PRESKAS KNF

download PRESKAS KNF

of 31

description

PRESKAS KNF

Transcript of PRESKAS KNF

1

4

BAB IPENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan leher yang banyak ditemukan di indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase rendah.1Insiden penyakit ini tertinggi didapatkan di Negara Cina bagian selatan terutama di propinsi Guangdong, imigran dari Alaska, dan penduduk asli Greenland. Insiden yang lebih rendah dibandingkan tempat tersebut adalah orang eskimo dan daerah Mediterania ( Afrika Utara, Italia bagian tenggara, Yunani, dan Turki). Meningkatnya kasus karsinioma nasofaring terjadi pada usia 50-60 tahun, dapat juga terjadi pada anak-anak dan usia remaja.2Karsinoma nasofaring di Indonesia menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas di seluruh tubuh, sedangkan di bagian penyakit telinga, hidung dan tenggorok, kanker nasofaring menempati urutan pertama. Data kanker pada Depkes (2007), KNF termasuk 10 jenis kanker terbanyak di Indonesia pada tahun 2004-2006 dan terus mengalami peningkatan jumlah penderita selama periode tersebut, dimana pada tahun 2004 dijumpai 1.039 penderita dari 25.055 seluruh penderita keganasan (proporsi 4,15%) dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 1.633 penderita dari 31.155 seluruh penderita (proporsi 5,24%). Pada tahun 2010 dilaporkan bahwa insidensi KNF di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 6 per 100.000 penduduk setiap tahunnya dengan rata-rata 12.000 kasus baru per tahun.3,4Faktor resiko yang mungkin untuk terjadinya karsinoma nasofaring adalah termasuk konsumsi rokok, alkohol, makan ikan asin, dan predisposisi genetik, namun diduga kuat disebabkan oleh adanya infeksi virus Epstein-Barr. Gejala yang mungkin timbul pada pasien dengan karsinoma nasofaring biasanya berupa mimisan, obstruksi pada hidung, dan adanya discharge pada hidung. Hal tersebut berhubungan dengan massa tumor di nasofaring. Gejala lain yang mungkin timbul seperti tuli dan tinitus akibat dari terganggunya fungsi tuba eustachius.5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga hidung. Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basis sphenoid, basis occiput dan ruas pertama tulang belakang. Batas superior nasofaring adalah dasar sinus sphenoid dan clivus, anterior dibatasi choanae, inferior dibatasi orofaring, posterior dibatas muskulature prevertebral dan sebelah lateralnya oleh spasium parapharyngeal.6Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustacius dimana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Ke arah posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia muda dinding postero-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan karena adanya jaringan adenoid. Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere).6Secara anatomis, nasofaring berhubungan dengan cavum nasi dan berperan sebagai saluran udara saat pernapasan, karena strukturnya yang dibangun dari tulang, nasofaring bersifat paten dalam keadaan normal. Mukosa nasofaring terdiri dari beberapa baris epitel bersilia dan berbeda dari orofaring dan hipofaring yang tersusun dari epitel skuamosa non keratinisasi bertingkat.7 Neoplasma ini dapat berasal dari semua bagian nasofaring. Biasanya KNF dimulai dari fossa Rosenmuller.Fossa Rosenmuller atau resessus pharyngeus lateral terletak superior dan posterior dari torus tubarius. Tuba eustachius masuk ke nasofaring melalui sinus Morgagni, sebuah defek pada fascia pharyngobasilar yang merupakan perluasan kranial dari muskulus konstriktor superior. Spasium parapharyngeal memisahkan spasium viseral nasofaringeal dari spasium mastikasi. KNF biasanya meluas menyeberangi Spasium parapharyngeal sehingga dapat menginfiltrasi otot mastikasi dan menyebar perineural ke nervus mandibular dan kavum intrakranial. Selain itu dalam spasium parapharyngeal retrostyloid juga terdapat spasium karotid yang juga dapat diinvasi KNF.7Faring menerima aliran darah dari sistem arteri karotis eksterna terutama arteri pharyngeal ascendens. Vena dari faring akan mengalir ke vena jugularis interna. Persarafan dari otot dan mukosa faring didapatkan dari pleksus pharyngeal yang menerima serat dari nervus glossopharyngeal dan nervus vagus. Plexus itu sendiri terletak diluar dari otot konstriktor pharyngeus medius.8Adapun sistem limfatik dari nasofaring akan berjalan ke anteroposterior ke arah basis cranii dimana terletak nervus craniales IX dan XII. Jalur sistem limfatik lainnya melalui aliran dalam ke nodus limfatikus cervikalis profunda dan jugulodigastricus. Ekspansi tumor ke intracranial juga bisa terjadi, foramen laserum dan ovale merupakan jalur yang potensial untuk penyebaran tumor ke intrakranial. Foramen laserum terletak superolateral dari fossa Rosenmller dan terletak pada perlekatan fascia pharyngobasilar pada basis cranii. Kartilago mengisi bagian inferior foramen laserum dan foramen ovale terletak di lateral dari perlekatan fascia pharyngobasilar terhadap basis cranii.7

2.2 DefinisiKarsinoma nasofaring ialah tumor ganas yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan dan garis nasofaring. Sel ini biasanya berkembang di sekitar ostium dari tuba eutachius di dinding lateral nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher terbanyak yang ditemukan di Indonesia namun sulit untuk dilakukan diagnosis dini dikarenakan letaknya yang tersembunyi serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher.1,2,9

2.3 EpidemologiInsiden KNF relatif rendah di seluruh dunia, insidennya kurang dari 1:100 000 orang. Tetapi di Selatan Negara China, insidennya mencapai 10-15:100 000 pada laki-laki dan 5-10:100000 pada perempuan. Di daerah Guandong dan Guangxi insiden KNF mencapai 50:100 000 orang.10 Insidensi KNF pada turunan Cina di Los Angeles 6,5 per 100.000 penduduk laki-laki dan 3,7 kasus per 100.000 penduduk wanita. Di Singapura dijumpai insidensinya 18,1 kasus per 100.000 penduduk laki-laki, sedangkan pada wanita dijumpai 7,4 kasus per 100.000. Insiden KNF di Malaysia Juli 2007 sampai Februari 2008 antara laki-laki dengan wanita berbanding 3 ; 1.11.12Di Indonesia, 60% tumor ganas kepala leher adalah KNF dan menduduki urutan kelima dari seluruh keganasan setelah tumor ganas mulut rahim, payudara, kelenjar getah bening, dan kulit. Di Amerika dan Eropa, prevalensi KNF sangat sedikit yaitu 0,5 per 100.000 penduduk per tahun dan hanya 12% dari seluruh tumor ganas kepala dan leher. Sebaliknya China Selatan dan Hongkong memiliki prevalensi KNF yang tinggi yaitu 50 per 100.000 penduduk per tahun.13

2.4 EtiologiPenyebab karsinoma nasoaring (KNF) hingga saat ini belum diketahui dengan jelas, namun faktor yang berperan secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu genetik, lingkungan dan virus Ebstein Barr.131. Genetik Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel somatik. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa Human Leucocyte antigen (HLA) berperan penting dalam kejadian KNF. Teori tersebut didukung dengan adanya studi epidemiologik mengenai angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker nasofaring banyak ditemukan pada masyarakat keturunan Tionghoa. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen.14

2. Infeksi virus Epstein BarrVirus ini pertama kali ditemukan oleh Epstein dan Barr pada tahun 1960 dalam biakan sel limfoblas dari pasien limfoma Burkitt. Virus ini merupakan virus DNA yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes (Herpesviridae) yang saat ini telah diyakini sebagai agen penyebab beberapa penyakit yaitu, mononukleosis infeksiosa, penyakit Hodgkin, limfoma-Burkitt dan KNF. Virus ini seringkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya tetapi juga dapat dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi penyakit.Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan.14,15Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR ( Polimeric Immunogloblin Receptor ). Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus epstein- barr yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu EBERs EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujung karboksi (C). Protein transmembran LMP1 menjadi perantara untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal.143. LingkunganIkan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi terjadinya kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden kanker nasofaring yang tinggi pada nelayan tradisionil di Hongkong yang mengkonsumsi ikan kanton yang diasinkan dalam jumlah yang besar dan kurang mengkonsumsi vitamin, sayur, dan buah segar. Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya kanker nasofaring adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap dupa, serbuk kayu industri, dan obat-obatan tradisional, tetapi hubungan yang jelas antara zat-zat tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat dijelaskan.10

2.5 Manisfestasi klinisSimtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomi nasofaring terhadap hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak.1,10 Gejala Hidung :Epistaksis: rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya: pilek lama yang tidak kunjung sembuh; epistaksis berulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan lendir hidung sehinga berwarna merah jambu; lendir hidung seperti nanah, encer/kental, berbau; gangguan penciuman. Gejala telingaKataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula di fossa Rosenmller, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba (berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran).Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran Gejala lanjutLimfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.

Gejala mata dan sarafGangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini dikarenakan posisi anatomi nasofaring yang berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang/foramen. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh gejala subyektif dari penderita seperti : kepala sakit atau pusing, hipestesia daerah pipi dan hidung, kadang sulit menelan atau disfagia. Perluasan kanker primer ke dalam kavum kranii akan menyebabkan kelumpuhan N. II, III, IV, V dan VI akibat kompresi maupun infiltrasi atau perluasan tumor menembus jaringan sekitar atau juga secara hematogen. Gejala saraf kranialis meliputi :1,10a) Kerusakan N.I bisa terjadi karena karsinoma nasofaring sudah mendesak N.I melalui foramen olfaktorius pada lamina kribrosa. Penderita akan mengeluh anosmia.b) Sindroma Petrosfenoidal. Pada sindroma ini nervi kranialis yang terlibat secara berturut-turut adalah N.IV, III, VI dan yang paling akhir mengenai N.II. Paresis N.II, apabila perluasan kanker mengenai kiasma optikum maka N.optikus akan lesi sehingga penderita memberikan keluhan penurunan tajam penglihatan. Paresis N.III menimbulkan kelumpuhan mata m.levator palpebra dan m.tarsalis superior sehingga menyebabkan oftalmoplegia serta ptosis bulbi (kelopak mata atas menurun), fissura palpebra menyempit dan kesulitan membuka mata. Paresis N.III, IV dan VI akan menimbulkan keluhan diplopia.c) Parese N.V yang merupakan saraf motorik dan sensorik, akan menimbulkan keluhan parestesi sampai hipestesi pada separuh wajah atau timbul neuralgia pada separuh wajah .d) Sindroma parafaring. Proses pertumbuhan dan perluasan lanjut karsinoma, akan mengenai saraf otak N.kranialis IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dengan prognosis buruk. Parese N.IX menimbulkan gejala klinis : hilangnya refleks muntah, disfagia ringan, deviasi uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi pada laring, tonsil, bagian atas tenggorok dan belakang lidah, salivasi meningkat akibat terkenanya pleksus timpani pada lesi telinga tengah, takikardi pada sebagian lesi N.IX mungkin akibat gangguan refleks karotikus. Paresis N.X akan memberikan gejala :gejala motorik (afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, disfagia, spasme otot esofagus), gejala sensorik (nyeri daerah faring dan laring, dispnea, hipersalivasi).Parese N.XI akan menimbulkan kesukaran mengangkat dan memutar kepala dan dagu.Parese N.XII akibat infiltrasi tumor melalui kanalis n.hipoglossus atau dapat pula karena parese otot-otot yang dipersarafi yaitu m.stiloglossus, m.longitudinalis superior dan inferior, m.genioglossus (otot-otot lidah). Gejala yang timbul berupa lidah yang deviasi ke sisi yang lumpuh saat dijulurkan, suara pelo dan disfagia.

2.6 PatogenesisEpstein-Barr virus diduga kuat sebagai penyebab terjadinya karsinoma pada nasofaring. Infeksi primer Epstein Barr virus terjadi pada anak usia dini, biasanya tanpa gejala, dan akan tetap ada seumur hidup, tetapi saat paparan tertunda hingga dewasa infeksi mononukleosis mudah teraktivasi selama masa dewasa awal. Epstein Barr virus memiliki tropisme yang kuat dalam limfosit manuasia dan dapat berada di saluran napas atas, dimana virus tersebut dan berkembang.2Titer antibodi IgA meningkat pada kapsid antigen Epstein Barr virus yang biasanya ditemukan pada karsinoma nasofaring. Kenaikan titer IgA terhadap antigen berkorelasi dengan massa tumor, remisi, dan kekambuhan. Oleh karena itu, metode pengukuran spesifik antibodi IgA berguna dalam skrining untuk deteksi dini karsinoma nasofaring. Epstein Barr virus menginfeksi limfosit B saat limfosit B dalam keadaan istirahat untuk membentuk infeksi yang laten. Studi in vitro menunjukkan bahwa infeksi EBV berpotensi mengaktifkan sel B dengan mengikat reseptor komplemen tipe 2 (CR2 atau CD21), yang diduga sebagai reseptor EBV. Strain B95-8 dapat ditemukan pada lapisan sel EBV yang positif dan CA 46. Strain ini telah digunakan pula sebagai patokan untuk memeriksa EBV yabg positif pada pasien karsinoma nasofaring. 2Terdapat empat model yang diduga dapat menjelaskan perpindahan dari EBV dengan infeksi laten pada limfosit B melalui darah ke epitel orofaring. 21. Metode pertama menjelaskan bahwa limfosit B membawa infeksi EBV bermigrasi dari darah ke epitel, dimana EBV tersebut aktif dan menginfeksi sel-sel epitel yang berdekatan. 2. Metode kedua menjelaskan bahwa virion EBV diproduksi oleh limfosit B dalam submukosa pada mulut yang mengikat submukosa EBV spesifik IgA dan menginvasi sel epitel basal rongga mulut oleh endositosis melalui reseptor Ig polimer.3. Metode ketiga mengatakan bahwa virion EBV diproduksi oleh limfosit B dalam jaringan limfoid rongga mulut untuk dapat menginfeksi bagian tengah dan lapisan atas sel-sel epitel pada rongga mulut akibat dari cedera traumatis pada epitel rongga mulut.4. Metode ke empat menjelaskan bahwa darah yang terinfeksi EBV laten dan bahwa sel-sel epitel rongga mulut yang terinfeksi EBV dapat mengaktifkan dan mereplikasi EBV. Namun, proses masuknya EBV ke keratinosit dan sel karsinoma nasofaring lebih kompleks.Karsinoma Nasofaring merupakan keganasan berupa tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya karsinoma nasofaring adalah pada fosa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya.(6,16,17, 18)Penyebaran KNF dapat berupa : (6, 16, 17, 18)1. Penyebaran ke atasTumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fosa medialis, disebut penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus, fosa kranii media dan fosa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (N.I N. VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia trigeminal (parese N. II-N.VI).2. Penyebaran ke belakangTumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia faringobasilaris yaitu sepanjang fosa posterior (termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen ovale dll), di mana di dalamnya terdapat N. IX XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu N. VII N. XII beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada N. IX N. XII disebut Sindrom Retroparotidean/Sindrom Jugular Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat tumor karena letaknya yang tinggi dalam sistem anatomi tubuh.3. Penyebaran ke kelenjar getah beningPenyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama sulitnya menghentikan proses metastasis suatu karsinoma. Pada karsinoma nasofaring, penyebaran ke kelenjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma kelenjar getah bening pada lapisan submukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah bening diawali pada nodus limfatik yang terletak di lateral retrofaring yaitu Nodus Rouvierre. Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karenanya sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.4. Metastasis jauhSel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang, hati dari paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.Pertumbuhan KNF dapat bersifat eksofitik dimana massa dapat memenuhi seluruh area post nasal dan ditandai dengan ulserasi dan pendarahan kontak. Namun pada 10% pasien dengan KNF lesi dapat bersifat submukosa sehingga pada pemeriksaan nasofaring, mukosa dapat terlihat normal dan hanya tampak permukaan yang iregular. Pertumbuhan ini disebut sebagai endofitik. Selain itu pertumbuhan endofitik juga biasanya hanya ditandai dengan perubahan warna mukosa menjadi kemerahan. Pada suatu kajian, pertumbuhan endofitik cenderung lebih agresif dibandingkan eksofitik.2.7 Stadium Terdapat beberapa cara untuk menentukan stadium kanker nasofaring. Di Amerika dan Eropa lebih disukai penentuan stadium sesuai dengan kriteria yang ditetapkan AJCC / UICC (American Joint Committe on Cancer / International Union Against Cancer). Tipe histopatologi karsinoma nasofaring adalah jenis dari suatu tumor ganas yang sediaannya diambil dari jaringan nasofaring dan dilihat dibawah mikroskop oleh ahli patologi anatomi yang hasil pemeriksaannya dikelompokkan berdasarkan kriteria WHO:Tipe 1 : Keratinizing Squamous cell carcinoma, biasanya ditemukan pada populasi orang dewasa yang lebih tua.Tipe 2: Non keratinizing squamous cell carcinomaTipe 3 : Undifferentiated carcinomaSebagian besar kasus pada anak-anak dan remaja adalah tipe tiga, dengan beberapa kasus dapat terjadi pula tipe dua. Tipe dua dan tiga terkait dengan peningkatan Epstein-Barr virus, tetapi tidak dengan tipe satu. Tipe dua dan tiga disertai dengan peradangan yang ditandai dengan meningkatnya sel limfosit, sel plasma, dan eosinofil sehingga menimbulkan lymphoepithelioma.9

Tumor primer (T) karsinoma nasofaring adalah besar dan perluasan tumor primer sesuai kriteria AJCC tahun 2010 yang diukur oleh ahli Radiologi dengan memakai CT-Scan. T1: Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan/kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring.T2: Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.T3:Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan/atau sinus paranasalT4:Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya syaraf kranial, hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa infratemporal/ruang mastikator.

Ukuran kelenjar getah bening leher (N) adalah ukuran kelenjar getah bening leher sesuai kriteria AJCC tahun 2010 yang diukur oleh ahli Radiologi dengan memakai CT-Scan.N0:Tidak ada metastase ke KGB regionalN1:Metastase kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular, dan/atau unilateral atau bilateral kelenjar getah bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang.N2:Metastase kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular.N3:Metastase pada kelenjar getah bening diatas 6 cm dan/atau pada fossa supraklavicular.

Metastase pada KNF sesuai kriteria AJCC tahun 2010 adalah sebagai berikut:M0 - Tidak ada metastesis jauh.M1 Terdapat Metastesis jauh.Untuk stadium sesuai kriteria AJCC tahun 2010 adalah sebagai berikut:19

2.8 DiagnosisDiagnosis KNF dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan juga pemeriksaan penunjang. Adapun kriteria Digby, dimana menggunakan skoring untuk setiap gejala mempunyai nilai diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat menentukan KNF.GejalaNilai

Massa terlihat pada nasofaring25

Gejala khas di hidung15

Gejala khas pendengaran15

Sakit kepala unilateral dan bilateral5

Gangguan neurologik syaraf otak5

Eksopthalmus5

Limfadenopati Leher25

Table 1. Digby skoringJika jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapatdipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring,namun biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosishistopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis.

2.9. Pemeriksaan Penunjang1) Pemeriksaan NasofaringPemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi posterior dengan menggunakan kaca nasofaring dan nasofari menggunakan teleskop rigid atau fleksibel.12) Pemeriksaan RadiologiDigunakan untuk melihat massa tumor nasofaring dan melihat massa tumor yang menginvasi pada jaringan sekitarnya dengan menggunakan : Computed Tomografi (CT), dapat memperlihatkan penyebaran ke jaringan ikat lunak pada nasofaring dan penyebaran ke ruang paranasofaring. Sensitif mendeteksi erosi tulang, terutama pada dasar tengkorak. Magnetic Resonance Imaging (MRI), menunjukkan kemampuan imaging yang multiplanar dan lebih baik dibandingkan CT dalam membedakan tumor dari peradangan. MRI juga lebih sensitif dalam mengevaluasi metastase padaretrofaringeal dan kelenjar limfe yang dalam. MRI dapat mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang, dimana CT tidak dapat mendeteksinya.20,213) Pemeriksaan ImmunohistokimiaMelalui pemeriksaan imunohistokimia dapat mendeteksi mRNA EBV pada jaringan tumor. EBV dapat dijumpai pada undifferentiated carcinoma dan non keratinizing squamous cell carcinoma.1,104) Pemeriksaan PathologiPemeriksaan pathologi dapat dilakukan dengan biopsi aspirasi jarum halus dan biopsi jaringan. Biopsi aspirasi jarum halus pada kelenjar getah bening servikalis.Sejumlah kasus karsinoma nasofaring diketahui berdasarkan pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi kelenjar getah bening servikal.9 Biopsi Jaringan dengan Nasofaringoskopi melalui Endoskopi.

2.10 Penatalaksanaana) RadioterapiRadioterapi merupakan terapi pilihan utama karena karsinoma nasofaring adalah tumor yang radiosensitive. terutama pada tumor yang belum invasi ke intrakranial. Tetapi jika sudah metastase jauh maka radiasi merupakan pengobatan yang bersifat paliatif. Dosis untuk radioterapi radikal adalah 6000-7000 rad dengan aplikasi radium dalam 7 hari atau 5000-6000 rad dengan sinar X dalam waktu 5-6 minggu. Untuk terapi paliatif diberikan pada nasofaring dan kelenjar limfe servikal kanan dan kiri. Dosisnya adalah dua pertiga dari dosis radikal. Evaluasi pasca radiasi diadakan setiap bulan pada tahun pertama, kemudian setiap 3 bulan pada tahun kedua, dan setiap 6 bulan selama 5 tahun.20,21b) KhemoterapiKemoterapi merupakan terapi adjuvan yang hingga saat ini masih tetap digunakan. Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Cisplatin menghambat sintesis DNA dan proliferasi sel dengan jalan membuat rantai silang pada DNA dan menyebabkan denaturasi helik ganda. 5FU akan menghambat sintesis timidilat dan juga mempengaruhi fungsi dan sintesi RNA, berpengaruh terhadap DNA, dan berguna pada pengobatan paliatif pada pasien dengan penyakit yang progresif.10Harus diperhatikan efek samping dengan cara melakukan kontrol yang baik terhadap fungsi hemopoitik, fungsi ginjal dan sebagainya.Karena tingginya insiden kerusakan jaringan regional akibat radioterapi dan juga karena tingginya metastase jauh dari kanker nasofaring, maka kombinasi modalitas therapy radiasi dan kemotherapi adalah konsep yang cukup menarik. Kombinasi ini dapat saling melengkapi atau bahkan sinergis. Ada beberapa cara untuk kombinasi ini, dimana dapat diberikan secara neoadjuvan (kemoterapi yang diikuti dengan radiotherapi) atau sebagai adjuvant therapi (radiotherapi yang diikuti dengan kemoterapi). Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.10

c) PembedahanTindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar/tidak menghilang pasca radiasi (residu) atau adanya kekambuhan kembali setelah penyinaran, tetapi dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih, atau sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa atau kambuh diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.10

2.11 PrognosisPengobatan radiasi, terutama pada kasus dini, pada umumnya akan memberikan hasil pengobatan yang memuaskan. Namun radiasi pada kasus lanjutpun dapat memberikan hasil pengobatan paliatif yang cukup baik sehingga diperoleh kualitas hidup pasien yang baik pula. Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti : Stadium yang lebih lanjut. Usia lebih dari 40 tahun Laki-laki dari pada perempuan Ras Cina dari pada ras kulit putih Adanya pembesaran kelenjar leher Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak Adanya metastasis jauhBerdasarkan AJCC Cancer Staging Manual 2010 berikut adalah survival rates yang didapatkan dari penelitian pada pasien yang didiagnosa pada tahun 1998 dan 1999.22

Stage Relative 5-year survival rates

I72 %

II64 %

III62 %

IV38 %

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1 Identitas PasienNama: Tn. TUmur: 26 tahunJenis Kelamin: laki laki Alamat: Simeulu Agama: IslamSuku: AcehNomor CM: 1-04-71-43Jaminan: JKNTanggal Masuk: 8 Maret 2015Tanggal Pemeriksaan: 24 April 2015

3.2 Anamnesis3.2.1 KeluhanUtama Nyeri kepala3.2.2 Keluhan TambahanMata merah, penglihatan kabur, mimisan, telinga berdengung, hidung tersumbat, suara menghilang, kebas pada wajah.3.2.3 Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke RSUDZA dengan keluhan sakit kepala sejak 5 tahun yang lalu. Sakit kepala dirasakan pasien di seluruh kepala, kadang-kadang hanya sebelah kepala bagian kiri. Pasien mengalami sakit kepala 2-3 kali per hari. Bila sakit kepala, biasanya pasien meminum obat paramex namun sakit kepala hanya hilang sebentar kemudian muncul kembali. Nyeri kepala kemudian diikuti dengan mata merah sebelah kiri sejak 1 tahun yang lalu. Mata merah lama-kelamaan diikuti dengan mata kabur 1 bulan yang lalu dan diikuti dengan wajah terasa panas dan kebas pada wajah sebelah kiri. Pasien juga mengeluhkan telinga berdengung dan hidung tersumbat 2 bulan yang lalu.Pasien juga pernah mengeluh mimisan 1 kali dengan jumlah gelas, sakit tenggorokan (-), batuk berdarah (-), sesak nafas (-).

3.2.4 Riwayat Penyakit DahuluPasien telah mengalami keluhan sakit kepala sejak 5 tahun yang lalu.. 3.2.5 Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.3.2.6 Riwayat PengobatanSelama ini bila sakit kepala pasien hanya mengkonsumsi obat paramex.3.2.7 Riwayat Kebiasaan sosialPasien seorang buruh bangunan, merokok sejak SD kelas 3 dalam satu hari >2 bungkus. Pasien juga suka minum kopi.

3.3 PEMERIKSAAN FISIKKesadaran: Compos mentis Tekanan darah: 110/70 mmHgNadi: 80 x/menitSuhu: 36, 6oCPernafasan: 20 x/menitKulit Keadaan kulit: normal Warna: sawo matang Turgor: kembali cepat Parut/skar: tidak dijumpai Sianosis: tidak dijumpai Ikterus: tidak dijumpai Pucat: dijumpaiKepala Bentuk: Kesan Normocephali Rambut: Tersebar rata, Sukar dicabut, Berwarna hitam. Mata: OD : udem palpebrae (-), konjungtiva pucat (-), konjungtiva hiperemis (-), Sklera ikterik (-),sekret (-), refleks cahaya (+) , Pupilbulat isokor 3 mm OS : udem palpebra (-), konjungtiva pucat (-), konjungtiva hiperemis (+), skelera ikterik (-), sekret (-), ptosis (+), refleks cahaya (+), pupil bulat isokor 3mm, visus 1/~ Telinga: AD : normotia, CAE lapang, serumen (-), membran timpani intak, refleks cahaya (+)AS : normotia, CAE lapang, serumen (-), membran timpani intak, refleks cahaya (+). Hidung : nafas cuping hidung (-), massa (-/-), sekret (-/-), deviasi septum (-/-), konka hiperemis (-/-)Mulut Bibir: Pucat (-), Sianosis (-) Gigi Geligi: Karies (-), gigi tanggal (-) Lidah: Beslag (-), Tremor (-) Mukosa: Basah (+) Tenggorokan: Tonsil dalam batas normal Faring: Hiperemis (-)Leher Inspeksi : simetris Palpasi : pembesaran KGB (+) pada mandibula sebelah kiri ukuran 2x3 cm, terfiksir, permukaan rata, jumlah satu, warna sama dengan warna kulit sekitar, nyeri tekan (+). Peningkatan TVJ : R + 2 cmH2OThoraxThorax depan dan belakang1. InspeksiBentuk dan Gerak: Normochest, pergerakan simetrisTipe Pernafasan: Abdominal ThoracalRetraksi: (-)2. Palpasi Pergerakan dada simetris Nyeri tekan (-/-) Suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri3. Perkusi Sonor (+/+)4. AuskultasiVesikuler (+/+), ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)JantungInspeksi: Ictus Cordis terlihat pada ICS V Linea Axilaris Anterior sinistraPalpasi: Ictus Cordis teraba di ICS V Linea Axilaris Anterior SinistraPerkusi: Batas jantung atas: di ICS IIIBatas jantung kanan: di Linea Parasternalis DekstraBatas jantung kiri: di ICS V linea axilaris anterior sinistra.Auskultasi: BJ I > BJ II di katup mitral, regular, bising (-), gallop sulit dinilaiAbdomenInspeksi: Distensi (-)Palpasi: Soepel (+), Nyeri tekan (-) Undulasi (-)Perkusi: Timpani (+), Shifting dullness (-) undulasi (-)Auskultasi: Peristaltik usus kesan normalGenetalia : tidak dilakukan pemeriksaanEkstremitas Sup: Pucat (+/+), Sianosis (-/-), Edema (-/-) Inf : Pucat (+/+), Sianosis (-/-), Edema (-/-)Skoring DigbyGejalaNilaiSkor

Massa terlihat pada nasofaring25 25

Gejala khas di hidung 1515

Gejala khas pendengaran1515

Sakit kepala unilateral dan bilateral55

Gangguan neurologik syaraf otak55

Eksopthalmus5-

Limfadenopati Leher2525

Total90

3.4Diagnosis Banding1. Karsinoma Nasofaring2. Non Hodgkin Lymphoma3. Rhabdomyosarcoma

3.5 PemeriksaanPenunjang Lab Darah Rutin (20/04/2015)Hb: 13,5 gr/dlHt: 39 %Eritrosit: 4,5 x 106/mm3Leukosit: 12,9 x 103/mm3Trombosit: 391.000U/LHitung jenis: 9/1/69/16/5 Lab Darah Rutin (24/04/2015)Hemoglobin : 15,0 gr/dLHematokrit : 44 %Eritrosit : 5,1 x 106/ mm3Leukosit : 12,9 x 103/ mm3Trombosit : 412 x 103/ mm3Hitung jenis : 2/1/81/14/3

Hasil foto thorax

Trakea : normal Cor dan pulmo : tampak normalKesimpulan : foto thorax normal

Hasil CT-Scan kontras/non kontras

Tampak massa didaerah nasopharyng kanan dan kiri meluas ke kavum nasalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis kanan kiri, sampai ke os pnenoidalis dengan destruksi os sphenoid. Tampak infiltrasi ke intrakranial Tampak destruksi basis kranii Kesimpulan : massa di nasopharynx yang meluas ke kavum nasalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis kanan dan kiri serta ke intrakranial dengan disertai destruksi os sphenoid. Hasil Patologi anatomi:Berdasarkan dari hasil biopsi didapatkan bahwa tampak sel-sel squamous bentuk pleomorfik, inti hiperkromatik, dan N/C ratio bertambah diantara jaringan ikat kolagen serta infiltrasi jaringan ikat radang limfosit.Kesimpulan : suatu Squamousa sel Carsinoma3.6Diagnosa Kerja- Karsinoma Nasofaring T4N1M0 Stage IVA- Ulkus kornea ocular sinistra

3.7Terapi3.7.1 Terapi Nonmedikamentosa Bedrest Diet MB

3.7.2 Terapi Medikamentosa IVFD Clinimix/RL 20 gtt/i Ciprofloxacin 2x500 mg Ranitidin 2x1 tab Nystatin drop 4x1 cc/hari Duragesic patch 12,5 mg/3 hari (K/P)

3.8Planning Rencana persiapan Kemoterapi Konsul bagian Hematologi Konsul bagian Kardiologi Konsul bagian Mata

3.9PrognosisStage Relative 5-year survival rates

I72 %

II64 %

III62 %

IV38 %

3.10 EdukasiEdukasi kepada pasien mengenai kemungkinan penyakit yang dialaminya, yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien menderita penyakit tumor ganas pada daerah belakang hidung atau karsinoma nasofaring. Tumor ganas ini akan terus berkembang sehingga dapat menyumbat saluran yang menghubungkan rongga hidung dan telinga, menutup jalan nafas, dan mengganggu beberapa saraf ( ke dalam otak) serta memimilki anak sebar ke tulang, hati, paru dan ginajal. Hal ini akan memberikan keluhan seperti yang pasien rasakan saat ini sehingga harus diatasi sesegera mungkin.Penanganan yang sesuai untuk penyakit pasien adalah kemoterapi dan radioterapi. Hal ini bertujuan untuk membunuh dan mencegah perkembangan sel-sel tumor lebih lanjut. Memberitahukan kepada pasien bahwa pasien akan dirujuk kepada spesialis THT-KL, untuk menjalani berbagai pemeriksaan penunjang guna menegakkan diagnosis pasti pada pasien dan mendapat terapi yang sesuai dengan diagnosis.

BAB IVANALISA KASUS

.Pasien merupakan seorang laki-laki berumur 26 tahun, ras asia, Sesuai teori karsinoma nasofaring (KNF) sering ditemukan pada orang dewasa, laki - laki memiliki kemungkinan yang lebih besar dibandingkan wanita untuk mengidap suatu keganasan nasofaring berdasarkan data epidemiologi. Di Serawak prevalensi KNF adalah 13,5/100,000 pada lakilaki dan 6,2/100,000 penduduk pada wanita. Sebagian besar penderita KNF berumur di atas 20 tahun, dengan umur paling banyak antara 50 70 tahun. Penelitian di Taipei, menjumpai rerata umur penderita lebih muda yaitu 25 tahun. Dua puluh lima Insiden KNF meningkat setelah umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan insiden setelah umur 60 tahun. 23Dari anamnesis keluhan nyeri kepala dirasakan oleh pasien sejak 5 tahun yang lalu. Sakit kepala dirasakan pasien di seluruh kepala, kadang-kadang hanya sebelah kepala bagian kiri. . Nyeri kepala yang dirasakan pasien merupakan gejala lanjut yaitu gejala pertumbuhan atau penyebaran tumor ke kranial, terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis, dapat berupa sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara hematogen.Keluhan ini timbul dikarenakan adanya peningkatan intrakranial yang disebabkan ekspansi dari tumor yang sudah mendestruksi basis kranii. 24 Pasien juga mengeluh adanya telinga berdengung Sesuai teori pasien ini mengalami gejala dini dari karsinoma nasofaring, yaitu gejala-gejala yang dapat timbul di waktu tumor masih tumbuh dalam batas-batas nasofaring, dapat berupa gejala pada telinga seperti tinnitus, terjadi akibat penekanan muara tuba eustachii oleh tumor, sehingga terjadi tuba oklusi, menyebabkan penurunan tekanan dalam kavum timpani, penurunan pendengaran (tuli), rasa tidak nyaman di telinga sampai otalgia.1,10 Hidung tersumbat juga dikeluhkan pasien. Hal ini terjadi karena sumbatan menetap yang disebabkan oleh pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana Menurut teori pada pasien KNF sering didapati gejala hidung berupa pilek lama yang tidak kunjung sembuh; epistaksis berulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan lendir hidung sehinga berwarna merah jambu; lendir hidung seperti nanah, encer/kental, berbau.1,10Selain itu, pasien juga mengeluhkan awalnya mata merah, yang lama kelamaan pandangan menjadi ganda, dan wajah terasa kebas. Hal ini terjadi karena keterlibatan nervus kranialis yang didapatkan pada 22% pasien KNF pada pemeriksaan awal. Neuropati kranial terjadi saat dasar tengkorak diinvasi tumor. KNF cenderung menyebar dan menginfiltrasi jaringan sekitar, penyebaran dapat superior melibatkan dasar tengkorak dan intrakranial, serta nervus kranialis. Insidens invasi ke basis kranii dan otak adalah 12-31%. Invasi dapat juga ke anterior melalui rongga hidung, sinus paranasal, fosa pterigopalatina, dan apeks orbita. Pasien dengan keterlibatan nervus kranialis dapat menunjukkan gejala okular atau orbital. 23Selain itu pasien juga mengatakan timbul benjolan di leher sebelah kiri yang dialami berbarengan dengan keluhan yang lain dan disertai rasa nyeri Menurut teori, melalui pembuluh limfe sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan. Nyeri pada pasien ini diduga disebabkan kelenjar getah bening mengalami peradangan. Peradangan pada kelenjar getah bening dapat terjadi bila kelenjar tersebut mendapat perlakuan seperti pengurutan. Pada pasien, benjolan tidak bisa digerakkan dan melekat pada otot dibawahnya.1,10Dari riwayat kebiasaan sosial, pasien seorang buruh bangunan, merokok sejak SD kelas 3 dalam satu hari >2 bungkus. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa paparan tembakau merupakan faktor mayor terjadinya kanker pada kepala dan leher. Tembakau mengandung karsinogen yang poten yang bisa merusak DNA dan memutasi sel progenitor kanker. 25Salah satu pemeriksaan penunjang yang penting adalah CT Scan nasofaring. Pada karsinoma nasofaring yang tumbuh secara endofitik/submukosa dapat dideteksi dengan CT scan. Pemeriksaan ini dapat mengetahui penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya yang belum terlalu luas. Pada CT scan nasofaring yang dilakukan pada pasien ini didapatkan massa di nasofaring. Dari CT-Scan Kepala dan Leher tampak massa di nasopharynx yang meluas ke kavum nasalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis kanan dan kiri serta ke intrakranial dengan disertai destruksi os sphenoid. Berdasarkan kriteria TNM dari AJCC, kriteria T merupakan T4, ukuran nodul kelenjar getah bening < 6 cm unilateral menunjukkan kriteria N1, dari pemeriksaan foto thorax dan USG abdomen tidak ditemukan proses metastase dan kriteria M0.19Dari pemeriksaan Biopsi pada nasofaring tampak sel-sel squamous bentuk pleomorfik, inti hiperkromatik, dan N/C ratio bertambah diantara jaringan ikat kolagen serta infiltrasi jaringan ikat radang limfosit dengan kesimpulan suatu squamousa sel carcinoma. Pemeriksaan biopsi pada tumor primer untuk menentukan jenis keganasan secara definitif untuk penentuan pemberian regimen kemoterapi.1,10Pada pasien direncanakan dilakukan kemoterapi. Berdasarkan NCCN Guidelines 2012 secara umum berdasarkan stadium untuk regimen kemoterapi dapat dilakukan kemoterapi dan radiasi diikuti dengan kemoterapi ajuvan. Pada stgade II-IVB dapat diberikan cisplatin 100 mg/m2 IV pada hari 1, 22, 43 dengan radiasi. Kemudian cisplatin 80 mg/m2 IV pada hari 1 dan fluorouracil (5-FU) 1000 mg/m2/hari via IV pada hari 1-4 setiap 4 minggu selama 3 siklus. Dosis radiasi selama kemoterapi adalah 70Gy.26 Secara garis besar, keadaan umum dari pasien baik, namun berdasarkan AJCC Cancer Manual Staging 2010 didapatkan bahwa five year's survival rate dari Karsinoma Nasofaring dengan stadium IV hanya sebesar 38 %, karena itu prognosis yang ditegakkan adalah dubia ad malam.22

DAFTAR PUSTAKA1. Soepardi A.E, Iskandar N, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. Hal. 182-183.2. Zeng, Sheng M and Zeng, Xi Y. Pathogenesis and Etiologi of Nasopharyngeal Carcinoma. Laboratory of Oncology in Southern China, Cancer Center of Sun Yat-sen University China. 2008. Hal 10-20.3. Punagi AQ. 2007. Ekspresi Vaskular Endothelial Growth Factor Receptor (VEGFR) dan Latent Membrane Protein (LMP-1) pada Karsinoma Nasofaring. Otorhinolaryngologica Indonesia. Vol. 37. No. 3-4. 44-9.4. Departemen Kesehatan. 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : 605. Pegtel D M, Subramanian A, et all. Epstein-Barr-Virus-Encoded LMP2A Induces Primary Epithelial Cell Migration and Invasion: Possible Role in Nasopharyngeal Carcinoma Metastasis. JOURNAL OF VIROLOGY, . 2005, p. 1543015442.6. Snow JB. Neoplasma of The Nasopharynx. In: Plant RL, editor. Ballenger's Otorhinology Head and Neck Surgery. Shelton: People's Medical Publishing House; 2009.7. Probst R GG, Iro H. Anatomy, Physiology and Immunology of The Pharynx and Esophagus: Thieme; 2006.8. Lalwani A. Benign and Malignant Lesions of The Oral Cavity, Oropharynx and Nasopharynx Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology. Philladelphia: The McGraw-Hill Companies; 2007. p. 1-16.9. Brennan,B. Nasopharyngeal Carcinoma. Orphanet Journal Rare Disease. 2006. Vol 1(23). P. 1750-1172.10. Satyanarayana K. et al. Epidemiological and Etiological Factors Associated with Nasopharyngeal Carcinoma. September 2003: 33(9); 1-911. Sun LM, Epplein M, Li CI, Vaughan TL, Weiss NS 2005. Trends in The Incidence Rates of Nasopharyngeal Carcinoma Among Chinese Americans living in Los Angeles County and the San Francisco Metropolitan Area, 19922002. Am J Epidemiol 162:1174-8.12. Pua KC. 2008. Nasopharyngeal Carcinoma Database. Med J Malaysia 63: 59-62.13. Cottrill CP, Nutting CM. Tumors at The Nasopharynx. In: Principles and Practice of Head and Neck Oncology. London: Martin Dunitz; 2003. p. 193214.14. Susworo R. Kanker Nasofaring Epidemiologi dan Pengobatan Mutakhir. Cermin Dunia Kedokteran. 2004; 144: 16-9. 15. Thompson M P, Kurzrock R. Epstein-Barr virus and Cancer. Clinical Cancer Research. 2004; 10: 803-21. 16. Byron J. B JTJ, Shawn D. N. Nasopharyngeal Cancer. In: Wei WI, editor. Head and Neck Surgery - Otolaryngology. 4th ed. Philladelphia: Lippincott; 2006.17. Dhingra P. Disease of ear, nose, and throat. 4th ed. New Delhi: Elsevier; 2008.18. Saad S WT. Nasopharyngeal Carcinoma: Current Treatment Options and Future Directions. J Nasopharyng Carcinoma. 2014;1(16):e16.19. AJCC Cancer Staging Manual, Pharynx. New York: springer, 2010, pp 41-5620. Roezin A dan Adham M. Karsinoma Nasofaring, pada Telinga Hidung Tenggorok pada Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 200721. Jeyakumar A. et al. Review of Nasopharygeal Carcinoma. March 2006: 85(3); 168-17322. AJCC Cancer Staging Manual, Survival Rates for Nasopharyngeal Cancer By Stage. Accessed on 5th May 2015 in http://www.cancer.org/cancer/nasopharyngealcancer/detailedguide/nasopharyngeal-cancer-survival-rates 23. Asroel H. Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring. Fakultas Kedokteran Bagian THT Universitas Sumatera Utara. 200224. Handayani K, Putra IGN, Nuartha AABN. Kebutaan pada Karsinoma Nasofaring. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Bali, Indonesia. 2014.25. Johnson JT, Rosen CA. Bailey Head and Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott williams and wilkins, 200626. Stevenson MM, Harris JE. Nasopharyngeal Cancer Treatment Protocols. Accessed on 4th May 2015 in http://emedicine.medscape.com/article/2047748-overview

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini. Shalawat teriring salam penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menuntun perjalanan umatnya kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.Laporan Kasus yang berjudul Karsinoma Nasofaring Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalankan kepanitraan Klinik Senior pada Bagian/SMF THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.Terimakasih yang sebesar-besarnya terhadap pembimbing penulis dr.Fadhlia,M.KED(ORL-HNS)Sp.THT-KL yang telah membimbing dan membantu pembuatan Laporan Kasus ini. Penulis menyadari atas kekurangan dan ketidaksempurnaan laporan kasus ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis memohon ampun dan berserah diri. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan di kemudian hari.

Banda Aceh, Mei 2015

Penulis

i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................iKATA PENGANTAR..............................................................................................iDAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6 2.1 Anatomi...72.2 Definisi ..............................................................................82.3 Epeidemiologi.82.4 Etiologi82.5 Manifestasi Klinis..102.6 Patogenesis122.7 Stadium..142.8 Diagnosis162.9 Pemeriksaan Penunjang..172.10 Penatalaksanaan182.11 prognosis...19

BAB III LAPORAN KASUS ...................................................................................203.1 Identitas Pasien................................................................203.2 Anamnesis...................................................................203.2.1 Keluhan Utama..........................................................20 3.2.2 Keluhan Tambahan............................................20 3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang...........................................................20 3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu..............................................................20 3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga...........................................................21 3.2.6 Riwayat Pengobatan..............................................21 3.2.7 Riwayat Kebiasaan Sosial..............................................................21 3.3 Pemeriksaan Fisik...........................................................................21 3.4 Diagnosa Banding...................................................................................23 3.5 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................23 3.6 Diagnosa Kerja....................................................................................26 3.7 Terapi...................................................................................26 3.7.1 Terapi Nonmedikamentosa............................................................26 3.7.2 Terapi Medikamentosa...................................................................26 3.8 Planing....................................................................................26 3.9 Prognosis.....................................................................................27 3.10 Edukasi.....................................................................................27

BAB IV ANALISA KASUS ...................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................31

iii

ABSTRAKKarsinoma Nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang muncul pada daerah nasofaring yang berasal dari sel-sel epitel mukosa nasofaring. Ada tiga faktor yang memungkinkan terjadinya KNF yakni faktor genetik, Epstein Barr Virus dan lingkungan. Pasien dalam kasus ini memiliki beberapa gejala berupa nyeri kepala, benjolan pada leher, telinga berdengung, mimisan, mata merah dan penurunan visus serta parese pada wajah. Dari hasil CT Scan didapatkan massa di nasopharynx yang meluas ke kavum nasalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis kanan dan kiri serta ke intrakranial dengan disertai destruksi os sphenoid. Dari hasil biopsi didapatkan hasil squamous cell carcinoma.

Kata kunci : sakit kepala, mimisan, karsinoma nasofaring,

KARSINOMA NASOFARING

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian / SMF THT-KL FK Unsyiah RSUDZABanda Aceh

Oleh:CHAINURRIDHADEFIRA ROSA AMALIACUT NURUL AZZAHRA ALFIA PUSFITA SARIROZIYANTIFARAH MEUTIASILVIRA PUTRI

Pembimbingdr.Fadhlia,M.KED(ORL-HNS)Sp.THT-KL

BAGIAN/SMF THT-KLFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALARUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH2015