LP SOL

download LP SOL

of 45

description

lp sol serebri

Transcript of LP SOL

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SPACE OCCUPYING LESSION (SOL) CEREBRI

OLEH :I PUTU DITYA PRAYANTO14.901.0753SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI PROGRAM STUDI PROFESI NERS

T.A. 2014 2015LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SPACE OCCUPYING LESSION (SOL)A. KONSEP DASAR PENYAKITI. Pengertian

SOL merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intra kranial. (Long, C 1996;130)

Dijelaskan dalam laporan pendahuluan ini tentang SOL cerebri (tumor otak). Adapun definisi tumor otak adalah proses pertumbuhan massa baik itu yang bersifat jinak (benigna) dan bersifat ganas (maligna) yang mengenai otak dan sumsum tulang belakang (Long, C 1996;130). Tumor intrakranial adalah lesi desak ruang yang bersifat jinak maupun ganas, yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif. Gangguan neurologis pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor, yaitu gangguan fokal karena tumor dan kenaikan tekanan intrakranial (ICP) (Price, Sylvia A, 2006).Tumor otak berasal dari jaringan neoronal, jaringan otak penyokong, sistem retikuloendotelial, lapisan otak, dan jaringan perkembangan residual, atau dapat bermetastasis dari karsinoma sistemik. Metastasis otak disebabkan oleh keganasan sistemik dari kanker paru, payudara, melanoma, limfoma, dan kolon. Tumor otak dapat terjadi pada semua usia : dapat terjadi pada anak usia kurang dari 10 tahun, tetapi paling sering terjadi pada dewasa usia dekade kelima dan enam. Pasien yang bertahan dari tumor otak ganas jumlahnya tidak berubah banyak selama 20 tahun terakhir (Smeltzer, Suzanne C, 2003).II. Epidemiologi

Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding perempuan (39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai 60 tahun (31,85 persen), selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 persen) yang dioperasi dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan operasi karena berbagai alasan, seperti: inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan (R. Soffieti, 2003).III. Etiologi

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:

a. HerediterRiwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.c. RadiasiJaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.d. VirusBanyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.e. Substansi-substansi KarsinogenikPenyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.

f. TraumaTrauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui (R. Soffieti, 2003).IV. PatofisiologiTumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor: gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal. Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor: bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus. Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan (R. Soffieti, 2003).Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tumor intrakranial adalah faktor genetik, radiasi, virus, sel sel embrional, dan trauma. Faktor ini menyebabkan terjadinya proliferasi pada CNS sehingga kandungan DNA menjadi abnormal akibatnya tidak dapat mengontrol pembelahan sel. Lama kelamaan terjadi pertumbuhan sel yang berlebih dan kemudian terbentuk tumor intrakranial.

Tumor intrakranial menyebabkan timbulnya gangguan neurologik progresif. Gangguan ini biasanya disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial (ICP). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai hilangnya fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer. Hal ini menyebabkan kehilangan fungsi secara akut sesuai area yang terkena.

Jika tumor mengenai daerah lobus frontalis maka akan timbul kelemahan pada otot wajah sehingga terjadi gangguan bicara dan pasien mengalami afasia. Jika terjadi tekanan pada daerah dan lintasan motorik didekat tumor maka pasien akan mengalami hemiparesis yang kemudian terjadi paralisis dan reflek tendon menurun. Tumor pada lobus parasentralis juga menyebabkan terjadi kelemahan pada kaki dan ekstremitas bawah.

Tumor di lobus parietalis akan menyebabkan hilangnya fungsi sensorik dan gangguan lokalisasi sensorik. Tumor di lobus oksipitalis akan menyebabkan terjadi serangan kejang. Sedangkan tumor di ventrikel dan hipotalamus menyebabkan aktivasi hipotalamus meningkat sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.

Peningkatan ICP dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi CSS. Peningkatan ICP akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat salah satu penyebab tersebut. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari hari atau berbulan bulan untuk menjadi efektif sehingga tidak berguna bila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume CSF, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel sel parenkim. Peningkatan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan terjadinya herniasi unkus atau serebelum. Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak. Herniasi serebelum mengakibatkan tonsil serebelum tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior sehingga terjadi kompresi medulla oblongata yang selanjutnya pasien mengalami nausea, muntah proyektil, dan terjadi gangguan pernafasan.

Selain itu peningkatan ICP mengakibatkan terjadinya traksi dan pergeseran struktur peka nyeri dalam rongga intrakranial sehingga timbul nyeri kepala. Peningkatan ICP juga mengakibatkan terjadinya pembengkakan papila saraf optikum kemudian terjadi papila edema, perluasan bintik buta dan penyempitan lapang pandang perifer sehingga penglihatan menjadi kabur (Price, Sylvia A, 2006) (Smeltzer, Suzanne C, 2003).

Menurut Reeves C, J, (2001), Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.

Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.

Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.

Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena ity tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan ensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil serebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior dan mengkompresi medulla.V. Klasifikasia. Berdasarkan jenis tumor:1) Jinak

Acoustic neuroma

Meningioma

Pituitary adenoma Astrocytoma (grade I)

2) Malignant

Astrocytoma (grade 2,3,4) Oligodendroglioma Apendymoma

b. Berdasarkan lokasi

1) Tumor intradural

(a) Ekstramedular Cleurofibroma Meningioma

(b) Intramedular

Apendymoma

Astrocytoma

Oligodendroglioma

Hemangioblastoma

2) Tumor ekstradural

Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paruparu, ginjal dan lambung.

VI. Tanda dan Gejala1. Gejala serebral umumDapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa : mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.a. Sakit kepala hebat

Sakit kepala ini terutama diwaktu bangun tidur, datang berupa serangan secara tidak teratur, semakin lama semakin sering. Mula-mula sakit bisa diatasi dengan analgesik biasa tetapi lama kelamaan obat tersebut tidak mampu lagi untuk menghilangkan sakit kepala. Nyeri kepala ini terjadi akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala.Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus.Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak.b. Muntah proyektil

Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual. Muntah ini biasanya tidak diikuti dengan rasa mual, karena muntah ini disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial.c. Papiledema

Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus putus. Ini terjadi akibat penekanan pada vena sentralus retinae.d. KejangIni terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks serebri. Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila. Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun Mengalami post iktal paralisis

Mengalami status epilepsi

Resisten terhadap obat-obat epilepsi

Bangkitan disertai dengan gejala TIK lain

Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.e. Gejala Tekanan Tinggi IntrakranialBerupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.(b). Gejala terlokalisasi (spesifik sesuai dengan daerah otak yang terkena):

(1) Tumor korteks motorik, gerakan seperti kejang-kejang yang terletak pada satu sisi tubuh (kejang jacksonian).(2) Tumor lobus oksipital, hemianopsia homonimus kontralateral (hilang penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.

(3) Tumor serebelum, pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot-otot tidak terkoordinasi dan nistagmus (gerakan mata berirama dan tidak disengaja).(4) Tumor lobus frontal, gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri.(5) Tumor sudut serebelopontin, tinnitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.

(6) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutama pada lansia (Brunner & Sudarth, 2003:2170).VII. Pemeriksaan Fisik

Kepala:

Inspeksi: bentuk kepala, besar kepala

Palpasi: massa pada kepalaNeurologis

Inspeksi : kejang, tinglah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/ kehilangan memori, afek tidak sesuaiPenglihatan Inspeksi : penurunan ketajaman penglihatan, penurunan lapang pandang

Mata

Inspeksi bentuk, ukuran dan refleks pupil terhadap cahaya

Inspeksi tatapan kedua mata konjugasi atau diskonjugasi

Pendengaran

Inspeksi : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi

Cardivaskuler

Bradikardi

Hipertensi

Respirasi

Inspeksi : Takipnea, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler ( hilangnya kontrol terhadap otot pernafasan).Abdomen:

Inpeksi: distensi abdomen

Auskultasi: bising usus

Palpasi: nyeri tekan pada perut

VIII. Pemeriksaan Diagnostik

(a) CT Scan: memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor dan meluasnya odema cerebral serta memberi informasi tentang sistem vaskuler.(b) MRI: membantu dalam mendeteksi tumor didalam batang otakdan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan.(c) Biopsi Stereotaktik: dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis.

(d) Angiografi: memberi gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor.(e) Elektro ensefalografi: mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang (Doenges, 2000).IX. Diagnosis

Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak adalah dengan mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya, hubungannya dengan system ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital otak misalnya sirrkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu juga diperlukan periksaan radiologist canggih yang invasive maupun non invasive. Pemeriksaan non invasive mencakup ct scan dan mri bila perlu diberikan kontras agar dapat mengetahui batas-batas tumor. Pemeriksaan invasive seperti angiografi serebral yang dapat memberikan gambaran system pendarahan tumor, dan hungannya dengan system pembuluh darah sirkulus willisy selain itu dapat mengetahui hubungan massa tumor dengan vena otak dan sinus duramatrisnya yang fital itu. Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti, adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu yaitu CT-Scan dan MRI. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit lapangan pandang (R. Soffieti, 2003).X. PenatalaksanaanPenatalaksanaan penyakit SOL ini bisa secara operatif atau konservatif, terapi yang terbaik adalah tindakan operasi disertai dengan radioterapi dan kemoterapi dan tindakan palliative diambil pada kasus-kasus yang tak mungkin lagi dilakukan operasi.

Penatalaksanaan Medis

Pengobatan tumor otak meliputi pembedahan, kemoterapi, radiasi atau kombinasi ketiganya.

1. Managemen umum. Terapi radiasi dan nutrisi yang adekuat

2. Pembedahan. Kraniotomi, Kraniektomi, prosedur transpheniodal, prosedur shunting dan reservoir ommava.

3. Terapi obat. Kortikosteroid. Antikonvulsan, analgesic atau antipiretik, histamine reseptor antagonis, antacid, kemoterapi sistemik

4. Stabilisasi : fusi spinal

5. Tumor Ekstradural

Laminektomie

Hormon, radiasi dan kemoterapi merupakan pengobatan tambahan

6. Tumor Intradural

Pengangkatan dengan pembedahanPerawatan post operasi, meliputi :a) Mengkaji status neurologi dan tanda-tanda vital setiap 30 menit untuk 4 6 jam pertama setelah pembedahan dan kemudian setiap jam. Jika kondisi stabil pada 24 jam frekuensi pemeriksaan dapat diturunkan setiap 2 samapai 4 jam sekali.b) Monitor adanya cardiac arrhytmia pada pembedahan fossa posterior akibat ketidakseimbangan cairan dan elektrolitc) Monitor intake dan output cairan pasien. Batasi intake cairan sekitar 1.500 cc / hari.d) Lakukan latihan ROM untuk semua ekstremitas setiap pergantian dinas.e) Pasien dapat dibantu untuk alih posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam.f) Posisi kepala dapat ditinggikan 30 -35 derajat untuk meningkatkan aliran balik dari kepala. Hindari fleksi posisi panggul dan leher.g) Cek sesering mungkin balutan kepala dan drainage cairan yang keluar.h)Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin, seperti : pemeriksaan darah lengkap, serum elektroit dan osmolaritas, PT, PTT, analisa gas darah.i)Memberikan obat-obatan sebagaimana program, misalnya : antikonvulsi,antasida, atau antihistamin reseptor, kortikosteroid.j)Melakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi post operasi.

Radioterapi

Chemoterapi

Pemilihan terapi ditentukan dengan tipe dan letak dari tumor. Suatu kombinasi metode sering dilakukan.XI. PrognosisPrognosis penyakit ini tergantung dari jenis, lokasi dan sifatnya, seperti SOL yang jinak setelah dioperasi (reseksi) dan dilanjutkan dengan radioterapi didapatkan hasilnya 80 persen membaik.XII. KomplikasiAdapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah:

a. Gangguan fisik neurologist

b. Gangguan kognitif

c. Gangguan tidur dan mood

d. Disfungsi seksualB. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANI. Pengkajian a) Pengumpulan Data1. IdentitasNama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat, diagnosa medis, tanggal/jam MRS dan tanggal/jam pengkajian.2. Riwayat Kesehatana. Keluhan UtamaMerupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dan merupakan alasan pokok klien masuk RS (Keluhan utama saat MRS). Keluhan utama yang lain adalah keluhan utama saat dilakukan pengkajian (beberapa saat atau hari setelah klien MRS). Keluhan ini biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan adanya gangguan fokal, seperti nyeri kepala hebat, muntah muntah, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.b. Riwayat Kesehatan SekarangBerisikan tentang keadaan dan keluhan klien saat timbulnya serangan, waktu, frekuensi, penjalaran, kwalitas, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi serangan. Kaji adanya keluhan nyeri kepala, mual, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran dengan pendekatan PQRST. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.c. Riwayat Kesehatan Masa LaluMeliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit yang mendukung munculnya penyakit saat ini (faktor predisposisi dan presifitasi). Kaji adanya riwayat nyeri kepala pada masa sebelumnya. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.d. Riwayat Kesehatan KeluargaMeliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga terutama yang berhubungan dengan gangguan sistem neuro atau sistem lain yang mempunyai sifat herediter dan berpengaruh terhadap munculnya tumor intrakranial & medulla spinalis.e. Pengkajian psikososiospiritualPengkajian psikologis pasien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.3. Pengkajian Pola Kebiasaan:a. Aktivitas/istirahat

Gejala: kelemahan/keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda: perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan.

b. Sirkulasi

Gejala: nyeri kepala pada saat beraktivitas. Kebiasaan: perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.

c. Integritas Ego

Gejala: faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda: cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.d. Eliminasi Gejala: Inkontinensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi.

e. Makanan/cairan

Gejala: mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan selera. Tanda: muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)

f. Neurosensori

Gejala: Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pada ekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda: perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitif terhadap gerakan.

g. Nyeri/Kenyamanan

Gejala: nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama. Tanda: wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat/tidur.

h. Pernapasan

Tanda: perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.i. HormonalGejala: Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.

j. Sistem MotorikGejala: scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan.k. Keamanan

Gejala: pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda: demam, ruam kulit, ulserasi

l. Seksualitas

Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan).

m. Interaksi social

Gejala: ketidakadekuatan sitem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan) dan fungsi peran (Doenges, 2000).4. Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.Keadaan Umum

Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.a. B1 (Breathing)

Inspeksi:pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan pernafasan.b. B2 (Blood)Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi.c. B3 (Brain)Tumor intrakranial sering menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada gangguan fokal dan adanya peningkatan ICP. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Trias klasik tumor otak adalah nyeri kepala, muntah, dan papiledema. 1. Pengkajian tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien tumor intrakranial biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.2. Pengkajian fungsi serebral

a) Status Mental

Observasi penampilan , tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien tumor intrakranial tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

b) Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.c) Lobus Frontal

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien mengalami masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.3. Pengkajian saraf kranial

Saraf I

Tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

Saraf IIGangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari lintasan visual. Papiledema disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus. Saraf III, IV, dan VI

Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf VI memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiformis. Saraf VPada keadaan tumor intrakranial yang tidak menekan saraf trigeminus, tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema yang menekan saraf ini akan didapatkan adanya paralisis wajah unilateral. Saraf VII

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. Saraf VIIIada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan. Saraf IX, dan X

Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.

Saraf XI

Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

Saraf XII

Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

4. Pengkajian sistem motorik

Keseimbangan dan koordinasi, lesi serebelum mengakibatkan gangguan pergerakan. Gangguan ini bervariasi, bergantung pada ukuran dan lokasi spesifik tumor dalam serebelum.5. Pengkajian refleks

Gerakan involunter : pada lesi tertentu yang memberikan tekanan pada area fokal kortikal tertentu, biasanya menyebabkan kejang umum, terutama pada tumor lobus oksipital.6. Pengkajian sistem sensorikTumor pada lobus parietalis korteks sensorik parietalis mengakibatkan hilangnya fungsi sensorik kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, diskriminasi dua titik, grafestesia, kesan posisi, dan stereognosis.d. B4 (Bladder)Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.e. B5 (Bowel)

Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut karena akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. Pola defekasi terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.f. B6 (Bone)

Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori, dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

II. Diagnosa Keperawatan yang mungkin munculPre-Op1) PK Peningkatan TIK

2) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif

3) Nyeri Akut berhubungan dengan adanya agen injury biologi akibat tumor ditandai dengan klien mengeluh nyeri kepala dan tampak meringis kesakitan

4) Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan klien mengeluh mual muntah, terjadi penurunan nafsu makan, terjadi peningkatan saliva, klien tidak dapat menghabiskan makanan sesuai porsi yang disediakan.5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai dengan keterbatasan kemampuan dalam melakukan gerak, penurunan kemampuan dalam melakukan ROM, pergerakan yang tidak terkoordinasi.6) Kebingungan Akut berhubungan dengan defisit neurologik akibat tumor dtitandai dengan klien tampak mengalami disorientasi, penurunan perhatian, dan sering lupa

7) Risiko Jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan akibat adanya tumor

8) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan tumor otak ditandai dengan kesulitan untuk mengucapkan melalui verbal (seperti afasia, isfasia, apraksia), kesulitan dalam mempertahankan pola komunikasi biasanya, tidak bisa/ksulitan berbicara, ketidakmampuan menggunakan ekspresi wajah.Post-Op 1) Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan adanya ketidakstabilan regulasi cairan otak pasca operasi tumor otak 2) Nyeri Akut berhubungan dengan adanya agen injury fisik akibat operasi ditandai dengan klien mengeluh nyeri kepala dan tampak meringis kesakitan3) Risiko Infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas operasi sebagai port de entry kumanIII. Rencana KeperawatanNODIAGNOSARENCANA KEPERAWATAN

TUJUANINTERVENSIRASIONAL

1.

PK Peningkatan TIK

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan tekanan intrakranial klien kembali normal, dengan kriteria hasil:

Tissue Perfusion: Cerebral

Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial (skala 3 = moderate deviation from normal range) Tekanan darah sistolik normal (110-120 mmHg) (skala 3 = moderate deviation from normal range) Tekanan darah diastolik normal (70-80 mmHg) (skala 3 = moderate deviation from normal range) Hasil pemeriksaan AGD dalam rentang normal (PO2 = 80-100 mmHg, PCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7.35-7.45, dan level bikarbonat = 22-26 mmHg) (skala 3 = moderate deviation from normal range) Cerebral Perfusion Promotion

1. Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan cerebral, seperti status neurologi dan adanya penurunan kesadaran.2. Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan posisi kepala yang tepat (0 derajat atau posisi flat) dan monitor respon pasien terhadap posisi tersebut.3. Monitor status respirasi (pola, ritme, dan kedalaman respirasi; PO2, PCO2, PH, dan level bikarbonat).

4. Monitor nilai lab untuk perubahan dalam oksigenasi.

5. Kolaborasi pemberian neuroprotektorIntracranial Pressure (ICP) Monitoring1. Pantau tekanan perfusi serebral/pantau tekanan intrakranial.

2. Pantau suhu tubuh pasien.

3. Kolaborasi pemberian diuretik dan obat antiperdarahan4. Kolaborasi pemberian neuroprotektor.

5. Kolaborasi tindakan pembedahan seperti kraniotomi sesuai indikasi.

.Vital Signs Monitoring

1. Monitor tanda-tanda vital.

2. Ukur tekanan darah setelah pasien mendapatkan medikasi/terapi.

Cerebral Perfusion Promotion

1. Kegagalan perfusi jaringan serebral dapat mempengaruhi status neurologi dan tingkat kesadaran pasien.2. Posisi yang tepat dapat membantu mengoptimalkan aliran darah ke otak dan mencegah menyebarnya perdarahan di daerah otak ke daerah yang lainnya.

3. Status respirasi dapat menjadi indikator keadekuatan perfusi oksigen ke otak. 4. Oksigenasi yang tidak adekuat dapat menurunkan perfusi oksigen ke otak. 5. Neuroperotektor bisa mengurangi kerusakan jaringan otak dan bertujuan untuk meningkatkan aliran darah dan konsumsi oksigen di otak pada gangguan serebrovaskular.Intracranial Pressure (ICP) Monitoring1. Peningkatan tekanan intrakranial dapat mengakibatkan perburukan kondisi pasien

2. Peningkatan suhu tubuh dapat menjadi salah satu indikator terdapatnya infeksi dan merupakan salah satu risiko terjadinya kejang.

3. Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi edema cerebral dan menurunkan tekanan intrakranial di dalam otak pada penderita stroke. Obat antiperdarahan dapat membatu mengatasi perdarahan pada otak.4. Selain meberikan efek sedasi pada pasien yang menggunakan ventilator, neuroprotektor juga dapat diberikan pada pasien edema serebral supaya tidak memperberat tekanan intrakranial.5. Tindakan pembedahan dapat membantu mengangkat tumor dan memperbaiki lesi pada ruang otak serta mengalirkan cairan serebrospinal ke ruang lain dan untuk menurunkan tekanan intrakranial.Vital Signs Monitoring

1. Memonitor tanda-tanda vital penting untuk mengetahui keadaan umum dan status keefektifan perfusi jaringan.2. Pengukuran tekanan darah setelah mendapatkan terapi/medikasi penting untuk mengetahui keefektifan terapi.

2.Ketidakefektifan Pola Pernafasan berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif

Setelah diberikan askep selama x24 jam diharapkan pola napas klien efektif dengan kriteria hasil:

Respiratory Status: ventilation Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)

Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range) Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation from normal range)

Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal range.Ventilation Assistance

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran nasal2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya napas ronchi3. Pantau tanda vital4. Berikan posisi semifowler pada klien dan pertahankan keadekuatan oksigenasi

1. Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi penigkatan kerja nafas (pada awal atau hanya tanda Efusi Pleura subakut). Kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik2. Suara napas bronkial normal diatas bronkus dapat juga, ronkhi, terdengar sebagai respon dari akumulasi cairan, sekresi kental, dan spasme/obstruksi saluran napas.3. Takikardia, takipnea dan perubahan pada tekanan darah terjadi dengan beratnya hipoksemia dan asidosis 4. Posisi semifowler dapat membantu meningkatkan toleransi tubuh dan mempermudah pasien mengambil O2

3.Nyeri Akut berhubungan dengan adanya agen injury biologi akibat tumor ditandai dengan klien mengeluh nyeri kepala dan tampak meringis kesakitan

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..x 24 jam diharapkan klien dapat mengontrol nyeri, dengan kriteria hasil:

a) Pain level (level nyeri):

Klien melaporkan nyeri berkurang (skala 5 = none)

Klien tidak merintih ataupun menangis (skala 5 = none)

Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri (skala 5 = none)

Klien tidak tampak berkeringat dingin (skala 5 = none)

RR dalam batas normal (16-20 x/mnt) (skala 5 = normal)

Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt) (skala 5 = normal)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg) (skala 5 = normal)

b) Pain control (kontrol nyeri): Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologis (skala 5 = consistently demonstrated)

Klien dapat menggunakan analgesik sesuai indikasi. (skala 5 = consistently demonstrated)

Klien melaporkan nyeri terkontrol (skala 5 = consistently demonstrated)Pain Management 1. Kaji faktor pencetus nyeri2. Ajarkan klien teknik manajemen nyeri3. Kaji ketidaknyaman klien (ekspresi wajah)4. Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh (lokasi, pencetus durasi, kualitas, frekuensi,dll)5. Pantau perubahan tanda-tanda vital dan respirasi klien saat nyeri berlangsung6. Anjurkan klien menggunakan obat antinyeri secara adekuat sesuai terapi yang dijalani klien7. Batasi kunjungan orang yang menjenguk jika diperlukan8. Berikan lingkungan yang nyaman dan bersih9. Berikan posisi yang nyaman untuk memfasilitasi klien seperti imobilisasi bagian yang nyeri

1. Mengetahui hal-hal nonfisik yang mungkin mencetuskan nyeri klien2. Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan meningkatkan kemampuan koping.3. Mengetahui tingkat ketidaknyamanan klien secara nonverbal4. Mendapatkan data akurat tentang nyeri klien untuk menentukan intervensi5. Nyeri dapat menstimulli perubahan tanda tanda vital, seperti peningkatan nadi, peningkatan TD, serta peningkatan frekuensi pernafasan6. Penggunaan obat sesuai dengan dosis dan waktu pakai dapat meningkatkan efektifitas penggunaan analgetik7. Membatasi pengunjung dapat memberikan ketenangan dan membantu mengurangi stimulus nyeri8. Lingkungan yang nyaman dan bersih dapat memberikan ketenangan dan membantu mengurangi stimulus nyeri9. Imobilisasi bagian yang nyeri dapat membantu mengurangi stimulus nyeri.

4Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan klien mengeluh mual muntah, terjadi penurunan nafsu makan, terjadi peningkatan saliva, klien tidak dapat menghabiskan makanan sesuai porsi yang disediakan.Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..x jam diharapkan terjadi penurunan derajat mual dan muntah, dengan kriteria hasil:a. Nausea and vomiting severity Tidak ada mual Tidak muntah Tidak ada peningkatan sekresi saliva b. Appetite Menunjukkan peningkatan nafsu makan, dengan kriteria hasil :

Keinginan klien untuk makan meningkat Intake makanan adekuat (porsi makan yang disediakan habis)

Nausea management 1. Dorong klien untuk mempelajari strategi untuk memanajemen mual2. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, frekuensi, presipitasi yang menyebabkan mual.3. Kaji riwayat diet meliputi makanan yang tidak disukai, disukai, dan budaya makan.4. Kontrol lingkungan sekitar yang menyebabkan mual.5. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi mual (relaksasi, guide imagery, distraksi).6. Dukung istirahat dan tidur yang adekuat untuk meringankan nausea.7. Ajarkan untuk melakukan oral hygine untuk mendukung kenyaman dan mengurangi rasa mual.

8. Anjurkan untuk makan sedikit demi sedikit.9. Pantau masukan nutrisi sesuai kebutuhan kalori.

1. Dengan mendorong klien untuk mempelajari strategi manajemen mual, akan membantu klien untuk melakukan manajemen mual secara mandiri.2. Penting untuk mengetahui karakteristik mual dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau meningkatkan mual muntah pada klien dan membantu dalam memberikan intervensi yang tepat3. Untuk mengetahui makanan yang dapat menurunkan dan meningkatkan nafsu makan klien selama tidak ada kontra indikasi.4. Faktor-faktor seperti pemandangan dan bau yang tidak sedap saat makan dapat meningkatkan perasaan mual pada klien.5. Teknik manajemen mual nonfarmakologi dapat membantu mengurangi mual secara nonfarmakologi dan tanpa efek samping.6. Tidur dan istirahat dapat membantu klien lebih relaks sehingga mengurangi mual yang dirasakan.7. Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan menimbulkan mual.8. Pemberian makan secara sedikit demi sedikit baik untuk mengurangi rasa penuh dan enek di perut.9. Kebutuhan kalori perlu dipertimbangkan untuk tetap mempertahankan asupan nutrisi adekuat.

5Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai dengan keterbatasan kemampuan dalam melakukan gerak, penurunan kemampuan dalam melakukan ROM, pergerakan yang tidak terkoordinasi.Setelah diberikan asuhan keperawatan ... x ..... jam diharapkan kekakuan otot tidak terjadi, dengan kriteria hasil:Mobility

Fleksbilitas sendi dapat dipertahankan:5 (consistenly demonstrated) Otot tidak mengalami atropi:5 (Not compromised). Otot tidak mengalami kontraktur: 5 (Not compromised).

Bed Rest care

1. Jelaskan pada pasien tentang kemungkinan untuk bed rest selama beberapa waktu2. Hindari penggunaan linen bertekstur kasar3. Jaga agar linen tetap bersih dan kering.4. Lakukan perubahan posisi pasien setiap 2 jam sekali5. Monitor kondisi kulit6. Bantu pasien dalam melakukan ADL7. Monitor adanya konstipasi8. Monitor fungsi sistem perkemihan9. Monitor status pernafasanExercise promotion

1. Kaji kekuatan otot pasien

2. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pentingnya latihan rentang gerak pasif atau aktif pada bagian tubuh yang tidak fraktur jika memungkinkan

3. Bersama pasien lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif4. Kolaborasi dengan ahli phisical terapi dalam memberikan latihan yang tepat pada pasien untuk perkembangan dan kemajuan kondisi pasien

Self-Care Assistance

1. Pertimbangkan budaya dan usia pasien ketika memberikan perawatan diri

2. Monitor kemampuan pasien dan melakukan perawatan diri secara mandiri3. Monitor kebutuhan pasien untuk personal hygiene, berpakaian, berhias, toileting, dan makan

4. Berikan pasien bantuan pemenuhan perawatan diri hingga pasien memiliki kemampuan penuh untuk melakukan perawatan diri

5. Ajarkan keluarga cara melakukan perawatan diri kepada pasien6. Lakukan aktivitas perawatan diri secara rutin.1. Memberitahukan kemungkinan yang terjadi bila klien tidak mampu bergerak dalam waktu lama sehingga tidak menimbulkan kecemasan bagi klien dank lien dapat turut berperan dalam proses penyembuhannya.2. Untuk mencegah pergesekan pada kulit akibat bed rest sehingga mencegah kerusakan pada kulit.3. Untuk mencegaha terjadinya kerusakan pada area kulit akibat bed rest4. Untuk melancarkan peredaran darah5. Untuk memantau perkembangan kulit agar mencegah terjadinya infeksi dan dekubitus pada pasien.6. Pasien yang mengalami imobilisasi/bed rest tidak dapat melakukan ADL, maka perawat harus membantu klien.7. Bed rest menyebabkan penurunan kemampuan motilitas usus sehingga dapat menyebabkan konstipasi, sehingga perlu dipantau agar dapat menentukan intervensi selanjutnya yang tepat.8. Bed rest menyebabkan penurunan fungsi sistem perkemihan, sehingga perlu dipantau agar dapat menentukan intervensi selanjutnya yang tepat.9. Bed rest menyebabkan penurunan fungsi sistem pernapasan seperti penurunan kerja silia, sehingga perlu dipantau agar dapat menentukan intervensi selanjutnya yang tepat.1. Mengetahui perkembangan kekuatan otot klien sehingga memudahkan untuk melakukan intervensi selanjutnya. 2. Menghindari terjadinya atropi otot pada otot yang lama tidak digunakan3. Untuk mencegah terjadinya atropi pada otot dan untuk melancarkan aliran darah klien4. Membantu memulihkan kondisi klien jika kondisi farktur yang dialami telah membaik

1. Jenis pemberian perawatan diri tergantung pada budaya dan usia dari pasien.2. Untuk mengetahui kebutuhan perawatan diri klien, menentukam yang mana saja yang perlu dibantu.

3. Untuk memberikan perawatan diri yang tepat pada klien4. Membantu pemenuhan kebutuhan diri klien.

5. Untuk memandirikan keluarga sehingga dapat membantu pemenuhan kebutuhan diri klien

6. Agar kebutuhan perawatan diri klien selalu terpenuhi.

6.

Kebingungan Akut berhubungan dengan defisit neurologik akibat tumor dtitandai dengan klien tampak mengalami disorientasi, penurunan perhatian, dan sering lupa

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan kondisi kognitif klien kembali normal, dengan kriteria hasil:

Acute Confusion Level: Tidak ada disorientasi waktu (skala 5 = none) Tidak ada disorientasi tempat (skala 5 = none) Tidak ada disorientasi orang (skala 5 = none) Tidak ada gangguan kognisi (skala 5 = none) Tidak ada kesulitan dalam berkonsentrasi (skala 5 = none) Tidak ada kesulitan dalam mengingat kejadian (5 = none)Memory Training

1. Kaji kemampuan kognisi klien dan gangguan yang dialami

2. Minta klien untuk menceritakan beberapa hal menarik dalam hidupnya

3. Sediakan kesempatan untuk klien berorientasi dengan sekitarnya

4. Pantau adanya perubahan perilaku klien selama perawatan

1. Mengetahui kemampuan kognisi klien dapat membantu dalam menentukan kriteria hasil dan intervensi yang tepat

2. Membantu membuka memori klien terhadap masa lalu

3. Membantu klien untuk berkonsentrasi dalam mengenali linkungan

4. Perubahan perilaku kien dapat mengindikasikan adanya gangguan pada kognisi klien

7.

Risiko Jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan akibat adanya tumor

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan klien tidak jatuh, dengan kriteria hasil:

Fall Prevention Behavior:

Klien mampu memanfaatkan alat bantu penglihatan dengan baik (5 = Consistenly demonstrated)

Klien mampu memanfaatkan alat penerangan saat beraktivitas (5 = Consistenly demonstrated)

Klien mampu menggunakan benda-benda di sekitarnya sebagai alat bantu saat beraktivitas (5 = Consistenly demonstrated)Fall Prevention:

1. Identifkasi kemampuang klien dalam berjalan dan beraktivitas

2. Sediakan alat-alat bantu keamanan klien seperti kaca mata, lampu penerangan, atau tongkat.

3. Ajarkan klien untuk memanfaatkan benda-benda di sekitarnya dalam membantu klien berjalan atau beraktivitas.

4. Anjurkan klien untuk segera minta bantuan saat kondisinya tidak seimbang

Fall Prevention:

1. Semakin rendahnya kemampuan klien dalam beraktivitas dapat meningkatkan risiko jatuh.

2. Membantu memandirikan klien untuk dapat mencegah dirinya jatuh.

3. Membantu klien untuk lebih kreatif dalam mencegah jatuh saat kondisi klien tidak stabil.

4. Mencegah terjadinya jatuh atau cedera pada klien.

8Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan tumor otak ditandai dengan kesulitan untuk mengucapkan melalui verbal (seperti afasia, isfasia, apraksia), kesulitan dalam mempertahankan pola komunikasi biasanya, tidak bisa/ksulitan berbicara, ketidakmampuan menggunakan ekspresi wajah.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diarapkan klien mampu melakukan komunikasi dengan kriteria hasil:

Communication

Klien mampu menggunakan bahasa non-verbal (5 = not compremised) Klien mampu menggunakan bahasa tulisan (5 = not compremised) Mampu menginterpretasikan dengan akurat pesan yang diterima (5 = not compremised)

Mampu bertukar pesan secara akurat dengan orang lain (5 = not compremised)Communication Enhancement: Speech Deficit

1. Berikan sebuah pentunjuk yang mudah sekali waktu2. Gunakan bahasa tangan jika diperlukan3. Anjurkan pasien untuk mengulang kata4. Lakukan komunikasi satu arah5. Berikan penghargaan positif atas pencapaian klien

1. Untuk membantu melakukan komunikasi dan penyampaian pesan

2. Untuk membantu melakukan komunikasi dan penyampaian pesan melalui bahasa non verbal

3. Untuk memastikan penyampaian pesan dengan tepat

4. Membantu komunikasi agar dapat berlangsung dengan baik.

5. Penghargaan perlu diberikan untuk memotivasi klien dan menciptakan kepuasan pada klien.

Post Op

NODIAGNOSARENCANA KEPERAWATAN

TUJUANINTERVENSIRASIONAL

1

Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan adanya ketidakstabilan regulasi cairan otak pasca operasi tumor otak

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral pasien dapat efektif, dengan kriteria hasil:

Tissue Perfusion: Cerebral

Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial (skala 3 = moderate deviation from normal range) Tekanan darah sistolik normal (110-120 mmHg) (skala 3 = moderate deviation from normal range) Tekanan darah diastolik normal (70-80 mmHg) (skala 3 = moderate deviation from normal range) Hasil pemeriksaan AGD dalam rentang normal (PO2 = 80-100 mmHg, PCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7.35-7.45, dan level bikarbonat = 22-26 mmHg) (skala 3 = moderate deviation from normal range)

Cerebral Perfusion Promotion

1. Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan cerebral, seperti status neurologi dan adanya penurunan kesadaran.2. Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan posisi kepala yang tepat (0 derajat atau posisi flat) dan monitor respon pasien terhadap posisi tersebut.3. Monitor status respirasi (pola, ritme, dan kedalaman respirasi; PO2, PCO2, PH, dan level bikarbonat).4. Monitor nilai lab untuk perubahan dalam oksigenasi.5. Kolaborasi pemberian neuroprotektor sesuai indikasiIntracranial Pressure (ICP) Monitoring

1. Pantau tekanan perfusi serebral/pantau tekanan intrakranial.2. Pantau suhu tubuh pasien.

3. Kolaborasi pemberian diuretik dan antiperdarahan.4. Kolaborasi pemberian EVD urgent (Eksternal Ventrikuler Drainage).Vital Signs Monitoring

1. Monitor tanda-tanda vital.2. Ukur tekanan darah setelah pasien mendapatkan medikasi/terapi.

Cerebral Perfusion Promotion

1. Kegagalan perfusi jaringan serebral dapat mempengaruhi status neurologi dan tingkat kesadaran pasien.2. Posisi yang tepat dapat membantu mengoptimalkan aliran darah ke otak dan mencegah menyebarnya perdarahan di daerah otak ke daerah yang lainnya.3. Status respirasi dapat menjadi indikator keadekuatan perfusi oksigen ke otak. 4. Oksigenasi yang tidak adekuat dapat menurunkan perfusi oksigen ke otak. 5. Neuroprotektor bertujuan untuk meningkatkan aliran darah dan konsumsi oksigen di otak pada gangguan serebrovaskular.Intracranial Pressure (ICP) Monitoring1. Peningkatan tekanan intrakranial dapat mengakibatkan perburukan kondisi pasien2. Peningkatan suhu tubuh dapat menjadi salah satu indikator terdapatnya infeksi dan merupakan salah satu risiko terjadinya kejang. 3. Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi edema cerebral dan menurunkan tekanan intrakranial di dalam otak. Obat antiperdarahan dapat membatu mengatasi perdarahan pada otak pasca operasi.4. Pemberian Eksternal Ventrikuler Drainage dapat membantu mengalirkan cairan serebrospinal ke ruang lain dan untuk menurunkan tekanan intrakranial.Vital Signs Monitoring

1. Memonitor tanda-tanda vital penting untuk mengetahui keadaan umum dan status keefektifan perfusi jaringan.2. Pengukuran tekanan darah setelah mendapatkan terapi/medikasi penting untuk mengetahui keefektifan terapi.

2.Nyeri Akut berhubungan dengan adanya agen injury fisik akibat operasi ditandai dengan klien mengeluh nyeri kepala dan tampak meringis kesakitan

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..x 24 jam diharapkan klien dapat mengontrol nyeri, dengan kriteria hasil:

a) Pain level (level nyeri):

Klien melaporkan nyeri berkurang (skala 5 = none)

Klien tidak merintih ataupun menangis (skala 5 = none)

Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri (skala 5 = none)

Klien tidak tampak berkeringat dingin (skala 5 = none)

RR dalam batas normal (16-20 x/mnt) (skala 5 = normal)

Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt) (skala 5 = normal)

Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg) (skala 5 = normal)

b) Pain control (kontrol nyeri): Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologis (skala 5 = consistently demonstrated)

Klien dapat menggunakan analgesik sesuai indikasi. (skala 5 = consistently demonstrated)

Klien melaporkan nyeri terkontrol (skala 5 = consistently demonstrated)Pain Management 1. Kaji faktor pencetus nyeri2. Ajarkan klien teknik manajemen nyeri3. Kaji ketidaknyaman klien (ekspresi wajah)4. Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh (lokasi, pencetus durasi, kualitas, frekuensi,dll)5. Pantau perubahan tanda-tanda vital dan respirasi klien saat nyeri berlangsung6. Anjurkan klien menggunakan obat antinyeri secara adekuat sesuai terapi yang dijalani klien7. Batasi kunjungan orang yang menjenguk jika diperlukan8. Berikan lingkungan yang nyaman dan bersih9. Berikan posisi yang nyaman untuk memfasilitasi klien seperti imobilisasi bagian yang nyeri

1. Mengetahui hal-hal nonfisik yang mungkin mencetuskan nyeri klien2. Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan meningkatkan kemampuan koping.3. Mengetahui tingkat ketidaknyamanan klien secara nonverbal4. Mendapatkan data akurat tentang nyeri klien untuk menentukan intervensi5. Nyeri dapat menstimulli perubahan tanda tanda vital, seperti peningkatan nadi, peningkatan TD, serta peningkatan frekuensi pernafasan6. Penggunaan obat sesuai dengan dosis dan waktu pakai dapat meningkatkan efektifitas penggunaan analgetik7. Membatasi pengunjung dapat memberikan ketenangan dan membantu mengurangi stimulus nyeri8. Lingkungan yang nyaman dan bersih dapat memberikan ketenangan dan membantu mengurangi stimulus nyeri9. Imobilisasi bagian yang nyeri dapat membantu mengurangi stimulus nyeri.

3.

Risiko Infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas operasi sebagai port de entry kuman.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil:

Immune Status

Suhu tubuh dalam batas normal (36.5oC-37,5oC) (skala 5 = not compromised) Kelemahan kronis tidak ada (skala 5 = not compromised)Nutrition Status

Intake nutrisi adekuat (skala 5 = not compromised)Self-Care Hygiene

Kebersihan oral pasien terjaga (skala 5 = not compromised)

Kebersihan kuku terjaga (skala 5 = not compromised)

Kebersihan tubuh terjaga (skala 5 = not compromised)

Kebersihan lingkungan pasien terjaga (5 = not compromised)

Environmental Management

1. Pertahankan kebersihan lingkungan dan kenyamanan lingkungan dan tempat tidur klien.2. Lakukan pemantauan terhadap temperatur lingkungan klien.Infection Control

1. Instruksikan keluarga pasien untuk mencuci tangan dengan antimicrobial sebelum dan setelah melakukan aktivitas.2. Lakungan tindakan invasif dengan prinsip yang benar.3. Pantau dan jaga kebersihan IV line, NGT, kateter.4. Pantau suhu tubuh pasien.5. Kolaborasi pemberian antibiotik 6. Lakukan pemantauan kondisi pasien dan indikator yang mengarah pada infeksi.7. Jaga hygiene pasien.Nutrition Therapy

1. Pantau intake makanan dan perhitungan kebutuhan kalori klien.

2. Berikan klien oral hygiene.

Wound Care:

1. Lakukan perawatan luka post op secara teratur dengan teknik aseptic

2. Pantau karakterisitik luka operasi dan tanda-tanda infeksi pada luka

Environmental Management

1. Penyebab infeksi dapat berasal dari lingkungan sekitar pasien, dengan menjaga kebersihan lingkungan pasien, factor-faktor penyebab dapat dihindari.2. Mikroorganisme cepat berkembangbiak pada lingkungan yang etrlalu lembab, dengan pemantauan temperature ruangan dapat mencegah kelembaban berlebih.

Infection Control

1. Sumber infeksi utama dapat berasal dari tangan pasien dan keluarga atau petugas kesehatan, minimalisasi faktor penyebab dapat dilakukan dengan mencuci tangan rutin mencuci tangan setelah tangan menyentuh sesuatu 2. Tindakan invasif yang dilakukan dengan prinsip yang benar dapat meminimalkan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh klien.3. Tempat penusukan IV line, tempat pemasangan NGT, kateter, merupakan salah satu jalur masuknya mikroorganisme kedalam tubuh pasien, dengan menjaga kebersihan IV line dapat mencegah koloni bakteri.4. Peningkatan suhu tubuh dapat menjadi salah satu indikator terdapatnya infeksi.5. Pemberian antibiotik berfungsi untuk mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh bakteri.6. Peningkatan suhu tubuh, WBC merupakan salah satu indikator dari kejadian infeksi.7. Kebersihan badan, kuku, dan perineal dapat mencegah terjadinya resiko infeksi.

Nutrition Therapy

1. Imunitas klien dapat ditingkatkan apabila kebutuhan nutrisi pasien adekuat sehingga kekebalan tubuh klien akan kuat dalam menahan bakteri yang masuk ke dalam tubuh.

2. Nafsu makan dipengaruhi oleh salah satunya oral hygiene, dengan tetap terjaganya kebersihan mulut maka nafsu makan klien akan dapat ditingkatkan, selain itu oral hygiene dapat mencegah infeksi melalui oral.Wound Care:1. Perawatan luka dengan teknik aseptic dapat membantu menjaga kebersihan luka

2. Membantu pemantauan perkembangan luka operasi dan mencegah infeksi sangat berat

IV. Evaluasi Keperawatan1. Pasien menunjukan perfusi jaringan serebral yang efektif.

2. Pasien menunjukan pola nafas yang efektif.

3. Pasien melaporkan nyeri berkurang hingga hilang sama sekali.

4. Pasien menunjukan persepsi sensori yang normal.

5. Pasien melaporkan pemenuhan nutrisi yang sesuai kebutuhan tubuh.

6. Pasien menunjukan kemampuan mobilisasi bertahap.7. Pasien tidak mengalami cedera.

8. Pasien tidak menunjukan tanda dan gejala stroke.

DAFTAR PUSTAKABarbara L. Bullock1996. Patofisiology Adaptation and Alterations Infectius Function, Fourth Edition, Lipincott, Philadelpia.Anonym, 2000, Investigating Of The Space Occupying Lession And Its Effect, (online), available: Journal Of Surgery (diakses 24 Mei 2015)Carpenito L.J. dan Moyet, 2007, Buku Saku Diagnosa Keperawatan , Edisi 10, EGC, Jakarta.Long C. Barbara, dkk., 1996, Perawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Marilyn E. Doenges, et al, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta

Price A. Sylvia, 2000, Patofisiologi, Konsep Klinik Proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta.Reeves C. J. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba MedikaSoffieti, R. Metastasis Brain Tumors. 7th. Congress of The European Federation of Neorological Sopcieties. Helsinki. 2003.Smeltzer & Bare, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8 Vol. 3, EGC, Jakarta.

Wilkinson, J., Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 7, EGC, Jakarta.Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004. Nursing Interventions Classification (NIC). Missouri :Mosby

Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). Missouri : Mosby

Smith, Kelly. 2012. Nanda Diagnosa Keperawatan 2012-2014. Yogyakarta: Digna Pustaka. EMBED CorelDraw.Graphic.12

PAGE

_1494851816.unknown