bab i ii knf

34
BAB I PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan keganasan di daerah kepala dan leher yang berada dalam kedudukan lima besar diantara keganasan bagian tubuh lain bersama dengan kanker serviks, kanker payudara, tumor ganas getah bening dan kanker kulit. Angka kejadian karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan di Asia dan jarang ditemukan di Amerika dan Eropa. 1 Sedangkan di bidang THT-KL sendiri, KNF merupakan tumor terbanyak dan menempati hampir 60% tumor ganas kepala dan leher yang kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase yang rendah. 1,2 Menurut Departemen Kesehatan Indonesia (DepKes RI), ditemukan prevalensi KNF sebesar 5,8 per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar 7000-8000 kasus pertahun dan diperkirakan akan terus meningkat. 1,3,4 Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel permukaan (mukosa) nasofaring atau kelenjar yang terdapat pada nasofaring. 1,2 Etiologi pasti terjadinya KNF ini belum jelas, diduga patogenesisnya merupakan suatu kombinasi dari berbagai faktor, yakni faktor genetik, lingkungan, serta infeksi virus Epstein-Barr. 5,6 1

Transcript of bab i ii knf

Page 1: bab i ii knf

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan keganasan di daerah kepala dan leher yang

berada dalam kedudukan lima besar diantara keganasan bagian tubuh lain bersama

dengan kanker serviks, kanker payudara, tumor ganas getah bening dan kanker kulit.

Angka kejadian karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan di Asia dan jarang

ditemukan di Amerika dan Eropa.1 Sedangkan di bidang THT-KL sendiri, KNF

merupakan tumor terbanyak dan menempati hampir 60% tumor ganas kepala dan

leher yang kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%),

laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase

yang rendah.1,2

Menurut Departemen Kesehatan Indonesia (DepKes RI), ditemukan

prevalensi KNF sebesar 5,8 per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar 7000-8000

kasus pertahun dan diperkirakan akan terus meningkat.1,3,4 Karsinoma nasofaring

merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel permukaan (mukosa) nasofaring atau

kelenjar yang terdapat pada nasofaring.1,2 Etiologi pasti terjadinya KNF ini belum

jelas, diduga patogenesisnya merupakan suatu kombinasi dari berbagai faktor, yakni

faktor genetik, lingkungan, serta infeksi virus Epstein-Barr.5,6

Gejala awal tumor ini tidak jelas dan yang sering ditemukan ialah hidung

buntu, perdarahan dari hidung, pendengaran menurun, tinitus dan sakit kepala.

Beberapa pasien juga datang dengan keluhan benjolan atau massa pada leher, ini

terjadi apabila sudah terjadi metastase sel-sel ganas ke kelenjar getah bening regional

sehingga kebanyakan penderita datang sudah pada stadium lanjut dan ini

menyebabkan survival rate 5 tahun KNF rendah dan angka mortalitas yang tinggi.

Hingga saat ini terapi yang memuaskan belum ditemukan. Keberhasilan terapi sangat

ditentukan oleh stadium penderita.1,2 Dengan mengetahui hal-hal tersebut, sangat

diperlukan pengetahuan mengenai kanker nasofaring sehingga diharapkan dokter

dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari

karsinoma nasofaring ini.

1

Page 2: bab i ii knf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Nasofaring

Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak di

belakang rongga hidung. Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum

molle. Nasofaring akan tertutup bila palatum molle melekat ke dinding posterior pada

waktu menelan, muntah, mengucapkan kata, dan akan terbuka pada waktu respirasi.

Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum nasi bagian belakang. Bagian

belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding

faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga, sebagai muara

tuba eustachius dengan batas superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang

disebut torus tubarius. Sedangkan ke arah superior terdapat fossa Rossenmuller atau

resessus lateral. Di daerah ini merupakan tempat predileksi karsinoma nasofaring. 4,5

Gambar 1. Anatomi Nasofaring4

Nasofaring mendapat aliran dari cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal

asenden dan desenden sertacabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari

pembuluh darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju pleksus

pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris

2

Page 3: bab i ii knf

yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari saraf

trigeminus (N.V2), yang menuju ke anterior nasofaring.4

Gambar 2. Fossa Rosenmuller5

Sistem limfatik daerah nasofaring terdiri dari pembuluh getah bening yang

saling menyilang di bagian tengah dan menuju ke kelenjar Rouviere yang terletak

pada bagian lateral ruang retrofaring, selanjutnya menuju ke kelenjar limfa

disepanjang vena jugularis dan kelenjar limfa yang terletak di permukaan superfisial.4

Gambar 3. Kelompok kelenjar limfe leher4

3

Page 4: bab i ii knf

Mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia respiratory type. Setelah 10

tahun kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi menjadi epitel

nonkeratinizing squamous, kecuali pada beberapa area (transition zone). Mukosa

membentuk invaginasi membentuk kripta. Stroma kaya dengan jaringan limfoid dan

terkadang dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kripta sering

diinfiltrasi oleh sel radang limfosit dan bisa merusak epitel membentuk reticulated

pattern. Kelenjar seromucinous dapat juga dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang

terdapat pada rongga hidung.

2.2 Definisi

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas dari epitel permukaaan

nasofaring termasuk epitel kelenjar yang terdapat pada nasofaring.1,2 Pertumbuhan

sel-sel epitel ini cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan

metastasis.1 KNF juga merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher terbanyak

yang ditemukan di Indonesia namun sulit untuk dilakukan diagnosis dini dikarenakan

letaknya yang tersembunyi serta berhubungan dengan banyak daerah penting di

dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher.5

2.3 Epidemologi

Karsinoma nasofaring lebih banyak ditemukan di wilayah Asia daripada

daerah Eropa, terutama pada ras Mongoloid. Ras Mongoloid merupakan faktor

dominan timbulnya KNF, sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan,

Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Penduduk RRC,

khususnya di propinsi Guang Dong mempunyai insiden tertinggi di dunia yaitu 40-50

per 100.000 penduduk pertahun, sedangkan di Indonesia menurut data tahun 1980

didapatkan angka prevalensi 4,7 per 100.000 penduduk per tahun.1,3 Ditemukan pula

cukup banyak kasus di Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair, dan Tunisia,

pada orang Eskimo di Alaska dan Greenland yang diduga penyebabnya adalah karena

mereka mengkonsumsi makanan yang diawetkan pada musim dingin dengan

menggunakan bahan pengawet nitrosamin.2Di Eropa dan Amerika Serikat, tumor ini

4

Page 5: bab i ii knf

jarang ditemukan, dengan frekuensi morbiditas terhadap jumlah total tumor maligna

kurang dari 0,5%.

Karsinoma nasofaring lebih sering muncul pada laki-laki dibandingkan pada

perempuan, dimana perbandingan antara laki-laki dan perempuan ini didapatkan 2-

3:1. Puncak frekuensi terletak antara umur 45-55 tahun, tapi tidak jarang juga

terdapat pada orang yang lebih muda.4,5 Di Indonesia, frekuensi penderita ini

hampir merata di setiap daerah. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta,

ditemukan lebih dari 100 kasus per tahun, RS Hasan Sadikin Bandung rata - rata

60 kasus pertahun, Ujung Pandang 25 kasus per tahun, di Denpasar ditemukan

15 kasus per tahun.3,4 Kasus Karsinoma Nasofaring di RSUP Sanglah cenderung

meningkat setiap tahunnya. Pada penelitian retrospektif selama 5 tahun (1998 – 2002)

didapatkan 330 kasus yang terdiri dari 217 laki-laki dan 113 wanita (2 : 1). Usia

tertua adalah 74 tahun, termuda 15 tahun usia terbanyak pada dekade empat dan lima.

Kebanyakan penderita datang pada stadium lanjut (Stadium IV) yaitu sebesar

82,73%. Pada pemeriksaan histopatologi WHO tipe III terbanyak yaitu sebesar

90,61%. Riwayat penyakit yang sama (KNF) dalam keluarga didapatkan 14 kasus

atau 4,24%.7

2.4 Etiologi

penyebab KNF belum dapat dipastikan. Beberapa faktor yang diduga

berperan dalam terjadinya KNF adalah faktor ras, genetik, kontak dengan zat

karsinogenik, infeksi virus dan imunologis.1 Virus Epstein Barr (EBV) diduga

mempunyai hubungan yang sangat erat dengan terjadinya KNF karena ditemukannya

titer anti virus EBV yang cukup tinggi pada semua pasien KNF. Titer ini lebih tinggi

dari orang sehat maupun tumor ganas kepala leher lainnya.3,7,11

EBV merupakan virus DNA dengan kapsid ikosahedral dan termasuk dalam

famili Herpesviridae. Infeksi EBV berhubungan dengan beberapa penyakit seperti

limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis, dan KNF (EBV-1 dan EBV-2). EBV

dapat menginfeksi manusia dalam bentuk yang bervariasi. Namun, dapat pula

menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi klinis. Adanya virus ini

5

Page 6: bab i ii knf

tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan.Tetapi

virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang diduga

mempengaruhi timbulnya KNF, antara lain :

1. Faktor Genetik: sering tumor ini atau tumor lainnya ditemukan pada beberapa

generasi dari suatu keluarga. Pengaruh genetik terhadap karsinoma nasofaring

sedang dalam pembuktian dengan mempelajari cell mediated immunity.3

Haplotipe yang dihubungkan dengan keganasan ini adalah human leucocyte

antigens (HLA), termasuk HLA-A2, HLA-B46 dan HLA-B58.7

2. Faktor Geografis: terdapat banyak di daerah Cina (bagian Selatan), Asia Tenggara

, Afrika Utara, Eskimo dan Yunani. 2,3,7

3. Zat Kimia: zat kimia tertentu seperti nitrosamin, benzopyran, benzoanthracene

dan beberapa senyawa kimia hidrokarbon lainnya. Zat-zat ini banyak terdapat

pada ikan asin dan sayur-sayuran yang dikeringkan serta defisiensi vitamin C.7

4. Faktor Lingkungan: yang berpengaruh adalah iritasi oleh formaldehid, beberapa

jenis hidrokarbon aromatik, abu sejenis kayu bakar. Kebiasaan hidup seperti

penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging dan ikan) juga

nelayan di pelabuhan Hongkong yang sering makan ikan asin menyebabkan

tingginya karsinoma ini.3,7

5. Sosial Ekonomi: faktor yang mempengaruhi adalah keadaan gizi, polusi udara,

keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup lainnya.3

6. Infeksi yang kronis dari telinga, hidung dan tenggorokan.

7. Faktor iritasi pada mukosa nasofaring menimbulkan perubahan metaplasia dan

karsinoma in situ seperti rhinitis alergika, rhinitis kronis, rhinitis vasomotor dan

sinusitis. 3,4

8. Jenis kelamin: karsinoma nasofaring lebih sering ditemukan pada anak laki-laki

daripada perempuan dengan perbandingan 3:1.

9. Faktor Kebudayaan: kebiasaan pasien seperti merokok, minum alkohol, makan

makanan terlalu panas, cara memasak makanan serta pemakaian berbagai bumbu

masak mempengaruhi tumbuhnya tumor ini.3

6

Page 7: bab i ii knf

2.5 Klasifikasi Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Histopatologi

Makroskopik

Kebanyakan tumor muncul di dinding lateral nasofaring, paling utama muncul

di fossa Rossenmuller. Kebanyakan lesi exophytic (sekitar 75%), dengan beberapa

jenis ulserative (sekitar 10%). Biasanya permukaannya rata dan halus, dan terlihat

seperti nodul yang muncul dari mukosa. Metastasis ke nodul limfe cervical juga

umum ditemukan.10,11

Mikroskopik

Gambaran mikroskopik yang sering ditemukan adalah undifferentiated

epidermoid karsinoma, kemudian non-keratinizing epidermoid karsinoma, dan

karsinoma sel skuamosa. Klasifikasi WHO tahun 2005 membagi karsinoma

nasofaring menjadi tige tipe berdasarkan gambaran mikroskopisnya. Ketiga tipe

tersebut adalah :1,4,5,8

1. Tipe I : Keratinizing Squamous Cell Carcinoma, dikarakterisasikan dengan

keberadaan dari intercelluler bridges dan pembentukan keratin yang

prominen. Diferensiasi baik sampai sedang dan sering tumbuh di permukaan

(eksofilik). Tipe I ini terjadi sekitar 1%-2% kasus pada populasi endemik.

2. Tipe II : Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma, menunjukkan

gambaran dari sel epitel skuamus yang matur namun tidak terdapat

pembentukan keratin. Menyerupai karsinoma transisional. Tipe ini

merupakan tipe yang paline sedikit / jarang terjadi.

3. Tipe III : Undifferentiated carcinoma, terdiri dari berbagai variasi

morfologi sel, yang pada pemeriksaan mikroskopis menunjukkan gambaran

vesicular nuclei, prominent nucleoli, dan syncytia. Tipe III ini merupakan

tipe KNF yang paling sering terjadi, yakni sekitar 75% dari keseluruhan

kasus pada daerah endemik. Selama ini limfoepitelioma, sel transisisonal, sel

spindel, sel clear, dan lain-lain, dimasukkan dalam kelompok

undifferentiated.1 Tipe ini lebih bersifat radiosensitif.4

7

Page 8: bab i ii knf

2.6 Pathogenesis Karsinoma Nasofaring

Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu,

pertama pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel

yang diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel akibat

gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen dan gen

supresor tumor (TSGs) yang menghambat penghentian proses siklus sel.1,7,8

Patogenesis KNF melibatkan multifaktorial. Di daerah endemik, infeksi EBV

terutama berkaitan dengan KNF subtipe WHO-2 dan WHO-3, sedangkan untuk

subtipe WHO-1 masih menjadi perdebatan.

Gambar 4. Skema pathogenesis KNF

Virus Epstein-Barr yang ditransmisikan melalui saliva yang terinfeksi ke

8

Page 9: bab i ii knf

tempat pertama infeksinya, yaitu sel-sel epitel orofaring akan memasuki sel, bersifat

menetap (persisten), tersembunyi (laten) dan sepanjang masa (long life). Hal ini

membuat sel yang terinfeksi menjadi immortal melalui induksi transformasi

pertumbuhan yang permanen. Infeksi EBV terjadi pada dua tempat utama yaitu sel

epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel

epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh

dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang

lama.2,3,6 Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk

mengkonsumsi ikan asin atau makanan dengan kandungan garam tinggi secara terus

menerus mulai dari masa anak-anak, merupakan mediator utama yang dapat

mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.

2.7 Manisfestasi klinis

Manifestasi klinik kanker nasofaring bermacam-macam. Pada 70-80 % kasus,

biasanya asimtomatik dan dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe leher pada stadium

lanjut. Di lain pihak, dapat terjadi gejala lokal seperti hidung buntu, sumbatan di

telinga, sinusitis yang berulang, otitis media akut atau kronis khususnya jika

unilateral, otalgia atau epistaksis.1,7

Secara klinis gejala karsinoma nasofaring dibagi menjadi gejala dini dan gejala

lanjut. Biasanya penderita datang dengan gejala-gejala yang sudah lanjut yang

merupakan gejala perluasan tumor yang telah melewati batas-batas nasofaring, seperti

kerusakan saraf kranialis, sindrom neurologi dan diplopia. Hal ini menunjukkan

bahwa kanker sudah ke basis kranii. Metastase jauh dapat terjadi, dimana yang umum

terlibat adalah kelenjar limfe regional, tulang, paru-paru, liver dan otak.1,2

2.7.1 Gejala Dini

Gejala dini tampak bila tumor masih terbatas di rongga nasofaring.4 Gejala

pada telinga dapat berupa oklusi tuba eustachius sehingga pasien mengeluh rasa

penuh di telinga, rasa mendengung kadang-kadang disertai dengan gangguan

pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini dari karsinoma

9

Page 10: bab i ii knf

nasofaring. Perlu diperhatikan jika gejala ini menetap atau sering timbul tanpa

penyebab yang jelas. Selain itu dapat juga terjadi otitis media serosa sampai perforasi

dengan gangguan pendengaran. Gejala pada hidung dapat berupa epistaksis oleh

karena dinding tumor yang rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat terjadi

perdarahan. Dapat juga terjadi sumbatan hidung akibat pertumbuhan tumor ke dalam

rongga nasofaring.1,3,4,7

Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk

penyakit ini karena dijumpai pada infeksi biasa , misalnya pilek kronis dan sinusitis.

Namun jika keluhan ini timbul berulangkali tanpa sebab yang jelas maka perlu

dilakukan pemeriksaan rongga nasofaring, kalau perlu dengan nasofaringoskop.

Sering gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak

karena masih ada di bawah mukosa.3,4 Keluhan tersering ditemukan pada penderita

karsinoma nasofaring adalah adanya massa pada leher (75,8%), gangguan pada

hidung seperti discharge, perdarahan, obstruksi (73,4%), gangguan pada telinga

seperti tinitus, gangguan pendengaran (62,4%), sakit kepala (34,8%), diplopia

(10,7%), mati rasa pada wajah (7,6%), penurunan berat badan (6,9%), trismus

(3,0%), gangguan berbicara (2,4%), keluhan lain akibat metastasis (1,2%), lesi kulit

(0,9%).4

2.7.2 Gejala Lanjut

Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai di kelenjar limfe

leher dan tertahan di sana karena memang kelenjar ini merupakan pertahanan pertama

agar sel-sel kanker tidak langsung mengalir ke bagian tubuh yang lebih jauh.10 Di

dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar

menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping

(limfadenopati servikal). Benjolan ini tidak dirasakan nyeri sehingga sering diabaikan

oleh pasien.7,10 Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus

kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit

digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati

servikalis merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.10

10

Page 11: bab i ii knf

Pada dasarnya gejala-gejala klinik kanker nasofaring dibagi menjadi 5

kelompok :

1. Gejala Hidung

Gejala hidung merupakan gejala paling dini, tapi sering salah

diperkirakan sebagai penyakit hidung lainnya seperti rinitis kronis,

nasofaringitis kronis dan sebagainya. Maka dari itu gejala hidung pada kanker

nasofaring lebih ditekankan bila : 1,3,4

a. Penderita pilek-pilek lama lebih dari 1 bulan, usia lebih dari 40 tahun, tapi

pada pemeriksaan hidung tidak tampak kelainan.

b. Penderita pilek-pilek, ingus kental, bau busuk, lebih-lebih bila tampak

titik-titik atau garis-garis darah, tanpa tampak adanya kelainan di hidung

dan sinus paranasal.

c. Penderita usia tua, lebih dari 40 tahun, sering mimisan atau keluar darah

dari hidung. Pemeriksaan tekanan darah normal, hidung juga normal.

2. Gejala Telinga

Gangguan pada telinga merupakan gejala yang lebih dulu terjadi karena

tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Tumor

mula-mula tumbuh di fosa Rosenmuller, selanjutnya menyebabkan oklusi

torus tubarius.11 Gejala di sini dapat berupa : kurang pendengaran tipe

konduksi, rasa penuh di telinga, berdengung atau tinitus. Gangguan

pendengaran terjadi bila ada perluasan tumor atau kanker nasofaring secara

merayap ke sekitar tuba sehingga terjadi sumbatan. Meskipun letak tuba

relatif dekat dengan fossa Rossenmuller atau tumor primer, tetapi gejala

telinga relatif jarang dibanding gejala tumor metastase di leher. Bila oklusi

tuba berlangsung lama dapat terjadi otitis media serosa. 3,4,10

3. Gejala Mata

Sebenarnya gejala mata termasuk gejala saraf kranial, karena gejala

mata disebabkan oleh kelumpuhan saraf, yang berhubungan dengan mata

yaitu N. II, III, IV dan VI.9 Juga karena gejala mata ini adalah gejala kranial

11

Page 12: bab i ii knf

yang dekat dengan nasofaring. Apabila ada kelumpuhan mengenai N.VI yang

letaknya di atas foramen laserum, yang mengalami lesi akibat perluasan

tumor, maka penderita akan mengeluh kurang penglihatan, yang dimaksud

sebenarnya di sini adalah melihat benda dobel atau diplopia.8,9 Kelumpuhan

N.III dan IV mengakibatkan kelumpuhan mata, disebut juga oftalmoplegia,

serta proptosis bulbi.7,9 Apabila perluasan kanker mengenai kiasma optikus,

maka N.optikus akan lesi, sehingga penderita mengalami penurunan

ketajaman penglihatan.3,10

4. Gejala Tumor Regio Leher

Pembesaran leher atau tumor leher merupakan penyebaran terdekat

secara limfogenik dari kanker nasofaring, bisa unilateral atau bilateral.

Metastasis jauh dapat sampai ke organ-organ hati, paru, ginjal, limpa, otak,

tulang belakang atau tulang lainnya. Khas tumor leher di sini adalah bila letak

tumor di ujung prosesus mastoid, di belakang angulus mandibula, di dalam

m.sternokleidomastoid, dimana massa tumor keras, tak sakit dan tidak mudah

bergerak.1,3,9

Gejala tumor leher ini merupakan gejala yang agak lanjut dari kanker

nasofaring, sering masih belum disadari oleh para dokter, sehingga banyak

penderita dengan tumor leher ini bahkan dirujuk ke bagian lain selain THT.

Gejala tumor leher ini cukup besar angkanya, sekitar 70-90 % dari seluruh

penderita karsinoma nasofaring, diperkirakan gejala inilah yang mendorong

penderita datang berobat.3,10

5. Gejala Kranial / Saraf

Perluasan tumor primer ke dalam kavum kranii menyebabkan

kelumpuhan N. II, III, IV, V, VI, akibat kompresi maupun infiltrasi tumor,

disebut sindroma petrosfenoidal, dimana kelainan ini dimasukkan ke dalam

gejala mata, karena berhubungan dengan mata. Kemudian metastasis tumor ke

dalam spatium retroparotideum dapat menyebabkan kompresi N. IX, X, XI,

XII dan nervus servikalis simpatikus.3,4

12

Page 13: bab i ii knf

Paresis atau paralisis saraf otak akibat perluasan tumor ke arah

intrakranial melalui foramen laserum, pada N.V menyebabkan parestesi atau

rasa nyeri pada muka, pada N.VI menimbulkan diplopia, strabismus

konvergen, sedangkan pada N.III dan IV menimbulkan ptosis dan

oftalmoplegia. Nyeri kepala hebat timbul karena peningkatan tekanan

intrakranial.1,4 Paresis atau paralisis saraf otak akibat perluasan tumor ke arah

lateral-belakang, seperti pada N.IX dan X menimbulkan paresis atau paralisis

palatum mole dan faring, pada N.XI menimbulkan gangguan fungsi otot

sternokleido-mastoideus dan otot trapezius, sedangkan pada N.XII

menimbulkan deviasi lidah dan gangguan menelan.1,4,11

2.8 Diagnosis

Diagnosis dari karsinoma nasofaring dapat ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis 1,4,5

- Keluhan penderita ketika tumor masih terbatas di nasofaring antara lain :

pilek-pilek, hidung tersumbat, ingus bercampur dengan darah dan telinga

terasa penuh atau mendenging, tapi gejala ini tidak spesifik.

- Gejala atau keluhan pembesaran kelenjar limfe leher level II, di belakang

angulus mandibula. Gejala ini paling sering dijumpai dan merupakan gejala

metastasis tumor ke kelenjar regional.

- Gejala atau keluhan setelah tumor meluas melewati batas nasofaring antara

lain rongga hidung tersumbat atau tertutup oleh massa tumor dan suara

menjadi bindeng atau sengau. Gejala paresis atau paralisis saraf otak antara

lain parestesia, rasa nyeri pada muka (N.V), diplopia dan strabismus (N.VI),

ptosis dan oftalmoplegia (N.III, IV), paresis atau paralisis palatum molle dan

faring (N.IX, X), gangguan fungsi otot sternokleidomastoideus dan trapezius

(N.XI), deviasi lidah dan gangguan menelan (NXII).

- Gejala metastasis jauh yaitu batuk-batuk, dahak bercampur darah, sesak nafas

(paru), ikterus dan hepatomegali (hepar), rasa linu dan nyeri tulang.

2. Pemeriksaan Fisik1

13

Page 14: bab i ii knf

a. Rhinoskopi anterior untuk menilai keadaan rongga hidung bagian depan.

b. Rhinoskopi posterior dilakukan dengan kaca laring ukuran kecil untuk menilai

mukosa nasofaring.

c. Otoskopi untuk menilai keadaan membran tympani, telinga tengah dan fungsi

tuba eustachius.

d. Memeriksa fungsi saraf otak yaitu N.III, IV, V, VI, IX, X, XI, dan XII. Pada

25 % pasien ditemukan cranial nerve palsy.

e. Palpasi terhadap kelenjar getah bening leher. Pada 80 % pasien ditemukan

adanya pembesaran kelenjar limfe leher dan biasanya pembesaran ini tidak

nyeri dan kenyal. Leher yang terlibat biasanya bilateral, kelenjar limfe yang

umum terlibat adalah jugularis, digastrik dan kelenjar limfe di rantai anterior

leher bagian atas dan tengah.

Diagnosis klinis karsinoma nasofaring juga dapat ditegakkan berdasarkan

formula DIGBY (Tabel 1) :

Tabel 1. Diagnosis Berdasarkan Formula DIGBY

SIMPTOM NILAI

Massa terlihat pada Nasofaring 25

Gejala khas di hidung 15

Gejala khas pendengaran 15

Kepala sakit unilateral atau bilateral 5

Gangguan neurologi saraf otak 5

Eksoftalmus 5

Limfadenopati leher 25

Bila jumlah nilai diatas 50, diagnosis klinis karsinoma nasofaring dapat

dipertanggungjawabkan.

3. Pemeriksaan laboratorium

Meliputi pemeriksaan tes darah rutin termasuk sel darah lengkap, tes fungsi hati

jika terdapat metastase ke liver, BUN, kreatinin darah apabila terdapat gangguan

kencing. Jika terdapat invasi ke basis kranii, maka pemeriksaan cairan 14

Page 15: bab i ii knf

serebrospinal dilakukan untuk mendeteksi penyebaran tumor. Tes serologi virus

Epstein Barr dapat bermanfaat pada beberapa pasien. Fine Needle Aspirasi dan

Enzyme Linked Immunosorbent Assay untuk mengidentifikasi genom virus

Epstein Barr bermanfaat pada pasien dengan adenopati servikal tanpa ada lesi

yang jelas.1,7,8

4. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan yang dilakukan seperti : thorax foto, skull lateral basis kranii,

Waters, CT Scan, USG Abdomen, MRI dan PET.

- Foto toraks PA dilakukan untuk kecurigaan adanya metastasis ke paru.4

- CT scan kepala dan leher dipergunakan untuk evaluasi parafaringeal,

retrofarngeal, mengetahui penyebaran tumor, erosi basis kranii dan

limfadenopati servikal. Dengan pemeriksaan CT Scan daerah kepala-leher,

tumor primer yang tersembunyi pun tidak terlalu sulit ditemukan. CT scan

dada dan tulang digunakan untuk mengetahui metastase jauh.2,5,8

- MRI dilakukan jika dicurigai terdapat penyebaran tumor ke intrakranial.5,8

- PET (Positron Emmision Tomography) digunakan jika ditemukan adanya

pembesaran kelenjar limfe yang penyebabnya belum diketahui dengan

pasti.1,3,8

15

Page 16: bab i ii knf

Gambar 6. Gambaran CT-Scan Kepala dengan potongan Longitudinal

penderita karsinoma nasofaring tampak massa tumor pada bagian atap

nasofaring.8

5. Pemeriksaan immunologik

Pemeriksaan ini belum banyak dipakai di Indonesia karena mahal. Pemeriksaan

serologi ini dipakai sebagai skrining bagi penderita beresiko, pada Occult primary

tumor, disamping juga untuk mendeteksi kekambuhan. Titer EBV yaitu antibodi

IgA dan IgG terhadap antigen kapsul virus Epstein Barr harus diperiksa.

Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus EB telah

menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. 1,8

6. Pemeriksaan Endoskopi

Deteksi adanya lesi atau visualisasi direk pada lesi yang nonpalpabel tetapi

dicurigai keganasan dapat dilakukan dengan nasofaringoskopi indirek atau fiber

optik fleksibel atau endoskopi rigid. Pada nasofaringoskopi dapat dilihat massa

yang tumbuh di nasofaring, biasanya di fossa Rossenmuller.7

7. Biopsi Nasofaring

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi ini dapat

dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi melalui hidung

dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy) dengan memasukkan

cunam biopsi ke rongga hidung. Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan

kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ditarik keluar melalui mulut

dengan klem sehingga palatum mole tertarik ke atas. Biopsi dilakukan dengan

melihat tumor melalui kaca laring atau memakai nasofaringoskop yang

dimasukkan melalui mulut sehingga massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi

umumnya dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.1,3,4 Sekalipun

secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi tumor primer mutlak

dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan

subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis.

16

Page 17: bab i ii knf

2.9 Stadium Klinik

Penentuan stadium berdasarkan atas kesepakatan UICC 2002, yaitu:2,4

Tumor Primer (T)

o T0 – Tidak ditemukan adanya tumor primer

o Tis - Carcinoma in situ

o T1 - Tumor terbatas pada nasopharynx saja

o T2 - Tumor meluas sampai ke jaringan lunak dari oropharynx dan atau

rongga nasal

T2a – Tanpa penyebaran ke parapharyngeal

T2b – Dengan penyebaran ke parapharyngeal

o T3 - Tumor menyerang struktur tulang dan atau sinus paranasal

o T4 - Tumor dengan penyebaran ke intrakranial dan atau melibatkan CNS,

infratemporal fossa, hypopharynx, atau orbita.

Pembesaran KGB/Regional lymph nodes (N)

o NX – Pembesaran KGB tidak dapat ditentukan

o N0 – Tidak ada pembesaran KGB regional

o N1 – Metastasis unilateral dengan ukuran KGB<6 cm, yang merupakan

ukuran terbesar , terletak di atas fossa supraklavikular

o N2 – Metastasis bilateral dengan ukuran KGB<6 cm, yang merupakan

ukuran terbesar , terletak di atas fossa supraklavikular

o N3 - Metastasis KGB

N3a – Ukuran > 6 cm

N3b – Perluasan ke fossa supraklavikular

Metastasis Jauh (M)

o MX – Adanya metastasis jauh tidak dapat ditentukan

o M0 – Tidak ada metastasis jauh

o M1 – Ada metastasis jauh.

Tabel 2. Stadium TNM menurut UICC 20022

17

Page 18: bab i ii knf

Stadium 0 T1s N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium IIA T2a N0 M0

Stadium IIB T1 N1 M0

T2a N1 M0

T2b N0, N1 M0

Stadium III T1 N2 M0

T2a, T2b N2 M0

T3 N2 M0

Stadium IVa T4 N0, N1, N2 M0

Stadium IVb Semua T N3 M0

Stadium IVc Semua T Semua N M1

2.10 Diagnosis Banding

Adapun diagnosa banding dari karsinoma nasofaring ini adalah : 1,5,9

1. TBC nasofaring

Dapat dibedakan dengan pemeriksaan histopatologi ( PA ).

2. Angiofibroma nasofaring

Biasanya ditemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai

KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative.

Pada fotopolos akan didapat suatu massa pada atap nasofaring yang

berbatas tegas. Prosesdapat meluas seperrti pada penyebaran karsinoma,

walaupun jarang menimbulkandestruksi tulang hanya erosi saja karena

penekanan tumor. Biasanya adapelengkungan ke arah depan dari dinding

18

Page 19: bab i ii knf

belakang sinus maksilarisyang dikenalsebagai antral sign. Karena tumor

ini kaya akan vaskular maka arteriografi karotiseksterna sangat diperlukan

sebab gambaranya sangat karakteristik.

2.11 Penatalaksanaan

Modalitas penatalaksaan dapat dilakukan :

1. Radioterapi

Radioterapi merupakan terapi pilihan utama karena karsinoma

nasofaring adalah tumor yang radiosensitif, biaya relatif murah, dan cukup

efektif terutama terhadap tumor yang belum mengadakan invasi ke

intrakranial. Tetapi jika sudah metastase jauh maka radiasi merupakan

pengobatan yang bersifat paliatif. Dosis untuk radioterapi radikal adalah

6000-7000 rad dengan aplikasi radium dalam 7 hari atau 5000-6000 rad

dengan sinar X dalam waktu 5-6 minggu. Untuk terapi paliatif diberikan

pada nasofaring dan kelenjar limfe servikal kanan dan kiri. Dosisnya adalah

dua pertiga dari dosis radikal. Evaluasi pasca radiasi diadakan setiap bulan

pada tahun pertama, kemudian setiap 3 bulan pada tahun kedua, dan setiap 6

bulan selama 5 tahun.3-5

2. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan terapi adjuvan yang hingga saat ini masih tetap

digunakan. Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai

saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian adjuvan

kemoterapi Cis-platinum, bloemycin, dan 5-fluorouracil sedang dikembangkan

di Departemen THT FKUI dengan hasil sementara yang cukup memuaskan.

Obat-obatan sitostatika yang direkomendasikan adalah : 1,2

a. Obat tunggal :

- Methotrexate, dosis 25 mg / minggu per oral

- Cyclophosphamide, dosis 1 gram / minggu intravena

- Bleomycin, dosis 10 mg / m2 luas permukaan tubuh / minggu im

19

Page 20: bab i ii knf

- 5 Fluorouracil atau 5FU dan Cisplatin

Cisplatin menghambat sintesis DNA dan proliferasi sel dengan jalan

membuat rantai silang pada DNA dan menyebabkan denaturasi helik

ganda. 5FU akan menghambat sintesis timidilat dan juga mempengaruhi

fungsi dan sintesi RNA, berpengaruh terhadap DNA, dan berguna pada

pengobatan paliatif pada pasien dengan penyakit yang progresif.6

b.Obat-obatan ganda :

COMP :

Hari I : Cyclophosphamide 500 mg intravena

Vincristine 1 mg intravena

5 FU 750 mg intravena

Hari VIII : Cyclophosphamide 500 mg intravena

Vincristine 1 mg intravena

Methotrexate 50 mg intravena

Diulang setiap 4 minggu

Methotrexate-Bleomycin-Cisplatin :

Hari I : Bleomycin 10 mg / m2 intravena

Methotrexate 20 mg / m2 intravena

Diulang setiap 2 minggu sampai 4 kali

Hari II: CispIatin 80 mg / m2 intravena

Diulang setelah 10 minggu

Harus diperhatikan efek samping dengan cara melakukan kontrol yang

baik terhadap fungsi hemopoitik, fungsi ginjal dan sebagainya.Karena

tingginya insiden kerusakan jaringan regional akibat radioterapi dan juga

karena tingginya metastase jauh dari kanker nasofaring, maka kombinasi

modalitas therapy radiasi dan kemotherapi adalah konsep yang cukup

atraktif. Kombinasi ini dapat saling melengkapi atau bahkan sinergis.

Ada beberapa cara untuk kombinasi ini, dimana dapat diberikan secara

neoadjuvan (kemoterapi yang diikuti dengan radiotherapi) atau sebagai

adjuvant therapi (radiotherapi yang diikuti dengan kemoterapi).

20

Page 21: bab i ii knf

Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral

setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat “radiosensitizer”

memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total

pasien karsinoma nasofaring.5-6

3. Pembedahan

Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada

sisa kelenjar/tidak menghilang pasca radiasi (residu) atau adanya kekambuhan

kelenjar/timbul kembali setelah penyinaran, tetapi dengan syarat bahwa tumor

primer sudah dinyatakan bersih, atau sudah hilang yang dibuktikan dengan

pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa atau kambuh

diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

2.12 Prognosis

Prognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada pertumbuhan

lokal dan metastasenya. Karsinoma skuamosa berkeratinasi cenderung lebih agresif

daripada yang non keratinasi dan tidak berdiferensiasi, walau metastase limfatik dan

hematogen lebih sering pada ke-2 tipe yang disebutkan terakhir.5,6 Akan tetapi

prognosis juga dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain usia (usia lebih muda,

angka harapan hidupnya lebih baik), jenis kelamin (prognosis pada wanita lebih baik

daripada pria), perluasan dari tumor primer/T (dimana makin kecil T, prognosis

makin baik), ada/tidaknya erosi tulang basis kranial, dan jenis histopatologi (tipe

tidak berdiferensiasi mempunyai prognosis yang lebih baik).6

Prognosis buruk bila dijumpai limfadenopati, stadium lanjut, tipe histologik

karsinoma skuamus berkeratinasi . Prognosis juga diperburuk oleh beberapa faktor

seperti stadium yang lebih lanjut, usia lebih dari 40 tahun, laki-laki, dan ras Cina

daripada ras kulit putih.7 Dari pengalaman yang lalu dalam pengelolaan penderita

KNF, dirasakan bahwa keberhasilan terapi masih sangat rendah meskipun belum ada

angka yang pasti mengenai survival rate penderita KNF. Upaya untuk dapat

menjaring penderita lebih dini merupakan langkah awal yang dapat diharapkan

sedikit membantu memecahkan masalah rendahnya keberhasilan terapi. 7

21

Page 22: bab i ii knf

Secara keseluruhan angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45%. Terdapat

perbedaan prognosis yang sangat mencolok dari stadium awal sampai stadium

lanjut karsinoma nasofaring yaitu 76,9 % untuk stadium I, 56,0% untuk stadium II,

38,4% untuk stadium III dan hanya 16,4% untuk stadium IV.7

22