada inflamasi sangat minimal di bagian sub fascia [48]. Sinar X sangat membantu untuk menentukan kedalaman ulserasi kaki dan untuk menilai keberadaan infeksi tulang atau neuroarthropathy. Dalam CN, radiografi dapat menunjukkan erosi pada tulang, patah tulang, subluksasi / dislokasi pada beberapa sendi, gejala osteosclerotic atau patah tulang union [17]. Pencitraan resonansi magnetik banyak digunakan sebagai pemeriksaaan diagnostik pada kaki, terutama pada kasus kaki diabetes karena sangat berguna untuk mendeteksi infeksi dan CN. Hal ini digunakan untuk mengevaluasi sejauh mana infeksi pada kaki dengan mengetahui kedalaman ulkus, edema dan pengumpulan cairan lokal di jaringan lunak, sendi dan selubung tendon. Positron emission tomography menunjukkan spesifisitas tinggi untuk terjadinya osteomyelitis [32].

Pemeriksaan Lainnya

Sebagian besar DFU memiliki osteomyelitis yang tidak diketahui. Newman et al. menemukan Indium-111 leukosit pada pemeriksaan dengan sensitifitas 89% untuk mendiagnosis osteomyelitis pada DFU [49]. Pengobatan ulkus yang iskemik selalu membutuhkan revaskularisasi bedah sehingga penting untuk membedakannya dengan ulkus neuropatik. Ankle brachial index (ABI) atau Indeks toe-brachial dapat digunakan untuk menentukan tingkat masalah vaskular [50]. Nilai di bawah 0,9 menunjukkan adanya obstruksi [51] sementara ABI kurang dari 0,4 dikaitkan dengan nekrosis jaringan dan memiliki risiko amputasi [52]. Skrining ABI setiap 5 tahun pada pasien dengan diabetes tanpa tanda-tanda / gejala insufisiensi vaskular sangat direkomendasikan. Pemeriksaan pulse oximetry juga dilaporkan sama efektifnya dengan ABI dan sensitivitas tes akan maksimal jika dilakukan bersama-sama dengan ABI [53].

Metode pemeriksaan tekanan oksigen transkutan merupakan indikator yang baik untuk mengukur perfusi kulit karena periwound perfusi kulit digunakan sebagai penentu fisiologis penting penyembuhan ulkus. Kadar TcPO2 kurang dari 20 mmHg dikaitkan dengan fase awal kegagalan penyembuhan luka [54]. Pemeriksaan lainnya untuk mengetahui insufisiensi vaskular yaitu pengukuran tekanan kaki absolut, Doppler Ultrasonografi, duplex ultrasonografi, pemeriksaan denyut nadi dan angiografi (CT, MRI atau kontras). Pedobarography adalah sebuah metode pengukuran tekanan kaki dan telah banyak digunakan dalam penelitian kaki diabetik [55]. Pengukuran In-shoe dan barefoot plantar juga disarankan untuk menilai kaki yang berisiko dan untuk mencegah ulkus [56].

Singkatnya, DM mempengaruhi beberapa sistem seperti CVS, CNS, traktur urinarius, mata dll. Sehingga pada pasien dengan DFU harus dilakukan pemeriksaan secara keseluruhan tidak hanya untuk menilai permasalahan pada kaki saja. Sedangkan pemeriksaan lokal harus dilakukan untuk membedakan penyebabnya, disebabkan kelainan pembuluh darah atau masalah neurologis karena penatalaksanaannya berbeda. Untuk mendeteksi terjadinya CN juga memerlukan pemeriksaan khusus untuk membedakannya dari kondisi peradangan lainnya.

Penatalaksanaan

Perawatan standar untuk DFU idealnya dilakukan oleh tim ahli dengan prosedur pemeriksaan pengendalian kadar gula darah, perfusi jaringan yang adekuat, perawatan luka dan debridement, off-loading, pengendalian infeksi oleh antibiotik yang tepat dan pengelolaan komorbiditas, serta mendidik pasien untuk mencegah kekambuhan ulkus. Debridement

Ulkus sembuh lebih cepat ketika luka bersih, karena jaringan nekrotik menghambat migrasi sel dan mempengaruhi proses infeksi serta menghambat penyembuhan. Debridement luka dapat mempercepat penyembuhan dengan menghilangkan jaringan nekrotik, partikulat, atau benda asing, dan bakteri [57]. Cara konvensional adalah dengan menggunakan pisau bedah dan mengeksisi semua jaringan yang tidak diinginkan termasuk kalus dan eschar (debridement tajam). Ketika jaringan nekrotik hingga didasar ulkus, beberapa penulis merekomendasikan debridement liberal untuk membersihkan jaringan yang lebih dalam yaitu di luar batas ulkus[58]. Dengan melakukan metode debridement berulang 'sedikit demi sedikit' dan minuman herbal, Wong et al. [59] melaporkan tingkat keberhasilan 87% dalam perbaikan ekstremitas. Mereka menyatakan bahwa debridement radikal dapat menyebabkan kerusakan yang tidak disengaja pada vaskularisasi jaringan lokal. Pendekatan lain adalah mengeksisi ulkus kronis dan mengubahnya menjadi ulkus segar. Beberapa penulis telah melaporkan hasil yang baik dengan pendekatan ini [60,61]. Faktor-faktor penghambat dari debridement tajam adalah perdarahan, kurangnya toleransi rasa sakit pasien dan kurangnya penanda untuk membedakan jaringan rusak dan sehat untuk memastikan sejauh mana debridement dapat dilakukan[57]. Metode lain dari debridement luka termasuk debridement fisik menggunakan dressing wet-to-dry; hydrodissection atau hydrocision dengan penggunaan high saline beam; enzimatik debridement menggunakan enzim seperti kolagenase dan papain sebagai salep; debridement autolytic sebagai pengawet kelembaban saat dressing; dan debridement biologis dengan menggunakan larva lalat botol hijau (Lucilia sericata). Terapi belatung direkomendasikan untuk DFU ketika debridement dan antibiotik gagal untuk meningkatkan jaringan penyembuhan [62]. Kadang-kadang debridement tajam dikombinasikan dengan yang lainnya untuk mencapai penyembuhan ulkus.Dressing

Balutan yang digunakan meliputi saline-moistened gauze dressing (wet-to-dry); berfungsi untuk mempertahankan balutan (hidrogel, hidrokoloid, hydrofibres, dan alginat) serta berfungsi sebagai debridement fisik dan autolytic; dan balutan antiseptik (silver dressing, cadexomer). Balutan jenis terbaru sedang diteliti, seperti Vulnamin gel yang terbuat dari asam amino dan asam hyaluronic digunakan bersama dengan elastocompression telah menunjukkan hasil yang positif [63]. Promogran oleh Johnson dan Johnson adalah sebuah bentuk matriks beku kering yang terdiri dari kolagen dan teroksidasi serta diregenerasi selulosa [64]. Ketika kontak dengan eksudat luka, maka akan membentuk gel biodegradable yang secara fisik mengikat dan menginaktivasi metalloproteases matriks yang mempengaruhi penyembuhan luka. Sebuah uji coba kontrol secara acak menemukan bahwa hal tersebut berkhasiat terutama untuk ulkus yang terjadi kurang dari enam bulan lamanya [65]. Madu memiliki efek antiinflamasi, antiseptik dan osmotik serta telah digunakan sebagai kombinasi dengan dressing steril [66].

Offloading

Total contact cast (TCC), removable cast walkers, custom shoes, half-shoes, soft heel shoes, padded socks, and shoe inserts, wheelchairs, crutches, dan lain-lain telah digunakan untuk offloading pada kaki dan untuk mencegah serta mengobati DFU. Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan plantar dengan mendistribusikannya kepada area yang lebih besar, dan untuk menghindari pergeseran serta gesekan, dan untuk mengakomodasi kecacatan. Sebuah uji kontrol membandingkan efektivitas dari TCC, removable cast walker dan half-shoe pada pasien dengan DFU kemudian ditemukan bahwa TCC merupakan yang paling efektif [67]. TCC juga dikatakan lebih baik untuk dressing tradisional dalam tatalaksana DFU [68]. Namun, terdapat keterbatasan dalam penggunaan TCC termasuk kebutuhan tenaga terlatih untuk aplikasi dan biaya yang tinggi karena dibutuhkan penggantian cast yang sering. Removable cast walkers seperti Aircast walker lebih mudah untuk mengawasi luka serta penggantian pembalut . Dan satu studi [69] menyatakan bahwa metode tersebut lebih efektif dan terjangkau daripada TCC. Sebuah tinjauan sistematis mengemukakan non-removable offloading (seperti TCC) lebih efektif untuk penyembuhan ulkus dari removable offloading (seperti, removable cast walker) [70].Pengobatan

Pengelolaan gula darah yang ketat harus dijaga dengan penerapan diet diabetes, obat hipoglikemik oral dan insulin. Adanya infeksi pada jaringan lunak dan tulang adalah penyebab utama dirawatnya pasien DFU di rumah sakit [71]. Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, diagnosis infeksi pada pasien DFU terutama berdasarkan gejala klinisnya. Kultur jaringan dilakukan untuk memilih antibiotik yang tepat. Sementara menunggu hasil kultur luka, pasien diberikan terapi empiris antibiotik spektrum luas. Antibiotik sebaiknya diberikan secara intravena untuk infeksi yang berat.Gabapentin dan pregabalin telah digunakan untuk mengurangi gejala-gejala neuropati pada DM [72]. Sebuah studi di Yunani menyatakan bahwa pregabalin lebih hemat dari segi biaya dibandingkan dengan gabapentin [73]. Sebuah studi uji coba ganda secara acak menyatakan bahwa tramadol telah terbukti sukses dalam mengurangi gejala nyeri pada neuropati diabetes [74]. Sedangkan inhibitor reduktase aldose sedang diteliri dan telah menunjukkan efektifitas dalam menghambat perkembangan neuropati perifer [75,76]. Dalam kondisi disfungsi otonom mungkin juga memerlukan penggunaan beta-blocker [14]. Sedangkan tatalaksanan pengobatan dari gejala insufisiensi vaskular seperti klaudikasio intermiten dapat diberikan Cilostazol atau Pentoxifylline selain dilakukannya latikan fisik.

Terapi Adjuvant

Pada penatalaksanaan ini, menargetkan matriks ekstraselular yang rusak (ECM) pada pasien DFU dengan penggantian kulit yang berasal dari sel-sel kulit yang tumbuh dari sumber autologus atau alogenik ke kolagen atau poliasamlaktat [77]. Bahan tersebut mengandung matriks seluler seperti misalnya DermagraftW (Shire Regenerative Medicine, Inc. La Jolla, California, Amerika Serikat) dan Apligraf (Novartis Pharma AG, Basel, Swiss) atau acellular seperti OasisW (Healthpoint, Ltd Fort Worth, Texas, Amerika Serikat) dan Matriderm (MedSkin Solusi Dr Suwelack AG, Jerman) [78-80]. Mereka mempromosikan penyembuhan luka dengan "mempromosikan revaskularisasi, migrasi sel, dan repopulation luka melalui penyediaan bahan yang tepat untuk memfasilitasi proses ini "[81]. Mereka tidak boleh digunakan sebagai pengganti untuk pencangkokan kulit sebagaimana ditekankan oleh Brem et al. [82]. Biaya yang mahal, ketersediaan yang terbatas, risiko penyakit menular dan penolakan imunologi membatasi penggunaan ini [77].

Oksigen Hiperbarik (HBO) telah ditemukan untuk menjadi tambahan terapi pada DFU dan berkaitan dengan penurunan risiko amputasi [83,84]. Peran menguntungkan dari terapi oksigen dalam mengobati luka kronis juga telah didokumentasikan [85,86]. Terapi tekanan luka yang negatif menciptakan tekanan sub-atmosfer di luka sehingga dapat mengalirkan keluar eksudat. Hal ini berfungsi untuk meningkatkan oksigenasi, proliferasi seluler dan granulasi luka serta mengurangi bakteri dan penghambat sitokin [87]. Sebuah studi menemukan khasiat yang lebih baik dan penurunan tingkat amputasi dengan penggunaan terapi luka tekanan negatif dibandingkan dengan dressing lembab (hidrogel, alginat) dalam manajemen DFU [88]. Tindakan terapi gelombang kejut dengan meningkatkan angiogenesis dan suplai darah, proliferasi sel dan dengan demikian mempercepat penyembuhan luka. Beberapa studi telah menemukan hasil yang lebih baik dengan penggunaan terapi kejut pada DFU [89,90]. Laser dengan energi rendah juga telah digunakan sebagai terapi tambahan untuk DFU [91,92]. Mereka bertindak dengan meningkatkan mikrosirkulasi dan meningkatkan penyembuhan DFU iskemik. Faktor pertumbuhan misalnya platelet berasal dari faktor pertumbuhan rekombinan manusia (rhPDGF) [93], trombosit topikal [94] dan plasma kaya platelet [95] juga telah digunakan dalam mengobati DFU dan telah menunjukkan hasil yang baik.

Penatalaksanaan Bedah

Wound closure

Penutupan luka dilakukan ketika ulkus telah bersih disertai dengan jaringan granulasi yang sehat. Penutupan primer mungkin dilakukan untuk luka kecil; kehilangan jaringan dapat ditutupi dengan bantuan cangkok kulit, flap atau pengganti kulit komersial yang tersedia. Split-thicksness skin graft lebih disukai daripada full thickness graft. Dalam satu studi [96], penggunaan fenitoin topikal sebelum autografting berfungsi untuk pembentukan jaringan granulasi dan ditemukan dapat meningkatkan proses pada DFU yang luas. Yamaguchi et al. [97] menggunakan metode gabungan untuk mengobati DFU yaitu dengan mengeruk hingga terkena tulang dan sampai berdarah kemudian menutupinya dengan jaringan epidermal. Para penulis menyatakan tingkat keberhasilan 100 % dengan teknik ini. Studi lain [98] membandingkan pencangkokan kulit dan pembalutan standar dalam pengelolaan DFU ditemukan hasil yang lebih baik pada kelompok yang dilakukan cangkok kulit dalam hal proses penyembuhan lukan dan lama perawatan di rumah sakit. DFU yang terkena tendon, ligamen atau tulang memerlukan tindakan dengan flaps otot [99]. Flaps dapat berupa freeflaps lokal (untuk luka kecil) atau (untuk area yang luas). Latissimus dorsi, gracilis atau rektus abdominis adalah otot-otot yang umum untuk digunakan flaps [100]. Keterbatasan flaps standar termasuk donor, kesulitan dalam membentuk flaps dan gangguan dalam penggunaan alas kaki [100].

Revascularization surgery

Pasien dengan iskemia perifer yang memiliki gangguan fungsional yang signifikan dan harus menjalani bedah revaskularisasi jika manajemen medis gagal. Hal ini dapat menurunkan risiko amputasi pada pasien dengan DFU iskemik [101]. Brem et al. [102] menganjurkan revaskularisasi awal setelah mengendalikan infeksi di kasus iskemik DFU. Prosedur meliputi operasi terbuka (bypass atau endarterektomi) atau teknik endovascular (angioplasti dengan atau tanpa stent) [103].Pengobatan dengan metode tradisional untuk tungkai yang iskemik adalah bedah bypass. Vena autologus (sebaiknya) atau cangkok sintetik dapat digunakan. Bypass peroneal dan dorsalis pedis telah digunakan dan memiliki tingkat perbaikan yang baik terhadap ekstremitas [104]. Berkenaan dengan angioplasti, hasil yang baik pada amputasi (5,2%) telah dilaporkan dengan menggunakan angioplasti transluminal perkutan dari infrapopliteal arteri [105]. Namun Cochrane review oleh Berridge dkk. tidak menemukan perbedaan dalam penyelamatan ekstremitas atau kematian pada satu tahun antara operasi awal dan trombolisis awal [106]. Para penulis menyimpulkan bahwa risiko yang lebih tinggi dari komplikasi yang terkait dengan trombolisis harus seimbang terhadap risiko operasi di setiap kasus.

Amputation

Amputasi biasanya digunakan sebagai pengobatan terakhir ketika langkah-langkah lain gagal. Namun, mereka juga bisa dilakukan pada tahap awal untuk memungkinkan status fungsional yang lebih baik. Untuk misalnya, amputasi lebih disukai daripada terapi antibiotik yang berkepanjangan di kasus infeksi kaki (kecuali untuk ibu jari) [107]. Pasien dengan DM sekitar 40-60% dari semua amputasi ekstremitas bawah dan kebanyakan dari mereka akibat dari kerusakan ulkus kaki [108]. Schaper et al. [36] menyebutkan bahwa pasien diabetes yang memiliki infeksi kaki sekitar 50 kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit dan 150 kali lebih kemungkinan untuk menjalani amputasi ekstremitas bawah daripada mereka yang tidak mengalami infeksi pada kaki. Menentukan tingkat amputasi membutuhkan pengorbanan antara vaskularisasi dan panjang tungkai. Sebagai prinsip umum, penting untuk mempertahankan panjang tungkai sebanyak mungkin. Pemeriksaan klinis, ABI dan pengukuran oksigen transkutan (sebelum dan sesudah menghirup oksigen) dapat digunakan untuk menentukan risiko amputasi, tapi pengukuran oksigen transkutan lebih disukai [109]. Jenis amputasi umum yang dilakukan pada kasus DFU iskemik meliputi amputasi kaki, Ray, transmetatarsal, tarsometatarsal (Lisfranc), midtarsal (Chopart), hindfoot dan pergelangan kaki (Pirogoff, Boyd, Syme) dan trans-tibialis. Teknik amputasi duat tahap Syme telah dijelaskan dapat mengurangi risiko infeksi dan proses penyembuhan luka yang baik dilaporkan pada pasien dengan diabetes [110]. Namun Pinzur dkk. dalam penelitian kontrol secara acak menemukan single -stage amputasi Syme sebagai efektif dari pada two-stage amputasi [111].

Tenectomy tendon Achilles lebih disukai dengan Lisfranc dan Amputasi Chopart untuk menghindari deformitas equinus. Tourniquet, thin skins flaps dan penjahitan otot ke tulang (myodesis) tidak dilakukan [109]. Menghindari pembentukan hematoma setelah operasi sangat dianjurkan. Setelah pasca-amputasi, pembalutan dengan kasa yang dibasahi lebih dianjurkan. Munculnya depresi dan kecemasan adalah penyakit jiwa yang umum saat terjadinya amputasi [112,113] dan keputusan untuk mengamputasi anggota tubuh pasien harus dilakukan denganberkonsultasi pada pasien disertai dengan konseling yang komprehensif. Exostectomies, arthrodesis dan amputasi dilakukan untuk mengelola komplikasi seperti CN. Indikasi untuk operasi pada kasus CN; gagal dengan manajemen konservatif, adanya kelainan bentuk, ketidakstabilan sendi, infeksi dan ulserasi berulang [32]. Osteomielitis biasanya merespon terhadap antibiotik tanpa perlu operasi. Namun, jika diperlukan, tulang yang terinfeksi dapat direseksi jika tidak maka akan mempengaruhi arsitektur kaki [114].

Pencegahan

Edukasi dan perawatan diri pada pasien seperti menjaga kebersihan dan kesehatan kaki serta perawatan kuku harus dilakukan. Kulit harus tetap lembab, dapat diberikan pelembap dengan pelembab topikal setelah mencuci kaki dengan sabun dan air [21]. Langkah-langkah yang lebih keras seperti membasahi kaki dengan air panas, bantalan pemanas dan agen topikal seperti hidrogen peroksida, yodium dan astringent lebih baik dihindari [21]. Ada korelasi langsung antara kontrol glikemik dan pembentukan ulkus [115]. Kaki neuropatik yang lebih hangat dengan perbedaan suhu 2-7 C telah dicatat antara kaki neuropatik dan nonneuropatik [116]. Oleh karena itu pemeriksaandiri secara berkala dapat mengurangi risiko ulserasi [39]. Merokok dan konsumsi alkohol harus diminimalkan, meskipun hubungan langsung antara mereka dan DFU masih lemah [115,116]. Offloading dan alas kaki yang tepat untuk meringankan daerah kaki terpapar tekanan tinggi dan berulang direkomendasikan untuk kaki yang berisiko menjadi ulkus. Komorbiditas lain seperti hipertensi dan hiperlipidemia yang mempengaruhi oklusi vaskular harus ditangani sebaik-baiknya. Pencegahan kekambuhan ulkus juga mungkin memerlukan perbaikan intervensi bedah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhanPicwell dkk. [117] mempelajari faktor yang mempengaruhi penyembuhan kaki diabetik termasuk lokasi ulkus, lama diabetes, lama ulkus, adanya gagal jantung dan penyakit arteri perifer. Lokasi ulkus di proksimal berhubungan dengan waktu penyembuhan maksimal dan tidak ada perbedaan dalam penyembuhan antara ulkus di plantar dan nonplantar. Sheehan et al. [118] mencatat bahwa persentase perubahan ulkus kaki setelah 4 minggu dapat memprediksi penyembuhan pada 12 minggu kemudian dan bisa digunakan sebagai indikator awal unresponsiveness terhadap pengobatan. Meningkatnya ukuran dan kedalaman ulkus telah dikaitkan dengan penyembuhan luka yang buruk [119].

KesimpulanKaki diabetik merupakan komplikasi kronis DM yang tidak diberikan status lebih terkenal dibandikan dengan penyakit koroner jantung, penyakit serebrovaskular, nefropati atau retinopati. Meskipun demikian ia bertanggung jawab untuk proporsi yang signifikan dari morbiditas pada pasien DM, menyebabkan kondisi pasien yang parah dan cacat permanen. Oleh karena itu perlu untuk memberikan perhatian khusus untuk komplikasi ini ketika melakukan pemeriksaan, atau konseling terhadap pasien dengan DM. Hal ini merupakan komplikasi yang dapat dicegah dengan tindakan sederhana yang bisa sebagian besar dilakukan oleh pasien sendiri. Pemeriksaan klinis yang rutin pada kaki dan sistem yang terkait dapat mendeteksi kaki diabetik; pemeriksaan lanjutan hanya tambahan untuk pemeriksaan klinis. Perawatan konservatif untuk tungkai digunakan bersama dengan kontrol diabetes yang tepat. Manajemen faktor etiologi seperti vaskulopati, neuropati dan infeksi adalah penting untuk mendapatkan hasil yang baik. Amputasi biasanya digunakan sebagai jalan terakhir. Oleh karena ini adalah salah satu kondisi yang dikatakan oleh pepatah bahwa "pencegahan lebih baik daripada mengobati ".