Lp Pneumonia
-
Upload
andriyani-d-wardani -
Category
Documents
-
view
241 -
download
3
description
Transcript of Lp Pneumonia
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA DI RUANG
RAWAT INAP SAKURA RSDdr. SOEBANDI JEMBER
disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N) Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
olehAndriyani Dwi Wardani, S.Kep.
NIM 092311101075
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER2016
1. Anatomi Paru
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut.
Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu
jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri
menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea.
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut
dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub
bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut
mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi
menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang
langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang
menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut
kavum pleura (Guyton, 2007).
Gambar 1. Anatomi Paru
Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung
bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya.
Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli
baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak
berumur 8 tahun. Ukuran alveoli bertambah besar sesuai dengan perkembangan
dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus
tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti.
Gambar 2. Anatomi Paru-paru
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan external, oksigen dihirup melalui hidung dan mulut.
Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli
dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan
darah oksigen menembus membran ini dan diserap oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian
tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada
tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, merupakan
salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari
kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan
keluar melalui hidung dan mulut.
2. Fisiologi Paru
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,
2007). Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme
seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan
karbon dioksida tersebut. Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa
yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-
paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung gelembung paru-paru
(alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara
tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis. Untuk melaksanakan
fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar
(Guyton, 2007), yaitu:
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya
udara antara alveoli dan atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel
d. Pengaturan ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi,
volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke
atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga
(Price, 2004).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi
sama kembali pada akhir ekspirasi (Price, 2004).
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut
besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di
alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar
103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara
inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan
dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus
yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price, 2004).
Gambar 3. Gambar C menunjukkan Pertukaran Gas di Alveolus
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total
waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
diakui sebagai faktor utama (Pearce, 2013).
3. Sistem Pertahanan Paru
Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai
kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh.
Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai
pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang
penting pada paru-paru dibagi atas (Pearce, 2013) :
1. Filtrasi udara
Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :
a) Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.
b) Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke paru-paru
c) Yang berdiameter 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat
pula di keluarkan bersama sekresi.
2. Mukosilia
Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan
digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan
mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan
aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok,
hipoksemia maupun hiperkapnia.
3. Sekresi Humoral Lokal
zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :
a) Lisozim, dimana dapat melisis bakteri
b) Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat
bakteriostatik
c) Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan
dalam membunuh virus.
d) Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah
terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya
infeksi paru yang berulang.
4. Fagositosis
Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan
kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit
berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.
Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :
a) Gerakan mukosiliar.
b) Faktor humoral lokal.
c) Reaksi sel.
d) Virulensi dari kuman yang masuk.
e) Reaksi imunologis yang terjadi.
f) Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru,
seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.
4. Konsep pneumonia
a. Definisi
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang
disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi (Mansjoer, 2000). Pneumonia adalah
suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian
rongga alveoli oleh eksudat sehingga pertukaran gas tidak dapat berlangsung
pada daerah ygang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli
yang tidak berfungsi (Soemantri, 2007). Pneumonia disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur atau oleh benda asing Pneumonia
merupakan peradangan akut pada paru-paru dengan akumulasi eksudat di dalam
alveoli dan saluran pernafasan yang mengganggu proses pernafasan (Smeltzer,
2001). Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007). Oleh karena itu,
berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah
inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus respiratorius dan alveoli, dimana
terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat
sehingga pertukaran gas tidak dapat berlangsung.
Gambar 2. Pneumonia
b. Penyebab
Penyebab utama pneumonia adalah bakterial dan atipikal (Baughman,
2000). Pneumonia bakteri ditandai oleh eksudat intraalveolar supuratif disertai
konsolidasi, kebanyakan disebabkan oleh bakteri Pneumonia pneumococcus
(Soemanti, 2007). Menurut WHO (2014) penyebab pneumonia kedua setelah
Pneumonia pneumococcus adalah haemophilus influenzae tibe b (HIB),
kemudian pada bayi yang terinfeksi HIV penyebabnya adalah Pneumocystis
jiroveci.
Penyebab Pneumonia menurut Misnadiarly (2007):
a. Bakteri :
1) Gram positif: Streptococcus Pneumoniae (Pneumococcal
Pneumonia), Staphylococcus Aureus.
2) Gram negatif: Haemophilus Influenzae, Pseudomonas Aeruginosa,
Klebsiella Pneumoniae (Friedlender’s Bacillus).
3) Anaerobik: Anaerobic Streptococcus, Fusobacteria, Bacteroides
Species.
4) Atipikal: Legionella Pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae
b. Virus : Influenza, Parainfluenza, Adenovirus.
c. Jamur : Candidiasis, Blastomycosis, Cryptococcosis, Histoplasmosis,
Coccidioidomycosis.
d. Aspirasi : Makanan, Cairan, Muntah.
e. Inhalasi : Racun atau bahan kimia (Polivinilpirolidin, Gumma
Arabikum, Berillium, Uap air raksa), rokok, debu dan gas.
Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet.
Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia
kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu
terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan
menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita
(WHO, 2014).
c. Klasifikasi
1) Berdasarkan umur
a. Kelompok umur < 2 bulan
1) Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu
(jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak
wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam
(38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC),
pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada
berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan
abdomen tegang.
2) Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit
dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
b. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis
sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang
dan sulit dibangunkan.
2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi
tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa
penarikan dinding dada.
4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau
penarikan dinding dada.
5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah
diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik
yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi
pernapasan yang tinggi, dan demam ringan.
2) Berdasarkan penyebab
Tabel 2.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya
Grup Penyebab Tipe PneumoniaBakteri Streptokokus pneumonia
Streptokokus piogenesisStafilokokus aureus
Klebsiela pneumoniaEserikia koli
Yersinia pestisLegionnaires bacillus
Pneumoni bakterialLegionnaires disease
Aktinomisetes Aktinomisetes IsraeliNokardia asteroides
Aktinomisetes pulmonalNokardia pulmonal
Fungi Kokidioides imitisHistoplasma kapsulatumBlastomises dermatitidis
AspergilusFikomisetes
KokidioidomikosisHistoplasmosisBlastomikosisAspergilosis
MukormikosisRiketsia Koksiela burneti Q feverKlamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial PneumoniaMikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmalVirus Influenza virus, adeno
Virus respiratorySyncytial
Pneumonia virus
Pneumonia dapat diklasifiasikan menjadi 3, yaitu:
1. Berdasarkan klinis dan epidemologi :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia), pneumonia
menular pada orang yang belum atau baru saja dirawat di rumah sakit
dapat disebabkan oleh bakteri,virus maupun jamur.
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia atau
nosokomial pneumonia) adalah pneumonia diperoleh selama atau
setelah rawat inap untuk penyakit lain atau prosedur dengan onset
setidaknya 72 jam setelah masuk
c. Pneumonia aspirasi
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia backerial atau tipikal, beberapa bakteri misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus influenza
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised) disebabkan oleh Aspergillus Fumigatus
3.Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris, seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat
terutama terdapat intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella
merupakan organism penyebab tersering.
b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
c. Pneumonia interstisial, melibatkan daerah di antara alveoli dan dapat
disebut "pneumonitis interstisial." Hal ini lebih cenderung disebabkan
oleh virus atau oleh bakteri atipikal
d. Tanda dan gejala
a. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran
napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil,
suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri
dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga
hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut,
kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).
b. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita
antara lain :
1) Batuk nonproduktif
2) Ingus (nasal discharge)
3) Suara napas lemah
4) Penggunaan otot bantu napas
5) Demam
6) Cyanosis (kebiru-biruan)
7) Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
8) Sakit kepala
9) Kekakuan dan nyeri otot
10) Sesak napas
11) Menggigil
12) Berkeringat
13) Lelah
14) Terkadang kulit menjadi lembab
15) Mual dan muntah
e. Patofisiologi
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang
disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi. Pneumonia dapat terjadi akibat
menghirup bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke
paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya
di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan
dilawan oleh berbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-
batuk atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga
gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut
keluar pada saat itu terjadi proses peradangan. Lobus bagian bawah paru-paru
paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka
pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang
berurutan (Price, 2005) :
a. Kongesti (24 jam pertama): Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa
dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): Terjadi pada stadium kedua, yang
berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam
ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel
darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang
menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna
kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati
yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah
merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari): Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula.
Akibat dari masuknya mukus ke dalam alveoli terjadi peningkatan
konsentrasi protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik
meningkat dan tekanan osmosis meningkat dan terjadi penurunan difusi sehingga
terjadi akumulasi cairan pada alveoli yang akan menekan saraf dan menyebabkan
timbulnya nyeri pleuritik. Akumulasi cairan pada alveoli akan menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas. Eksudat yang masuk ke dalam alveoli akan
menyebabkan konsolidasu di alveoli yang kemudian menyebabkan terjadi
comience paru menurun sehingga supai oksigen menurun yang menimbulkan
terjadinya gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas. Proses peradangan juga
akan menyebabkan peningkatan suhu sehingga muncul masalah keperawatan
hipertermi. Penumpukan sekret akan terakumulasi di jalan nafas sehingga timbul
masalah keperawatan bersihan jalan tidak efektif. Jika sputum masuk ke lambung
akan terjadi peningkatan asam basa yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
f. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi
menyertai pneumonia adalah:
a. abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang,
b. efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura,
c. empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah,
d. gagal nafas,
e. endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial,
f. meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak,
g. pneumonia interstitial menahun,
h. atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi
karena obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah (Soemantri, 2007):
a. Chest X-ray, teridentifikasi penyebaran dan menunjukan multiple abses
atau infiltrate.
b. Pewarnaan gram dilakukan dengan melakukan biopsy dan biopsy paru
terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab
c. Tes serologi, membantu membedakan diagnosis padaorganisme secara
spesifik
d. Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan leukositosis umumnya menandai
adanya infeksi bakteri
e. Analisa gas darah, dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan
kebutuhan oksigen
f. LED, terjadi peningkatan
g. Pemeriksaan fungsi paru dapat muncul volume mungkin menurun,
tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara
menurun, hipoksemia
Gambar 3. Rontgen pneumonia pada paru-paru
h. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian antibiotik
Penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bias diberikan antibiotik
per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah seperti penicillin,
cephalosporin. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak
nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus
dirawat dan antibiotic diberikan melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas
mekanik.
b. Antibiotik misalnya ampisilin, kloramfenikol, sefatoksin, amkasin
c. Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator
d. Pemberian O2
e. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai
yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
a. Oksigenasi 1-2 L/menit.
b. Humidifikasi dengan nebulizer
c. Fisioterapi dada
d. Pengaturan cairan
e. Pendidikan kesehatan terkait pneumonia
i. Pathways
Etiologi : jamur, bakteri ,virus protozoa dll
Terhirup/teraspirasi
Masuk ke paru-paru > alveoli
Proses peradangan
Kerja sel goblet me
Produksi sputum
Eksudat dan serous masuk kedalam alveoli
SDM dan leukosit mengisi alveoli
Konsolidasi di alveoli
Complience paru menurun
Suplai O2 menurun
peningkatan konsentrasi protein cairan alveoli
Tekanan hidrostatik , tekanan osmosis meningkat
Difusi
Akumulasi cairan di alveoli
Hipertermi
Akumulasi sputum dijalan napas
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Intolerasi aktivitas
Gangguan pertukaran gas
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Gangguan pertukaran gas
Hipoksia Jaringan
Penurunan Saturasi O2
Gangguan pertukaran gas
InfeksiPeningkatan suhu tubuh
Cairan menekan saraf
Nyeri akut
j. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama: mengetahui identitas klien
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada usia
rentan yaitu bayi dan lansia.
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: pekerjaan yang meningkatkan pneumonia dapat memicu lebih
banyak terjadinya misalnya pekerjaan yang setiap hari terpapar dengan
AC, lingkungan udara yang kurang sehat.
Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami proses
penyakit
Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
Alamat: mengetahui identitas klien
Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
Diagnosa medis: Pneumonia
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya
keluhan seperti sesak napas, demam tinggi, menggigil dan batuk. Adanya
keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas,
dan kepala nyeri.
d. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi
informasi mengenai keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak
berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran.
Pada awalnya keluhan batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan
berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-
kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk.
e. Riwayat penyakit dahulu: penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru),
diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV),
ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang
baru terjadi (misalnya influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik,
pascaoperasi (Misnadirly, 2008).
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif.
g. Pola pemeliharaan kesehatan
Merupakan pola kesehatan yang sering dilakukan misalnya :
1. Kebiasaan minum alkohol
2. Kebiasaan merokok
3. Menggunakan obat-obatan
4. Aktifitas atau olahraga
5. Stress
h. Pengkajian Fisik (B1-B6)
Setelah melakukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan
focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa
TTV. Pada klien pneumonia biasanya didapatkan sesak nafas, peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit kering,
dan berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi
dan iritasi alveoli yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh.
B1 (Breathing)
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering
didapatkan pada pasien pneumonia. Palpasi adanya ketidaksimetrisan
pernapasan pada klien. Perkusi seluruh dada dan lapang paru untuk
menentukan letak gangguan di paru sebelah mana. Auskultasi bunyi napas
tambahan yaitu stridor maupun ronkhi pada pasien pneumonia untuk
menentukan pneumonia terletak pada lobus paru sebelah mana.
B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas darah
menurun. Berhubungan dengan adanya agen asing yang masuk di dalam
tubuh.
B3 (Brain)
Pada klien dengan pneumonia pada fase akut dapat terjadi penurunan GCS,
refleks menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau bakteri di
dalam paru besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem saraf pusat.
B4 (Bladder)
Pada pneumonia produksi dapat menurun atau normal. Observasi adanya
penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan darah atau syok
hipovolemik.
B5 (Bowel)
Pneumonia kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses normal atau
dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan dan anoreksia.
B6 (Bone)
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2ke jaringan juga
menurun mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit nampak
pucat, sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta kemerahan.
2. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan penurunan difusi O2
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret pada bronkus
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan penurunan
saturasi O2
4. Nyeri akut berhubungan dengan cedera jaringan alveoli
5. Hipertermia berhubungan dengan invasi organisme penginfeksi
6. Intolerasi Aktivitas berhubungan dengan peningkatan metabolisme
3. Perencanaan keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional1 Gangguan Pertukaran Gas
berhubungan dengan
penurunan difusi O2
1. DS:
a. sakit kepala ketika
bangun
b. Dyspnoe
c. Gangguan penglihatan
2. DO:
a. Penurunan CO2
b. Takikardi
c. Hiperkapnia
d. Keletihan
e. Iritabilitas
f. Hypoxia
g. kebingungan
h. sianosis
i. warna kulit abnormal
(pucat, kehitaman)
j. Hipoksemia
k. hiperkarbia
l. AGD abnormal
m. pH arteri abnormal
NOC:
a. Status
pernafasan: pertukaran gas
b. Elektrolit dan
keseimbangan asam basa
c. Status
pernafasan: ventilasi
d. Status tanda
vitas
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam
Gangguan pertukaran pasien
teratasi dengan kriteria hasi:
- Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat
- Memelihara kebersihan paru
paru dan bebas dari tanda tanda
distress pernafasan
- Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan
NIC :
1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Pasang mayo bila perlu
3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
6. Berikan bronkodilator ;
7. Barikan pelembab udara
8. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status O2
10. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
11. Monitor suara nafas, seperti dengkur
12. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
13. Auskultasi suara nafas, catat area
1. Memaksimalkan
ventilasi
2. Membuka jalan nafas
3. Membantu
mengeluarkan sekret
4. Membantu
mengeluarkan sekret
5. Mnengetahui
keadaan paru-paru
6. Membuka jalan nafas
melebarkan bronkus
7. Melembapkan
saluran napas
8. mengoptimalkan
keseimbangan
9. memantau respirasi
dan status O2
10. melihat respon non
verbal
3. frekuensi dan
kedalaman nafas
abnormal
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
- Tanda tanda vital dalam rentang
normal
- AGD dalam batas normal
- Status neurologis dalam batas
normal
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
ststus mental
15. Observasi sianosis khususnya
membran mukosa
16. Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
11. memantau adanya
obstruksi jalan nafas jatuhnya
napas
12. mengetahui frekuensi
nafas
13. mengetahui suara
nafas
14. mengetahui keadaan
fisiologis paru-paru tanda-tanda
adanya perubahan
15. tanda-tanda
kekurangan O2 jaringan
16. mengurangi
kecemasan pada keluarga
17. mengetahui keadaan
jantung
2. Ketidakefektifan Bersihan
Jalan nafas berhubungan
NOC:
- Status pernafasan: ventilasi
NIC:
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal 1. Membebaskan jalan
dengan penumpukan sekret
pada bronkus
DS:
- Dispneu
DO:
- Penurunan suara nafas
- Orthopneu
- Cyanosis
- Kelainan suara nafas
(rales, wheezing)
- Kesulitan berbicara
- Batuk, tidak efekotif atau
tidak ada
- Produksi sputum
- Gelisah
- Perubahan frekuensi dan
irama nafas
- Status pernafasan:
kepatenan jalan nafas
- Kontrol aspirasi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x24
jampasien menunjukkan keefektifan
jalan nafas dibuktikan dengan
kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
c. Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah faktor yang
penyebab.
d. Saturasi O2 dalam batas normal
e. Foto thorak dalam batas normal
suctioning.
2. Berikan O2 ……l/mnt,
metode………
3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
napas dalam
4. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Berikan bronkodilator :
9. Monitor status hemodinamik
10. Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Berikan antibiotik :
12. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
13. Monitor respirasi dan status O2
14. Pertahankan hidrasi yang adekuat
untuk mengencerkan sekret
15. Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang penggunaan peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
napas
2. Memperkuat
keadekuatan pernapasan
3. Mengurangi
kebutuhan energi dan
penggunaan O2
4. Mempertahankan
keadekuatan pernapasan
5. Membantu
mengeluarkan sekret yang
menumpuk
6. Membantu
mengeluarkan sekret yang
menumpuk
7. Mengetahui apakah
sekret sudah keluar
8. Melebarkan bronkus
9. Mengontrol keadaan
kardiopulmonal
10. Melembabkan udara
yang baik bagi penapasan
11. Membantu
membunuh invasi antigen dari
eksternal
12. mengoptimalkan
keseimbangan
13. mengetahui status O2
14. mengencerkan sekret
15. mengurangi
kecemasan keluaga
3. Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Perifer
berhubungan dengan
penurunan saturasi O2
DS:
Klien sesak nafas
DO:
- Nadi lemah
- Perubahann
karakteristik kulit
(misal: warna,
elastisitas, kelembapan
rambut, kuku, sensasi,
temperatur)
- CRT > 3 detik
- Penurunan tekanan
darah pada ekstremitas
- Edema
- Nyeri ekstremitas
NOC:
- Status sirkulasi
- Manajemen cairan
- Tanda vital
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24
jampasien menunjukkan
keefektifan jalan nafas dibuktikan
dengan kriteria hasil :
a. Tekanan darah sistolik dbn
b. Tekanan darah diastolik dbn
c. Kekuatan nadi dbn
d. Rata-rata tekanan darah dbn
e. Nadi dbn
f. Tekanan vena sentral dbn
g. Tidak ada bunyi hipo jantung
abnormal
h. Tidak ada angina
i. AGD dbn
NIC:
Status sirkulasi
1. Kaji secara komprehensif sirkukasi
perifer (nadi perifer, edema, kapillary
refill, warna dan temperatur
ekstremitas)
2. Evaluasi nadi perifer dan edema
3. Inpseksi kulit adanya luka
4. Kaji tingkat nyeri
5. Elevasi anggota badan 20 derajat atau
lebih tinggi dari jantung untuk
meningkatkan venous return
6. Ubah posisi klien minimal setiap 2
jam sekali
7. Monitor status cairan masuk dan
keluar
8. Gunakan therapeutic bed
9. Dorong latihan ROM selama bedrest
10. Dorong pasien latihan sesuai
1. Men
getahui tanda-tanda gangguan
perifer
2. Men
getahui tanda-tanda gangguan
perifer
3. Agar
luka ditangani darin infeksi
karena beresiko mengalami delay
healing
4. Men
getahui tingkat nyeri klien
5. Meni
ngkatkan venous return
6. Mem
inimalkan dekubitus
7. Men
- Parastesia
- Keterlambatan
penyembuhan luka
j. Kesimbangan intake dan output
24 jam
k. Perfusi jaringan perifer
l. Kekuatan pulsasi perifer
m. Tidak ada pelebaran vena
n. Tidak ada distensi vena
jugularis
o. Tidak ada edema perifer
p. Tidak ada asites
q. Pengisian kapiler
r. Warna kulit normal
s. Kekuatan fungsi otot
t. Kekuatan kulit
u. Suhu kulit hangat
v. Tidak ada nyeri ekstremitas
kemampuan
11. Jaga keadekuatan hidrasi untuk
mencegah peningkatan viskositas
darah
12. Kolaborasi pemberian antiplatelet atau
antikoagulan
13. Monitor laboratorium Hb, Hematokrit
Manajemen cairan
1. Catat intake dan output cairan
2. Monitor status hidrasi
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor status nutrisi
gontrol volume yang masuk ke
dalam jantung dan paru
8. Mem
udahkan mengatur posisi klien
9. Mem
inimalkan kelemahan ekstremitas
pasca bedrest
10. Mem
inimalkan kelemahan ekstremitas
pasca bedrest
11. men
cegah peningkatan viskositas
darah
12. men
cegah koagulasi darah
13. mem
antau keadaan darah
1.
2.
3.
4.
4. Nyeri akut berhubungan
dengan cedera jaringan
alveoli
DS:
- Laporan secara verbal
DO:
- Posisi untuk menahan
nyeri
- Tingkah laku berhati-
hati
- Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek, sulit
atau gerakan kacau,
menyeringai)
- Terfokus pada diri
sendiri
- Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan
interaksi dengan orang
dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi,
NOC :
- Tingkat nyeri
- Kontrol nyeri
- Tingkat kenyamanan
Setelah dilakukan tinfakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Pasien tidak mengalami nyeri,
dengan kriteria hasil:
a. Mampu
mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
b. Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu
mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
d. Menyatakan rasa
NIC:
Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri
7. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dada, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri: ……...
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri
1. Mengetahui gambaran klinis nyeri
yang dirasakan
2. Memvalidasi ketidaknyamanan
klien melalui subjektif dan
objektif
3. Dukungan untuk kesembuhan
klien
4. Memberikan kenyamanan klien
agar tidak fokus pada nyeri
5. Menghindari timbulnya nyeri
6. Untuk menentukan intervensi
7. Memberikan kenyamanan klien
agar tidak fokus pada nyeri
8. Bantuan farmakologis dasar
9. Mengurangi timbulnya nyeri
10. Meningkatkan koping diri klien
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah,
perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital
dalam rentang normal
f. Tidak mengalami
gangguan tidur
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
5. Hipertermia
berhubungan dengan
invasi organisme
penginfeksi
NOC :
Termoregulasi
Setelah dilakukan tinfakan
keperawatan selama …. Pasien
tidak mengalami hipertermi,kriteria
NIC:
Pengaturan Suhu
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring suhu secara
kontinyu
1. Mengontrol status
suhu
hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang
normal
b. Nadi dan RR dalam rentang
normal
c. Tidak ada perubahan warna
kulit, dan tidak ada pusing
3. Monitor TD, nadi, dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu
2. Mengontrol status
suhu
3. Mengetahui tanda
infeksi
4. Menngetahui
peningkatan suhu melalui warna
kulit
5. Mengontrol
perubahan suhu tubuh yang
ekstrim
6. Membantu
meningkatkan kekebalan tubuh
7. Selimut tipis
mengurangi evaporasi yang
berlebihan
8. Mencegah
berkurangnya energi
6. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
peningkatan
metabolisme
DS:
- Melaporkan
secara verbal adanya
NOC :
- Perawatan diri:
ADLs
- Konservasi
eneergi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 8 x 24 jam
NIC :
1. Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas
2. Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
3. Monitor nutrisi dan sumber energi
yang adekuat
1. Mengurangi
pengeluaran energi yang tidak
perlu
2. Mengurangi
penyebab kelelahan
3. Meningkatkan energi
kelelahan atau
kelemahan.
- Adanya dyspneu
atau ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
DO :
- Respon abnormal
dari tekanan darah
atau nadi terhadap
aktifitas
- Perubahan ECG :
aritmia, iskemia
bertoleransi terhadap aktivitas
dengan
Kriteria Hasil :
a. Berpartisipasi
dalam aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
b. Mampu
melakukan aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri
c. Keseimbangan
aktivitas dan istirahat
4. Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
5. Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas, diaporesis,
pucat, perubahan hemodinamik)
6. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
7. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang
tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
dengan cara meningkatkan nutrisi
4. Monitor respon
kardivaskuler terhadap aktivitas
(takikardi, disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)
5. Monitor pola tidur
dan lamanya tidur/istirahat pasien
6. Kolaborasikan
dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
7. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
8. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
9. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
10. Bantu untuk
krek
12. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual
mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
11. untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
12. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan diwaktu
luang
13. Bantu pasien/
keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
14. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
15. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
16. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C. L., & Sowden, L. A .2002. Buku saku keperawatan pediatri. Jakarta: RGC.
Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates of America: Elsevier.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Guyton, A.C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A . 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Medica Aesculpalus, FKUI.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluan Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut, Penumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Price, A & Wilson, L. 2004. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzan C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta.
Soemantri, I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
WHO. 2014. Pneumonia. [serial online] 0 Juni 2016].