LP Sepsis

17
A. Definisi Sepsis Terminology sepsis menurut American College of Chest Physicians/society of Critical Care Medicine consensus Conference Committee : Critical Care Medicine, 1992: 1. Infeksi : Fenomena microbial yang ditandai dengan munculnya respon inflamasi terhadap munculnya / invasi mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh yang steril. 2. Bakteriemia : Munculnya atau terdapatnya bakteri di dalam darah. 3. SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome) : Respon inflamasi secara sistemik yang dapat disebabkan oleh bermacam – macam kondisi klinis yang berat. Respon tersebut dimanifestasikan oleh 2 atau lebih dari gejala khas berikut ini : Suhu badan> 38 0 C atau <36 0 C Heart Rate >9O;/menit RR >20 x/menit atau PaCO 2 < 32 mmHg WBC > 12.000/mm 3 atau < 4.000/mm 3 atau 10% bentuk immature 4. Sepsis sistemik : Respon terhadap infeksi yang disebabkan oleh adanya sumber infeksi yang jelas, yang ditandai oleh dua atau lebih dari gejala di bawah ini: a. Suhu badan> 38 0 C atau <36 0 C b. Heart Rate >9O;/menit c. RR >20 x/menit atau PaCO 2 < 32 mmHg d. WBC > 12.000/mm 3 atau < 4.000/mm 3 atau 10% bentuk immature

description

definisi, etiologi, manifestasi, penatalaksanaan sepsis

Transcript of LP Sepsis

Page 1: LP Sepsis

A. Definisi Sepsis

Terminology sepsis menurut American College of Chest Physicians/society of

Critical Care Medicine consensus Conference Committee : Critical Care Medicine, 1992:

1. Infeksi : Fenomena microbial yang ditandai dengan munculnya respon inflamasi

terhadap munculnya / invasi mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh yang steril.

2. Bakteriemia : Munculnya atau terdapatnya bakteri di dalam darah.

3. SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome) : Respon inflamasi secara

sistemik yang dapat disebabkan oleh bermacam – macam kondisi klinis yang berat.

Respon tersebut dimanifestasikan oleh 2 atau lebih dari gejala khas berikut ini :

Suhu badan> 380 C atau <360 C

Heart Rate >9O;/menit

RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

4. Sepsis sistemik : Respon terhadap infeksi yang disebabkan oleh adanya sumber

infeksi yang jelas, yang ditandai oleh dua atau lebih dari gejala di bawah ini:

a. Suhu badan> 380 C atau <360 C

b. Heart Rate >9O;/menit

c. RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

d. WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

5. Sepsis berat : Keadaan sepsis dimana disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi

atau hipotensi. Hipoperfusi atau gangguan perfusi mungkin juga disertai dengan

asidosis laktat, oliguria, atau penurunan status mentas secara mendadak.

6. Syok sepsis : Sepsis yang menyebabkan kondisi syok, dengan hipotensi walaupun

telah dilakukan resusitasi cairan. Sehubungan terjadinya hipoperfusi juga bisa

menyebabkan asidosis laktat, oliguria atau penurunan status mental secara mendadak.

Pasien yang mendapatkan inotropik atau vasopresor mungkin tidak tampaka hipotensi

walaupun masih terjadi gangguan perfusi.

7. Sepsis Induce Hipotension : Kondisi dimana tekanan darah sistolik <90mmHg atau

terjadi penurunan sistolik >40mmHg dari sebelumnya tanpa adanya penyebab

hipotensi yang jelas.

Page 2: LP Sepsis

8. MODS (Multy Organ Dysfunction Syndroma) : Munculnya penurunan fungsi organ

atau gangguan fungsi organ dan homeostasis tidak dapat dijaga tanpa adanya

intervensi.

B. Patofisiologi Sepsis

Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positip (20-40%),

jamur dan virus (2-3%), protozoa (Iskandar, 2002).Produk bakteri yang berperan penting

pada sepsis adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran

terluar bakteri gram negatip dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008;

Cirioni et al., 2006). LPS mengaktifkan respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory

Response Syndrome/SIRS) yang dapat mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure

(MOF) (Arul, 2001). Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan

mekanisme kematian sel pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al.,

2007).Pada pasien sepsis akan terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari

25% total limfosit di lien (Irene, 2007)

Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak

faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit.

Respon tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin,

baik yang bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi

adalah tumor necrosis factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang

bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi.

Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4,

dan IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon

yang berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi

sekaligus.

Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin

gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu

lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung

mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum

darah penderita membentuk lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada

dalam darah penderita dengan perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan

makrofag yang kemudian mengekspresikan imunomudulator.

Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen

setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing

Page 3: LP Sepsis

celldan kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari major histocompatibility

complex (MHC), kemudian berikatan dengan CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan

perantaraan T cell receptor(TCR).

Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan

mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu: IFN-γ,

IL-2, dan macrophage colony stimulating factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan

mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang makrofag mengeluarkan IL-

1ß dan TNF-α. Pada sepsis IL-2 dan TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-

1ß juga berperandalam pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi

intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi

neutrofil dengan endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan

lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan

radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut

terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan

gangguan vaskuler sehingga terjadi kerusakan organ multipel.

Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi

yang berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang akan

mempresentasikan mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan mengeluarkan

mediator-mediator proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan lainnya, yang

menimbulkan SIRS dan MOD yang dihasilkan oleh sel limfosit akan menyebabkan

limfosit teraktivasi dan berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi sel efektor (Abbas

dan Litchman, 2005; Remick, 2007)

Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan mediator-

mediator proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator antiinflamasi yang

memadai. Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan antiinflamasi ini kemudian akan

menimbulkan keadaan hiperinflamasi sel endotel yang selanjutnya akan menyebabkan

rangkaian kerusakan hingga kegagalan organ yang merugikan (Guntur, 2008).

Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah

limfosit (Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada semua organ

limfoid seperti lien dan timus (Hotchkiss et al., 2005). Apoptosis limfosit juga berperan

penting terhadap terjadinya patofisiologi sepsis (Chang et al., 2007). Apoptosis limfosit

dapat menjadi penyebab berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis (Remick,

2007).

Page 4: LP Sepsis

C. Tanda dan Gejala

Gejala khas sepsis  Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah

ini:

Suhu badan> 380 C atau <360 C

Heart Rate >9O;/menit

RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

Page 5: LP Sepsis

Kriteria Diagnostik sepsis menurut ACCP/SCCM th 2001 dan International Sepsis

Definitions Conference, Critical Care Medicine, th 2003 :

Variabel Umum

1) Suhu badan inti > 380 C atau <360 C

2) Heart Rate >9O;/menit

3) Tachipnea

4) Penurunan status mental

5) Edema atau balance cairan yang positif > 20ml/kg/24 jam

6) Hiperglikemia > 120 mg/dl pada pasien yang tidak diabetes.

Variable Inflamasi

1) WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

2) Peningkatan plasma C-reactive protein

3) Peningkatan plasma procalcitonin

Variabel Hemodinamik

1) Sistolik < 90mmHg atau penurunan sistolik >40mmHg dari sebelumnya.

2) MAP <70mmHg

3) SvO2 >70%

4) Cardiak Indeks >3,5 L/m/m3

Variable Perfusi Jaringan

1) Serum laktat > 1mmol/L

2) Penurunan kapiler refil

Variable Disfungsi Organ

1) PaO2 / Fi O2 <300

2) Urine output < 0,5 ml/kg/jam

3) Peningkatan creatinin > 0,5 mg/dl

4) INR >1,5 atau APTT > 60 detik

5) Ileus paralitik

6) Trombosit < 100.000mm3

7) Hiperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4mg/dl)

D. Pemeriksaan Penunjang

- Kultur darah, luka, spuntum, urine ditemukan adanya bakteri penyebab

- Pemeriksaan gas darah (Asidosis metabolik, Alkalosis respiratorik)

Page 6: LP Sepsis

- Tes fungsi ginjal (BUN, creat, elektrolit meningkat)

- Hitung trombosit (trombositopenia) PT / PTT memanjang

- Leukosit (leukositosis atau leukopenia)

- EKG : Perubahan segmen ST, Gelombang T, distania

- Perubahan hasil tes fungsi hati

E. Penatalaksanaan

- Perawatan di ICU

- Resusitasi, mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan

oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid yaitu NaCl fisiologis),

vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. 

- Terapi antimikroba spektrum luas, merupakan modalitas yang sangat penting dalam

pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama

sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. 

- Pengobatan fokus infeksi

Terapi Antimikroba

Terapi antimikroba agresif dan diberikan secepatnya merupakan sangat penting pada

penanganan pasien sepsis. Regimen terpilih sebaiknya berdasar pada situs infeksi

yang dicurigai, patogen yang mungkin menyerang dan pola kepekaan mikrobga

setempat terhadap antibiotik, dan kondisi imun pasien.

Jika dicurigai adanya sepsis yang serius, ,penggunaan kombinasi antimikroba

biasanya dianjurkan untuk memberikan efek sinergis atau aditif, untuk memperluas

cakupan, dan mengurangi kemungkinan resistensi. Antibiotik yang bsia digunakan

untuk perawatan emprik sepsis

Jika dicurigai adanya P. aeruginosa, regimen ganda dengan penicillin

antipseudomonal atau cephalosporin generasi ketiga atau keempat dan

aminoglikosida dianjurkan penggunaannya. erlian-ff07.web.unair.ac.id

Jika aminoglikosida digunakan, dosis harian tunggal lebih disukai untuk mencapai

konsentrasi puncak lebih awal pada perawatan. Pemberian dosis tunggal harian

sebaiknya tidak diberikan pada pasien anak, pasien luka bakar, pasien hamil, pasien

dengan disfungsi renal, atau pasien yang membutuhkan aminoglikosida untuk efek

sinergis terhadap patogen gram positif.

Page 7: LP Sepsis

Vancomycin sebaiknya ditambahkan ketika resiko adanya staphylococci yang

resisten-methicillin signifikan.

Sokongan Hemodinamik

Oksigenasi jaringan yang cukup dan penjagaannya penting dalam penanganan sepsis

dan tergantung pada perfusi yang cukup serta oksigenasi darah yang cukup.

Resusitasi cairan dengan cepat sangat penting untuk mengatasi hipotensi pada sepsis.

Targetnya adalah mengembalikan perfusi jaringan dengan memaksimalkan curah

jantung dengan peningkatan preload ventrikular kiri.

Pemberian cairan sebaiknya dititrasi sampai ke titik akhir klinik seperti denyut

jantung, volume urin, dan tekanan darah. Ada kontroversi menganai tipe cairan

yang digunakan (kristaloid vs koloid). Kristaloid isotoni, seperti 0,9% NaCl atau

lactated Ringer, umum digunakan.

Larutan koloid iso-oncotic (plasma dan fraksi protein plasma), seperti albumin 5%

dan hetastarch 6%, memberikan keuntungan yaitu pemulihan volume intrvaskular

lebih cepat dengan lebih sedikit volume yang diinfuskan, tapi tidak ada kelebihan

klinik yang signifikan.

Terapi Tambahan

Glukokortikoid bisa berguna untuk pasien dengan ARDS dan penyakti fibrotic ketika

digunakan 5-7 hari setelah onset ARDS. Penggunaan rutin glukokortikoid pada

pasien dengan sepsis atau syok tidak dianjurkan.

Heparinisasi untuk penanganan DIC telah dianjurkan karena perdarahan paradoksikal

disebabkan oleh kondisi hiperkoagulasi; tetapi, hanya ada sedikit bukti klinik yang

menyebutkan heparin bisa meningkatkan keselamatan pasien.

Nutrisi enteral sebaiknya diberikan secepatnya pada pasien dengan sepsis parah atau

syok sepsis.

Pendekatan terkini dimana diberikan protein C aktif (drotrecogin) untuk memacu

fibrinolisis dan dihubungkan dengan mekanisme anti inflamasi. Agen ini

menurunkan mortalitas pada sepsis parah.

Page 8: LP Sepsis

F. Pengkajian Keperawatan

1. Airway : yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu napas jika perlu (guedel

atau nasopharyngeal), jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli

anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU.

2. Breathing: kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang

signifikan, kaji saturasi oksigen, periksa gas darah arteri untuk mengkaji status

oksigenasi dan kemungkinan asidosis, berikan 100% oksigen melalui non re-breath

mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, periksa foto thorak.

3. Circulation : kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan,

monitoring tekanan darah, tekanan darah, periksa waktu pengisian kapiler, pasang

infuse dengan menggunakan canul yang besar, berikan cairan koloid – gelofusin atau

haemaccel, pasang kateter, lakukan pemeriksaan darah lengkap, siapkan untuk

pemeriksaan kultur, catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature

kurang dari 36Oc, siapkan pemeriksaan urin dan sputum, berikan antibiotic spectrum

luas sesuai kebijakan setempat.

4. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal

sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan

menggunakan AVPU.

5. Exposure : Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat

suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan

Tujuan & Kriteria Hasil

NIC

Ketidakefektifan pola nafas b/dKetidakseimbanganantara suplai dankebutuhan O2,  edema 

Setelah dilakukantindakan keperawatanselama 3 x 24 jam pasien akan :

Ø  TTV dalam rentang

Airway Management :Buka jalan nafasPosisikan pasien untuk memaksimalkanventilasi ( fowler/semifowler)Auskultasi suara nafas , catat adanya

Page 9: LP Sepsis

paru normalØ  Menunjukkan jalan napas 

yang patenØ  Mendemostrasikan suara 

napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu

suara tambahanIdentifikasi pasien perlunya pemasanganalat jalan nafas buatanMonitor respirasi dan status O2Monitor TTV.

Penurunan curah jantung b/d perubahan afterload dan preload.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam . pasien akan :

  Menunjukkan TTV dalam rentang normal

  Tidak ada oedema paru dan tidak ada asites

  Tidak ada penurunan kesadaranØ  Dapat mentoleransi aktivitas dan tidak ada kelelahan.

Cardiac care :Catat adanya tanda dan gejala penurunan 

cardiac outputMonitor balance cairanCatat adanya distritmia jantungMonitor TTVAtur periode latihan dan istirahat untukmenghindari kelelahanMonitor status pernapasan yangmenandakan gagal jantung.

Ketidakefektifanperfusi jaringanperifer b/d cardiac output yangtidak mencukupi.

Setelah dilakukantindakan keperawatanselama 3 x 24 jam . pasien akan :

Ø  Tekanan sisitole dan diastole dalam rentang normal

Menunjukkan tingkatkesadaran yang baik

Management sensasi perifer:Monitor tekanan darah  dan nadi apikalsetiap 4 jamInstruksikan keluarga untukmengobservasi kulit jika ada lesiMonitor adanya daerah tertentu yanghanya peka terhadap panas atau dinginKolaborasi obat antihipertensi.

Defisit perawatan diri b/d kelemahan

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pada pasien dengan kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi dengan kriteria hasil:Self Care : ADLpasien melaporkan bisa melakukan ADL  secara mandiripasien dan lingkungan tampak bersih dan nyaman

Self Care Assistance1.   Monitor kemampuan klien untuk

perawatan diri secara mandiri2.   Kaji kebutuhan klien akan alat bantu

untuk ADL3.   Bantu klien dalam pemenuhan ADL

sampai mandiri4.   Ajarkan dan pada klien cara perawatan

diri mandiri sesuai dengan kemampuanAjarkan keluarga untuk perawatan yang dapat dilakukan sendiri pada klien  jika tidak mampu dalam pemenuan ADL

DAFTAR PUSTAKA

Page 10: LP Sepsis

Abbas AK and AH Lichtmann. 2005. Cellular and Molecular Immunology. 5 thedition. Philadelphia: Elsevier Saunders. Pp: 295-343. Chang KC, Unsinger J, Davis CG, Schwulst SJ, Muenzer JT, Strasser A, Hotchkiss RS. 2007. Multiple Triggers of Cell Death in Sepsis: Death Receptor and Mitochondrial-Mediated Apoptosis. FASEB J. 21(3): 708-19 Djoko H. 2008. Managementof Diabetic Foot Disease with Sepsis. Proseding of National Symposium: The second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta: PETRI. Pp: 74-81 Gatot I. 2008. The Role of Cytokine in Pathobiology of Sepsis. Proseding of National Symposium: The Second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta:PETRI, pp: 114-117. Guntur H. 2008. SIRS, Sepsis, dan Syok Septik (Imunologi, Diagnosis, penatalaksanaan). Edisi I. Surakarta. UNS press,. P: 4 Hotckiss RS and Irene EK. 2003. The Pathophysiologi and Treatment of Sepsis. 348: 138-150. Irene K. 2007. Pathogenesis of Sepsis and Multi Organ Dysfunction.http://research.medicine.wustl.edu/OCFR/Research.nsf?OpenDatabase  Remick DG. 2007. Pathophysiology of Sepsis. American Journal of Pathology.170: 1435-1444. 

Wesche-Soldato DE., Ryan Z. Swan., Chun-Shiang Chung., and Alfred Ayala. 2007.

The Apoptotic Pathway as a Therapeutic Target in Sepsis. Curr Drug Targets. 8(4):

493-500

Page 11: LP Sepsis

LAPORAN PENDAHULUAN

“SEPSIS”

Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Shulcha Fithriya(41141095000037)

PROGRAM PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA1436 H/2015