LP KNF

26
LAPORAN PENDAHULUAN KARSINOMA NASOFARING 1. Pengertian Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (Effiaty & Nurbaiti, 2001) Di Indonesia, karsinoma nasofaring merupakan penyakit keganasan yang paling sering ditemukan di bidang penyakit Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Dalam urutan 5 besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi, ia menduduki tempat ke 4 setelah kanker mulut rahim, payudar dan kulit. Namun penanggulangannya sampai saat ini masih merupakan masalah. Yang sering menjadi masalah adalah keterlambatan pasien untuk datang berobat, sebagian besar pasien datang berobat ketika sudah dalam stadium yang lanjut dimana tumor sudah meluas ke jaringan sekitarnya. Hal ini merupakan penyulit terbesar untuk mendapatkan hasil pengobatan yang sempurna. Letak nasofaring yang tersembunyi serta gejala dini yang tidak khas, inilah yang mengakibatkan diagnosis sering 1

description

ax

Transcript of LP KNF

Page 1: LP KNF

LAPORAN PENDAHULUAN

KARSINOMA NASOFARING

1. Pengertian

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di

daerah nasofaring dengan predileksi di fossa rossenmuller dan atap

nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala

dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (Effiaty & Nurbaiti,

2001)

Di Indonesia, karsinoma nasofaring merupakan penyakit

keganasan yang paling sering ditemukan di bidang penyakit Telinga

Hidung Tenggorokan (THT). Dalam urutan 5 besar tumor ganas dengan

frekuensi tertinggi, ia menduduki tempat ke 4 setelah kanker mulut rahim,

payudar dan kulit. Namun penanggulangannya sampai saat ini masih

merupakan masalah. Yang sering menjadi masalah adalah keterlambatan

pasien untuk datang berobat, sebagian besar pasien datang berobat ketika

sudah dalam stadium yang lanjut dimana tumor sudah meluas ke jaringan

sekitarnya. Hal ini merupakan penyulit terbesar untuk mendapatkan hasil

pengobatan yang sempurna. Letak nasofaring yang tersembunyi serta

gejala dini yang tidak khas, inilah yang mengakibatkan diagnosis sering

terlambat yang menyebabkan tingginya angka kematian.

Seperti keganasan yang lain, penyebab penyakit ini belum dapat

dipastikan, sehingga pencegahannya sulit, yang perlu ditekankan adalah

usaha kearah diagnosis dini yaitu dengan meningkatkan kewaspadsaan

para dokter, serta memberikanb penyuluhan kepada masyarakatmengenai

penyakit ini supaya masyarakat mengetahui tanda-tanda stadium awal

penyakit dan kemana mereka harus pergi untuk mendapatkan pertolongan

yang tepat dan cepat. Gangguan pendengaran merupakan salah satu gejala

dini dari penyakit ini, disamping gejala dini yang lain seperti, yang berupa

hidung buntu atau hidung keluar darah, tetapi gejala tersebut sering tidak

terpikirkan oleh dokter pemeriksa bahwa penyebabnya adalah tumor ganas

1

Page 2: LP KNF

di nasofaring, sehingga baru diketahui bila penyakit sudah dalam keadaan

lanjut. Gangguan pendengaran kadang-kadang disertai juga dengan

keluhan rasa penuh di telinga, telinga berbunyi atau rasa nyeri di telinga.

Banyak penulis mengatakan, bahwa lokasi permulaan tumbuh

tumor ganas nasofaring, tersering di fosa rosemuller, sebab daerah tersebut

merupakan daerah peralihan epitel. Dalam penyebarannya, tumor dapat

mendesak tuba eustachius serta mengganggu pergerakan otot levator

palatine, yang berfungsi membuka tuba, sehingga fungsi tuba terganggu

dan mengakibatkan gangguan pendengaran berupa menurunnya

pendengaran tipe konduksi yang bersifat reversible.

2. Epidemiologi & Etiologi

Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku

mongoloid yaitu 2500 kasus baru per tahun. Diduga disebabkan karena

mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan

menggunakan bahan pengawet nitrosamine (Efiaty & Nubaiti, 2001 hal

146)

Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan

kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat,

1997). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan,

kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit

juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi

sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring

adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring

didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti,

2001).

Virus ini masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa

menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu lama. Untuk

mengaktifkan virus ini dibutuhkan uatu mediator, sebagai contoh,

kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari

masa kana-kanak sehingga mengaktifkan mediator ini yang menyebabkan

2

Page 3: LP KNF

karsinoma nasofaring. Mediator lain yang yang dianggap berpengaruh

untuk timbulnya karsinoma nasofaring ialah :

1. Zat nitrosamine

Dalam ikan asin terdapat nitrosamine yang ternyata merupakan

mediator penting. Nitrosamine juga ditemukan dalam makanan

yang diawetkan, juga pada daging kambing yang dikeringkan di

daerah Tunisia, dan sayuran yang difermentasi (asinan), serta taoco

di cina

2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan

hidup

Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang

kurang baik ventilasinya dapat meningkatkatnya karsinomna

faring, di hongkong pembakaran dupa rumah-rumah juga dianggap

berperan dalam menimbulkan karsinoma faring

3. Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat karsinogen

Yaitu zat yang dapat menyebabkan kanker, antara lain

benzopirene, benzoathtracene (sejenis hidrokarbon dan arang

batubara), gas kimia, zat industri, asap kayu dan beberapa ekstrak

tumbu-tumbuhan.

4. Ras dan keturunan

Ras kulit putih jarang terkena penyakit ini. Di asia terbanyak

adalah bangsa Cina, baik yang Negara asalnya maupun yang

perantauan. Ras melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk

yang agak banyak kena.

5. Radang kronis di daerah nasofaring

Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi

lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan

3. Histologi Nasofaring

Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel

terdapat banyak jaringa limfosid, sehingga berbentuk seperti lipatan atau

kripta. Hubungan antara epitel dan jaringan limfosid ini sangat erat,

3

Page 4: LP KNF

sehingga sering disebut “limfoepitel” (bloom dan Fawcett, 1965) membegi

mukosa nasofaring atas 4 macam epitel :

1. Epitel selapis thorak bersilia “simple kolumnar cilated epithelium”

2. Epitel Thorak berlapis “stratified columnar epithelium”

3. Epitel torak berlapis bersilia “stratified columnar ciliated

epithelium”

4. epitel torak berlapis bersilia “pseudo-stratified columnar ciliated

epithelium

mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para

ahli. 60% diantara mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng,

dan 80% dari dinding lateral dan depan dilapisi oleh epitel transisional,

yang merupakan peralihan antar epitel berlapis gepeng dan torak bersilia.

Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi karatin, kecuali pada kripta

yang dalam, dipandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau

peralihan dua macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya

suatu karsinoma.

4. Klasifikasi

Menurut WHO klasifikasi :

1. tipe 1 : karsinoma sel skuomosa dengan berkeratinisasi

2. tipe 2 : karsinoma sel skuomosa tanpa kreatinisasi

3. tipe 3 : karsinoma tanpa diferensiasi

Menurut Working Formulation

1. Karsinoma Tipe A : anplasia/plemorfy nyata derajat-keganasan

menengah

2. Karsinoma Tipe B : anaplasia/plemorfy ringan derajat keganasan

ringan, mempunyai titer antibody terhadap virus Epstein-Barr,

sedangkan jenis karsinoma sel skuomosa dengan berkretinisasi

tidak begitu radiosensitive dan tidak menunjukkan hubungan

dengan virus Epstein-Barr. Klasifikasi Working Formulation

digunakan untuk membendingkan respon radiasi pada karsinoma

nasofaring dengan metastasis ke kelenjer leher, respon radiasi

4

Page 5: LP KNF

paling baik pada karsinoma nasofaring tipe B, kurang begitu baik

pada Tipe A dan paling kurang baik pada karsinoma sel skuomosa

berkreatinin.

5. Anatomi Nasofaring

Anatomi Nasofaring

Nasofaring disebut juga Epifaring, Rinofaring. Merupakan yang

terletak di rongga hidung, diatas palatum molle dibawah dasar tengkorak.

Bentuknya sebagai kotak yang tidak rata dan berdinding enam, dengan

ukuran melintang 4 sentimeter dan ukuran depan belakang 2-3 sentimeter

Batas-batasnya :

Dinding depan : koane

Dinding belakang : merupakan dinding melengkuns setinggi servikalis

1 dan 2

5

Page 6: LP KNF

Dinding atas : permukaan atas palatum molle

Dinding samping : dibentuk oleh tulang maksila dan sphenoid

Dinding samping ini dihubungkan dengan ruang telinga tengah melalui

tuba eustachius, bagian tulang rawan dari tuba eustachius menonjol diatas

ostium tuba yang disebut tonus tubarius. Tepat dibelakang ostium tuba

terdapat cekungan kecil disebut Resesus faringeus atau lebih dikenal dengan

fossa rosenmuller : yang merupakan lokalisasi permulaan tumor ganas

nasofaring. Tepi atas dari tonus tubarius adalah tempat melekatnya otot

levator veli velatini, bila otot ini berkontraksi, maka sentium tuba meluasnya

tumor, sehingga fungsinya untuk membuka ostium tuba juga terganggu.

Dengan radiasi diharapkan tumor primer di nasofaring dapat kecil atau

menghilang. Dengan demikian pendengaran dapat menjadi lebih baik.

Sebaliknya dengan radiasi dosis tinggi dan jangka waktu lama, kemungkinan

akan memperburuk pendengaran oleh karena itu dapat terjadi proses

degenerasi dan atropi dari koklea yang bersifat menetap, sehingga secara

subjektif penderita masih mengeluh pendengaran tetap menurun.

6. Patofisiologi

Terbukti infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma

nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan

protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita

ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang

berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan

virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda

(marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan

LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya

pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan

EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien karsinoma nasofaring.

6

Page 7: LP KNF

Selain itu, dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004)

dalam Rusdiana (2006) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di

dalam serum penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai

biomarker pada karsinoma nasofaring primer. Hubungan antara karsinoma

nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga dinyatakan oleh berbagai

peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini . Pada pasien karsinoma

nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di

dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan

dalam mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya,

mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita

karsinoma nasofaring.

7. Tanda dan Gejala

Gejala Dini

Karena karsinoma nasofaring bukanlah penyakit yang dapat

doisembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin

memegang peranan penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma

nasofaring dimana tumor masih terbatas di rongga nasofaring.

Gejala telinga :

1. kataralis/sumbatan tuba eustachius

pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-

kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini

merupakan gejala yang sangat dini.

2. radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga

keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat

penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi

cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingg

akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat

gangguan pendengaran

7

Page 8: LP KNF

Gejala Hidung :

1. mimisan

dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan

sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya

darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan

seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah

jambu

2. sumbatan hidung

sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor

kedalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai

pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman

dan adanya ingus kental.

3. Gangguan mata dan syaraf :Karena dekat dengan rongga tengkorak

maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan

mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia,

juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan

sensorik. Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX,

X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering

disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut

sindrom unialteral.

4. Metastasis ke kelenjar leher, Yaitu dalam bentuk benjolan medial

terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk

massa besar hingga kulit mengkilat.

Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang

khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa,

biasanya pilek kronis, sinusitis dan lain-lainnya. Mimisn juga sering

terjadi pada anak yang menderita radang.

Gejala Lanjut :

1. pembesaran kelenjer limfe leher

tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini, yang khas

jika timbulnya di daerah samping leher, 3-5 sentimeter dibawah

8

Page 9: LP KNF

daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran

kelenjer limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum sel tumor ke

bagian tubuh yang lebih jauh, benjolan ini tidak dirasakan nyeri,

karenanya sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker

dapat berkembang terus, menembus kelenjer dan mengenai otot

dibawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit

digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi.

Pembesaran kelenjer limfe dan leher merupakan gejala utama yang

mendorong pasien datang ke dokter

2. gejala akibat perluasan tumor

tumor dapat meluas ke jaringan sekitar, perluasan ke atas kea rah

rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat

mengenai saraf otak dan menyebabkan gejala akibat kelumpuhan

otkt saraf yang sering ditemukan ialah penglihatan dobel

(diplopia), rasa baal di daewrah wajah sampai akhirnya timbul

kelumpuhan lidah, bahu, leher dan gangguan pendengaran serta

gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala

hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat

dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor.

Biasanya kelumpuhan hnya mengenai satu sisi tubuh saja, tetapi

pada beberapa kasus bisa ditemui keduanya.

3. gejala akibat metastasis

sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah,

mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini

yng disebut metastase jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati,

dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan

prognosis sangat buruk.

9

Page 10: LP KNF

Penentuan stadium

TUMOR SIZE (T)T Tumor primerT0 Tidak tampak tumor T1 Tumor terbatas pada satu lokasi sajaT2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih

tetapi masih terbatas pada rongga nasofaringT3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaringT4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah

kmerusak tulang tengkorak atau saraf-saraf otakTx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan

tidak lengkapREGIONAL LIMFE NODES (N)

N0 Tidak ada pembesaranN1 Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih

bisa digerakkanN2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan

masih dapat digerakkanN3 Terdapat pembesaran, baik homolateral,

kontralateral maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar

METASTASE JAUH (M)M0 Tidak ada metastase jauhM1 Metastase jauh

stadium I ; T1 No dan Mo

stadium II ; T2 No dan Mo

stadium III ; T1/T2/T3 dan Mo atau T3 dan No dan Mo

stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4

dan N2/N3 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan M1

8. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiology konvisional foto tengkorak potongan anterior-

posterior lateral, dan posisi wayters tampak jaringan lunak di daerah

nasofaring. Pada foto dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi

tulang daerah fosa serebia media

10

Page 11: LP KNF

2. pemeriksaan tomografi merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya

untuk menetapkan stadium tumor dan perluasan tumor. Pada stadium

dini terlihat asimetris dari saresus lateralis, tonus tubarius dan dinding

posterior nasofaring

3. scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya metastasis

jauh

4. pemeriksaan serologi, merupakan pemeriksaan titer antibody terhadap

virus Estenn Barr (EBV) yaitu Ig A anti VCA dan Ig A anti EA

5. pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di nasofaring

belum jelas dengan pembesaran kelenjer leher yang di duga metastase

karsinoma nasofaring

6. pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya

metastase

9. Diagnosis

Persoalan diagnosis sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-

scan daerah kepada dan leher, sehingga pada tumor primer yang

tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan serologi

lg A anti EA dan lg A anti VCA untuk infeksi virus E-B telah

menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring.

Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan Biopsi nasofaring. Biopsi

nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : dari hidung atau dari

mulut.

1. Biopsi melaui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya

( blind biopsy ). Cunam biopsi dimasukkan melalui ronga

hidung menyulusuri konka media de nasofaring kemudian

cunam di arahkan ke lateral dan dilakukan biopsy

2. .Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton

yang dimasukkan melalui hidung dan ujung keteter yang

11

Page 12: LP KNF

berada dalam mulut diterik keluar dan diklem bersama-sama

ujung keteter yang di hidung. Demikian juga dengan keteter

yang di hidung di sebelahnya, sehingga palatum mole tertarik

ke atas. Kemudian denan kaca laring di lihat daerah nasofaring.

Biopsi dilakukan dengan melihat tumoir melalui kaca tersebut

atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui

mulut, masa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor

nasofaring umumnya dilakukan dengan anestesi topikal dengan

Xylocain 10%. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan

hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan

kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.

10. Pengobatan

Sampai saaat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas

nasofaring adalah radiasi, karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik

yang Bersifat radiosensitif. Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna,

dapat menggunakan pesawat kobal (Co60 ) atau dengan akselerator linier (

linier Accelerator atau linac). Radiasi ini ditujukan pada kanker primer

didaerah nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah

bening leher atas, bawah seerta klasikula. Radiasi daerah getah bening ini

tetap dilakukan sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai

pembesaran kelenjer.

Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber radiasi

kedalam rongga nasofaring saat ini banyak digunakan guna memberikan

dosis maksimal pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan cidera yang

seius pada jaringan sehat disekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada

kasus-kasus yang telah memeperoleh dosis radiasi eksterna maksimum

tetapi masih dijumpai sisa jaringan kanker. Perkembangan teknologi pada

dasawarsa terakhir telah memungkinkan pemberian radiasi yang sangat

terbatas pada daerah nasofaring dengan menimbulkan efek samping

sesedikit mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT ( Intersified

Modulated Radiotion Therapy ) telah digunakan dibeberapa negara maju.

12

Page 13: LP KNF

11. Prognosis

Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45%, diperburuk

oleh beberapa factor, seperti :

a. Stadium yang lebih lanjut

b. Usia lebih dari 40 tahun

c. Laki-laki daripada perempuan

d. Ras cina dari pada ras kulit putih

e. Adanya pembesaran kelenjer leher

f. Adanya kelumpuhan saraf otak

g. Adanya kerusakan tulang tengkorak

h. Adanya metastase jauh

ASKEP KARSINOMA NASOFARING

A. Pengkajian

1. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal

ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara

2. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia,

asap sejenis kayu tertentu.

3. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak

tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas

serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).

4. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan

menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup.

5. Tanda dan gejala

(1) Aktivitas

Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola

istirahat; adanya faktor-faktor yangmempengaruhi

tidur seperti nyeri, ansietas.

(2) Sirkulasi

Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri

13

Page 14: LP KNF

dada, penurunan tekanan darah,

epistaksis/perdarahan hidung.

(3) Integritas ego, Faktor stres, masalah tentang perubahan

penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan

tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi,

menarik diri, marah

(4) Eliminasi

Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare,

perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus,

distensi abdomen.

(5) Makanan/cairan

Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif,

bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut

rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat

badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor

kulit.

(6) Neurosensori

Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling,

eksoftalmus

(7) Nyeri/kenyamanan

Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri

telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena

fibrosis jaringan akibat penyinaran

(8) Pernapasan

Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan

seseorang yang merokok), pemajanan

(9) Keamanan

Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen,

pemajanan matahari lama / berlebihan, demam,

ruam kulit.

14

Page 15: LP KNF

(10) Seksualitas

Masalah seksual misalnya dampak hubungan,

perubahan pada tingkat kepuasan.

(11) Interaksi social

Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung

B. Dx. Keperawatan

Dx. Keperawatan yang mungkin muncul

1. Gangguan persepsi panca indera : penglihatan, pendengaran,

dan penciuman berhubungan dengan penerimaan terhadap

panca indra yang terganggu

2. nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan

3. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronik

4. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan radiasi

5. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan radiasi

6. hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

sensorik, penurunan integritas tulang

7. kurangnya pengetahuan berhubungan dengan tidak tahu dengan

sumber informasi

8. pembersihan jalan nafas yang tidak efektif berhubungan

dengan peningkatan batuk

9. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kurangnya nafsu makan

10. resiko untuk aspirasi berhubunfgan dengan tekanan batuk,

perdarahan pada mulut

11. gangguan menelan berhubungan dengan batuk

12. kelemahan aktifitas berjalan berhubungan dengan kelemahan

neuromuskuler

C. Intervensi

1. nyeri berhubungan dengan proses pembedahan

NIC

kaji riwayat nyeri

15

Page 16: LP KNF

berikan tindakan nyaman

lakukan tekni relaksasi

kontrol penghilangan nyeri

koaborasi pemberian analgetik

NOC

mengontrol nyeri

teknik relaksasi

nyeri berkurang

2. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

NIC

mengontrol BB

terapi nutrisi

memantau TTV

pengontrolan cairan

terapi IV

NOC

status nutrisi

mengontrol BB

status nutrisi : intake makanan dan cairan

3. resiko infeksi

NIC

peningkatan latihan fisik

perlindungan terhadap infeksi

manajemen cairan

menentukan pengobatan

pengelolaan nutrisi

NOC

status nutrisi

control resiko

16

Page 17: LP KNF

status imun

control infeksi

4. kurang pengetahuan

NIC

pengetahuan tentang kesehatan

bimbingan sistim kesehatan

melindungi hak-hak pasien

mengajarkan : individu

NOC

kemampuan kognitif

pengetahuan : Ca. nasofaring

proses informasi

ingatan

17