LP Ca Recti
-
Upload
framita-rahman -
Category
Documents
-
view
266 -
download
35
Transcript of LP Ca Recti
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Tumor usus halus jarang terjadi; sebaliknya tumor usus besar dan rectum relative
umum. Pada kenyataanya kanker kolon dan rectum sekarang adalah tipe paling
umum kedua dari kanker internal di Amerika Serikat. Kanker kolorektal adalah
kanker yang menyerang kolon atau rectum. Kanker ini dapat terpisah, dapat
sebagai kanker kolon atau kanker rectum, tergantung dari mana asal dari kanker
tersebut. Kanker kolon dan kanker rectum memiliki banyak kesamaan.
Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di
anterior sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid
junction terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga
atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah bagian
bawah rektum keseluruhannya adalah ektraperitoneral. Vaskularisasi rektum
berasal dari cabang arteri mesenterika inferior dan cabang dari arteri iliaka
interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemorriodalis
internus dan berjalan ke kranial ke vena mesenterika inferior dan seterusnya
melalui vena lienalis ke vena porta. Ca Recti dapat menyebar sebagai
embulus vena kedalam hati. Pembuluh limfe dari rektum diatas garis
anorektum berjalan seiring vena hemorriodalos superior dan melanjut ke
kelenjar limfa mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk
eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi saluran
limfa ini. Dinding rektum terdiri dari 5 lapisan, yaitu mukosa yang tersusun oleh
epitel kolumner, mukosa muskularis, submukosa, muscularis propria dan serosa.
B. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab ca recti adalah:
1. Umur
Dewasa muda dapat terkena kanker kolarektal, namun prevelensi peluang
untuk terkena penyakit ini makin meningkat di atas umur 50 tahun. Sekitar 9
dari 10 orang yang didiagnosa kanker kolarectal berada pada usia 50 tahun.
2. Polip
Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk
menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah
proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa,
adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi
maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen,
dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi
adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.
3. Riwayat polip kolorectal atau kanker kolorectal
Orang dengan riwayat adenomatos polip (adenomas), memiliki peluang lebih
tinggi untuk terkena penyakit kanker kolorectal. Khususnya jika polipnya
dalam ukuran yang besar atau jika polipnya tersebar dan banyak. Orang
dengan riwayat kanker kolorectal, meskipun sel kankernya telah diangkat,
tetap memiliki resiko untuk terjadinya pertumbuhan sel kanker baru di area
yang berbeda dari kolon dan recktum. Kemungkinan hal ini klebih besar
terjadi jika riwayat kanker kolorectal pertama terjadi pada usia yang cukup
muda.
4. Riwayat Inflamatory bowel disease
Inflammatory bowel disease (IBD), yang meliputi ulcerative colitis dan
Crohn’s disease adalah kondisi dimana kolon mengalamai inflamasi dalam
jangka waktu yang lama. Orang yang mengalami IBD dalam jangka waktu
yang lama biasanya mengalami dysplasia.
a. Ulcerative Colitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon
sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis.
Risiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada
usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan
keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun,
8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang
direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari kanker
kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi
untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien
dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang
digunakan berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi
sebelum terbentuknya invasif kanker. Sebuah studi prospektif
menyimpulkan bahwa kolektomi yang dilakukan dengan segera sangat
esensial untuk semua pasien yang didiagnosa dengan displasia
yang berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling penting dari
analisa mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak
menyingkirkan adanya invasif kanker. Diagnosis dari displasia
mempunyai masalah tersendiri pada pengumpulan sampling spesimen dan
variasi perbedaan pendapat antara para ahli patologi anatomi.
b. Penyakit Crohn
Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk
menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan
dengan ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul
pada penyakit crohn’s sekitar 20%. Pasien dengan striktur kolon
mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada tempat yang
terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat pada tempat strikturoplasty
menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal harus dilakukan pada
saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel
kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien dengan
crohn’s disease.
5. Faktor Genetik
a. Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan
riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan
keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai
kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi
bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat
kanker kolorektal pada keluarganya.
b. Herediter Kanker Kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari
normal menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari
seluruh karsinoma dan adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan
mutasi. Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa dari
sindrom kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi
sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih kecil dari 1 cm.
Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari seluruh kanker
kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma
kolon dan adenoma yang besar. Dua sindrom yang utama dan beberapa
varian yang utama dari sindrom ini menyebabkan kanker
kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini, dimana
mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme
yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan
hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).
c. FAP (Familial Adenomatous Polyposis)
Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang
berlokasi pada kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor
gen dapat menggiring kepada kemungkinan pembentukan kanker
kolorektal pada umur 40 sampai 50 tahun. Pada FAP yang telah
berlangsung cukup lama, didapatkan polip yang sangat banyak untuk
dapat dilakukannya kolonoskopi polipektomi yang aman dan
adekuat; ketika hal ini terjadi, direkomendasikan untuk melakukan
prophylactic subtotal colectomy diikuti dengan endoskopi pada
bagian yang tersisa. Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda
kecuali terdapat terlalu banyak polip yang dapat ditangani dengan
aman. Prosedur pembedahan elektif harus sedapat mungkin dihindari
ketika memungkinkan. Screening untuk polip harus dimulai pada saat
usia muda. Pasien dengan FAP yang diberi 400 mg celecoxib, dua kali
sehari selama enam bulan mengurangi rata rata jumlah polip sebesar 28%.
Tumor lain yang mungkin muncul pada sindrom FAP adalah karsinoma
papillary thyroid, sarcoma, hepatoblastomas, pancreatic carcinomas,
dan medulloblastomas otak. Varian dari FAP termasuk gardner’s
syndrom dan turcot’s syndrom.
d. HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer)
Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom
I dan II.Generasi multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal
muncul pada umur yang muda (±45 tahun), dengan predominan lokasi
kanker pada kolon kanan. Abnormalitas genetik ini terdapat pada
mekanisme mismatch repair yang bertanggung jawab pada defek eksisi
dari abnormal repeating sequences dari DNA, yang dikenal sebagai
mikrosatellite (mikrosatellite instability). Retensi dari squences ini
mengakibatkan ekspresi dari phenotype mutator, yang
dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+
phenotype), dimana predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang
memiliki multitude dari malignansi primer. Pasien dengan HNPCC
mungkin juga memiliki adenoma sebaceous, carcinoma sebaceous,
dan multipel keratocanthoma, Termasuk kanker dari endometrium,
ovarium, kandung kemih, ureter, lambung dan traktus biliaris.
Jika dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal, tumor pada
HNPCC seringkali poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan
signet-cell, reaksi yang mirip crohn’s (nodul lymphoid, germinal
centers, yang berlokasi pada perifer inflitrasi kanker kolorektal),
kehadiran infiltrasi lymphocytes diantara tumor. Karsinogenesis yang
terakselerasi muncul pada HNPCC, pada keadaan ini adenoma
kolon yang berukuran kecil dapat menjadi karsinoma dalam 2-3
tahun, bila dibandingkan dengan proses pada rata-rata kanker
kolorektal yang membutuhkan waktu 8-10 tahun. Pasien dengan
HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita
kanker.kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening harus
dimulai pada umur 20 tahun atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota
keluarga yang pertama kali terdiagnosa kanker kolorektal yang
berhubungan HNPCC. Angka rata-rata pasien dengan HNPCC yang
didiagnosa menderita kanker kolorektal pada umur 44 tahun,
dibandingkan dengan pasien kontrol yang menderita kanker
kolorektal pada umur 68 tahun. Prognosis dari pasien HNPCC
terlihat lebih baik daripada pasien dengan sporadic kanker kolon. Dari
penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan HNPCC kurang
mendapat manfaat dari adjuvant kemoterapi berdasarkan kombinasi
fluorourasil daripada pasien tanpa kelainan ini.
6. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet
rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal
pada kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak
menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua
hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan resiko
kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti
epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma
dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang
berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti
dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada
sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk
menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen
reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan
pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi
berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat
karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut
dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal
epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat
terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi
fokal, karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2
dan stres oksidatif dengan lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari
proliferasi fokal dan mutagenesis dapat meningkatkan resiko terjadinya
adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat dengan
(a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b)
agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut,
misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan
pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan
hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.
7. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga
kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk
yang besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan
risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar.
Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di
Amerika
dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga
menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal. Pada
berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan
asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap
hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan perkembangan dari
kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik menunjukkan
penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang berhubungan
dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah
menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik
dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas
fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.
C. PATOFISIOLOGI
Proses keganasan mulai dari dalam sel-sel yang melapisi dinding usus. Tumor
terjadi pada daerah yang berbeda-beda di dinding usus besar dalam proposi
perkiraan berikut 16% pada kolon asenden, 8% pada kolon transversal, 20% –
30% pada kolon desenden dan sigmoid, serta 40% – 50% pada rektum. Hampir
semua kanker rektum berkembang dari polip ademotosa. Kanker biasanya tumbuh
tidak terdeteksi hingga gejala-gejala secara perlahan-lahan dan sifatnya berbahaya
terjadi. Secara lokal kanker rektum biasanya menyebar lebih kedalam lapisan-
lapisan dinding perut, yang dimulai dari orang-orang lain yang berdekatan.
Kanker ini membesar atau menyebar melalui sistim sirkulasi yang masuk dari
pembuluh-pembuluh darah. Tempat-tempat metastase yang lain adalah termasuk
kelenjar-kelenjar adrenal, ginjal, kulit, tulang dan otot. Disamping penyebaran
secara langsung melalui sistim sirkulasi dan lymphatik, kanker rektum juga
menyebar melalui peredaran peritoneal. Penyebaran terjadi ketika kanker diangkat
dan sel-sel kanker berpisah dari kanker dan menuju lubang peritonial.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Perubahan kebiasaan defekasi (merupakan gejala yang paling sering
ditunjukkan), keluar darah bersama dengan feses (merupakan gejala kedua
yang paling sering)
2. Anemia yang tidak diketahui penyebabanya, anoreksia, penurunan berat
badan, dan keletihan.
3. Lesi sebelah kanan: nyeri abdominal tumpul dan melena.
4. Lesi sebelah kiri: nyeri abdominal dank ram, feses mengecil, konstipasi dan
distensi, darah merah segar dalam feses.
5. Lesi rectal: tenesmus (nyeri rektal, evakuasi feses yang tidak lengkap setelah
defekasi), konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi akibat adanya kanken rektum adalah :
a. Terjadinya osbtruksi pada daerah pelepasan
b. Terjadinya perforasi pada usus
c. Pembentukan pistula pada kandung kemih atau vagina.
Karsinoma rektum dapat menyebabkan terjadinya ulserasi atau perdarahan,
menimbulkan obstruksi bila membesar, atau menembus vagina (invasi) keseluruh
dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Adapun komplikasi selain terjadinya
obstruksi, perforasi yaitu pendarahan dan penyebaran ke organ yang berdekatan
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik
Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di
jaringan.
2. Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan
skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung.
3. Barium enema yaitu cairan yang mengandung barium dimasukkan melalui
rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus gastrointestinal
bawah.
4. Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum
dan sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat
sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon
5. Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid.
Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang
paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis
lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous
carcinomas, dan undifferentiated tumors. Ketika diagnosis rectal cancer sudah
dipastikan, maka dilakukan prosedur untuk menetukan stadium tumor. Hal ini
termasuk computed tomography scan (CT scan) dada, abdomen, dan pelvis,
complete blood count (CBC), tes fungsi hepar dan ginjal, urinanalysis, dan
pengukuran tumor marker CEA (carcinoembryonic antigen).
G. PENATALAKSANAAN
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah
terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi
standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama
untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam
stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan
ilmu dalam metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal
dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan
kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy,
dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada
stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan,
meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi,
beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah
pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal. Tipe pembedahan
yang dipakai antara lain :
a. Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika
kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan
polypectomy.
b. Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker
c. Reseksi dan kolostomi
Gambar 8. Reseksi dan Anastomosis Gambar 9. Reseksi dan Kolostomi
2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III
lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan
pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan
untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui
pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama
ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang
digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan resiko
kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%.
Pada penanganan metastasis jauh, radiesi telah berguna mengurangi efek lokal
dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan
sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang
unresectable.
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan),
dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau
tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III). terapi
standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan
leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU
merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya,
levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi
leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira – kira 15% dan
menurunkan angka kematian kira – kira sebesar 10%.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP)
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien dengan kanker kolon diperoleh data sebagai berikut sbb:
1. Aktivitas/istirahat
Pasien dengan kanker kolorektal biasanya merasakan tidak nyaman pada
abdomen dengan keluhan nyeri, perasaan penuh, sehingga perlu dilakukan
pengkajian terhadap pola istirahat dan tidur.
2. Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pergerakan kerja. Kebiasaan: perubahan
pada tekanan darah.
3. Integritas ego
Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi
stress (misalnya merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan,
keyakinan religius/ spiritual). Masalah tentang perubahan dalam penampilan
misalnya, alopesia, lesi, cacat, pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan
tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak merasakan, rasa bersalah,
kehilangan. Tanda : Kontrol, depresi, Menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi
Adanya perubahan fungsi kolon akan mempengaruhi perubahan pada defekasi
pasien, konstipasi dan diare terjadi bergantian. Bagaimana kebiasaan di rumah
yaitu: frekuensi, komposisi, jumlah, warna, dan cara pengeluarannya, apakah
dengan bantuan alat atau tidak adakah keluhan yang menyertainya. Apakah
kebiasaan di rumah sakit sama dengan di rumah. Pada pasien dengan kanker
kolerektal dapat dilakukan pemeriksaan fisik dengan observasi adanya
distensi abdomen, massa akibat timbunan faeces. Massa tumor di abdomen,
pembesaran hepar akibat metastase, asites, pembesaran kelenjar inguinal,
pembesaran kelenjar aksila dan supra klavikula, pengukuran tinggi badan dan
berat badan, lingkar perut, dan colok dubur.
5. Makanan/cairan
Gejala: kebiasaan makan pasien di rumah dalam sehari, seberapa banyak dan
komposisi setiap kali makan adakah pantangan terhadap suatu makanan, ada
keluhan anoreksia, mual, perasaan penuh (begah), muntah, nyeri ulu hati
sehingga menyebabkan berat badan menurun.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema
6. Neurosensori
Gejala: Pusing; sinkope, karena pasien kurang beraktivitas, banyak tidur
sehingga sirkulasi darah ke otak tidak lancar.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan
ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit).
8. Pernapasan
Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seorang perokok).
Pemajanan asbes.
9. Keamanan
Gejala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari
lama/berlehihan.
Tanda: Demam, ruam kulit, ulserasi.
10. Seksualitas
Gejala: Masalah seksual misalnya dampak pada hubungan peruhahan pada
tingkat kepuasan. Multigravida lebih besar dari usia 30 tahun. Multigravida,
pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini, herpes genital.
11. Interaksi sosial
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau
bantuan)
Masalah tentang fungsi/ tanggungjawab peran penyuluhan/pembelajaran.
Gejala: Riwayat kanker pada keluarga.
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada, riwayat
alamiah dari primer akan memberikan informasi penting untuk mencari
metastatik.
Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya untuk tempat kanker dan
pengobatan yang diberikan.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang
mencakup, adalah sebagai berikut :
1. Nyeri b/d proses penyakit (kompresi/ destruksi jaringan saraf, infiltrasi saraf
atau suplai vaskularnya, obstruksi jaras syaraf, inflamasi).
2. Perubahan pola eliminasi BAB; konstipasi b.d adanya obstruksi tumor.
3. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d status hipermetabolik
berkenaan dengan kanker, konsekuensi kemoterapi, radiasi, mis : anoreksia,
penyimpangan rasa, mual, distres emosional, keletihan, kontrol nyeri buruk.
4. Gangguan citra tubuh b/d biofisikal ; adanya stoma, kehilangan kontrol usus
eliminasi , Psikososial ; gangguan struktur tubuh, Proses penyakit .
5. Gangguan pola tidur b/d faktor eksternal, perlunya perawatan ostomi, flatus
berlebihan/feces ostomi, faktor internal ; stress psikologis takut kebocoran
kantong/cedera stoma.
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan jaringan/integritas kulit b/d efek radiasi dan
kemotherapi, penurunan imunologis, perubahan status nutrisi, Anemi.
7. Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker.
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Kriteria HasilRencana Tindakan
Intervensi Rasional
1. Nyeri b/d proses penyakit
(kompresi/ destruksi jaringan saraf,
infiltrasi saraf atau suplai
vaskularnya, obstruksi jaras syaraf,
inflamasi)
DATA
Keluhan nyeri
Memfokuskan pada diri sendiri
Perilaku hati-hati
Respons automatik, gelisah
Pasien akan :
Melaporkan penghilangan
nyeri maksimal/terkontrol.
Mengikuti aturan farmakologis
yang ditentukan
Mendemonstrasikan
penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktivitas hiburan
sesuai indikasi untuk situasi
individu
1. Tentukan riwayat
nyeri, misalnya lokasi
nyeri, frekuensi
durasi, dan intensitas
(skala 0-10)
2. Berikan tindakan
kenyamanan dasar
(mis. Reposisi, gosok
punggung) dan
aktivitas hiburan
3. Dorong penggunaan
1. Informasi memberikan
data dasar mengevaluasi
kebutuhan/keefektifan
intervensi
2. Meningkatkan relaksasi
dan membantu
memfokuskan kembali
perhatian
3. Memungkinkan pasien
keterampilan
manajemen nyeri
(mis, teknik relaksasi,
visualisasi, bimbingan
imajinasi) musik dan
sentuhan terapeutik
4. Berikan analgetik
sesuai indikasi
untuk berpartisipasi
secara aktif dan
meningkatkan rasa
kontrol
4. Nyeri adalah komplikasi
sering dari kanker
meskipun respons
individual berbeda.
2. Perubahan pola eliminasi BAB b/d
adanya obstruksi tumor
Pasien akan menunjukkan
keluaran BAB yang lancar
1. Observasi dan catat
frekuensi defeksai,
karakteristik, jumlah
dan faktor pencetus.
1. Membantu membedakan
penyakit individu dan
mengkaji beratnya
episode.
2. Berikan diet dengan
kadar serat tinggi
dalam bentuk tepung
sereal, roti, buah-
buahan segar
3. Kurangi dan batasi
makanan seperti
produk susu.
4. Dorong peningkatan
pemasukan cairan,
mobilisasi.
5. Pastikan pola defekasi
yang biasa dan bantu
menggunakannya
2. Meningkatkan
konsistensi feses,
meningkatkan
pengeluaran feses.
3. Makanan ini diketahui
sebagai penyebab
konstipasi
4. Meningkatkan
konsistensi feses normal
dan peningkatan
peristaltik usus
5. Tentukan luasnya
masalah & indikasi
kebutuhan/ tipe intervensi
6. Kolaborasi untuk
pemberian obat
pelembek feses
sesuai kebutuhan
6. Mempermudah defekasi
bila konstipasi terjadi.
3. Perubahan nutrisi, kurang dari
kebutuhan tubuh b/d :
Status hipermetabolik berkenaan
dengan kanker
Konsekuensi kemoterapi, radiasi,
mis : anoreksia, penyimpangan rasa,
mual
Distres emosional, keletihan,
kontrol nyeri buruk
Pasien akan :
Mendemonstrasikan BB stabil,
penambahan BB Progresif ke
arah tujuan dengan normalisasi
nilai laboratorium dan bebas
tanda mal nutrisi.
Berpartisipasi dalam intervensi
spesifik untuk merangsang
napsu makan/peningkatan
masukan diet
1. Pantau masukan
makanan setiap hari
2. Kontrol faktor
lingkungan (mis : bau
tidak sedap,
kebisingan) hindari
makan terlalu manis,
berlemak atau
1. Mengidentifikasi
kekuatan/ defisiensi
nutrisi
2. Dapat mentriger respon
mual/muntah
makanan pedas.
3. Dorong pasien untuk
makan diet tinggi
kalori kaya natrium
dengan masukan
cairan adekuat.
Dorong penggunaan
suplemen dan
makanan sedikit-
sedikit tapi sering
4. Ciptakan suasana
makan yang
menyenangkan,
dorong pasien untuk
berbagi makanan
3. Kebutuhan jaringan
metabolik di tingkatkan
dan cairan (untuk
menghilangkan produk
sisa), suplemen berperan
penting dalam
mempertahankan
masukan kalori dan
protein adekuat.
4. Membuat waktu makan
lebih menyenangkan
yang dapat meningkatkan
masukan.
dengan keluarga
4. Gangguan citra tubuh b/d :
Biofisikal ; adanya stoma,
kehilangan kontrol usus eliminasi
Psikososial ; gangguan struktur
tubuh
Proses penyakit
DATA
Menyatakan perubahan citra diri,
takut penolakan/reaksi orang lain,
dan perasaan negatif tentang tubuh
Perubahan aktual pada struktur
dan/atau fungsi (ostomi)
Tidak menyentuh/melihat stoma,
Pasien akan :
Menyatakan penerimaan diri
sesuai situasi, menerima
perubahan ke dalam konsep
diri tanpa harga diri yang
negatif.
Menunjukkan penerimaan
dengan melihat/menyentuh
stoma dan berpartisipasi dalam
perawatan diri
Menyatakan perasaan tentang
stoma/penyakit mulai
menerima situasi secara
1. Kaji ulang alasan
untuk pembedahan
dan harapan masa
datang
2. Dorong pasien untuk
mengekspresikan
perasa-annya
mengenai ostomi dan
1. Pasien dapat
menerimanya ini lebih
mudah bahwa ostomi
dilakukan untuk
memperbaiki penyakit
kronis/jangka panjang
dari pada sebagai cedera
traumatik, meskipun
ostomi hanya sementara.
2. Meningkatkan integrasi
perubahan ke dalam gaya
hidup
menolak untuk berpartisipasi dalam
perawatan
konstruktif perkiraan dampak
pada gaya hidup.
3. Berikan kesempatan
pada pasien untuk
menerima ostomi
melalui partisipasi
pada perawatan diri
4. Dorong komunikasi
terbuka antara pasien
dan keluarga terhadap
pembuatan ostomi dan
dampak pada
penyakit.
3. Ketergantungan pada
perawatan diri membantu
untuk memperbaiki
kepercayaan diri dan
penerimaan situasi
4. Meningkatkan koping
keluarga/pasien
5. Gangguan pola tidur b/d :
Faktor eksternal, perlunya
Pasien akan :
Tidur/Istirahat diantara
1. Hindari masukan
makanan/minuman
1. Kafein dapat
memperlambat tidur dan
perawatan ostomi, flatus
berlebihan/feces ostomi
Faktor internal ; stress psikologis
takut kebocoran kantong/cedera
stoma
DATA
Pernyataan gangguan tidur
Tidak merasa segar setelah tidur
Mudah marah
Gelisah
gangguan
Melaporkan peningkatan rasa
sehat dan merasa dapat istirahat
yang mengandung
kafein
2. Jelaskan perlunya
penga-wasan fungsi
usus dalam periode
pasca operasi awal
3. Kosongkan kantong
sebelum tidur, bila
perlu pada jadwal
yang teratur.
4. Dukung kelanjutan
mempengaruhi tidur
tahap REM,
mengakibatkan tidak
merasa segar saat
bangun.
2. Pasien dapat
mentoleransi gangguan
dari petugas bila
memahami alasan/
pentingnya perawatan
3. Meminimalkan
kebocoran
4. Meningkatkan relaksasi
kebia-saan ritual
sebelum tidur
5. Berikan analgetik,
sedatif sesuai indikasi
dan kesiapan untuk tidur
5. Nyeri mempengaruhi
kemampuan pasien untuk
tetap tidur, obat yang
tepat waktu dapat
meningkatkan
istirahat/tidur selama
periode awal pasca
operasi.
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan
jaringan/integritas kulis b/d
Efek radiasi dan kemotherapi
Pasien akan :
Mengidentifikasi intervensi
yang tepat untuk kondisi
khusus
1. Kaji kulit dengan
sering terhadap efek
samping terapi
1. Efek kemerahan dapat
terjadi dalam area radiasi.
uleserasi, kehilangan
rambut, kehilangan
Penurunan imunologis
Perubahan status nutrisi, Anemi
Berpartisipasi dalam teknik
untuk mencegah komplikasi/
meningkatkan penyembuhan
cepat
kanker.
2. Mandikan dengan air
hangat dan sabun
ringan
3. Ubah posisi tiap 2 jam
4. Anjurkan klien untuk
deran’s dan kehilangan
kelenjar keringat, reaksi
kulit (mis: Ruam allergi,
alopesia dll) dapat terjadi
pada beberapa
kemotherapi.
2. Mempertahankan
keberhasilan tanpa
mengiritasi kulit
3. Meningkatkan sirkulasi
dan mencegah tekanan
pada kuliat/jaringan yang
tidak perlu
4. Membantu mencegah
menghindari
menggaruk
5. Tinjau ulang efek
samping dermatologis
yang dicurigai pada
kemoterapi mis :
ruam, hiperpig-
mentasi oleh 5 FV
friksi/trauma kulit
5. Pedoman antisipasi
membantu menurunkan
masalah bila efek
samping terjadi
7. Ansietas b/d rencana pembedahan
dan diagnosis kanker
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan ansietas dapat
berkurang atau dapat dikontrol
Kriteria Evaluasi :
Menunjukkan rentang yang
tepat dari perasaan dan
1. Kaji Persepsi klien
tentang kanker dan
pengobatan kanker
2. Berikan kesempatan
pada klien untuk
1. Membantu mengetahui
kesalahan, konsepsi dan
kesenjangan pengetahuan
tentang kanker
2. Mengurangi beban
pikiran klien, sehingga
berkurangnya rasa takut
Dapat mengungkapkan rasa
takutnya
Tampak rileks dan melaporkan
ansietas berkurang
Mendemonstrasikan
penggunaan mekanisme koping
efektif
Dapat mengungkapkan pikiran
dan perasaannya
mengungkapkan
keluhannya
3. Berikan informasi
yang benar dan
adekuat pada klien
tentang keadaannya,
proses tindakan medis
dan perawatan.
4. Lakukan teknik
komunikasi
terapeutik.
kecemasan klien akan
berkurang
3. Informasi yang benar dan
adekuat akan mengurangi
beban pikiran klien dan
menambah pengetahuan
klien serta dapat
memenuhi rasa ingin tahu
klien tentang keadaan
penyakitnya, proses
tindakan pengobatan dan
perawatan
4. Komunikasi therapeutic
akan menjalin hubungan
saling percaya antara
5. Berikan dorongan
spritual (berdoa pada
yang kuasa)
klien akan selalu
bekerjasama dalam
tindakan medis dan
tindakan perawatan yang
akan dilakukan pada
klien.
5. Proses pengobatan dan
perawatan adalah sebagai
usaha untuk
penyembuhan ada yang
lebih kuasa menentukan
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. Colorectal Cancer. Atlanta, Ga: American Cancer Society;
2012
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Jakarta: EGC.
Carpenito, (2001). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges et. al (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, Jakarta : EGC.
Price SA., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit, Buku I, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Rahman, Fadhlur.2009. Karsinoma Rektum. Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram.
http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/11/06/laporan-pendahuluan-pada-
pasien-dengan-ca-recti/ diakses tanggal 30 Juni 2013.
LAPORAN PENDAHULUAN CA RECTI
LONTARA 2 ATAS BEDAH DIGESTIVE
RSUP. DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
Framita Rahman
C12109267
CI Institusi CI Lahan
(____________________) (____________________)
PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013