LP Bronkopnemonia anak

download LP Bronkopnemonia anak

of 21

Transcript of LP Bronkopnemonia anak

BAB 1 LAPORAN PENDAHULUAN1. Konsep Teori Bronkopneumonia

1.1 Definisi Bronkopneumonia adalah infeksi yang dimulai dari bronkiolus terminal, yang tersumbat dengan eksudat mukopurulen yang membentuk bidang yang terkosolidasi pada lobus-lobus didekatnya. (Wong, 2008:953) Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau pun benda asing yang ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif. (Hidayat, 2008:111) Adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi (Price, 2005:804). 1.2 Etiologi Menurut Ningrumwahyuni (2009), penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah faktor infeksi, yaitu:1) Bakteri: Pneumokokus, Mycobacterium tuberculosa, Streptococcus pneumoniae

dan Haemophillus influenzae. Pada bayi dan anak kecil ditemukan Staphylococcus aureus sebagai penyebab paneumonia yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortilitas tinggi.2) Virus: Respiratory syncitial virus, adenovirus, cytomegalovirus, virus influenza. 3) Jamur: Histoplasmosis, Candida albicans 4) Aspirasi: Makanan, cairan lambung.

5) Inhalasi: Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas. 1.3 Faktor Resiko 1) Infeksi saluran nafas atas (ISPA) 2) Kekurangan nutrisi 3) Umur dibawah 2 bulan

4) Tidak mendapat ASI yang cukup 5) Polusi udara dan kepadatan tempat tinggal. 1.4 Tanda Dan Gejala (Ngantiyas, 2005:58) 1) Didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari

2) Didahului dengan ISPA sampai beberapa hari3) Suhu meningkat antara 39 40 0C kadang disertai dengan kejang karena

demam 4) Anak sangat gelisah 5) Dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai dengan pernafasan cuping hidung dan sianosis disekitar mulut harus difikirkan pneumoni, batuk mula mula kering kemudian jadi produktif. 6) Muntah dan diare 7) Mula-mula batuk kering, selanjutnya batuk produktif 8) Auskultasi torax adanya ronki basah nyaring, halus dan sedang 9) Bila sarang broncopneumoni menjadi satu (konfluens) mungkin Perkusi terdengar keredupan dan suara nafas pada auskultasi terdengar mengeras. 10) 11) 12) Pada stadium resolusi, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan penyembuhan dapat terjadi setelah 2-3 minggu. Retraksi dinding dada

(FKUI: 1230) 1.5 Pencegahan1) Menghindarkan bayi (anak) dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat

keramaian yang berpotensi penularan. 2) Menghindarkan bayi (anak) dari kontak dengan penderita ISPA 3) Membiasakan pemberian ASI4) Segera berobat jika mendapati anak mengalami panas, batuk, pilek. 1.6 Kompikasi (Ngantiyas, 2005:58)

1) Empisema 2) Otitis media akut 3) Atelektasis 2

4) Meningitis 1.7 Pemeriksaan Penunjang1) Rontgen Thoraks foto: Terdapat gambaran bercak-bercak infiltrate atau

konsolidasi pada foto posterio-anterior lateral pada satu lobus atau kedua lobus. Yang lebih sering terkena adalah pada lobus inferior, lobus tengah dan lobus atas juga bisa terkena.2) Pemeriksaan darah lengkap: menunjukkan peningkatan leukosit 15.000-

40.000/mm3 , LED meningkat hingga 100mm/jam.3) Pemeriksaan urin lengkap: urinnya biasa berwarna lebih tua, terdapat

albuminuria ringan karena suhu yang naik atau torak hialin.4) GDA: menunjukkan hipoksemia atau asidosis metabolic.

Rentang Nilai Normal: -

pH TCO2 PCO2 BE PO2 Saturasi O2

: 7, 35-7, 45 : 23-27 mmol/L : 35-45 mmHg : 0 2 mEq/L : 80-100 mmHg : 95 %-100%

-

HCO3 : 22-26 mEq/L K CL Na PO4 : 3,8-5,0 mmol/L : 97-100 mmpl/L : 136-144 mmol/L : 2-5 mmol/L

-

-

Tabel 1.1 Gangguan Asam Basa Jenis Gangguan Asidosis respiratorik akut Asidosis respiratorik terkompensasi sebagian Asidosis respiratorik terkompensasi penuh Asidosis metabolik akut Asidosis metabolik terkompensasi sebagian Asidosis metabolik terkompensasi penuh Asidosis respiratorik dan metabolik Alkalosis respiratorik akut Alkalosis respiratorik tekompensasi sebagian Alkalosis respiratorik terkompensasi penuh Alkalosis metabolik akut Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian 3 pH N N N PCO2 N N N HCO3 N

Alkalosis metabolic terkompensasi penuh N Alkalosis metabolik dan respiratorik Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:(1)

Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.

(2)

(3)

Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.

(4)

Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.

(5)

Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30 -7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.

(6)

(7) (8)

Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat 4

(9)

Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal.

(10) Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat

meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.5) Pembiakan dahak: untuk mengetahui jenis pneumonia dan untuk menentukan

penggunaan terapi antibiotik. 1.8 Penatalaksanaan1) Klien diposisikan semifowler 450 untuk inspirasi maksimal.

2) Pemberian oksigen 1-2 Liter/mnt. 3) Infus D10% : NaCl 0,9% = 3:1, KCl 10mEq/500ml cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.4) Pemberian Aminofillin yaitu bronkodilator untuk melebarkan bronkus

5) Pemberian Antibiotik Penisillin secara intramuskular 2x600.000 unit sehari.6) Penisillin diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu sampai klien tidak

mengalami sesak napas lagi selama tiga hari dan tidak ada komplikasi lain. 7) Pemberian antipiretik untuk menurunkan demam 8) Pengobatan simtomatis, Nebulezier, Fisioterapi dada. 9) Pemberian nutrisi yang adekuat.

5

2. ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian 1) Identitas Anak yang berumur kurang dari 4 tahun lebih rentan terkena bronkopnemonia dari pada orang yang lebih tua. Sosial ekonomi yang rendah akan berpengaruh pemenuhuan nutrisi yang baik dan kebersihan lingkungan tempat tinggal. Infeksi oleh mycoplasma pneumonia merupakan penyebab terjadi pada anak-anak yang berusia 5-12 tahun. 6

2) Keluhan utama Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang disertai muntah dan diare. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Bronchopenemonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas, suhu tubuh dapat naik sangat mendadak. 4) Riwayat Penyakit Dahulu Anak pernah terserang infeksi saluran nafas bagian atas. Anak yang menderita pnemonia berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. 5) Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga mempunyai penyakit/riwayat ISPA dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lain.6) Lingkungan

Anak sering terpapar rokok, lingkungan rumah dengan sanitasi buruk (kurang cahaya matahari, daerah pemukiman kumuh). Lokasi rumah sekitar pabrik, atau pinggir jalan raya.Selain itu pnemonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. 7) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan Pengkonsumsi rokok, kasus yang tidak pernah dijemur, kasur terbuat dari bahan kapuk.8) Kebutuhan nutrisi dan cairan: pemenuhan nutrisi terganggu karena adanya mual

yang disebabkan adanya penumpukan sekret pada saluran nafas, mual, muntah, penurunan berat badan, nafsu makan menurun dimana anak malas minum, diare.9) Hygiene perseorangan: penurunan hygiene perseorangan karena anak demam

sehingga tidak tidak dimandikan atau diseka karena ibu takut anaknya kedinginan.10)Aktivitas, istirahat dan bermain: Istirahat anak terganggu karena adanya sesak

nafas, batuk dan demam.11)Eliminasi miksi dan defekasi: tidak ada permasalahan namun bila sampai terjadi

dehidrasi dan demam maka produksi urine akan menurun. 12) Pemeriksaan fisik 7

TTV: nadi teraba cepat, RR meningkat, suhu meningkat 390C-400C, tensi meningkat.(1)

Kepala dan leher: bila sampai terjadi dehidrasi maka dapat muncul ubun

ubun cekung, mata cowong, sclera:putih, konjungtiva:merah muda, ada pernafasan cuping hidung, sedikit serumen di hidung, mukosa bibir kering dan sianosis disekitar mulut, kebersihan gigi, lidah biasanya terdapat bekas susu, palatumnya sudah terbentuk, apabila radang biasanya tonsil membesar, pada leher biasanya terdapat lipatan kulit, ada/tidak pembesaran kelenjar tiroid.(2)

Dada: penggunaan otot bantu nafas (sternum cledomastoideus), dispneu,

pernafasan cepat dan dangkal, Bila sarang broncopneumoni menjadi satu (konfluens) mungkin Perkusi terdengar keredupan dan suara nafas pada auskultasi terdengar mengeras, retraksi dada sedang, batuk dengan atau tanpa sputum dan terdengar ronki basah nyaring halus/ sedang/wheezing.(3) (4) (5)

Perut: bising usus(+), pasien diare ada distensi abdomen dan turgor kulit Genetalia: bersih atau tidak pada daerah sekitar genetalia. Ektremitas/Integumen: fisik lemah karena tonus otot menurun, kulit

lembab karena sesak, turgor kulit mungkin menurun, akral hangat, CRT dapat > 2 detik, dan pergerakkan dari pasien. 13) a. 1) Riwayat Tumbuh Kembang Perkembangan biologis pada anak usia 3 tahun (toddler) Perubahan proporsional (Pertumbuhan melambat selama masa toddler)a)

Berat badan adalah 1,8 sampai 2,7 kg per tahun. Berat rata-rata pada usia 2 tahun adalah 12 kg. berat badan menjadi 4x berat lahir pada usia 2 tahun. Kecepatan penambahan tinggi badan juga melambat. Penambahan tinggi yang biasa adalah 7,5 cm per tahun dan terutama pada perpanjangan tungkai dan bukan batang tubuh. Rata-rata anak usia 2 tahun adalah 86,6 cm.

b)

c)

Kecepatan pertambahan lingkar kepala melambat pada akhir masa bayi, dan lingkar kepala biasanya sama dengan lingkar dada pada usia 1 dan 2 8

tahun. Total pertambahan lingkar kepala umumnya selama tahun kedua adalah 2,5 cm. Fontanela anterior menutup antara usia 12 hingga 18 bulan. d) Lingkar dada terus meningkat ukurannya dan melebihi lingkar kepala pada masa toddler. Bentuknya juga berubah karena diameter transversal, atau lateral melebihi diameter antero-posterior. 2) Perubahan sensoris a) Ketajaman penglihatan 20/40 dianggap bisa diterima selama masa toddler. Persepsi yang dalam terus-menerus berkembang, tetapi karena anak belum memiliki koordinasi motorik, bahaya yang masih terus adalah jatuh. b) Indra pendengaran, penciuman, pengecapan dan perabaan menjadi semakin berkembang, saling terkoordinasi satu sama lain, dan berhubungan dengan pengalaman lain. 3) Maturasi system Sebagian besar system fisiologis relative matur pada akhir masa toddler. Volume saluran pernafasan dan pertumbuhan struktur yang bersangkutan terus bertambah selama masa kanak-kanak awal, mengurangi beberapa factor yang membuat anak rentan mengalami infeksi secara sering dan serius pada masa bayi. Struktur internal telinga dan tenggorokan terus memendek dan lurus, dan jaringan limfoid tonsil dan adenoid terus bertambah besar. Akibatnya, sering terjadi otitis media, tonsillitis, dan infeksi saluran nafas atas. 4) Perkembangan motorik kasar dan halus a) Motorik kasar Pada usia 12 dan 13 bulan toddler sudah apat berjalan sendiri dengan jarak kedua kaki melebar untuk keseimbangan ekstra dan pada 18 bulan mereka mencoba untuk berlari tetapi mudah jatuh. Pada usia 2 tahun toddler dapat berjalan menaiki dan menuruni tangga, dan pada usia 2 tahun mereka dapat melompat, menggunakan kedua kaki, berdiri pada satu kaki selama satu atau dua detik, dan melakukan beberapa langkah dengan berjinjit. Pada akhir tahun kedua mereka dapat berdiri

9

dengan satu kaki, berjalan jinjit, dan menaiki tangga dengan berganti-ganti kaki. b) Motorik halus Pada usia 12 bulan toddler mampu menggenggam sebuah benda kecil tetapi tidak mampu melepaskan sesuai keinginanya. Menangkap atau melempar benda dan menangkapnya kembali menjadi aktivitas yang obsesif pada usia sekitar 15 bulan. Pada usia 18 bulan toddler dapat melempar bola dari tangan tanpa kehilangan keseimbangan. b. Perkembangan psikososial Menurut Erikson, tugas perkembangan pada masa toddler adalah menguasai sensasi autonomi sementara mengatasi sensasi ragu dan malu. c. Perkembangan kognitif Tahap pra operasional

2.2 Masalah Keperawatan1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan

produksi sputum2) Gangguan pertukaran gas Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan difusi oksigen antara alveoli dan membran kapiler3) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan turunnya suplai O2 4) Hipertermi berhubungan dengan reaksi sistemik bekterimia/viremia 5) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan sekunder

akibat dengan mual dan muntah. 6) Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat hipoksia jaringan otak.7) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu

makan akibat adanya penumpukan sekret 10

8) Intoleran Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum 9) Ansietas (anak) berhubungan dengan perubahan dalam lingkungan actual atau

yang dirasa sekunder akibat hospitalisasi yang ditandai dengan ibu pasien mengungkapkan pasien menjadi rewel, pasien selalu menangis, pasien selalu ingin bersama ibunya, pasien tidak mau didekati perawat. 10) Ansietas (orang tua) berhubungan dengan kondisi yang dialami anak yang ditandai dengan orang tua mengungkapkan cemas mengenai kondisi penyakit anaknya, orang tua menangis, menyalahkan diri sendiri11)

Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan perawatan pasien

bronchopnemonia berhubungan dengan kurangnya informasi. 2.3 Intervensi Keperawatan1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan

produksi sputum yang ditandai dengan RR meningkat (>28x/menit), terdengar ronkhi, batuk tidak efektif, sesak, produksi sputum (warna: kuning kehijauan, merah; kekentalan, jumlah). Tujuan: Pasien menunjukkan keefektifan bersihan jalan nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:-

RR normal (20-28 x/menit) Ronkhi berkurang/tidak terdengar ronkhi Sesak nafas berkurang/tidak sesak lagi Sputum berkurang, kepekatan sputum berkurang, warna sputum putih.

Intervensi:

(1)Jelaskan pada orangtua penyebab ketidakefektifan bersihan jalan nafas R/ Peradangan pada parenkim paru menyebabkan produksi sekret meningkat ditunjang dengan batuk tidak efektif sehingga terjadi penumpukan sekret dan mengalami obstruksi jalan nafas yang mengakibatkan ketidakefektifan jalan nafas. (2)Beri minum susu hangat atau air hangat R/ Air hangat/susu hangat dapat meningkatkan status hidrasi tubuh. (3)Lakukan fisioterapi dada 11

-

Berikan clapping dan fibrasi pada daerah paru yang terdapat sekret

R/ clapping dan fibrasi membantu merontokkan sekret pada dinding paru dan membawanya ke saluran nafas yang lebih besar. - Lakukan penguapan memakai alat berocare/nebulizer dengan terapi mukolitik dan bronkodilator. R/ mukolitik dapat mengencerkan sekret dan bronkodilator dapat melebarkan bronkus/jalan nafas.- Ajarkan batuk efektif

R/ membantu mengeluarkan secret - Lakukan penghisapan/suction R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu batuk efektif. - Bantu pasien untuk mengubah posisi semifowler R/ meningkatkan ekspansi paru- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotik, brokodilator,

oksigen R/ antibiotik mempunyai aktivitas untuk membunuh bakteri dalam alveoli. R/ oksigen membantu masukan oksigen aduat R/ brokodilator: melebarkan bronkus (4) Observasi RR, suara nafas tambahan dan karakteristik sputum. R/ menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan sehingga perlu dilakukan tindakan2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan difusi oksigen antara

alveoli dan membran kapiler ditandai dengan sesak, sianosis, retraksi dinding dada, RR (>28x/menit). Tujuan: Pasien menunjukkan perbaikan pertukaran gas setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: - Pasien tidak sesak/sesak berkurang - Tidak sianosis- Tidak ada retraksi dan tidak ada nafas cuping hidung.

12

- RR normal (20-28 x/menit).

Intervensi: (1)Jelaskan pada orangtua penyebab gangguan pertukaran gas. R/ Gangguan pertukaran gas disebabkan karena adanya penumpukan sekret didalam alveoli yang mengakibatkan oksigen tidak mampu menembus ke membran kapiler. (2)Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari sesuai kebutuhan pasien. R/ Aktivitas dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan dapat memperberat gejala (3)Pemberian oksigen sesuai kebutuhan R/ Terapi oksigen dapat mengkoreksi hipoksemia yang terjadi(4)

Kolaborasi dalam pemeriksaan GDA dan penatalaksanaan sesuai hasil

interpretasi GDA R/ Pemeriksaan GDA dapat menunjukkan penurunan kadar oksigen dan peningkatan kadar CO2 . (5)Bantu pasien untuk mengubah posisi semifowler R/ meningkatkan ekspansi paru(6)

Bantu pasien nafas dalam.

R/ Tindakan ini dapat meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk pernaikan ventilasi. (7)Observasi adanya sianosis, dispneu berat, takipnoe dan retraksi dada. R/ menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan yang dilakukan.3) Hipertermi berhubungan dengan reaksi sistemik bekterimia/viremia yang

ditandai dengan suhu >37,5oC, kulit kemerahan, akral panas, takikardia. Tujuan: Pasien mengalami penurunan suhu setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil :-

Pasien panasnya turun (36,5-37,5oC) Kulit tidak tampak kemerahan Akral hangat Nadi normal (70-110x/menit) 13

-

Intervensi: (1)Jelaskan kepada orang tua penyebab demam. R/ penyebab demam adalah proses infeksi yang terjadi di dalam tubuh sehingga memicu terjadinya peningkatan suhu. (2)Berikan kompres air hangat R/ Kompres air hangat mampu membantu tubuh untuk mengeluaarkan panas dengan cara konduksi. (3)Anjurkan orangtua memberikan pakaian tipis dan menyerap keringat. R/ Pakaian tipis mempercepat penurunan suhu dengan cara radiasi. (4)Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik dan antipiretik (1015mg/kgBB) R/ Antipiretik mangandung parasetamol yang dapat membantu untuk menurunkan panas R/ Antibiotic berfungsi untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan kuman yang ada di dalam tubuh (5)Observasi kondisi pasien: suhu, akral R/ Hasil Observasi menunjukkan keberhasilan dari tindakan keperawatan yang dilakukan.4) Resiko kekurangan cairan berhubungan kehilangan cairan sekunder akibat

dengan mual dan muntah. Tujuan: Anak tidak mengalami kekurangan cairan setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: -

Mukosa bibir lembab Mata tidak cowong Turgor kulit normal (kembali dalam waktu < 2 detik) Produksi urine 1-2 cc/kg BB/jam Nadi 70-110x/mnt Fontanela anterior tidak cekung BB ideal sesuai dengan usia Kesadaran baik 14

-

Intervensi: (1)Jelaskan pada ibu tentang pentingnya masukan oral yang adekuat bagi anak R/ Masukan oral yang adekuat dapat mengganti kehilangan cairan akibat diare. (2)Jelaskan dan anjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI R/ASI penting untuk mencegah kekurangan cairan,sebagai sumber nutrisi dan sebagai antibodi untuk mencegah infeksi lanjut. (2)Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan melalui IV sesuai ketentuan untuk dehidrasi dan muntah. R/ Cairan IV mengganti cairan yang hilang karena muntah agar terjadi keseimbangan cairan.(3)

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti emetic sesuai

ketentuan R/ Anti emetic mengurangi mual & muntah.(4)

Observasi tanda-tanda dehidrasi:

R/ untuk mengetahui status hidrasi anak dan menentukan kebutuhan penambahan cairan. 5) Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat hipoksia jaringan otak. Tujuan: Pasien tidak mengalami cedera selama dilakukan tidakan keperawatan dengan kriteria hasil : - Tidak ada luka, memar - Pasien tidak jatuh Intervensi(1)

Jelaskan kepada orangtua tentang cara menghindari cedera pada pasien

R/ pengetahuan tentang cara menghindarkan pasien dari cedera dapat membantu menghindari aktivitas yang dapat beresiko cedera(2)

Ciptakan lingkungan aman dan nyaman

R/ lingkungan aman dapat mengurangi resiko terjadinya cedera (3)Bantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari secara perlahan R/ ambulasi yang tergesa-gesa dapat menyebabkan pasien mudah jatuh 15

(4)Observasi tanda terjadinya cedera (memar, fraktur) R/ mengetahui apakah telah terjadi cedera dan untuk menentukan tindakan selanjutnya 6) Gangguan pola eliminasi uri berhubungan dengan produksi urine yang menurun yang ditandai dengan produksi urine menurun, frekuensi BAK berkurang. Tujuan: pasien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:-

Produksi urine 1 cc/kg BB/jam Frekuensi BAK dalam batas normal

Intervensi

(1)Jelaskan pada orang tua penyebab perubahan pola eliminasi uri R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan. (2)Anjurkan orang tua untuk memberikan rangsangan berkemih pada anak, misalnya mengguyur meatus urinarius dengan air R/ Merangsang keinginan anak untuk berkemih (3)Siapkan pispot dibawah tempat tidur pasien R/ Umumnya anak malas beranjak dari tempat tidur sehingga pispot akan memudahkan pasien saat ingin BAK (4)Kolaborasi dalam pemberian cairan enteral dan parenteral R/ masukan cairan merangsang kerja ginjal untuk memproduksi urine dalam jumlah yang cukup. (5)Observasi frekuensi BAK dan produksi urine R/ Hasil observasi menunjukkan keberhasilan dari tindakan keperawatan yang dilakukan. 7) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan akibat adanya penumpukan sekret yang ditandai dengan BB menurun, lemas, ibu mengungkapkan anak kurang napsu makan.

16

Tujuan: Anak menunjukkan perbaikan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: Anak tidak lemas Tidak muntah BB dalam batas normal: Hb normal :11.0 gr/dl

Intervensi: (1)Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat dan tipe diet yang dibutuhkan pada orang tua pasien. (2)R/ Intake nutrisi yang adekuat memberikan kalori untuk tenaga dan protein untuk proses penyembuhan. (3)Berikan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering, jika mungkin kombinasikan dengan makanan yang disukai anak. R/ Makanan dalam jumlah sedikit namun sering akan menambah energi. Makanan yang menarik dan disukai dapat meningkatkan selera makan. (4)Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik. R/ Mengurangi tidak enak pada perut.(5) Observasi BB tiap hari dengan alat ukur yang sama.

R/ Peningkatan berat badan menandakan indikator keberhasilan tindakan.8) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum yang ditandai

dengan lemah, dispneu, RR >60x/menit. Tujuan: Pasien menunjukkan peningkatan aktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: -

Pergerakan bayi aktif Dispneu berkurang/ tidak ada dispneu RR 30-60x/mnt Nadi 70-120x/menit

Intervensi:

(1)Jelaskan kepada orangtua penyebab kelemahan R/ kelemahan terjadi karena anak sesak sehingga memerlukan tenaga. 17

(2)Batasi aktivitas anak R/ aktivitas dapat meningkatkan sesak pada anak dan kebutuhan oksigen semakin bertambah.(3)

Observasi aktivitas pergerakan bayi, pola nafas, RR dan nadi.

R/ Hasil Observasi menunjukkan keberhasilan dari tindakan keperawatan yang dilakukan.9) Ansietas (anak) berhubungan dengan perubahan dalam lingkungan actual atau

yang dirasa sekunder akibat hospitalisasi yang ditandai dengan ibu pasien mengungkapkan pasien menjadi rewel, pasien selalu menangis, pasien selalu ingin bersama ibunya, pasien tidak mau didekati perawat. Tujuan: pasien mengalami penurunan kecemasan setalah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil: Intervensi: (1)Bina hubungan terapeutik dengan pasien R/ mengawali suatu hubungan saling percaya dan menyenangkan bagi anak (2)Ajak pasien bermain, berkomunikasi R/ lebih mengakrabkan diri kepada anak, anak lebih terbuka (3)Anjurkan orangtua untuk membawakan mainan yang disukai anak R/ mengalihkan perhatian/kecemasan anak terhadap hal yang tidak disukainya (4)Kerjasama dengan orangtua untuk mengenal lingkungan sekitar, membawa anak keluar kamar R/ pengenalan akan lingkungan yang baru akan menurunkan tingkat kecemasan anak. 10) Ansietas (orang tua) berhubungan dengan kondisi yang dialami anak yang ditandai dengan orang tua mengungkapkan cemas mengenai kondisi penyakit anaknya, orang tua menangis, menyalahkan diri sendiri 18 Pasien tidak rewel Pasien kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan Pasien mau didekati perawat

Tujuan: orang tua bisa menerima kondisi anak. Kriteria Hasil: orang tua dapat memahami kondisi anaknya dan orang tua dapat ikut serta dalam proses keperawatan. Intervensi: (1)Bina hubungan saling percaya dengan orang tua. R/ Hubungan saling percaya antara orang tua dan perawat merupakan hal yang mendasar dalam pemberian asuhan keperawatan. (2)Libatkan orang tua dalam proses keperawatan. R/ Orang tua mengetahui tindakan keperawatan yang dilakukan dan agar anak merasa aman. (3)Beri kesempatan dan dorongan kepada orang tua untuk mengungkapkan perasaan takut dan cemas. R/ Stres yang meningkat dapat menambah beban pikiran bagi orang tua sehingga orang tua akan semakin cemas.11)

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan perawatan pasien

bronchopnemonia berhubungan dengan kurangnya informasi yang ditandai dengan ibu sering bertanya tentang tentang kondisi anaknya, ibu tampak gelisah dan cemas. Tujuan: Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya setelah mendapatkan tindakan perawatan dengan kriteria hasil: - Keluarga mampu menyebutkan kembali etiologi, gejala, penanganan, dan komplikasi. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan Keluarga mentaati setiap proses keperawatan

Intervensi : (1)Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan. Kaji tingkat pengetahuan keluarga R/ agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan

19

Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat(2)

Jelaskan tentang penyebab, gejala, penanganan, dan komplikasi

bronkopneumonia (3)R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga (4)Observasi tingkat pemahan keluarga tentang penjelasan yang sudah diberikan R/untuk mengevaluasi sejauh mana pemahaman keluarga tentang penjelasan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA 20

Capernito, Lynda Juall. (1999). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. (2000). Alih bahasa: Monica Ester. Edisi 8. Jakarta: EGC Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. (1999). Alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Edisi 3. Jakarta: EGC Hidayat, A. Aziz Alimun. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC Price, Sylvia A. (2002). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (2005). alih bahasa Huriawati, Hartanto. Jakarta: EGC Wong, Donna L. (2001). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. (2008). Alih Bahasa: Andry Hartono, dkk. Edisi 6. Jakarta: EGC. . 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. (2008). Alih bahasa: Monica Ester. Edisi 4. Jakarta: EGC

21