Lp Apendiktomi

14
A. KONSEP DASAR 1. PENGERTIAN Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira – kira10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks makanan yang mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. karena tidak efektif, dan lumennya kecil, apenddiks cenderung tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002) Apendisitis merupakan penyakit bedah minor yang sering terjadi usia remaja dan dewasa muda. Kejadian ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari – hari (Lindseth , 2005) Appendiktomi merupakan pengangkatan apendiks terinflamasi, dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan endoskopis. Adanya perlengketan multipel, posisi reteroperitonial dari apendiks, atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan (Doenges, 2000) 2. KLASIFIKASI Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendiks akut dan apendiks kronik a. A p e n d i s i t i s A k u t Apendisitis akut sering timbul dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang

description

apendiktomi

Transcript of Lp Apendiktomi

A. KONSEP DASAR

1. PENGERTIANApendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira kira10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks makanan yang mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. karena tidak efektif, dan lumennya kecil, apenddiks cenderung tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)Apendisitis merupakan penyakit bedah minor yang sering terjadi usia remaja dan dewasa muda. Kejadian ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari hari (Lindseth , 2005)Appendiktomi merupakan pengangkatan apendiks terinflamasi, dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan endoskopis. Adanya perlengketan multipel, posisi reteroperitonial dari apendiks, atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan (Doenges, 2000)

2. KLASIFIKASIKlasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendiks akut dan apendiks kronika. Apendisitis AkutApendisitis akut sering timbul dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut adalah nyeri samar-samar dan tumpul, nyeri visceral didaerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering di sertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya. Sehingga merupakan nyeri somatik setempat.b. Apendisitis KronikDiagnosis apendiksitis kronik baru dapat di tegakkan jika di penuhi semua syarat:riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan sel inflamasi kronik. Insidens apendiksitis kronik antara 1-5 %.(Sjamsuhidajat, 2004).3. ETIOLOGIApendiksitis menurut Sjamsuhidajat ( 2004 ) merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :a. Hiperplasia dari folikel limfoidb. Adanya fekalit dalam lumen appendiksc. Tumor appendikd. Adanya benda asing seperti cacing askariasise. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

4. PATOFISIOLOGIApendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendiks akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabakan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dingin peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga meninmbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supraktif akut. Bila aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiksyang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (Price, 2005).

5. MANIFESTASI KLINIKApendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat (Sjamsuhidajat, 2004). Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntahdan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal, bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar. distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainya. pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat klien-klien lebih muda (Smeltzer & Bare,2002).Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode baru yang sangat efektif (Smeltzer & Bare, 2002).Menurut long (1996), tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis menjadi 4 yaitu :a. Menurut lokasinya tindakan pembedahan dapat dilaksanakan eksternal atau internal, selain itu juga dapat dilaksanakan sesuai dengan sistem tubuh seperti bedah cardiovaskuler, thorak. b. Menurut luas jangkuanya tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan sebagai bedah minor (kecil) atau mayor (besar)c. Menurut tujuanya tindakan pembedahan dapat diklasifikan sebagai bedah diagnostik kuratif, paliatif .d. Menurut prosedur pembedahan kebanyakan prosedur bedah diklasifikasikan dengan memberikan kata kata pada lokasi pembedahan sesuai dengan tipe tipe pembedahan antara lain ektomi (pengakatan organ ), thapy (penjahitan ), ostomi (mebuat lubang ), plasti (perbaikan menurut bedah plastik ).

6. KOMPLIKASI

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%-32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekanabdomen yang kontinyu (Smeltzer & Bare, 2002).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1) PengkajianPengkajian pola fungsional Gordona. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatanPandangan pasien dan keluarga tentang penyakit dan pentingnya kesehatan bagi pasien dan keluarga serta upaya apa yang dilakukan dalam mengatasi masalah kesehatanya.b. Pola tidur dan istirahatInsisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu lamanya kenyamanan pola tidur pasienc. Pola aktivitas dan latihanAktivitas pasien dengan apendiktomi biasanya terjadi pembatasan aktivitas akibat rasa sakit pada luka post operasi sehingga keperluan pasien harus dibantu.d. Pola hubungan dan peranDengan keterbatasan penderita tidak bisa peran baik dalam keluarga dan masyarakat, penderita mengalami emosi yang tidak stabil.e. Pola sensori dan kognitifPada penderita apendiktomi biasa pasien merasakan nyeri abdumen kuadran kanan bawah.f. Pola penanggulan stressKebiasan pasien yang digunakan untuk menangani masalah g. Pola eliminasiUrine akibat penurunan daya konraksi kandung kemih rasa nyeri atau karena tidak biasa buang air kecil ditempat tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine.h. Pola nutrisi dan metabolikPasien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan masukan makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.i. Pola terhadap kelurgaPerawatan dan pengobatan memerlukan biaya yang banyak yang harusditanggung oleh keluarga juga perasaan cemas keluarga terhadap pasien.j. Pola nilai dan kepercayaanBagaimana keyakinan pasien terhadap agamanya, dan bagaimana pasien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit .bedah minor (kecil) atau mayor (besar).

2) Diagnosa Keperawatana. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan (Doenges 2000).b. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer terhadap lukaPost operasi dimulai dengan tidak diterapkannya adanya tanda dan gejala yang membuat diagnosa atual (Doenges, 2000).c. Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasid. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangn volume cairan

3) Intervensi dan Rasionala. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringanTujuan : Nyeri dapat berkurangKH : Nyeri hilang / terkontrol, pasien tampak rileks. intervensi1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karateristik nyerimenunjukan terjadinya abses/peritonitis.2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowlerRasional : Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.3) Berikan aktivitas hiburanRasional : meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping4) Kolaborasi pemberian analgetik5) Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakmampuan pertahanan primer.Tujuan : Tidak terjadi infeksiKH : Tidak ditemukan tanda-tanda dan gejala infeksiIntervensi1) Monitor tanda-tanda infeksiRasional : Dengan adanya infeksi atau terrjadinya sepsis, abses, Peritonitis2) Observasi tanda dan gejala infeksiRasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi3) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang aseptikRasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri 4) Kolaborasi untuk pemberian analgetikRasional :Mungkin diberikan secara profilatik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menunjukkan penyebaran dan pertumbuhan pada rongga abdomen.

c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasiTujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan, dan potensial komplikasi.KH : Berpartisipasi dalam program pengobatanIntervensi :1) Kaji ulang mengenai pembatasan aktivitasRasional : Memberikan informasi pada pasien dengan merencanakan kembali rutinitas tanpa menimbulkan masalah.2) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medikRasional : upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi3) Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatRasional : mencegah kelemahan, meningkatkan penyubatan dan perasaan sehat, mempermudah kembali aktivitas4) Diskusikan perawatan insisi termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengakat jahitan / pengikatRasional : pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.

d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangn volume cairanTujuan : keseimbangan cairan dan elektrolit.KH : kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik, tanda tanda vital stabil dan secara individual haluaran uriene adekuatIntervensi :1) Awasi TD dan nadiRasional : tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktasi volume intravaskuler2) Lihat membran mukosa : kaji turgor kulit dan pengisian kapilerRasional : indikator keadekuatan sirkulasi perifer3) Awasi masukan dan haluaran : catat warna urine / konsetrasi, berat jenisRasional : penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi / kebutuhan peningkatan cairan4) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransiRasional : menurunkan iritasi gaster / muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (2000). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. Jakarta: EGC.Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untukPerencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Lindseth, G. N. (2005). Gangguan Usus Halus Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Long, C. B. (1996). Estial Of Medical Surgical Nursing:A nursing Proces Approac Terjemahan Karnean. Bandung: Yayasan IAPK. Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.

Nelson. D. L.(1999), Individual.adjust ment to information driven tecnologies: Acritical riview. MIS Quertervy, 14(1).79-98

Price. S. A, Wilson, L. M.(2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 1. Alih Bahasa Brahm U, Pendit, editor Huriawati Hartanto, Jakarta:EGC.Sjamsuhidajat, d. J. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGCSmeltzer, C. S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

Syaifudin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC.