Referat KNF

25
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Berkembangnya zaman menyebabkan masyarakat Indonesia seakan lupa akan pentingnya kesehatan. Gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Salah satunya adalah kanke Kanker merupakan salah satu penyakit yang mematikan. Kanker merup penyakit yang mematikan, menduduki peringkat ke 2 setelah penyaki (!"#. Begitu berbahayanya penyakit kanker, namun masyarakat Indon belum banyak tahu tentang penyakit ini. Kanker merupakan tumbuhnya sel tubuh secara tidak normal, sangat ce dan tidak terkontrol sehingga mempengaruhi $ungsi dari organ tubuh kita. merupakan salah satu penyakit yang ditakuti di seluruh dunia dan setiap s menit, satu orang meninggal karena kanker dan setiap tiga menit bertambah orang menderita kanker. %aso$aring adalah saluran yang menghubungkan antara hidung d tekak. Kanker naso$aring adalah kanker yang terletak di dalam saluran ter Kanker naso$aring tidak dapat terlihat dari luar, sehingga kanker ini dap dari tanda dan gejala penderita, serta melalui pemeriksaan penunjang. Karsinoma naso$aring berkembang di naso$aring, suatu area di belakan hidung menuju dasar tengkorak. Karsinoma naso$aring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (& 'ancer Society, 2 )) dan *oezin, 2 ) #. K%+ dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai pad 1

description

referat knf

Transcript of Referat KNF

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar BelakangBerkembangnya zaman menyebabkan masyarakat Indonesia seakan lupa akan pentingnya kesehatan. Gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Salah satunya adalah kanker. Kanker merupakan salah satu penyakit yang mematikan. Kanker merupakan penyakit yang mematikan, menduduki peringkat ke 2 setelah penyakit jantung (WHO). Begitu berbahayanya penyakit kanker, namun masyarakat Indonesia belum banyak tahu tentang penyakit ini.Kanker merupakan tumbuhnya sel tubuh secara tidak normal, sangat cepat dan tidak terkontrol sehingga mempengaruhi fungsi dari organ tubuh kita. Kanker merupakan salah satu penyakit yang ditakuti di seluruh dunia dan setiap sebelas menit, satu orang meninggal karena kanker dan setiap tiga menit bertambah satu orang menderita kanker.Nasofaring adalah saluran yang menghubungkan antara hidung dengan tekak. Kanker nasofaring adalah kanker yang terletak di dalam saluran tersebut. Kanker nasofaring tidak dapat terlihat dari luar, sehingga kanker ini dapat dilihat dari tanda dan gejala penderita, serta melalui pemeriksaan penunjang.Karsinoma nasofaring berkembang di nasofaring, suatu area di belakang hidung menuju dasar tengkorak. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (American Cancer Society, 2011 dan Roezin, 2010).KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 54 tahun. Prevalensi penderita laki-laki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 2 3 : 1. Di Indonesia, KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang Telinga , Hidung dan Tenggorok (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF (Nasir, 2009). Dari data Departemen Kesehatan, tahun 1980 menunjukan prevalensi 4,7 per 100.000 atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun (kankernasofaring.org). Latar belakang etnis dan paparan kepada (Epstein-Barr Virus) EBV bisa mempengaruhi faktor risiko perkembangan karsinoma nasofaring. Faktor risiko yang termasuk ke dalam halayak yang berisiko ini adalah: Orang Cina atau keturunan Asia, Paparan EBV telah berkaitan dengan karsinoma tertentu, termasuk karsinoma nasofaring dan beberapa lymphoma, dan terlalu banyak minum alkohol (National Cancer Institute, 2011).Hampir semua sel karsinoma nasofaring mengandung virus EBV, dan kebanyakan orang dengan karsinoma nasofaring memiliki bukti infeksi oleh virus ini di dalam darah. Infeksi EBV sangat umum di suluruh dunia, dan sering terjadi pada masa kanak-kanak. Infeksi EBV sendiri belum cukup untuk menyebabkan karsinoma nasofaring karena infeksi ini sangat umum dan kanker ini jarang terjadi. Faktor-faktor lain, seperti genetik seseorang, mungkin mempengaruhi bagaimana tubuh berespon terhadap EBV, yang pada gilirannya mempengaruhi bagaimana EBV memberikan kontribusi terhadap perkembangan karsinoma nasofaring (American Cancer Society, 2011).Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas serta memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamine. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas (Roezin, 2010). Selain iu juga debu kayu (Herza, 2010), serta asap dupa (kemenyan) bisa merupaka faktor lingkungan (Rusdiana, 2006).Tembakau adalah penyebab yang paling sering disebut dalam perkembangan karsinoma sel skuamosa. Bahkan, perokok berat dan hygiene mulut yang buruk telah dituduh sebagai faktor penyebab (Adams, 1997).Sangat mencolok perbedaan (angka bertahan hidup 5 tahun), antara stadium awal dan stadium lanjut, yaitu 76.9% untuk stadium I, 56.0% untuk stadium II, 38.4% untuk stadium III dan hanya 16.4% untuk stadium IV (Roezin, 2010).

BAB IILANDASAN TEORI

2.1 DefinisiKarsinoma nasofaring merupakan penyakit keganasan (kanker) sel yang terbentuk di jaringan nasofaring, yang merupakan bagian atas pharynx (tengorokan), di belakang hidung. Pharynx merupakan sebuah lembah yang berbentuk tabung dengan panjang 5 inchi dimulai dari belakang hidung dan berakhir di atas trakea dan esofagus. Udara dan makanan melawati pharynx. Karsinoma nasofaring paling sering bermula pada sel skuamos yang melapisi nasofaring (National Cancer Institute, 2011). Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima, 2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009).

2.2 EpidemiologiKarsinoma nasofaring termasuk ke dalam salah satu yang penting dalam skala dunia. Di Cina selatan karsinoma nasofaring menmepati kedudukan tertinggi yaitu dengan 2.500 kasus baru pertahun untuk propinsi Guan-dong atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk. Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring, sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Ditemukan cukup banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia. Pada orang Eskimo di Alaska, angka penderitanya juga termasuk tinggi, hal ini diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan pada musim dingin yang menggunakan bahan pengawet nitrosamine.Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), larynx (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase rendah (Roezin, 2010).Karsinoma nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya menyerang usia 30-60 tahun (menduduki 75-90%). Perbandingan proporsi pria dan wanita adalah 2-3,8:1 (Desen, 2008).Sebagian besar penderita karsinoma nasofaring berumur diatas 20 tahun, dengan umur paling banyak antara 50-70 tahun. Penelitian di Taipe menjumpai umur rata-rata penderita lebih muda yaitu 25 tahun. Insiden karsinoma nasofaring meningkat setelah umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan insiden setelah umur 60 tahun. Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Makassar 25 kasus, Palembang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, Padang dan Bukit tinggi 11 kasus. Demikian pula angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan kota lain yang menunjukkan bahwa tumor ganas ini tersebar merata di seluruh Indonesia. Laki-laki lebih banyak yang terserang dibandingkan perempuan dengan perbandingan 2,18 : 1. KNF banyak diderita penduduk dengan rata-rata berusia 25 - 60 tahun (dharmais.co.id).

2.3 Anatomi & Fisiologi NasofaringNasofaring merupakan saluran yang menghubungkan antara hidung (Nasal) dan tekak (Faring). Saluran ini berbentuk selalu terbuka dikarenakan fungsinya pada proses respirasi. Saluran ini tertutup pada saat makan atau muntah. Saluran ini juga memiliki batas-batas, seperti:Batas Superior: Basis kraniiBatas Inferior: Bidang horizontal dari palatum durum ke posteriorBatas Lateral: Fossa Rossenmuller & Tuba EustachiusBatas Anterior: Choane dextra & Sinistra yang dibagi oleh os vomerBatas Posterior: VC I & VC II

Gambar 1. Anatomi Saluran Pernafasan Atas

Berikut pula terdapat beberapa bangunan penting pada Nasofaring: Adenoid Tuba Eustachius pars pharyngeal Torus Tubarius Fossa Rossenmuller Fornix NasofaringBerikut merupakan fungsi dari nasofaring: Sebagai jalur respirasi Resonantor Jalur udara masuk ke tuba Eustachius Drainase sinus paranasal cavum timpani dan hidung

Gambar 2. Anatomi Nasofaring

2.4 EtiologiTerdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan KNF. Faktor-faktor tersebut dapat dijumpai secara bersamaan atau sendiri-sendiri. Berikut faktor-faktor yang dapat menyebabkan KNF:

1. Faktor GenetikKarsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, akan tetapi jumlah penderita karsinoma nasofaring terlihat lebih banyak pada penderita yang juga memiliki riwayat kanker. Terdapat beberapa gen yang memiliki korelasi dengan karsinoma nasofaring seperti HLA (Human Leukocyte Antigen) dan enzim sitokrom p4502e (CYP2E1) (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009).2. Infeksi virus Ebstein-Barr (EBV)Sejumlah penelitian belakangan ini menunjukkan adanya korelasi antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien, baik orang Asia maupun Afrika dengan karsinoma nasofaring primer atau sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifferensiasi (undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non- keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya), tetapi biasanya tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid pada limfoepitelioma (National Cancer Institute,2009).

3. Faktor Lingkungan & DietPenelitian akhir-akhir ini juga menemukan kaitan antara zat-zat berikut dengan jumlah insiden karsinoma nasofaring. Beberapa contoh dari zat-zat yang bersangkutan adalah Nitrosamine, Dimetilnitrosamine, dan Diethyllnitrosamine. Zat-zat yang juga tercakup kedalam penyebab KNF adalah Hidrokarbon aromatic dan Nikel Sulfat. Orang-orang yang tinggal di Asia, Afrika bagian Utara, dan wilayah Artik dengan karsinoma nasofairng mempunyai kebiasaan makan makanan seperti ikan dan daging yang tinggi kadar garamnya. Sebaliknya, beberapa studi menyatakan bahwa diet tinggi buah dan sayur mungkin menurunkan resiko karsinoma nasofaring (American Cancer Society, 2011).

4. Faktor PekerjaanFaktor yang juga ikut berpengaruh adalah pekerjaan yang banyak berhubungan dengan debu nikel, debu kayu (pada industri mebel atau penggergajian kayu), atau pekerjaan pembuat sepatu. Atau zat yang sering kontak dengan zat yang dianggap karsinogen adalah antara lain: Benzopyrene, Bensoanthracene, gas kimia, asap industri, dan asap kayu (Soetjipto, 1989).

5. Radang Kronis NasofaringDianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan (Soetjipto, 1989 dan Herawati, 2002).

2.5 Klasifikasi & HistopatologiBerdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO, KNF dibagi menjadi 3 tipe, yaitu: Tipe 1 karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi. Tipe 2 gambaran histologinya karsinoma tidak berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih ke arah diferensiasi baik. Tipe 3 karsinoma tanpa diferensiensi adalah sangat heterogen, sel ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas. Jenis KNF yang banyak dijumpai adalah tipe 2 dan tipe 3. Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferisiensi mempunyai sifat radiosensitif dan mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus Epstein-Barr (Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).

2.6 Patofisiologi2.6.1 Pertumbuhan & EkspansiTingkat kegananasan karsinoma nasofaring tinggi, tumbuh infiltratif, dapat langsung berekspansi hingga menginfiltrasi ke struktur yang berbatasan. Ke atas, dapat langsung merusak basis kranial. Juga dapat melalui foramen spinosum, kanalis karotis internal atau sinus sfenoid dan selula etmoidal posterior dll. Lubang saluran atau retakan alamiah menginfiltrasi kranial, mengenai saraf kranial; ke anterior menyerang rongga nasal, sinus maksilaris, selula etmoidalis anterior, kemudian ke dalam orbita, juga dapat melalui intrakranium, fisura orbitalis superior atau kanalis pterigoideus, resesus pterigopalatina lalu ke orbita. Ke lateral tumor dapat menginfiltrasi celah parafaring, fosa intratemporal dan kelompok otot kunyah dll. Ke posterior menginfiltrasi jaringan lunak prevertebra servikal, vertebra servikal. Ke inferior mengenai orofaring bahkan laringofaring.

2.6.2 MetastasisSubmukosa nasofaring kaya akan jaringan limfatik, drainase limfatik dapat melintasi garasi tengah ke sisi leher kontra-lateral. Penyebaran limfogen ke kelenjar limfe leher dari kanker nasofaring terjadi secara dini. Lokasi metastasis kelenjar limfe tersering ditemukan pada kelenjar limfe profunda leher atas di bawah otot digastrik, yang kedua adalah kelenjar limfe leher profunda kelompok tengah dan kelenjar limfe rantai nervus aksesorius di trigonum servikal posterior. Metasasis jauh kanker nasofaring berkaitan erat dengan metastasis ke kelenjar leher, menyusul limfadenopati servikal, jumlahnya bertambah, peluang metastasis juga meningkat jelas.Lokasi metastasis jauh tersering adalah ke tulang, lalu ke paru, dan sering terjadi metastais ke banyak organ sekaligus (Desen, 2008) tetapi, jarang ke hati (Brennan, 2006)

Gambar 3. Karsinoma Nasofaring

2.7 Tanda dan Gejala Karsinoma Nasofaring2.7.1 Tanda dan Gejala diniKNF seperti layaknya kanker yang lain pada umumnya, adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Hal ini berimbas pada deteksi awal sedini mungkin memiliki angka harapan hidup yang lebih baik.Pada telinga, keluhan yang dirasakan oleh pasien adalah rasa tidak nyaman yang bersifat seperti telinga terasa penuh, berdengung, bahkan kurangnya fungsi pendengaran. Otitis media mulai dari stadium awal hingga akhir juga merupakan gejala dini dari KNF. Apabila hingga terjadi cairan keluar dari telinga, hal itu disebabkan terjadinya penyumbatan di muara tuba eustachius yang kemudian menyebabkan rongga telinga tengah terisi cairan dan kemudian menjadi penuh, sehingga cairan dapat keluar dari telinga.Pada hidung, keluhan awal yang dirasakan oleh pasien adalah epistaksis. Epistaksis disebabkan dinding tumor yang rapuh, sehingga apabila diberikan rangsang sentuhan dapat mengeluarkan darah. Keluarnya darah ini dapat berulang-ulang dan dapat bercampur dengan secret, sehingga darah yang keluar berwarna merah muda. Darah yang keluar juga dapat membentuk suatu sumbatan dan dapat menutupi koana dan menyebabkan gangguan fungsi penciuman.

2.7.2 Tanda dan Gejala LanjutPembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter (Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009 ).Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh (Arima, 2006 dan Nurlita, 2009).Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Pandi, 1983 dan Arima, 2006).

2.8 Stadium Karsinoma NasofaringUntuk penentuan stadium dipakai sistem TIM menurut UICC (2002)

Stadium 0 T1s N0 M0Stadium I T1 N0 M0Stadium IIA T2a N0 M0Stadium IIB T1 N2 M0 T2a N1 M0 T2b N0,N1 M0Stadium III T1 N2 M0 T2a,T2b N2 M0 T3 N2 M0Stadium IVa T4 N0,N1,N2 M0Stadium IVb semua T N3 M0Stadium IVc semua T semua N M1

T = TumorT0= Tidak tampak tumor.T1= Tumor terbatas di nasofaring.T2= Tumor meluas kejaringan lunak.T2a: Perluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring (perluasan parafaring menunjukkan infiltrasi tumor kearah postero-lateral melebihi fasia faring-basiler.T2b: Disertai perluasan ke parafaring.T3= Tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal.T4= Tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang masticator.N= Pembesaran kelenjar getah bening.NX= Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.N0= Tidak ada pembesaran.N1= Metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraclavicular.N2= Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraclavicular.N3= Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar, atau terletak dalam fossa supraclavikular. N3a: Ukuran lebih dari 6 cm. N3b: Di dalam fossa supraclavicular.Catatan: kelenjar yang terletak di daerah midline dianggap sebagai kelenjar ipsilateral.M = Metastasis.MX = Metastasis jauh tidak dapat dinilai.M0 = Tidak ada metastasis jauh.M1 = Terdapat metastasis jauh.

Gambar 4. Kanker Nasofaring Stadium IIA

2.9 DiagnosisKarsinoma nasofaring dapat ditegakkan diagnosisnya secara dini, untuk itu harus melakukan hal-hal berikut ini:a. Tingkat kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasienPasien dengan epistaksis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral, lymphadenopathy leher tak nyeri, cephalgia, ruda paksa saraf kranial dengan kausa tak jelas, dengan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga nasofaringnya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik (Desen, 2008).b. Pemeriksaan kelenjar limfe leherPerhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan rantai arteri vena transversalis koli apakah terdapat pembesaran (Desen, 2008 dan National Cancer Institute, 2011).c. Pemeriksaan nasofaringNasofaring diperiksa dengan cara rinoskopi posterior, dengan atau tanpa menggunakan kateter (American Cancer Society, National Cancer Institute, 2011 dan Soetjipto, 1989). Rinoskopi posterior tanpa menggunakan kateterNasofaringoskopi indirek menggunakan kaca dan lampu khusus untuk menilai nasofaring dan area yang dekat sekitarnya.Pada pasien dewasa yang tidak sensitif, pemeriksaan ini dapat dilakukan. Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan dapat tampak dengan mudah. Rinoskopi posterior menggunakan kateterNasofaringoskopi direk, dokter menggunakan sebuah fibreoptic scope ( lentur, menerangi, tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung atau mulut) untuk menilai secara langsung lapisan nasofaring.Dua buah kateter dimasukkan masing-masing kedalam rongga hidung kanan dan kiri, setelah tampak di orofaring, uung katater tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar selanjutnya disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya.d. Pemeriksaan saraf kranialDitujukan pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu diperiksa berulang kali barulah ditemukan hasil positif (Desen, 2008).e. Pencitraan Computed tomography (CT) scan nasofaringMakna klinis aplikasinya adalah: (1) membantu diagnosis (2) memastikan luas lesi, penetapan stadium secara akurat (3) secara tepat menetapkan zona target terapi; merancang medan radiasi(4) memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan tindak lanjut (Desen, 2008, National Cancer Institute 2011, dan Soetjipto, 1989).

Gambar 5. CT Scan Karsinoma Nasofaring

Chest x-rayJika pasien telah didiagnosa karsinoma nasofaring, foto polos x-ray dada mungkin dilakukan untuk menilai penyebaran kanker ke paru (National Cancer Institute, American Cancer Society, 2011 dan Soetjipto, 1989) . Magnetic resonance imaging (MRI) scanMRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat serentak membuat potongan melintang, sagital koronal, sehingga lebih baik dari CT. MRI selain dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara pasca fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor, MRI juga lebih bermanfaat (Desen, 2008 dan American Cancer Society, National Cancer Institute, 2011) . Foto tengkorak (AP, lateral, dasar tengkorak dan waters)Untuk memastikan adanya destruksi pada tulang dasar tengkorak serta adanya metastasis jauh (National Cancer Institute, 2011 dan, Soetjipto, 1989). Pencitraan tulang seluruh tubuhBerguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan ronsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 3-6 bulan dibandingkan ronsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya tampak tampak sebagai akumulasi radioaktivitas; sebagian kecil tampak sebagai area defek radioaktivitas (Desen, 2008 dan Soetjipto, 1989). (Positron emission tomography) PETDisebut juga pencitraan biokimia molekular metabolik in vivo. Pasien akan menerima injeksi glukosa yang terdiri dari atom radioaktif. Jumlah radioaktif yang digunakan sangat rendah. Karena sel kanker di dalam tubuh bertumbuh dengan cepat, kanker mengabsorpsi sejumlah besar gula radioaktif (Desen, 2008 dan National Cancer Institute 2011).f. Biopsi nasofaringPenghapusan sel atau jaringan sehingga dapat dilihat dibawah mikroskop oleh patologi untuk memastiakan tanda-tanda kanker (National Cancer Institute, 2011).g. Pemeriksaan histopatologiTelah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma (epidermoid) pada nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi), karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma tidak berdiferensiasi ( Roezin, 2010 dan Brennan 2006).h. Pemeriksaan serologis EBVBagi salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap memiliki risiko tinggi kanker nasofaring (Desen, 2008):Titer antibodi (Viral Capsid Antigens-Imunoglobulin A) VCA-IgA >= 1:80;Dari penelitian pemeriksaan VCA-IgA, (Early Antigen-Imunoglobulin) EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut positif.Dari tiga indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang tinggi kontinu atau terus meningkat.2.10 Diagnosis Bandinga.Kelainan hiperplastik nasofaringDalam keadaan normal korpus adenoid di atap nasofaring umumnya pada usia sebelum 30 tahun sudah mengalami atrofi. Tapi pada sebagian orang dalam proses atrofi itu terjadi infeksi serius yang menimbulkan nodul-nodul gelombang asimetris di tempat itu.b.TB nasofaringUmumnya pada orang muda, dapat timbul erosi, ulserasi dangakal atau benjol granulomatoid, eksudat permukaan banyak dan kotor, bahkan mengenai seluruh nasofaring.c.TB kelenjar limfe leherLebih banyak pada pemuda dan remaja, konsistensi agak keras, dapat melekat dengan jaringan sekitarnya membentuk massa, kadang terdapat nyeri tekan atau undulasi (Desen, 2008).

2.11 TerapiStadium I:Radioterapi.Stadium II&III:Kemoradiasi (Roezin, 2010 dan National Cancer Institute 2011).Stadium IV dengan N6cm:Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi (Roezin, 2010).

a. RadioterapiRadioterapi adalah pengobatan kanker yang menggunakan X-ray energi atau radiasi tipe lain untuk memusnahkan sel kanker atau menghambat pertumbuhan sel kanker. Ada dua tipe terapi radiasi. Terapi radiasi external menggunakan mesin yang berada di luar tubuh untuk memberikan radiasi kepada kanker. Terapi radiasi internal menggunakan zat radioaktif yang dimasukkan melalui jarum, radioaktive seeds, wires atau kateter yang ditempatkan secara langsung kedalam atau di dekat kanker. Cara pemberian terapi radiasi tergantung pada tipe dan satdium kanker yang diobati.Sumber radiasi menggunakan radiasi Co-60, radiasi energi tinggi atau radiasi X energi tinggi dari akselerator linier, terutama dengan radiasi luar isosentrum, dibantu brakiterapi intrakavital, bila perlu ditambah radioterapi stereotaktik (Desen, 2008).b. KemoterapiPemberian kemoterapi diberikan dalam banyak siklus, dengan setiap periode diikuti dengan adanya waktu istirahat untuk memberikan kesempatan tubuh melakukan recover. Siklus-siklus kemoterapi umumnya berakhir hingga 3 sampai 4 minggu. Kemoterapi sering tidak dianjurkan bagi pasien yang kesehatannya memburuk. Tetapi umur yang lanjut bukanlah penghalang mendapatkan kemoterapi.Cisplatin merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati karsinoma nasofaring. Cisplatin telah digunakan secara tunggal sebagai bagian dari kemoradiasi, tetapi boleh dikombinasikan dengan obat lain, 5-fluorourasil (5-FU) jika diberikan setelah terapi radiasi. Beberapa obat lain boleh juga berguna untuk mengobati kanker yang telah menyebar. Obat-obat ini termasuk: Carboplatin, Oxaliplatin, Bleomycin, Methotrexate, Doxorubicin, Epirubicin, Docetaxel, dan Gemcitabine. Sering, pengkombinasian 2 atau lebih obat-obat ini yang digunakan (American Cancer Society, 2011). Tetapi berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti (Roezin, 2010).Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitocyn C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.c. Terapi bedahPembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi, serta tidak adanya ditemukan metastsis jauh. Juga dilakukan pada karsinoma nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa grade I, II, adenokarsinoma, komplikasi radiasi (parasinusitis radiasi, dll) (Desen, 2008 dan Roezin, 2010).d. Terapi paliatifTerapi paliatif adalah terapi atau tindakan aktif untuk meringankan beban penderita kanker dan memperbaiki kualitas hidupnya, terutama yang tidak dapat disembuhakn lagi. Tujuan terapi paliatif adalah: Meningkatkan kualitas hidup penderita Menghilangkan nyeri dan keluhan berat lainnya Menjaga keseimbangan fisik, psikologik, dan sosial penderita Membantu penderita agar dapat aktif sampai akhir hayatnya Membantu keluarga mengatasi kesulitan penderita dan ikut berduka cita atas kematian penderita.Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebabkan oleh kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak dapat banyak dilakukan selain menasihatkan penderita untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya liur (Roezin, 2010 dan Sukardja, 2002).

2.12 PrognosisBeberapa penelitian melaporkan bahwa angka bertahan hidup 5 tahun setelah mendapatkan terapi radiasi adalah 85-95% untuk KNF stadium I dan 70-80% untuk KNF stadium II. Stadium III dan stadium IV yang cuma mendapat terapi radiasi, angka bertahan hidup 5 tahun berkisar antara 24-80%. Kira-kira sepertiga penderita meninggal dunia karena metastasis jauh yang dapat ditemukan di tulang, paru, dan hati ( Lin HS, 2009, Gardjito, 2005, dan Brennan, 2006).

2.13 KomplikasiToksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang diiradiasi.. Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi. Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat (Maqbook, 2000 dan Nasir, 2009).

2.14 Pencegahana.Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi (Roezin, 2010).b.Mengurangi konsumsi ikan asin ternyata dapat menurunkan insidens secara nyata (Soetjipto, 1989).c.Mengurangi konsumsi alkohol atau berhenti merokok.d.Makan makanan yang bernutrisi dan mengurangi serta mengeontrol stresse.Berolahraga secara teratur (American Cancer Society, 2011).

BAB IIIPENUTUP

3.1 SaranKarsinoma Nasofaring kini menjadi keganasan nomor 1 di bidang THT. Saat ini Karsinoma Nasofaring juga tidak hanya menyerang usia dewasa muda, etapi anak-anakpun sudah mulai terserang penyakit ini. Deteksi dini akan KNF serta penyuluhan guna meningkatkan kewaspadaan publik akan penyakit ini diyakini akan membantu menurunkan jumlah penderita penyakit ini. Hal ini dirasa berguna karena angka keberhasilan pengobatan dalam 5 tahun apabila pasien masih di stadium awal sangatlah tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGCBE Anderson, et all; Risk factors associated with nasopharyngeal carcinomaDA Decker, et all; Chemotheraphy for nasopharyngeal carcinoma a ten-year experienceDM Parkin, et all; Global Cancer StatisticsK. Shanmugaratnam MD, PhD, FRCPath S. H, et all; Histopathology of nasopharyngeal carcinoma. Correlations with epidemiology, survival rates and other biological characteristicsL Barnes, et all; World Health Organization classification of tumours, Pathology and genetics of head and neck tumoursSobotta, Atlas of Human Anatomy. 14th edition: Elsevier; 2008Soepardi E, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007Young LS, et all; Epstein-Barr Virus gene expression in nasopharyngeal carcinomawww.dharmais.co.id/index.php/kanker-nasofaring.htmlhttp://www.webmd.com/cancer/nasopharyngeal-cancer

1