LP K3

26
LAPORAN PENDAHULUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA A. Pengertian dan Dasar Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha- usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor- faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia

description

.

Transcript of LP K3

Page 1: LP K3

LAPORAN PENDAHULUAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan beserta prakteknya

yang bertujuan, agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif,

terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan

faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit

umum.

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan

upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani

tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya

menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan

adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses

produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia

merdeka menimbulkan konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang

mengakibatkan pula meningkatnya risiko kecelakaan di lingkungan kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam

mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis

kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan

tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai

tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003

tentang ketenagakerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau

buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan

kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan

martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka

Page 2: LP K3

dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan

kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids

Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi

kemajuan dan perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan

kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam

tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah

kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur

syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan,

peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan

penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung

dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan. Kesehatan kerja memiliki

sifat sebagai berikut :

1. Sasarannya adalah manusia.

2. Bersifat medis.

Sedangkan keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :

1. Sasarannya adalah lingkungan kerja.

2. Bersifat teknik.

Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam macam; ada yang

menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang

hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.

B. Tujuan K3

Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut :

1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam

keadaan sehat dan selamat.

2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya

hambatan.

Page 3: LP K3

C. Ruang Lingkup K3

Ruang lingkup hiperkes dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di

dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja

dan usaha yang dikerjakan.

2. Aspek perlindungan dalam hiperkes meliputi :

a. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian

b. Peralatan dan bahan yang dipergunakan

c. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial

d. Proses produksi

e. Karakteristik dan sifat pekerjaan

f. Teknologi dan metodologi kerja

3. Penerapan Hiperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga

perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.

4. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/ perusahaan ikut bertanggung

jawab atas keberhasilan usaha hiperkes.

D. Bahaya di Tempat Kerja

1. Bahaya fisik dan mekanik

Bahaya fisik adalah sumber utama dari kecelakaan di banyak industri.

Bahaya tersebut mungkin tidak bisa dihindari dalam banyak industri

seperti konstruksi dan pertambangan, namun seiring berjalannya waktu,

manusia mengembangkan metode dan prosedur keamanan untuk mengatur

risiko tersebut. Buruh anak menghadapi masalah yang lebi spesifik

dibandingkan pekerja dewasa. Jatuh adalah kecelakaan kerja dan penyebab

kematian di tempat kerja yang paling utama, terutama

di konstruksi, ekstraksi, transportasi, dan perawatan bangunan.

Permesinan adalah komponen utama di berbagai industri

seperti manufaktur, pertambangan, konstruksi, dan pertanian, dan bisa

membahayakan pekerja. Banyak permesinan yang melibatkan pemindahan

Page 4: LP K3

komponen dengan kecepatan tinggi, memiliki ujung yang tajam, permukaan

yang panas, dan bahaya lainnya yang berpotensi meremukkan, membakar,

memotong, menusuk, dan memberikan benturan dan melukai pekerja jika

tidak digunakan dengan aman.

2. Bahaya kimiawi dan biologis

a. Bahaya biologis

1) Bakteri

2) Virus

3) Fungi

4) Patogen bawaan darah

5) Tuberculosis

b. Chemical hazards

1) Asam

2) Basa

3) Logam berat

4) Pelarut

5) Partikulat

6) Asap

7) Bahan kimia reaktif

8) Api, bahan yang mudah terbakar

3. Masalah psikologis dan sosial

a. Stres akibat jam kerja terlalu tinggi atau tidak sesuai waktunya

b. Kekerasan di dalam organisasi

c. Bullying

d. Pelecehan seksual

e. Keberadaan bahan candu yang tidak menyenangkan dalam lingkungan

kerja, seperti rokok dan alkohol

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA

1. Kapasitas Kerja

Page 5: LP K3

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum

memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40%

masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan

35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak

memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang

optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang

ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan

yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan

tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah

PAHK dan kecelakaan kerja.

2. Beban Kerja

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis

beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan

pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam.

Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat,

akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang

turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi

pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa

melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka

waktu lama dapat menimbulkan stres.

3. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi

kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational

Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja

(Occupational Disease & Work Related Diseases).

F. Penyebab Kecelakaan Kerja

1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:

a. Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain

b. Lingkungan kerja

Page 6: LP K3

c. Proses kerja

d. Sifat pekerjaan

e. Cara kerja

2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia,

yang dapat terjadi antara lain karena:

a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana

b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)

c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.

d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

3. Takdir/nasib

G. Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan

faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia

(pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat

kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah,

cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus

(panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di

kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)

H. Konsep Perawat sebagai Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di

bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-;

pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru

Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini

dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian

khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa

dan fisik manusia, serta lingkungannya.

Page 7: LP K3

Dalam hal ini,perawat memegang peranan yang cukup besar dalam upaya

pelaksanaan dan peningkatan K3. Sedangkan dalam pelaksanaannya, perawat tidak

dapat bekerja secara individual. Perawat perlu untuk berkolaborasi dengan pihak-

pihak lintas profesi maupun lintas sektor.

I. Peran Perawat dalam Meningkatkan K3

Fungsi seorang perawat hiperkes sangat tergantung kepada kebijaksanaan

perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah

tenaga kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan.

Perawat merupakan satu-satunya tenaga kesehatan yang full time di perusahaan,

maka fungsinya adalah :

1. Membantu dokter perusahaan dalam menyusun rencana kerja hiperkes di

perusahaan

2. Melaksanakan program kerja yang telah digariskan, termasuk administrasi

kesehatan kerja.

3. Memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan perawatan dan pengobatan.

4. Memelihara alat-alat perawatan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan

perusahaan.

5. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan sesuai cara-cara yang telah

disetujui.

6. Ikut membantu menentukan kasus-kasus penderita, serta berusaha

menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan kepadanya.

7. Ikut menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor

pekerjaan dan melaporkan kepada dokter perusahaan.

8. Membantu usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan perusahaan sesuai

kemampuan yang ada.

9. Ikut mengambil peranan dalam usaha-usaha kemasyarakatan : UKS.

10. Membantu, merencanakan dan atau melaksanakan sendiri kunjungan rumah

sebagai salah satu dari segi kegiatannya.

11. Menyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang dilayani.

Page 8: LP K3

12. Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja.

13. Mengumpulkan data-data dan membuat laporan untuk statistic dan evaluasi.

14. Turut membantu dalam usaha penyelidikan kesehatan tenaga kerja.

15. Memelihara hubungan yang harmonis dalam perusahaan

16. Memberikan penyuluhan dalam bidang kesehatan.

17. Bila lebih dari satu paramedis hiperkes dalam satu perusahaan, maka

pimpinan paramedis hiperkes harus mengkoordinasi dan mengawasi

pelaksanaan semua usaha perawatan hiperkes.

Menurut Jane A. Le R.N dalam bukunya The New Nurse in Industry,

beberapa fungsi spesifik dari perawat hiperkes adalah :

1. Persetujuan dan kerjasama dari pimpinan perusahaan atau industri dalam

membuat program dan pengolahan pelayanan hiperkes yang mana bertujuan

memberikan pemeliharaan atau perawatan kesehatan yang sebaik mungkin

kepada tenaga kerja.

2. Memberikan atau menyediakan primary nursing care untuk penyakit-

penyakit atau korban kecelakaan baik akibat kerja maupun yang bukan

akibat kerja bedasarkan petunjuk- petunjuk kesehatan yang ada.

3. Mengawasi pengangkutan pekerja yang sakit korban kecelakaan ke rumah

sakit, klinik atau ke kantor dokter untuk mendapatkan perawatan atau

pengobatan lebih lanjut.

4. Melakukan referral kesehatan dan pencanaan kelanjutan perawatan dan

follow up dengan rumah sakit atau klinik spesialis yang ada.

5. Mengembangkan dan memelihara system record dan report kesehatan dan

keselamatan yang sesuai dengan prosedur yang ada di perusahaan.

6. Mengembangkan dan memperbarui policy dan prosedur servis perawatan.

7. Membantu program physical examination (pemeriksaan fisik) dapatkan data-

data keterangan-keterangan mengenai kesehatan dan pekerjaan. Lakukan

referral yang tepat dan berikan suatu rekomendasi mengenai hasil yang

positif.

Page 9: LP K3

8. Memberi nasehat pada tenaga kerja yang mendapat kesukaran dan jadilaj

perantara untuk membantu menyelesaikan persoalan baik emosional maupun

personal.

9. Mengajar karyawan praktik kesehatan keselamatan kerja yang baik, dan

memberikan motivasi untuk memperbaiki praktik-praktik kesehatan.

10. Mengenai kebutuhan kesehatan yang diperlukan karyawan dengan obyektif

dan menetapkan program Health Promotion, Maintenance and Restoration.

11. Kerjasama dengan tim hyperkes atau kesehatan kerja dalam mencari jalan

bagaimana untuk peningkatan pengawasan terhadap lingkungan kerja dan

pengawasan kesehatan yang terus menerus terhadap karyawan yang terpapar

dengan bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatannya.

12. Tetap waspada dan mengikuti standar-standar kesehatan dan keselamatan

kerja yang ada dalam menjalankan praktek-praktek perawatan dan

pengobatan dalam bidang hiperkes ini.

13. Secara periodik untuk meninjau kembali program-program perawatan dan

aktifitas perawatan lainnya demi untuk kelayakan dan memenuhi kebutuhan

serta efisiensi.

14. Ikut serta dalam organisasi perawat (professional perawat) seperti ikatan

paramedic hiperkes, dan sebagainya.

15. Merupakan tanggung jawab pribadi yang tidak boleh dilupakan dan penting

adalah mengikuti kemajuan dan perkembangan professional (continues

education).

Secara sistimatis, tugas-tugas paramedis hiperkes sebagai berikut :

1. Tugas medis teknis yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan.

Perawatan dan pengobatan penyakit umum, meliputi:

a. Menurut petunjuk dokter perusahaan

b. Menurut pedoman tertulis (standing orders)

c. Rujukan pasien ke rumah sakit

d. Mengawasi pasien sakit hingga sembuh

e. Menyelenggarakan rehabilitasi

Page 10: LP K3

2. Perawatan dan pengobatan pada kecelakaan dan penyakit jabatan

3. Menjalankan pencegahan penyakit menular (vaksinasi, dll)

4. Pemeriksaan kesehatan:

a. Sebelum bekerja (pre-employment)

b. Berkala

c. Pemeriksaan khusus

5. Tugas administratif mengenai dinas kesehatan perusahaan

a. Memelihara administrasi (dinas kesehatan)

b. Mendidik dan mengamati pekerjaan bawahannya

c. Memelihara catatan-catatan dan membuat

Menurut American Association of Occupational Health Nurses, ruang lingkup

pekerjaan perawat hiperkes adalah :

1. Health promotion / Protection

Meningkatkan derajat kesehatan, kesadaran dan pengetahuan tenaga kerja

akan paparan zat toksik di lingkungan kerja. Merubah faktor life style dan

perilaku yang berhubungan dengan resiko bahaya kesehatan.

2. Worker Health / Hazard Assessment and Surveillance

Mengidentifikasi masalah kesehatan tenaga kerja dan menilai jenis

pekerjaannya.

3. Workplace Surveillance and Hazard Detection

Mengidentifikasi potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan

tenaga kerja. Bekerjasama dengan tenaga profesional lain dalam penilaian dan

pengawasan terhadap bahaya.

4. Primary Care

Merupakan pelayanan kesehatan langsung terhadap penyakit dan kecelakaan

pada tenaga kerja, termasuk diagnosis keperawatan, pengobatan, rujukan dan

perawatan emergensi.

5. Konseling

Membantu tenaga kerja dalam memahami permasalahan kesehatannya dan

membantu untuk mengatasi dan keluar dari situasi krisis.

Page 11: LP K3

6. Management and Administration

Acap kali sebagai manejer pelayanan kesehatan dengan tanggung-jawab pada

progran perencanaan dan pengembangan, program pembiayaan dan

manajemen.

7. Research

Mengenali pelayanan yang berhubungan dengan masalah kesehatan,

mengenali faktor – faktor yang berperanan untuk mengadakan perbaikan.

8. Legal-Ethical Monitoring

Paramedis hiperkes harus sepenuhnya memahami ruang lingkup pelayanan

kesehatan pada tenaga kerja sesuai perundang-undangan, mampu menjaga

kerahasiaan dokumen kesehatan tenaga kerja.

9. Community Organization

Mengembangkan jaringan untuk meningkatkan pelayanan kepada tenaga

kerja. Perawat hiperkes yang bertanggung-jawab dalam memberikan

perawatan tenaga kerja haruslah mendapatkan petunjuk-petunjuk dari dokter

perusahaan atau dokter yang ditunjuk oleh perusahaan. Dasar-dasar

pengetahuan prinsip perawatan dan prosedur untuk merawat orang sakit dan

korban kecelakaan adalah merupakan pegangan yang utama dalam proses

perawatan yang berdasarkan nursing assessment, nursing diagnosis, nursing

intervention dan nursing evaluation adalah mempertinggi efisiensi

pemeliharaan dan pemberian perawatan selanjutnya. Perawat hiperkes

mempunyai kesempatan yang besar untuk menerapkan praktek-praktek

standar perawatan secara leluasa. Seorang perawat hiperkes, melalui program

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan hendaknya selalu membantu

karyawan / tenaga kerja untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

J. Penegakan Diagnosa

Secara teknis penegakkan diagnosis dilakukan dengan:

1. Anamnesis/ wawancara meliputi : identitas, riwayat kesehatan, riwayat

penyakit, keluhan.

Page 12: LP K3

2. Riwayat pekerjaan (kunci awal diagnosis)

a. Sejak pertama kali bekerja.

b. Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis bahaya

yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri,

cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran,

kebiasaan lain (merokok, alkohol)

c. Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan.

3. Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan dalam keadaan tidak

bekerja.

a. Waktu bekerja gejala timbul/ lebih berat, waktu tidak bekerja/ istirahat

gejala berkurang/ hilang.

b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.

c. Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data

penyakit di perusahaan.

4. Pemeriksaaan fisik, yang dilakukan dengan catatan :

a. Gejala dan tanda mungkin tidak spesifik

b. Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinik.

c. Dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan

laboratorium khusus/ pemeriksaan biomedik.

5. Pemeriksaan laboratorium khusus/ pemeriksaan biomedik

a. Misal: pemeriksaan spirometri, foto paru (pneumokoniosis-pembacaan

standard ILO)

b. Pemeriksaan audiometric

c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah/ urine.

6. Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene perusahaan, yang

memerlukan:

a. kerjasama dengan tenaga ahli higiene perusahaan

b. kemampuan mengevaluasi faktor fisik/kimia berdasarkan data yang ada

c. pengenalan secara langsung cara/sistem kerja, intensitas dan lama

pemajanan.

Page 13: LP K3

7. Konsultasi keahlian medis/keahlian lain

a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinik,

kemudian dicari faktor kausa di tempat kerja, atau melalui pengamatan/

penelitian yang relatif lebih lama.

b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasehat (kaitan

dengan kompensasi)

K. Kebijakan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Era Global

1. Dalam bidang pengorganisasian

Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen; departemen Kesehatan dan

departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan

Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :

a. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan

b. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak

c. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit:

1) Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.

2) Kasubdit konstruksi bangunan, instalasi listrik dan penangkal petir

3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan

d. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit:

1) Kasubdit Kesehatan tenaga kerja

2) Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja

3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.

Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja

Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja

(UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan,

Pengrajin, dll).

2. Dalam bidang regulasi

Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya :

a. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Page 14: LP K3

b. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

c. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.

d. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor

Penyakit Akibat Kerja.

e. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan

Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.

f. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan

Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.

g. Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis

dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.

3. Dalam bidang pendidikan

Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk

menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :

a. Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret

b. Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di

Unair, Undip, dll dan jurusan K3 FKM UI.

c. Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya

di UGM, UNDIP, UI, Unair.

d. Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan

Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah

mata kuliah yang khusus mempelajari K3

L. PENEGAKAN DIAGNOSA KELOMPOK KHUSUS PEKERJA

Secara teknis penegakkan diagnosis dilakukan dengan (Budiono, Sugeng, 2003) :

1. Anamnesis/ wawancara meliputi : identitas, riwayat kesehatan, riwayat

penyakit, keluhan.

2. Riwayat pekerjaan (kunci awal diagnosis)

a. Sejak pertama kali bekerja.

Page 15: LP K3

b. Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis bahaya

yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri,

cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran

(hobby), kebiasaan lain (merokok, alkohol)

c. Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan.

3. Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan dalam keadaan tidak

bekerja.

a. Waktu bekerja gejala timbul/ lebih berat, waktu tidak bekerja/ istirahat

gejala berkurang/ hilang.

b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.

c. Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data

penyakit di perusahaan.

4. Pemeriksaaan fisik, yang dilakukan dengan catatan

a. Gejala dan tanda mungkin tidak spesifik

b. Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinik.

c. Dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan

laboratorium khusus/ pemeriksaan biomedik.

5. Pemeriksaan laboratorium khusus/ pemeriksaan biomedik

a. Misal: pemeriksaan spirometri, foto paru (pneumokoniosis-pembacaan

standard ILO)

b. Pemeriksaan audiometri

c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah/ urine.

6. Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene perusahaan, yang

memerlukan :

a. kerjasama dengan tenaga ahli higiene perusahaan

b. kemampuan mengevaluasi faktor fisik/kimia berdasarkan data yang ada.

c. Pengenalan secara langsung cara/sistem kerja, intensitas dan lama

pemajanan.

7. Konsultasi keahlian medis/keahlian lain

Page 16: LP K3

a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinik,

kemudian dicari faktor kausa di tempat kerja, atau melalui pengamatan/

penelitian yang relatif lebih lama.

b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasehat (kaitan

dengan kompensasi)

Page 17: LP K3

DAFTAR PUSTAKA

Murwani Anita, S.kep. 2003. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta.

Fitramaya.

Rachman, Abdul, et al. 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada Institusi Pendidikan

Tenaga Sanitasi. Jakarta: Depkes RI, Pusdiknakes.

Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang. 1985. Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo.