LP Nifas

36
A. Perdarahan Postpartum 1. Pengertian Perdarahan postpartum atau post partum hemorargi atau hemorargi post partum atau PPH adalah kehilangan darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan. Hemorargi post partum primer adalah mencakup semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran. 2. Penyebab Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu : a. Penyebab perdarahan paska persalinan dini : 1) Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi. 2) Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri. 3) Gangguan mekanisme pembekuan darah. b. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus. 3. Patofisiologi Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.

Transcript of LP Nifas

A. Perdarahan Postpartum1. PengertianPerdarahan postpartum atau post partum hemorargi atau hemorargi post partum atau PPH adalah kehilangan darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan. Hemorargi post partum primer adalah mencakup semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran.2. PenyebabPenyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :a. Penyebab perdarahan paska persalinan dini :1) Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.2) Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri.3) Gangguan mekanisme pembekuan darah.b. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

3. PatofisiologiPada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.4. Data Fokus yang Dikajia. Data Subjektif1) Identitas2) Keluhan UtamaBerisi tentang keluhan yang dirasakan ibu3) Riwayat ObstetriBerisi riwayat kehamiln ibu yang lalu. Berisi: jumlah anak, jenis kelamin, penolong persalinan, jenis persalinan, berat badan, anak saat lahir dan umur anak sekarang. Apakah di persalinan sebelumnya pernah perdarahan atau tidak.4) Riwayat Penyakita) Riwayat Penyakit IbuMeliputi riwayat penyakit ibu apakah ibu pernah menderita penyakit DM, Hepatitis, Jantung, Hipertensib) Riwayat Penyakit KeluargaMeliputi riwayat penyakit keluarga apakah pernah menderita penyakit DM, Hepatitis, Jantung, Hipertensi dan apakah ada riwayat gemeli5) Pola NutrisiHal yang perlu dikaji adalah kapan terakhir kali ibu makan dan minum.

b. Data Objektif1) Keadaan Umum: Menilai keadaan umum ibu lemah atau tidak2) Kesadaran: Umumnya baik3) Tanda-tanda vital4) Inspeksi di wajah apakah pucat atau tidak5) Palpasi abdomen apakah kontraksinya bagus atau tidak6) Inspeksi di vulva apakah pengeluaran darahnya aktif atau tidak. Apabila ada luka jahitan, apakah jahitannya utuh atau tidak.7) Pemeriksaan PenunjangUntuk mengetahui kadar hemoglobin pasien apakah anemia atau tidak.5. DiagnosisJumlah perdarahan pasca persalinan yang sesunguhnya sulit ditentukan oleh karena sering bercampur dengan cairan amnion, tercecer, diserap bersama dengan kain dan lain sebagainya. Perdarahan pervaginam yang profuse dapat terjadi sebelum plasenta lahir atau segera setelah ekspulsi plasenta. Perdarahan dapat terjadi secara profus dalam waktu singkat atau sedikit sedikit diselingi dengan kontraksi uterus.6. Perencanaana. Penatalaksanaan umum1) Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal2) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman3) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat4) Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi5) Atasi syok jika terjadi syok6) Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).7) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir8) Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.9) Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk10) Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.b. Penatalaksanaan khusus1) Atonia uteria) Kenali dan tegakan kerja atonia uterib) Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterusc) Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahird) Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :e) Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.f) Kompresi bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.g) Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.2) Retensio plasenta dengan separasi parsiala) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.b) Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.c) Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.d) Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.e) Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.f) Lakukan transfusi darah bila diperlukan.g) Berikan antibivotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).3) Plasenta inkaserataa) Tentukan diagnosis kerjab) Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.c) Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.d) Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.e) Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulumf) Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.g) Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.h) Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra laterali) Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.4) Ruptur uteria) Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomib) Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukanc) Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterusd) Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomie) Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomenf) Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.5) Sisa plasentaa) Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkanb) Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosisc) Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.d) Hbnva 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.6) Ruptur peritonium dan robekan dinding vaginaa) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahanb) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptikc) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserapd) Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distale) Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :f) Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekang) Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.h) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.i) Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikulerj) Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.7) Robekan serviksa) Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.b) Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsioc) Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahitd) Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakane) Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksif) Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah

B. Infeksi Masa Nifas1. PengertianMenurut Krisnadi (2005), infeksi nifas adalah infeksi jalan lahir pasca persalinan,biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam nifas juga disebut morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas juga dapat disebabkan oleh pielitis, infeksi jalan pernafasan, malaria, dan tifus.Joseph dan Nugroho (2010) dan Prawirohardjo (2006) memberikan definisi yang sama mengenai infeksi nifas yaitu infeksi bakteri pada dan melalui traktus genitalia yang terjadi sesudah melahirkan , ditandai kenaikan suhu sampai 38C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak ditemukan sebab-sebab ekstragenital (Prawirohardjo,2006).2. PenyebabMenurut Krisnadi (2005) mikroorganisme penyebab infeksi puerpuralis dapat berasal dari luar (eksogen) atau dari jalan lahir penderita sendiri (endogen). Mikroorganisme endogen lebih sering menyebabkan infeksi. Mikroorganisme endogen: golongan Streptococcus, basil koli, dan Stafilococcus. Mikroorganisme eksogen: Clostridium welchii, gonococcus, Salmonella typhii, atau Clostridium tetania. Faktor predisposisi infeksi nifas menurut Manuaba (1998), Joseph & Nugroho (2010)antara lain:1) Persalinan berlangsung lama2) Tindakan operasi persalinan3) Tertinggalnya placenta, selaput ketuban, dan bekuan darah4) Ketuban pecah dini atau pembukaan masih kecil melebihi 6 jam5) Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan ante partum dan post partum, anemia pada saat kehamilan, malnutrisi, kelelahan, hygiene, dan ibu hamil dengan penyakit infeksi.3. Mekanisme Terjadinya Infeksi Masa NifasTerjadinya infeksi kala nifas dalam Manuaba (1998) adalah sebagai berikut:a. Manipulasi penolong: terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam, alat yang dipakai kurang suci hama. Kemungkinan besar penolong persalinan membawa kuman ke dalam rahim penderita, yakni dengan membawa mikroorganisme yang telah ada dalam vagina ke atas, misalnya dengan pemeriksaan dalam. Mungkin juga tangan penolong atau alat-alatnya masuk membawa kuman-kuman dari luar dan dengan infeksi tetes.Oleh karena itu sebaiknya penolong persalinan memakai masker dalam kamar bersalin dan pegawai dengan infeksi jalan nafas bagian atas hendaknya ditolak bekerja di kamar bersalin (Krisnadi, 2005).b. Infeksi yang didapat di rumah sakit (nosokomial) Kadang-kadang sumber infeksi berasal dari penolong sendiri misalnya, jika ada luka pada tangannya yang kotor atau dari pasien lain seperti pasien dengan infeksi puerpuralis, luka operasi yang meradang, karsinoma uteri, atau dari bayi dengan infeksi tali pusat (Krisnadi, 2005)c. Hubungan seks menjelang persalinand. Sudah terdapat infeksi intrapartum: persalinan lama terlantar, ketuban pecah lebih dari 6 jam, terdapat pusat infeksi dalam tubuh (fokal infeksi)4. Data Fokus yang Perlu Dikajia. Data Subjektif1) Identitas2) Keluhan UtamaBerisi tentang keluhan yang dirasakan ibu3) Riwayat ObstetriBerisi riwayat kehamiln ibu yang lalu. Berisi: jumlah anak, jenis kelamin, penolong persalinan, jenis persalinan, berat badan, anak saat lahir dan umur anak sekarang. Apakah di persalinan sebelumnya pernah perdarahan atau tidak.4) Riwayat Penyakita) Riwayat Penyakit Ibu5) Pola NutrisiHal yang perlu dikaji adalah kapan terakhir kali ibu makan dan minum.

b. Data Objektif1) Keadaan Umum: Menilai keadaan umum ibu lemah atau tidak2) Kesadaran: Umumnya baik3) Tanda-tanda vital4) Inspeksi di wajah apakah pucat atau tidak5) Palpasi abdomen apakah kontraksinya bagus atau tidak6) Inspeksi di vulva apakah pengeluaran darahnya aktif atau tidak, lochea berbau atau tidak, luka jagitan utuh atau tidak.7) Pemeriksaan PenunjangUntuk mengetahui kadar hemoglobin pasien apakah anemia atau tidak.5. Patologi, Manifestasi Klinis, dan PenatalaksanaanGambaran klinis infeksi nifas dalam Manuaba (1998) dapat dalam bentuk:a.Infeksi lokal1)Pembengkakan luka episiotomy2)Terjadi penanahan3)Perubahan warna lokal4)Pengeluaran lokea bercampur nanah5)Mobilitas terbatas karena rasa nyeri6)Temperatur badan dapat meningkatb.Infeksi umum1)Tampak sakit dan lemah2)Temperature meningkat di atas 39C3)Tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat4)Pernafasan dapat meningkta dan terasa sesak5)Kesadaran gelisah sampai menurun dan koma6)Terjadi gangguan involusi uterus7)Lokea berbau dan bernanah serta kotorc. Penanganan umum menurut Prawirohardjo (2006) antara lain:1) Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi, dan masalah dalam proses persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyulit atau komplikasi dalam masa nifas.2) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksinifas3) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada saat kehamilan taupun persalinan4) Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui5) Beri acatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejalayang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.6) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan7) Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.8) Beri infus heparin, obati dengan antibiotika dan berikan terapi suportif dan observasi9) Berikan terapi suportif (hepatoprotektor) dan observasi6. Infeksi Luka Perineum (Vulva, Vagina, Serviks) dan Luka Abdominal a. EtiologiDisebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi kurang baik (Prawirohardjo, 2006).b. Manifestasi KlinisMenurut Krisnadi (2005) manifestasi klinis infeksi luka perineum dan abdominal yaitu:1) Luka perineum menjadi nyeri, merah, dan bengkak akhirnya luka terbuka dan mengeluarkan getah bernanah. Perasaan nyeri dan panas timbul pada lukayang terinfeksi dan jika terjadi pernanahan dapat disertai dengan dengan suhu yang tinggi dan menggigil.2) Infeksi luka serviks jika lukanya dalam sampai ke parametrium, dapat menimbulkan parametritisc. PenangananPenanganan spesifik pada infeksi luka perineum dan luka abdominal menurut Prawirohardjo (2006) yaitu:1) Wound abcess, wound seroma, dan woundhematoma suatu pengerasan yang tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serous atau kemerahan dan tidak ada / sedikit erithema sekitar luka.2) Woundcellulitis didapatkan eritema dan edema meuluas mulai dari tempatinsisi dan melebar.3) Bila didapatkan pus dan cairan pada luka, buka, dan lakukan pengeluaran.4) Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridement5) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika6) Bila infeksi relative superficial, berikan ampisilin 500 mg per oral setiap 6 jam dan metronidazol 500 mg per oral 3x/hari selama 5 hari7) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau ampisilin inj 1 g 4x/hari) ditambah dengan gentamisisn 5 mg/kg berat badan perhari IV sekali ditambah dengan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. bilaada jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2-4 minggu setelah infeksi membaik.8) Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering diganti.7. Endometritis/MetritisMetritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kuirang adekuat dapat menjadi abses pelvic, peritonitis, syok septic, thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvic yang menahun, dispareunia, penyumbatan tuba, dan infertilitas (Prawirohardjo, 2006).Patologi Infeksi puerperalis paling sering menjelma sebagai endometritis. Setelah masa inkubasi, kuman-kuman menyerbu ke dalam luka endometriumm, biasanya pada bekas perlekatan plasenta. Leukosit-leukosit segera membuat pagar pertahanan dan keluarlah serum yang mengndung zat anti, sedangkan otot-otot berkontraksi dengan kuat, rupanya dengan maksud menutup aliran darah dan limfe. Ada kalanya endometritis menghalangi involusi (Krisnadi, 2005).a. Manifestasi KlinisMenurut Krisnadi (2005), manifestasi klinis infeksi luka perineum dan abdominal yaitu:1) Gambaran klinik endometritis berbeda-beda bergantung virulensi kuman penyebabnya. Biasanya demam mulai 48 jam pasca persalinan dan bersifat naik turun (remitten)2) His royan lebih nyeri dari biasa dan lebih lama dirasakan. Lokea bertambah banyak, berwarna merah atau coklat, dan berbau. Lokea yang berbau tidak selalu menyertai endometritis sebagai gejala. Sering ada subinvolusi. Leukosit naik antara 15000-30000/mm3.3) Sakit kepala, kurang tidur, dan kurang nafsu makan dapat mengganggu penderita. Jika infeksi tidak meluas, suhu turun berangsur-angsur dan normal pada hari ke-7-10.8. TromboflebitisPerluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan invasi mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah vena di sepanjang vena dan cabang-cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis (Praworohardjo, 2006). Penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab terpenting dari kematian karena infeksi puerperalis (Krisnadi, 2005).Klasifikasi menurut Prawirohardjo (2006) dan Krisnadi (2005) tromboflebitis dibagi menjadi dua golongan berdasar jenis vena yang terkena yaitu:a. Tromboflebitis Pelvika/Pelviotromboflebitis1) PatologiYang paling sering meradang ialah vena ovarika karena mengalirkan darah dan luka bekas plasenta di daerah fundus uteri. Penjalaran tromboflebitis pada vena ovarika kiri ialah ke vena renalis dan vena ovarika kanan ke vena kava inferior. Trombosis yang terjadi setelah peradangan bermaksud untuk menghambat perjalanan mikroorganisme. Dengan proses ini, infeksi dapat sembuh, tetapi jika daya tahan tubuh kurang, thrombus dapat menjadi nanah (Krisnadi, 2005).Bagian-bagian kecil thrombus terlepas dan terjadilah emboli atau sepsis dan karena embolus ini mengandung pus disebut juga pyaemia. Embolus ini biasanya tersangkut pada paru, ginjal, atau katub jantung. Pada paru dapat menimbulkan infark,. Jika derah yang mengalami infark meluas, pasien meninggal dengan mendadak dan jika pasien tidak meninggal, dapat timbul abses paru (Krisnadi, 2005).2) Manifestasi KlinisBiasanya terjadi pada minggu ke-2 seperti demam menggigil, biasanya pasien sudah memperlihatkan suhu yang tidak tenang seperti pada endometritis sebelumnya. Jika membuat kultur darah, sebaiknya diambil waktu pasien menggigil atau sesaat sebelumnya. Penyulit adalah abses paru, pleuritis, pneumoni, dan abses ginjal. Kematian biasanya karena penyulit paru (Krisnadi, 2005).3) PenangananDalam (Prawihardjo, 2006) dijelaskan penanganan tromboflebitis pelvic sebagai berikut:a) Rawat inap: penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonal.b) Terapi medik: pemberian antibiotika (lihat antibiotika kombinasi dan alternatif, seperti pada penatalaksaan korioamnionitis), heparin jika terdapat tanda atau dugaan adanya emboli pulmonumc) Terapi operatif: pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septic terus berlangsung sampai mencapai paru-paru, meskipun sedang dilakukan heparinasi.

b. Tromboflebitis Femoralis1) PatologiDapat terjadi tromboflebitis vena safena magna atau peradangan vena femoralis sendiri, penjalaran tromboflebitis vena uterine (vena uterine, vena hipogastrika, vena iliaka eksterna, vena femoralis), dan akibat parametritis.Tromboflebitis vena femoralis mungkin terjadi karena aliran darah lambat didaerah lipat paha karena vena tersebut, yang tertekan oleh ligament inguinale, juga karena dalam masa nifas kadar fibrinogen meninggi (Krisnadi, 2005). Pada tromboflebitis femoralis terjadi edema tungkai yang mulai pada jarikaki, naik ke kaki, betis, dan paha, bila tromboflebitis itu mulai pada vena safena atau vena femoralis. Sebaliknya bila terjadi sebagai lanjutan dari tromboflebitis pelvika, edema mulai terjadi pada paha dan kemudian turun ke betis (Krisnadi,2005). Biasanya hanya satu kaki yang bengkak, tetapi kadang-kadang keduanya.Tromboflebitis femoralis jarang menimbulkan emboli. Penyakit ini juga terkenal dengan nama phlegmasia alba dolens (radang yang putih dan nyeri) (Krisnadi,2005).2) Manifestasi KlinisDalam Krisnadi (2005) dan Prawihardjo (2006) manifestasi klinis daritromboflebitis femoralis antara lain:a) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian mendadak naik kira-kira pada hari ke 10-20, yang disertai dengan menggigil nyeri sekali pada tungkai, biasanya yang kiri.b) Kaki yang sakit biasanya lebih panas dari kaki yang sehat.c) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar bergerak.d) Palpasi menunjukkan adanya nyeri hebat (pada lipat paha dan daerah paha) sepanjang salah satu vena kaki yang teraba sebagai alur yang keras dan tegang biasanya pada paha.e) Timbul edema yang jelas sebelum atau setelah nyeri, yang biasanya mulai pada ujung kaki atau pada paha dan kemudian naik ke atas. Edema ini lambat sekali hilang. Keadaan umum pasien tetap baik. Kadang-kadang terjadi tromboflebitis pada kedua tungkai.f) Reflektorik akan terjadi spasmus srteria sehingga kaki menjadi bengka, tegang, putih, nyeri dan dingin, dan penurunan pulsasi.g) Nyeri pada betis yang dapat terjadi spontan atau dengan memijit betis atau dengan meregangkan tendon achiles (tanda Hoffman)3) PenangananPenangan tromboflebitis femoralis dalam Prawihardjo (2006) antara lain:a) Perawatan: kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompresi pada kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki panjang yang elastik selama mungkin.b) Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.c) Terapi medik: pemberian antibiotic dan analgesia9. Sepsis Puerperalisa.PatologiTerjadi kalau setelah persalinan ada sarang sepsis dalam badan yang secara terus-menerus atau periodic melepaskan mikroorganisme pathogen ke dalam peredaran darah (Krisnadi, 2005). b.Manifestasi KlinisSuhu tinggi (40C atau lebih, biasanya remittens), menggigil, keadaan umum memburuk (nadi kecil dan tinggi, nafas cepat, dan gelisah), dan Hb menurun karena hemolisis dan lekositosis (Krisnadi, 2005)10. Peritonitisa. PatologiInfeksi puerpuralis melalui saluran getah bening dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi peritonitis atau ke parametrium menyebabkan parametritis. Jika peritonitis ini terbatas pada rongga panggul disebut pelveoperitonitis, sedangkan jika seluruh peritoneum meradang kita mengahadapi peritonitis umum. Prognosis peritonitis umum jauh lebih buruk dari pelveoperitonitis (Krisnadi, 2005).b.Manifestasi KlinisNyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi, demam menggigil, naditinggi dan kecil, perut kembung (kadang-kadang ada diare), muntah, pasien gelisah dan mata cekung dan sebelum mati ada delirium dan koma (Krisnadi, 2005).c.PenangananDalam Prawihardjo (2006) penanganan dibedakan berdasarkan penyebaran atau keparahan akibat peritonitis dijelaskan sebagai berikut:1) Abses pelvisa) Bila pelvic abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac, lakukan kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi Fowler.b) Berikan antibiotika broadspektrum dalam dosis yang tinggi.Ampisilin 2 gr IV, kemudian 1 gr setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5mg/kgberat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam2) Peritonitisa) Lakukan nasogastric sunctionb) Berikan infus (NaCl atau Ringer Laktat)c) Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam. Ampisilin 2 gr IV,kemudian 1 gr selama 6 jam, ditambah gentamisisn 5mg/kg berat badan IVdosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.d) Laparatomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritonea llavage)11. Infeksi Saluran KemihKejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas relative tinggi dan hal ini dihubungkan dengan hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih waktu persalinan, pemeriksaan dalam yang sering, kontaminasi kuman dari perineum, atau katerisasi yang sering (Krisnadi, 2005). Sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri berkemih (dysuri) sering berkemih, dan tak dapat ditahan. Demam biasanya jarang terjadi. Adanya retensi urine pascapersalinan umumnya merupakan tanda adanya infeksi. Pielonefritis memberikan gejala yang lebih berat, demam, menggigil, perasaan mual dan muntah. Selain disuri, dapat juga terjadi piuri dan hematuri (Krisnadi, 2005). Pengobatan antibiotic yang terpilih meliputi golongan nitrofurantoin, sulfonamide, trimetroprim, sulfametoksazol, atau sefalosporin. Banyak penelitian yang melaporkan resistensi microbial terhadap golongan penisilin (Krisnadi, 2005).C. Gangguan Payudara1. Payudara Bengkaka. Penyebab dari payudara bengkakPayudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak kontinyu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah duktus. Hal ini dapat terjadi pada hari ke tiga setelah melahirkan. Selain itu, penggunaan bra yang ketat serta keadaan puting susu yang tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada duktus laktiferus (lactiverous duct).

Tersumbatnya duktus laktiferus, bisa satu atau lebih duktus(saluran), penyebabnya:1) Pemakaian BH yang terlalu ketat2) Tekanan jari-jari ibu ketika menyusui3) Terjadinya penyumbatan karena ASI yang terkumpul tidak segera dikeluarkan, sehingga terjadi keadaan payudara bengkak, seperti diterangkan di bagian payudara bengkak

b. Tanda gejala yang timbul dari payudara bengkakPerlu dibedakan antara payudara bengkak dengan payudara penuh. Pada payudara bengkak antara lain:1) Benjolan terlihat jelas dalam perabaan lunak2) Terasa nyeri, karena ada pembengkakan yang terlokalisasi3) Payudara odem4) Puting susu kencang,5) Kulit mengkilat walau tidak merah,6) ASI tidak keluar kemudian badan menjadi demam setelah 24 jam

c. Sedangkan pada payudara penuh:1) Payudara terasa berat,2) Panas dan keras3) Bila ASI dikeluarkan tidak ada demam.

d. Pencegahan pada payudara bengkakBeberapa cara untuk mencegah terjadinya payudara bengkak antara lain sebagai berikut:

1) Menyusui bayi segera setelah lahir dengan posisi dan perlekatan yang benar.2) Menyusui bayi tanpa jadwal atau on demand3) Keluarkan ASI dengan tangan/pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi.4) Jangan memberikan minuman lain pada bayi.5) Lakukan perawatan payudara pasca persalinan(masase dan sebagainya).6) Gunakan BH yang menopang payudara

e. Cara penatalaksanaan dari payudara bengkakTatalaksana atau cara mengatasi payudara bengkak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:1) Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek, sehingga lebih mudah memasukkannya ke dalam mulut bayi.2) Bila bayi belum dapat menyusu, ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa dan diberikan pada bayi dengan cangkir/sendok.3) Tetap mengeluarkan ASI sesering yang diperlukan sampai bendungan teratasi.4) Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi kompres hangat dan dingin.5) Bila ibu demam dapat diberikan obat penurun demam dan pengurang sakit.6) Lakukan pemijatan pada daerah payudara yang bengkak, bermanfaat untuk membantu memperlancar pengeluaran asi.7) Pada saat menyusui, sebaiknya ibu tetap rileks.8) Makan-makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan perbanyak minum.

2. Puting Susu Nyeri dan Puting Susu Lecet Puting susu nyeri terjadi karena posis bayi saat menyusui salah, karena puting tidak masuk ke dalam mulut bayi sampai gelanggang susu sehingga bayi hanya mengisap pada puting susu saja. Tekanan terus-menerus hanya pada tempat tertentu akan menimbulkan puting nyeri waktu diisap, meskipun kulitnya masih utuh (Krisnadi,2005).Penyebab lain yang dapat menimbulkan puting nyeri adalah penggunaan sabun, cairan, krim, alcohol untuk membersihkan puting susu sehingga terjadi iritasi. Iritasi pada puting susu juga dapat terjadi pada bayi dengan tali lidah (frenulumlinguae) yang pendek sehingga bayi tidak dapat mengisap sampai gelanggang susu dan lidahnya menggeser ke puting. Puting akan nyeri bila terus disusukan lama-lama dan akan menjjadi lecet atau luka (Krisnadi, 2005). Penanggulangannya adalah dengan memberikan teknik menyusui yang benar, khususnya letak puting dalam mulut bayi, yaitu:a. Bibir bayi menutup areola sehingga tidak tampakb. Puting diatas lidah bayic. Areola diantara gusi atas dan bawah3. Saluran Susu TersumbatSumbatan pada saluran susu disebabkan oleh tekanan yang terus-menerus. Tekanan dapat berasal dari pemakaian bra yang terlalu ketat, tekanan jari pada tempat yang sama setiap menyusui, atau kelanjutan dari payudara bengkak. Pencegahan dapat dilakukan dengan memakai bra dengan ukuran memadai dan menopang payudara dengan baik, pengurutan payudara yang teratur dan dengan teknik menyusui yang baik (Krisnadi, 2005). Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan kompres hangat sebelum menyusui, pengurutan payudara, mengeluarkan sisa ASI setelah menyusui dan kompres dingin setelah menyusui untuk mengurangi rasa sakit. Saluran susu yang tersumbat bila tidak ditangani sebagaimana mestinya dapat menjadi mastitis (radang payudara) (Krisnadi, 2005).4. Radang Payudara (Mastitis)Proses infeksi pada payudara menimbulkan pembengkakan lokal atau seluruh payudara, merah dan nyeri. Peradangan mengenai stroma payudara yang terdiri dari jaringan ikat, lemak, pembuluh darah, dan getah bening. Biasanya terjadi pada minggu kedua, ibu merasa demam umum seperti influenza (Krisnadi, 2005). Biasanya didahului oleh putting lecet, payudara bengkak atau sumbatan saluran susu. Ibu dengan anemi, gizi buruk, kelelahan dan stress juga merupakan factor predisposisi.a. Penanggulangannya adalah sebagai berikut:1) Ibu harus terus menyusui agar payudara2) Kompres hangat dan dingin seperti pada payudara bengkak3) Memperbaiki posisi menyusui, terutama bila terdapat putting lecet4) Istirahat cukup, makanan yang bergizi5) Minum sekitar 2 liter per hari6) Antibiotic7) Analgesicb. Dalam Prawirohardjo (2006), penanganan untuk ibu yang menusui bayinya dan tidak menyusui dibedakan.1) Bila ibu menyusui bayinya:a) Susukan sesering mungkinb) Kedua payudara disusukan.c) Kompres hangat payudara sebelum disusukand) Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusuie) Sangga payudaraf) Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusuig) Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jamh) Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasil2) Bila ibu tidak menyusui bayinya:a) Sangga payudarab) Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakitc) Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral selama 4 jamd) Jangan dipijat atau memakai kompres hangat di payudara5. Abses PayudaraBerbeda dengan mastitis, pada abses payudara :a. Infeksi mengenai jaringan parenkim dan besar nanahb. Payudara yang sakit tidak boleh disusukan, sedangkan payudara yang sehat tetapdisusukanc. Terjadi sebagai komplikasi dari mastitisd. Pemberian antibiotic dan analgesice. Bila perlu lakukan insisi absesPayudara yang sakit sementara tidak disusukan, namun ASI tetap dikeluarkan manual atau dengan pompa agar produksi ASI tetap baik. Dalam beberapa hari dapatdisusukan kembali (Krisnadi, 2005).D. Masalah Psikiatri Masa Nifas1. Post Partum BluesKeadaan dimana ibu merasa sedih berkaitan dengan bayinya disebut baby blues. Penyebabnya antara lain: perubahan perasaan saat hamil, perubahan fisik dan emosional. Perubahan yang ibu alami akan kembali secara perlahan setelah beradaptasi dengan peran barunya.a. Gejala baby blues antara lain:1) Menangis2) Perubahan perasaan3) Cemas4) Kesepian5) Khawatir dengan bayinya6) Penurunan libido7) Kurang percaya dirib. Hal-hal yang disarankan pada ibu adalah sebagai berikut:1) Minta bantuan suami atau keluarga jika ibu ingin istirahat2) Beritahu suami tentang apa yang dirasakan oleh ibu3) Buang rasa cemas dan khawatir akan kemampuan merawat bayi4) Meluangkan waktu dan cari hiburan untuk diri sendiri2. Depresi Post PartumIbu merasakan kesedihan karena kebebasan, otonomi, interaksi sosial, kurang kemandirian. Hal ini akan mengakibatkan depresi pasca persalinan (depresi post partum). Depresi masa nifas merupakan gangguan afeksi yang sering terjadi pada masa nifas, dan tampak dalam minggu pertama pasca persalinan. Insiden depresi post partum sekitar 10-15 persen. Post partum blues disebut juga maternity blues atau sindrom ibu baru. Keadaan ini merupakan hal yang serius, sehingga ibu memerlukan dukungan dan banyak istirahat.a. Adapun gejala dari depresi post partum adalah:1) Sering menangis2) Sulit tidur3) Nafsu makan hilang4) Gelisah5) Perasaan tidak berdaya atau hilang kontrol6) Cemas atau kurang perhatian pada bayi7) Tidak menyukai atau takut menyentuh bayi8) Pikiran menakutkan mengenai bayi9) Kurang perhatian terhadap penampilan dirinya sendiri10) Perasaan bersalah dan putus harapan (hopeless)11) Penurunan atau peningkatan berat badan12) Gejala fisik, seperti sulit bernafas atau perasaan berdebar-debarb. Beberapa faktor predisposisi terjadinya depresi post partum adalah sebagai berikut:1) Perubahan hormonal yang cepat (yaitu hormon prolaktin, steroid, progesteron dan estrogen)2) Masalah medis dalam kehamilan (PIH, diabetus melitus, disfungsi tiroid)3) Karakter pribadi (harga diri, ketidakdewasaan)4) Marital dysfunction atau ketidakmampuan membina hubungan dengan orang lain5) Riwayat depresi, penyakit mental dan alkoholik6) Unwanted pregnancy7) Terisolasi8) Kelemahan, gangguan tidur, ketakutan terhadap masalah keuangan keluarga, kelahiran anak dengan kecacatan/penyakitJika ibu mengalami gejala-gejala di atas, maka segeralah memberitahu suami, bidan atau dokter. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan atau konsultasi dengan psikiater. Perawatan di rumah sakit akan diperlukan apabila ibu mengalami depresi berkepanjangan.c. Penatalaksanaan depresi berat adalah sebagai berikut:1) Dukungan keluarga dan sekitar2) Terapi psikologis3) Kolaborasi dengan dokter4) Perawatan rumah sakit5) Hindari rooming in dengan bayinya3. Psikosis Post PartumInsiden psikosis post partum sekitar 1-2 per 1000 kelahiran. Rekurensi dalam masa kehamilan 20-30 persen. Gejala psikosis post partum muncul beberapa hari sampai 4-6 minggu post partum.Faktor penyebab psikosis post partum antara lain: Riwayat keluarga penderita psikiatri Riwayat ibu menderita psikiatri Masalah keluarga dan perkawinana. Gejala psikosis post partum sebagai berikut:1) Gaya bicara keras2) Menarik diri dari pergaulan3) Cepat marah4) Gangguan tidurb. Penatalaksanaan psikosis post partum adalah:1) Pemberian anti depresan2) Berhenti menyusui3) Perawatan di rumah sakit

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E. 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra CendekiaJoseph, H. K dan Nugroho. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri (Obsgyn).Yogayakarta: Nuha MedikaKrisnadi, Sofie. 2005. Obstetri Patologi ilmu kesehatan Reproduksi Edisi 2 FK UniversitasPadjadjaran. Jakarta: EGCManuaba, Ida. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGCMochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Obstetri fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta:EGCPrawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal danNeonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka sarwono PrawirohardjoPrawirohardjo, Sarwono.2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono PrawirohardjoSaleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.Sulistyawati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Andi Offset