Radioterapi - KNF

39
BAB I PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % Tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16 %), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Daerah Cina bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi, yaitu dengan 2500 kasus baru pertahun untuk provinsi Guang-Dong (Kwantung) atau prevalensi 39,84/100.000 penduduk. Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-viru EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipan. Namun, virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak, geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman, dan 1

description

Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring

Transcript of Radioterapi - KNF

Page 1: Radioterapi - KNF

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak

ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % Tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma

nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16 %), dan

tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Daerah Cina bagian

selatan masih menduduki tempat tertinggi, yaitu dengan 2500 kasus baru pertahun untuk provinsi

Guang-Dong (Kwantung) atau prevalensi 39,84/100.000 penduduk. Di Indonesia frekuensi

pasien ini hampir merata di setiap daerah. Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya

kanker nasofaring, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan,

Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia.

Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus

Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-viru EB yang cukup

tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya,

tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipan. Namun, virus

ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi

kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak, geografis, rasial, jenis kelamin, genetik,

pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman, dan parasit.

Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.

Diagnosis karsinoma nasofaring dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik hingga

pemeriksaan penunjang radiologis. Pemeriksaan radiologis yang disarankan PET-CT yang

memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan MRI.

Pengelolaan pada karsinoma nasofaring dengan menggunakan kemoterapi, radiasi, dan

terapi suportif. Dosis kemoterapi dan radiasi akan bergantung pada stadium karsinoma

nasofaring yang diderita pasien tersebut.

1

Page 2: Radioterapi - KNF

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak

ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % Tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma

nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16 %), dan

tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data

Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan

lima besar dari tumor ganas tubuh, manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara,

tumor getah bening dan tumor kulit.1,2

Daerah Cina bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi, yaitu dengan 2500 kasus

baru pertahun untuk provinsi Guang-Dong (Kwantung) atau prevalensi 39,84/100.000 penduduk.

Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin

Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, 15 kasus setahun di

Denpasar, 11 Kasus di Padang, dan Bukittinggi. Demikian pula angka-angka yang didapatkan di

Medan , Semarang, Surabaya, dan lain-lain menunjukan bahwa tumor ganas ini terdapat merata

di Indonesia. 1,2

2.2 Anatomi Nasofaring

Nasopharing berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya

dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle.

Batas nasopharing:

Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia

Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat subjektif

karena tergantung dari palatum durum.

Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.

Posterior : - vertebra cervicalis I dan II

- Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar

2

Page 3: Radioterapi - KNF

- Mukosa lanjutan dari mukosa atas

Lateral : - Mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang

- Muara tuba eustachii

- Fossa rosenmulleri

2.3 Faktor Resiko

Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring, sehingga

kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand,

Malaysia, Singapura dan Indonesia. Ditemukan pula cukup banyak kasus di Yunani, Afrika

bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo dan Alaska dan Tanah Hijau yang

diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim

dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamine. 2

Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah Virus

Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-viru EB yang cukup

tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya,

tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipan. Banyak

penyelidikan mengenai perangai dari virus ini dikemukakan, tetapi virus ini bukan satu-satunya

faktor, karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini,

seperti letak, geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup,

kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman, dan parasit. Tumor ini lebih sering ditemukan pada

laki-laki dan sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya

dengan faktor genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Faktor lingkungan yang

berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak

dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas.

Kebiasaan penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama

pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini. 1,2

Tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter dari pasien karsinoma

nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu contoh terkenal di Cina Selatan, satu

keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien karsinoma nasofaring dan 1

menderita tumor keganasan organ lain. Pengaruh genetik terhadap karsinoma nasofaring sedang

dalam pembuktian dengan mempelajari cell-mediated immunity dari virus EB dan tumor

3

Page 4: Radioterapi - KNF

associated antigens pada karsinoma nasofaring. Sebagian besar pasien adalah golongan sosial

ekonomi rendah dan hal ini menyangkut pula dengan keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup.

Pengaruh infeksi dapat dilihat dengan menurunnya kejadian malaria akan diikuti oleh

menurunnya pula Limfoma Burkitt, suatu keganasan yang disebabkan oleh virus yang sama.4

2.4. Histopatologi

Terdapat tiga subtipe yang dikenal menurut klasifikasi WHO yaitu :

1. Tipe 1: Squamous cell carcinoma, biasanya ditemukan pada populasi orang tua

2. Tipe 2: Non-keratinizing carcinoma

3. Tipe 3: undifferentiated carcinoma

Kebanyakan kasus pada masa kanak-kanak dan remaja adalah tipe 3, dengan beberapa kasus

tipe 2. Tipe 2 dan tipe 3 sering dihubungkan dengan kenaikan titer virus Epstein-Barr,

sedangkan tipe 1 tidak. 7

.

2.5 Gejala dan Tanda

Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala nasofaring

sendiri, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta metastasis atau gejala di leher. Gejala

nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, untuk itu nasofaring harus

diperiksa dengan cermat, kalau perlu dengan nasofaringoskop, karena sering gejala belum ada

sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat di bawah

mukosa (creeping tumor). 3,5

Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor

dekat muara tuba Eustachius (fossa Rossenmuller). Gangguan dapat berupa tinnitus, rasa tidak

nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia). Tidak jarang pasien dengan gangguan

pendengaran ini baru kemudian disadari bahwa penyebabnya adalah karsinoma nasofaring. 3,4

Karsinoma nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa

lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini.

Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI , dan dapat pula ke

4

Page 5: Radioterapi - KNF

V, sehingga tidak jarang gejala diplopia yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata,

neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan ahli saraf jika belum terdapat

keluhan lain yang berarti.3

Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika

penjalaran melalui foramen jugulare yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring.

Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak

disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah

terjadi demikian, biasanya prognosisnya buruk. Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk

benjolan di leher yang mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat

keluhan lain.4

2.5 Stadium

Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC (2002): 8

T Tumor Primer

T0 Tidak tampak tumor

T1 Tumor Terbatas di Nasofaring

T2 Tumor meluas ke jaringan Lunak

T2a Perluasan tumor ke orofaring dan / atau rongga hidung tanpa perluasan ke

parafaring

T2b Disertai perluasan ke parafaring

T3 Tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal

T4 Tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf cranial, fossa

infratemporal, hipofaring,, orbita atau ruang masticator

N Pembesaran kelenjar getah bening regional

NX Pembesaran Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada Pembesaran

N1 Metastasis kelenjar getah bening unilateral dengan ukuran terbesar kurang atau sama

dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula

N2 Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran terbesar kurang atau sama

dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula

5

Page 6: Radioterapi - KNF

N3 Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm, atau

terletak dalam fossa supraklavikula

N3a Ukuran lebih dari 6cm

N3b Di dalam fossa supraklavikula

M Metastasis jauh

Mx Metastasis tidak dapat dinilai

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Tabel Penentuan stadium karsinoma nasofaring

Stadium Tumor Nodul Metastasis

Stadium 0 T1s N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium IIA T2a N0 M0

Stadium IIB T1 N1 M0

T2a N1 M0

T2b N0,N1 M0

Stadium III T1 N2 M0

T2a, T2b N2 M0

T3 N2 M0

T4 N0,N1,N2 M0

Stadium Iva T4 N0,N1,N2 M0

Stadium IVb Semua T N3 M0

Stadium IVc Semua T Semua N M1

2.6 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis : dari anamnesis yang baik maka dapat diketahui gejala-gejala yang muncul,

faktor risiko yang dimiliki, riwayat kanker dalam keluarga.

6

Page 7: Radioterapi - KNF

2. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik meliputi inpeksi dan palpasi daerah wajah dan leher

(limfadenopati), pemeriksaan penglihatan (diplopia, gerak bola mata), pemeriksaan

pendengaran, pemeriksaan hidung (rhinoskopi anterior), dan pemeriksaan saraf kranial.

3. Pemeriksaan rhinoskopi posterior : dengan menggunakan cermin kecil dengan pegangan

yang panjang untuk melihat nasofaring.

4. Biopsi dan pemeriksaan patologi anatomi : merupakan gold standard untuk penegakkan

diagnosis, dengan mengambil sedikit sampel jaringan sel kanker yang kemudian dilihat di

bawah mikroskop. Ada 2 cara biopsi yang bisa dilakukan yaitu endoscopic biopsi atau fine

needle aspiration (FNA) biopsi.

5. Pemeriksaan Radiologi9

Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang diagnostic

yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologic tersebut adalah:

Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada daerah

nasofaring

Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut

Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.

a) Foto polos

Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari kemungkina

adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:

- Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft tissue technique)

- Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks

- Tomogram Lateral daerah nasofaring

- Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring

b) CT Scan

Pada umumnya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan radiografi polos adalah

jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik, sedangkan bula kecil mungkin tidak akan

terdeteksi. Terlebih-lebih jika perluasan tumor adalah submukosa, maka hal ini akan

sukar dilihat dengan pemeriksaan radiografi polos. Demikian pula jika penyebaran ke

jaringan sekitarnya belum terlalu luas akan terdapat kesukaran-kesukaran dalam

mendeteksi hal tersebut. Keunggulan C.T. Scan dibandingkan dengan foto polos ialah

kemampuanya untuk membedakan bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring,

7

Page 8: Radioterapi - KNF

baik itu pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada tulang, gengan criteria

tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang masih kecil. Selain itu dengan lebih

akurat dapat dinilai pakah sudah ada perluasan tumor ke jaringna sekitarnya, menilai ada

tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran intracranial.

Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari kemungkina

adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:

- Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft tissue technique)

- Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks

- Tomogram Lateral daerah nasofaring

- Tomogram Antero-posterior daerah nasofaring

c) MRI

Pada MRI akan didapatkan gambaran yang rinci, maka dapat pula digunakan untuk

mencari penyebaran kanker di leher maupun pada bagian tubuh lain.

d) PET scan

Dengan pemeriksaan ini lewat suatu bahan radioaktif yang disuntikkan ke dalam darah,

maka sel-sel kanker di tubuh yang berkembang pesat akan menyerap sejumlah besar zat

radioaktif tersebut. Gambaran mungkin tidak serinci CT maupun MRI tetapi dapat

memberikan informasi kemungkinan penyebaran sel kanker pada seluruh tubuh.

Pemeriksaan dengan menggunakan MRI dan PET-CT memiliki keakuratan diagnosis

yang hampir sama yaitu 90,5% dan 87,8% pada penelitian yang melibatkan 150 pasien.

Namun, penelitian lain yang melibatkan 78 pasien menunjukkan bahwa PET-CT lebih

akurat dan spesifik dibandingkan MRI. 7

6. Pemeriksaan neuro-oftalmologi

Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lobang,

maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF ini.

7. Pemeriksaan serologi4

Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid antigen) untuk

infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring.

Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma nasofaring stadium

8

Page 9: Radioterapi - KNF

lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifitas 91,8% dengan

titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160. IgA anti EA sensitivitasnya

100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%, sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk

menetukan prognosis pengobatan, titer yang didpat berkisar antara 80 sampai 1280 dan

terbanyak 160.

Perlu ditekankan adanya pemeriksaan secara regional untuk melihat adanya pendesakkan

pada daerah retrofaring, parafaring, spatium pterigomaxillaris, fossa infratemporal, dan sinus

paranasal. Disamping itu perlu pemeriksaan intracranial, jika ada ekspansi tumor ke intracranial

sampai parenkim otak atau sinus kavernosus. Penyebaran intracranial dapat terjadi melalui

beberapa foramen, yaitu foramen ovale, foramen lacerum, foramen spinosum, canalis carotis,

dan foramina jugulare. 3

2.7 Pengelolaan

Rencana pengelolaan pada semua stadium terlebih dahulu harus dirundingkan oleh ahli

multidisiplin yaitu bagian THT / bedah, onkologi radiasi, onkologi medis. Radioterapi masih

merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan

dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian

tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus.

Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih

tetap terbaik sebagai terapi adjuvant (tambahan). Bebagai macam kombinasi dikembangkan,

yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian

adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini sedang dikembangkan

dengan hasil sementara yang cukup memuaskan.

Beberapa pasien dengan tahap lanjut atau dengan adanya metastasis mungkin membutuhkan

pengobatan tambahan (diseksi leher atau radiasi) tergantung pada respon pasien terhadap

pengobatan lini pertama.10 Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap

benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah

penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan

pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif)

diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

a. Persiapan / perencanaan sebelum radioterapi

9

Page 10: Radioterapi - KNF

Sebelum diberi terapi radiasi, dibuat penentuan stadium klinik, diagnosis histopatologik,

sekaligus ditentukan tujuan radiasi, kuratif atau paliatif. Penderita juga dipersiapkan secara

mental dan fisik. Pada penderita, bila perlu juga keluarganya diberikan penerangan

mengenai perlunya tindakan ini, tujuan pengobatan, efek samping yang mungkin timbul

selama periode pengobatan. Pemeriksaan fisik dan laboratorium sebelum radiasi dimulai

adalah mutlak. Penderita dengan keadaan umum yang buruk, gizi kurang atau demam tidak

diperbolehkan untuk radiasi, kecuali pada keadaan yang mengancam hidup penderita, seperti

obstruksi jalan makanan, perdarahan yang masif dari tumor, radiasi tetap dimulai sambil

memperbaiki keadaan umum penderita. Sebagai tolok ukur, kadar Hb tidak boleh kurang

dari 10 gr%, jumlah lekosit tidak boleh kurang dari 3000 per mm3 dan trombosit 100.000

per uL.

b. Penentuan batas-batas lapangan radiasi

Tindakan ini merupakan salah satu langkah yang terpenting untuk menjamin berhasilnya

suatu radioterapi. Lapangan penyinaran meliputi daerah tumor primer dan sekitarnya /

potensi penjalaran perkontinuitatum serta kelenjar-kelenjar getah bening regional. Untuk

tumor stadium I dan II, daerah-daerah dibawah ini harus disinari :

1. Seluruh nasofaring

2. Seluruh sphenoid dan basis oksiput

3. Sinus kavernosus

4. Basis kranii, minimal luasnya 7 cm2 meliputi foramen ovale, kanalis karotikus dan

foramen jugularis lateral.

5. Setengah belakang kavum nasi

6. Sinus etmoid posterior

7. 1/3 posterior orbit

8. 1/3 posterior sinus maksila

9. Fossa pterygoidea

10. Dinding lateral dan posterior faring setinggi fossa midtonsilar

11. Kelenjar retrofaringeal

10

Page 11: Radioterapi - KNF

12. Kelenjar servikalis bilateral termasuk jugular posterior, spinal aksesori dan

supraklavikular.

Apabila ada perluasan ke kavum nasi atau orofaring ( T3 ) seluruh kavum nasi dan orofaring

harus dimasukkan dalam lapangan radiasi. Apabila perluasan melalui dasar tengkorak sudah

mencapai rongga kranial, batas atas dari lapangan radiasi terletak di atas fossa pituitari.

Apabila penyebaran tumor sampai pada sinus etmoid dan maksila atau orbit, seluruh sinus

atau orbit harus disinari. Kelenjar limfe sub mental dan oksipital secara rutin tidak termasuk,

kecuali apabila ditemukan limfadenopati servikal yang masif atau apabila ada metastase ke

kelenjar sub maksila.

c. Teknik Radioterapi

Ada 3 cara utama pemberian radioterapi, yaitu : 

1. Radiasi Eksterna/Teleterapi

Sumber sinar berupa aparat sinar-X atau radioisotop yang ditempatkan di luar tubuh.

Sinar diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi. Besar energi yang diserap oleh suatu

tumor tergantung dari :

a. Besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi  

b. Jarak antara sumber energi dan tumor

c. Kepadatan massa tumor.

Teleterapi umumnya diberikan secara fraksional dengan dosis 150-250 rad per

kali, dalam 2-3 seri. Diantara seri 1-2 atau 2-3 diberi istirahat 1-2 minggu untuk

pemulihan keadaan penderita sehingga radioterapi memerlukan waktu 4-6 minggu. 

2. Radiasi Interna / Brachiterapi

Sumber energi ditaruh di dalam tumor atau berdekatan dengan tumor di dalam rongga

tubuh. Ada beberapa jenis radiasi interna :

1) Interstitial

Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke dalam tumor, misalnya jarum radium

atau jarum irridium.

2) Intracavitair

Pemberian radiasi dapat dilakukan dengan :

11

Page 12: Radioterapi - KNF

- After loading

Suatu aplikator kosong dimasukkan ke dalam rongga tubuh ke tempat tumor.

Setelah aplikator letaknya tepat, baru dimasukkan radioisotop ke dalam aplikator

itu.

- Instalasi

Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam rongga tubuh, misal : pleura atau

peritoneum.

3) Intravena

Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam vena. Misalnya I131 yang disuntikkan IV

akan diserap oleh tiroid untuk mengobati kanker tiroid.14

d. Dosis radiasi

Ada 2 jenis radiasi, yaitu :

1. Radiasi Kuratif

Diberikan kepada semua tingkatan penyakit, kecuali pada penderita dengan metastasis

jauh. Sasaran radiasi adalah tumor primer, KGB leher dan supra klavikular. Dosis total

radiasi yang diberikan adalah 6600-7000 rad dengan fraksi 200 rad, 5 x pemberian per

minggu. Setelah dosis 4000 rad medulla spinalis di blok dan setelah 5000 rad lapangan

penyinaran supraklavikular dikeluarkan.

2. Radiasi Paliatif

Diberikan untuk metastasis tumor pada tulang dan kekambuhan lokal. Dosis radiasi untuk

metastasis tulang 3000 rad dengan fraksi 300 rad, 5 x per minggu. Untuk kekambuhan

lokal, lapangan radiasi terbatas pada daerah kambuh.12

e. Respon radiasi

Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi. Respon

dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan pengecilan tumor primer di

nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO : 

- Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang besar. 

- Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih. 

- No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.

12

Page 13: Radioterapi - KNF

- Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membersar 25% atau lebih.

f. Terapi radiasi dan kemoterapi untuk kanker nasofaring

Terlokalisir atau tahap awal/ stadium I

Pada kasus tumor terlokalisir atau pada tahap awal penyakit, pasien mungkin hanya

membutuhkan terapi radiasi definitif pada nasofaring.

Dosis radiasi: 66-70 Gy (2.0 Gy / fraksi; setiap hari senin-jumat selama 7 minggu)

Kemoterapi dengan terapi radiasi untuk kanker nasofaring tahap lanjut terlokalisir/

stadium II-IVB

Pasien dengan kanker nasofaring stadium II-IVB membutuhkan kemoterapi bersamaan

dengan radiasi. Diikuti dengan kemoterapi ajuvan (tambahan). Regimen kemoterapi yang

dapat diterima untuk kanker nasofaring lanjut (stadium II-IVB):

- Cisplatin 100 mg/m2 diberikan secara intravena pada hari ke 1, 22, dan 43 disertai

radiasi, dan cisplatin 80 mg/m2 secara intravena pada hari pertama ditambah

fluorouracil (5-FU) 1000 mg/m2/hari secara kontinu secara intravena melalui

cairan infuse pada hari ke 1-4 setiap 4 minggu selama 3 siklus.

- Dosis radiasi selama kemoradiasi tambahan adalah 70 Gy (2.0 Gy/fraksi)

Kemoterapi lini pertama untuk kanker nasofaring rekuren atau dengan metastasis

Stadium IVC

Pasien kanker nasofaring rekuren atau dengan metastasis (setelah terapi lini pertama)

perlu diterapi dengan kemoterapi berdasar platinum (platinum-based) standar.

Regimen kemoterapi yang dapat diterima pasien dengan kanker nasofaring dalam

progress atau rekuren (target adalah mencapai 4-6 siklus) :

- Cisplatin 75 mg/m2 secara intravena pada hari pertama ditambah docetaxel 75

mg/m2 secara intravena pada hari pertama setiap 3 minggu, atau

- Cisplatin 75 mg/m2 secara intravena pada hari pertama ditambah paclitaxel 175

mg/m2 secara intravena pada hari pertama setiap 3 minggu, atau

- Carboplatin area under the curve (AUC) 6 secara intravena pada hari pertama

ditambah docetaxel 65mg/m2 secara intravena pada hari pertama setiap 3 minggu,

atau

13

Page 14: Radioterapi - KNF

- Carboplatin AUC 6 IV pada hari pertama ditambah paclitaxel 200 mg/m2 secara

intravena pada hari pertam setiap 3 minggu, atau

- Cisplatin 100 mg/m2 secara intravena pada hari pertama ditambah 5-FU 1000

mg/m2/hari dengan secara tetes intravena kontinyu pada hari 1-4 setiap 3 minggu,

atau

- Cisplatin 50-70 mg/m2 secara intravena pada hari pertama ditambah gemcitabine

1000 mg/m2 secara intravena pada hari ke 1, 8, dan 15 setiap 4 minggu, atau

- Gemcitabine 1000 mg/m2 secara intravena pada hari ke 1, 8, dan 15 setiap 4

minggu, atau

- Gemcitabine 1250 mg/m2 secara intravena pada hari 1 dan 8 setiap 3 minggu, atau

- Methotrexate 40 mg/m2 secara intravena setiap minggu (1 siklus adalah 3 minggu

pengobatan), atau

- Paclitaxel 200 mg/m2 secara intravena setiap 3 minggu, atau

- Docetaxel 75 mg/m2 secara intravena setiap 3 minggu.

Kemoterapi lini kedua dan ketiga untuk kanker nasofaring dengan metastasis atau

rekuren / stadium IVC

- Kemoterapi lini kedua diberikan jika terdapat progresi atau rekurensi setelah

melengkapi terapi lini pertama.

- Terapi lini ketiga diberikan jika terdapat progresi atau rekurensi setelah melengkapi

terapi lini pertama dan kedua.

- Regimen lini kedua dan ketiga serupa dengan regimen yang digunakan pada terapi lini

pertama tetapi biasanya dengan rerata respon yang lebih rendah dan angka ketahanan

hidup lebih baik.

- Pasien diterapi dengan kemoterapi berdasar platinum jika belum pernah diberikan

obat-obat berdasar platinum.

- Beberapa regimen secara umum digunakan khusus untuk kanker kepala dan leher, dan

regimen lainnya telah secara spesifik diteliti untuk pengobatan kanker nasofaring.

Regimen kemoterapi yang dapat diterima pasien kanker nasofaring dengan progress atau

rekuren setelah lengkap terapi lini pertama :

- Cisplatin 75 mg/m2 secara intravena pada hari pertama ditambah docetaxel 75

mg/m2 secara intravena pada hari pertama setiap 3 minggu, atau

14

Page 15: Radioterapi - KNF

- Cisplatin 75 mg/m2 secara intravena pada hari pertama ditambah paclitaxel 175

mg/m2 secara intravena pada hari pertama setiap 3 minggu, atau

- Carboplatin AUC 6 secara intravena pada hari pertama ditambah docetaxel 65

mg/m2 secara intravena pada hari pertama setiap 3 minggu, atau

- Carboplatin AUC 6 secara intravena pada hari pertama ditambah paclitaxel 200

mg/m2 secara intravena pada hari pertama setiap 3 minggu, atau

- Cisplatin 100 mg/m2 secara intravena pada hari pertama ditambah 5-FU 1000

mg/m2/hari secara intravena kontinu melalui cairan infuse pada hari 1-4 setiap 3

minggu, atau

- Cisplatin 50-70 mg/m2 secara intravena pada hari pertama ditambah gemcitabine 1000

mg/m2 secara intravena pada hari ke 1, 8 dan 14 setiap 4 minggu, atau

- Gemcitabine 1000 mg/m2 secara intravena pda hari ke 1, 8, dan 15 setiap 4 minggu,

atau

- Gemcitabine 1250 mg/m2 secara intravena pda hari ke 1 dan 8 setiap 3 minggu, atau

- Methotrexate 40 mg/m2 secara intravena setiap minggu (1 siklus setara pengobatan 3

minggu), atau

- Paclitaxel 200 mg/m2 secara intravena setiap 3 minggu, atau

- Paclitaxel 200 mg/m2 secara intravena setiap 3 minggu, atau

- Docetaxel 75 mg/m2 secara intravena setiap 3 minggu.

2.8 Pemantauan Radiasi

Pemantauan selama pelaksanaan radiasi

- pemeriksaan klinis sekurang-kurangnya setelah 5 kali radiasi atau setiap kali pasien

mengalami keluhan baru yang timbul setelah radiasi.

- catat keluhan pasien, bila perlu diberi terapi medikamentosa

- periksa Hb, Leukosit, Trombosit setiap setelah 5 kali radiasi. Syarat dilakukan radiasi:

Hb > dari 10 gr %, Leukosit > dari 3000, Trombosit > dari 80.000

Pemantauan setelah selesai radiasi

- Dilakukan setiap bulan sekali selama 6 bulan kedua dan setiap 3 bulan selama 6 bulan

ketiga dan seterusnya.

- Nilai keadaan umum, tanda-tanda metastasis ke hati, tulang atau paru-paru

15

Page 16: Radioterapi - KNF

- Nilai tumor primer dan kelenjar-kelenjar, ada tidaknya residu tumor / kelenjar dilakukan

paling sedikit 8 minggu setelah radiasi selesai. Harus dibedakan antara jaringan tumor

dan fibrosis pasca radiasi. 7

16

Page 17: Radioterapi - KNF

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. S

Umur : 29 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Sindurejo, Toroh, Grobogan

Agama : Islam

Pekerjaan : -

Masuk RSDK : 24 September 2012

No. CM : C335951

3.2. DATA DASAR

Anamnesis ( 24 September 2012)

Data dasar diperoleh dari autoanamnesis, alloanamnesis, dan catatan medis pasien.

Keluhan utama : melanjutkan pengobatan

Riwayat penyakit sekarang :

± 3 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan sering mimisan dari kedua hidung,

hilang timbul, sehari sebanyak 3 – 4 kali, kira – kira sebanyak satu sendok makan setiap kali

mimisan, mimisan dapat darah berhenti sendiri. Kurang pendengaran (-), telinga gemrebeg

(-), hidung buntu (-), pilek (-), melihat dobel (-), pandangan kabur (-), nyeri kepala (-),

demam (-), timbul benjolan (-).

+ 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, mimisan dari kedua hidung menjadi semakin sering

dan timbul benjolan di leher kanan, sebesar kelereng, keras, nyeri (-), yang semakin lama

semakin membesar. Telinga kiri kurang pendengaran (+), gemrebeg (+), hidung buntu (-),

melihat dobel (-), pandangan kabur (-), nyeri kepala (-), demam (-), makan-minum tidak

tersedak.

17

Page 18: Radioterapi - KNF

+ 7 bulan sebelum masuk rumah sakit, benjolan dirasakan membesar menjadi sebesar telur

ayam, keras, nyeri (-), telinga kiri kurang pendengaran (+), gemrebeg (+), hidung buntu (-),

melihat dobel (-), pandangan kabur (-), nyeri kepala (-), demam (-). Karena dirasakan

mengganggu pasien kemudian memeriksakan diri ke RSUD Purwodadi. Oleh dokter bedah

dilakukan biopsi benjolan leher, dikatakan terdapat radang kronik. Kemudian pasien dirujuk

ke RS. Dr. Kariadi. Di RSDK dilakukan pemeriksaan teropong hidung dan biopsi, didapatkan

hasil tumor ganas nasofaring. Setelah itu pasien menjalani pengobatan kemoterapi dan

radioterapi.

Saat ini pasien datang untuk melakukan pemeriksaan CT Scan untuk evaluasi setelah

pengobatan kemoterapi. Sampai saat ini pasien sudah menjalani kemoterapi sebanyak 8 kali

dan radioterapi (ER) sebanyak 27 kali. Keluhan saat ini mimisan (-), hidung tersumbat (-),

nyeri kepala (+), penglihatan dobel (-), telinga kiri kurang pendengaran (-), telinga gemrebeg

(-), benjolan leher (+) mengecil, mulut kering (+), nyeri telan (+), gangguan pengecapan (+),

mual (+), diare (+), rambut rontok (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat hipertensi, penyakit jantung, DM disangkal

- Riwayat menderita penyakit seperti ini sebelumnya disangkal

- Riwayat merokok (+) sehari 1 bungkus selama 4 tahun

- Riwayat sering mengonsumsi ikan asin (+) sejak kecil

- Riwayat paparan bahan kimia/ asap pabrik disangkal

- Riwayat paparan pestisida disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini sebelumnya

Tidak ada riwayat keganasan dalam keluarga

Riwayat Sosial Ekonomi

18

Page 19: Radioterapi - KNF

Saat ini pasien tidak bekerja. Sebelum sakit pasien bekerja sebagai karyawan pabrik

konveksi.

Menanggung 1 istri dan 1 anak.

Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas.

Kesan: sosial ekonomi kurang

Pemeriksaan Fisik ( 24 September 2012 )

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 90 x/menit, reguler, isi/tegangan cukup

Frekuensi Napas : 20 x/menit

Suhu : 36,5oC

Kepala : Mesosefal

Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), proptosis (-/-)

Telinga : Discharge (-/-)

Hidung : Discharge (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut : Bibir kering (-)

Tenggorokan : Sulit dinilai

Leher : Pembesaran nnll (+) level III regio colli dextra, Ø ± 0,5 cm, batas

tegas, nyeri tekan (-), terfiksir, perabaan hangat (-), warna sama

dengan kulit sekitar.

Dada

Jantung I : Iktus kordis tak tampak

Pa : Iktus kordis SIC V, 2 cm medial LCMS

Iktus kordis kuat angkat

Pe : Konfiguarsi jantung dalam batas normal

Au : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)

Paru I : Simetris statis dan dinamis

Pa : Stem fremitus kanan dan kiri sama

Pe : Sonor seluruh lapangan paru kanan dan kiri

19

Page 20: Radioterapi - KNF

Au : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen I : Datar, venektasi (-)

Pa : Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tak teraba

Pe : Timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-)

Au : Bising usus (+) N

Ekstremitas Superior Inferior

Sianosis -/- -/-

Edema -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Capillary refill < 2” < 2”

Reflek fisiologis +/+ +/+

Reflek patologis - / - - / -

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah rutin (7 September 2012)

Hb : 10,14 gr/dl

Ht : 29,9 %

Eritrosit : 3,57 juta/mm³

Lekosit : 4530/mm³

Trombosit : 117.100/mm³

MCH : 28,42 pg

MCV : 83,81 fl

MCHC : 33,91 gr/dl

Kesan : anemia normositik normokromik, trombositopenia

2. Pemeriksaan Patologi Anatomi (20 Februari 2012)

Hasil: Undifferentiated Carcinoma WHO III

20

Page 21: Radioterapi - KNF

3. Pemeriksaan Nasofaringoskopi (20 Februari 2012)

- Tampak massa di nasofaring kanan-kiri, kesan rapuh, berbenjol-benjol.

- Tampak sekret mukopurulen di rongga hidung kanan-kiri.

- Ostium tuba eustachii, torus tubarius dan fossa rosenmulleri sulit dinilai karena tertutup

massa.

Kesan: Massa nasofaring kanan-kiri

DD: KNF

Limfoma

4. Pemeriksaan X-Foto Thorax (2 Maret 2012)

Klinis: KNF WHO 3

- Cor : CTR<50%, retrosternal maupun retrocardiac space tak menyempit.

21

Page 22: Radioterapi - KNF

- Pulmo: corakan vaskuler meningkat, tak tampak bercak maupun nodul pada kedua

lapangan paru.

- Hemidiafragma kanan setinggi costa X posterior

- Sudut costofrenikus kanan-kiri lancip.

- Tak tampak lesi litik maupun sklerotik pada tulang costa, clavicula dan skapula.

Kesan:

- Cor tak membesar

- Tak tampak kelainan maupun metastasis pada pulmo dan tulang

5. Pemeriksaan MSCT Nasofaring-Regio Colli dengan kontras (6 Maret 2012)

- Tampak massa isodens batas tak tegas pada nasofaring kanan-kiri yang meluas ke

parafaring kanan-kiri, pharyngeal mucosal space, parapharyngeal space, dan carotid

space kanan serta retrofaring. Pasca injeksi kontras, tampak enhancement inhomogen (CT

number=52 HU).

- Torus tubarius dan fossa rossenmuller kanan-kiri tampak obliterasi.

- Buccal space dan parotid space kanan-kiri baik, carotid space kiri masih baik.

- Tak tampak massa dan penebalan mukosa pada sinus maksilaris, ethmoidalis, dan

sphenoidalis kanan-kiri.

- Tampak limfadenopati multipel pada level III regio colli kanan dengan ukuran terbesar

0,8 cm.

- Tak tampak destruksi tulang.

- Tak tampak infiltrasi ke intrakranial.

Kesan:

- massa nasofaring kanan-kiri yang meluas ke parafaring kanan-kiri, pharyngeal mucosal

space, parapharyngeal space, dan carotid space kanan serta retrofaring.

- Multipel limfadenopati pada level III regio colii kanan (T3N1Mx).

6. Pemeriksaan CT Scan Nasofaring-Regio Colli dengan kontras (21 Juli 2012)

(Perbandingan) dibandingkan dengan CT Scan lama (6 Maret 2012)

22

Page 23: Radioterapi - KNF

- Masih tampak massa isodens pada nasofaring kanan-kiri, retrofaring, parafaring kanan-

kiri, carotid space kanan-kiri yang tampak berkurang dibandingkan sebelumnya. Pasca

injeksi kontras tampak enhancement inhomogen.

- Tak tampak lagi massa pada cavum nasi posterior kanan-kiri

- Torus tubarius kanan masih tampak tumpul, berkurang bila dibandingkan sebelumnya.

- Fossa rosenmuller tampak sudah terbuka.

- Torus tubarius dan fossa rosenmuller kiri mmasih tampak obliterasi.

- Tak tampak massa maupun penebalan mukosa pada sinus maksilaris, ethmoidalis, dan

sphenoidalis kanan-kiri.

- Tampak multipel limfadenopati pada level III dan V kanan-kiri (ukuran terbesar 9 mm

pada level III colli kiri).

- Tak tampak destruksi tulang.

- Tak tampak perluasan intrakranial

3.3 Diagnosis

Karsinoma Nasofaring WHO 3, TxN1Mo, post Paclitaxel-Cisplatin VIII dan External

Radiasi 27x, Respon (+), ECOG I.

3.4 Terapi

- Eksternal Radiasi menggunakan Semalcion (Cobalt 60) arah lateral dengan jarak 80 cm

dari sumber.

- Dosis terapi 6600 cGy, fraksi 5 x 200 cGy

- 4000 cGy persempit lapangan radiasi, bebaskan medulla spinalis

- 5000 cGy stop supraclavicula

- 5400 cGy CT scan ulang, jika hasil baik brachytherapy

- Batas atas : sella tursika

- Batas bawah : corpus vertebra cervical 3

- Batas anterior: palatum durum

3.7 Monitoring

- Pemantauan pada hilangnya gejala dan munculnya tanda-tanda perbaikan.

23

Page 24: Radioterapi - KNF

- Cek darah rutin.

- Pemantauan efek samping radiasi dan perbaikan keadaan umum.

- Pemantauan penyebaran dan perkembangan tumor.

24

Page 25: Radioterapi - KNF

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berumur 29 tahun dengan keluhan utama melanjutkan pengobatan

karsinoma nasofaring. Tiga tahun yang lalu pasien mengalami mimisan hilang timbul. Satu

tahun yang lalu, timbul benjolan di leher kanan, sebesar kelereng, keras, tidak nyeri, dan semakin

lama semakin membesar, telinga kiri kurang pendengaran dan gembrebeg. Tujuh bulan yang

lalu, benjolan membesar menjadi sebesar telur ayam. Pasien ini kemudian didiagnosis dengan

KNF WHO 3 T3N1Mx. Diagnosis ini ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan endoskopi dan biopsi yang dilanjutkan pemeriksaan patologi anatomi, serta

pemeriksaan radiologi CT Scan. Pemeriksaan endoskopi (20 Februari 2012) menunjukkan

adanya massa di nasofaring kanan dan kiri, rapuh, berbenjol-benjol, yang mana setelah dilakukan

pemeriksaan Patologi Anatomi sesuai dengan Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma

(WHO 3). Pemeriksaan X foto thorax (2 Maret 2012) tidak menunjukkan kelainan maupun

metastasis pada pulmo dan tulang. Pemeriksaan CT scan regio colli dengan menggunakan

kontras (6 Maret 2012) didapatkan massa nasofaring kanan-kiri yang meluas ke parafaring

kanan-kiri, pharyngeal mucosal space, parapharyngeal space, dan carotid space kanan serta

retrofaring. Terdapat multipel limfadenopati pada level III regio colli kanan (T3N1Mx).

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu eksternal radiasi dengan lapangan radiasi lateral dan

supraklavikula, jarak 80 cm dari sumber, dosis terapi 6600 cGy, dosis per fraksi 200 cGy, akan

diberikan sebanyak 5 kali. Eksternal radiasi tersebut dilakukan dengan batas atas sella tursika,

batas bawah corpus vertebra cervical 3, dan batas anterior palatum durum. Pada lapangan radiasi

supraklavikula diberikan dosis terapi 5000 cGy. Setelah dosis terapi mencapai 5400 cGy

dilakukan CT scan ulang, dengan hasil masih didapatkan massa nasofaring kanan-kiri dengan

kesan relative berkurang, dengan limfadenopati yang juga tampak berkurang. Kemudian

dilakukan pemantauan pada hilangnya gejala dan munculnya tanda-tanda perbaikan, efek

samping radiasi dan perbaikan keadaan umum, pemantauan penyebaran dan perkembangan

tumor, dan laboratorium darah terutama hemoglobin, leukosit, dan trombosit.

25

Page 26: Radioterapi - KNF

Pasien saat ini datang untuk melakukan pemeriksaan CT Scan untuk evaluasi setelah

pengobatan kemoterapi dengan diagnosis KNF WHO 3 TxN1Mo. Sampai saat ini pasien sudah

menjalani kemoterapi sebanyak 8 kali dan radioterapi (ER) sebanyak 27 kali. Keluhan saat ini

benjolan leher (mengecil), nyeri kepala, mulut kering, nyeri telan, gangguan pengecapan, mual,

diare, dan rambut rontok. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran limfonodi leher di

regio colli dextra level III, dengan diameter 0,5 cm, tidak nyeri tekan, berbatas tegas, terfiksir,

perabaan tidak hangat,dan warna sama dengan kulit sekitar. Pemeriksaan laboratorium (7

September 2012) didapatkan kesan anemia normositik normokromik dan trombositopenia.

26

Page 27: Radioterapi - KNF

BAB V

KESIMPULAN

Dari kasus ini didapatkan diagnosis karsinoma nasofaring pada seorang laki-laki 29 tahun

dengan tipe undifferentiated squamous cell carcinoma (WHO 3) T3N1Mx. Diagnosis ini

ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan endoskopi dan biopsi yang

dilanjutkan pemeriksaan patologi anatomi, pemeriksaan radiologi CT Scan. Pasien ini telah

menjalani 8 kali kemoterapi dengan regimen Paclitaxel-Cisplatin dan penyinaran 27 kali dengan

dosis 6600 cGy, fraksinasi 200 cGy, 5x/minggu, dengan diagnosis saat ini KNF WHO 3

TxN1Mo.

27

Page 28: Radioterapi - KNF

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer Arif, Dkk, Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2001

2. Harry A. Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring.

Referat. Medan : FK USU. 2002

3. Pauolinp AC. Nasopharyngeal carcinoma. Medscape reference [articles] [updated 2010

July 12]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/988165-overview

4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashruddin J, Restuti RD,editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.ed 6.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.2007

5. Rasad S, Ekayuda I,edior. Radiologi diagnostic.ed 2.Jakarta:Divisi Radiodiagnostik,

Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr Cipto

Mangunkusumo.2005

6. Lin HL. Malignant nasopharyngeal tumors. Medscape reference [articles] [updated 2009

Oct 16]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/848163-overview

7. Brennan B. Review nasopharyngeal carcinoma. Orphanet J Rare Dis. [internet]. 2006; 1:

23. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1559589/

8. Stevenson MM. Nasopharyngeal cancer staging. Medscape reference [articles] [updated

2011 Aug 25]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/2048007-overview

9. Lo SS. Imaging in nasopharyngeal squamous cell carcinoma. Medscape reference [articles]

[updated 2011 Jul 28]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/384425-

overview.

10. Stevenson MM. Nasopharyngeal cancer treatment protocols. Medscape reference [articles]

[updated 2011 Aug 25]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/2047748-

overview.

28