Leukemia Mielositik Akut Fix

19
Case Report Session Leukemia Mieloblastik Akut OLEH: Jane Elvina Sentosa 06120159 Putri Khairani 06120125 Chris Riyandi Putra 06120123 Preseptor : dr. Saptino Miro, Sp.PD BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

description

interne

Transcript of Leukemia Mielositik Akut Fix

Case Report Session

Leukemia Mieloblastik Akut

OLEH:Jane Elvina Sentosa 06120159Putri Khairani06120125Chris Riyandi Putra06120123

Preseptor :dr. Saptino Miro, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMRSUP DR. M. DJAMIL PADANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS2011

BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGLeukemia Mieloid (mielositik, mielogenous, mieloblastik, mielomonositik, LMA) Akut adalah penyakit yang bisa berakibat fatal, dimana mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang. Leukemia ini bisa menyerang segala usia, tetapi paling sering terjadi pada dewasa.Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada dewasa (85 %) dari pada anak (15 %). Insidens LMA umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa dewasa muda. 50-85% penderita LMA memberikan respons yang baik terhadap pengobatan. 20-40% penderita tidak lagi menunjukkan tanda-tanda leukemia dalam waktu 5 tahun setelah pengobatan, angka ini meningkat menjadi 40-50% pada penderita yang menjalani pencangkokan sumsum tulang.Penting bagi tenaga kesehatan untuk dapat lebih memahami lebih dalam gangguan sistem hematologi dalam hal ini adalah Leukemia Mielositik Akut (LMA), karena penyakit ini dapat menyebabkan gangguan yang luas bagi penderita baik pada kesehatan maupun psikologi. Oleh karena itu pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif tentang LMA sangat penting, agar dapat dapat meningkatkan kesejahteraan pasien maupun masyarakat dengan optimal. 1.2 BATASAN MASALAHCase Report Session ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinik, diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dari Leukemia Mielositik Akut (LMA)1.3 TUJUAN PENULISANPenulisan Case Report Session ini bertujuan untuk menambahkan pengatahuan mengenai Leukemia Mielositik Akut (LMA)1.4 METODE PENULISAN Penulisan Case Report Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada berbagai literatur dan kepustakaan berupa buku, jurnal dan internet.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISILeukemia Mielositik Akut (LMA) adalah suatu penyakit yang di tandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosa.

1.2 EPIDEMIOLOGIDi negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32 % dari seluruh kasus Leukemia. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada dewasa (85 %) dari pada anak (15 %). Insidens LMA umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insiden LMA meningkat secara eksponensial sejalan dengan meningkatnya usia. Insiden LMA pada orang berusia 30 tahun adalah 0,8 %, pada yang berusia 50 tahun 2,7 %, sedang pada orang yang berusia di atas 65 tahun adalah sebesar 13,7 %. Secara umum tidak didapati variasi antar etnik tentang insidensi LMA.

1.3 ETIOLOGIPada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak diketahui. Meskipun demikian ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi LMA pada populasi tertentu :1. Benzene, suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada industri penyamakan kulit di negara sedang berkembang, diketahui merupakan zat leukomogenik untuk LMA. 2. Radiasi ionik, juga dapat menyebanbkan LMA. Ini diketahui dari penelitian tentang tingginya insidensi kasus leukimia, termasuk LMA, pada orang-orang yang selamat dari serangan bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,54 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6-7 tahun sesudah pengeboman.3. Trisomi kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit herediter sindrom Down mempunyai 10 18 kali lebih tinggi menderita untuk menderita leukemia, khususnya LMA tipe M7. Beberapa sindrom genetik seperti sindrom Bloom dan anemia Fanconi juga diketahui punya risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk menderita LMA.4. Pengobatan denga terapi sitotoksik pada pasien tumor padat. LMA akibat terapi adalah adalah komplikasi jangka panjang yang serius dari pengobatan limfoma, mieloma multiple, kanker payudara, kanker ovarium dan kanker testis. Jenis kemoterapi yang paling sering memeicu LMA adalah adalah golongan alkylating agent dan topoisomerase II inhibitor. LMA akibat terapi mempunyai prognosi yang lebih buruk dari LMA de novo, sehingga dalam klasifikasi leukemia versi WHO dikelompokkan tersendiri.

1.4 PATOGENESISPatogenesis utama LMA adalah adalanya blokade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel muda (blast) denga akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Hal ini menyebabkan gangguan hematopoeisis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang ( bone marrow failure sindrom) yang ditandai dengan adana sitopenia (anemia, leukopenia dan trombositopenia). Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk kigrasi ke luar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seoerti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.

1.5 MANIFESTASI KLINIKLeukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA, 15% mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien mengalami neutropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan pada 85% kasus LMA. Oleh karena itu, sangat penting untuk memeriksa rincian jenis sel-sel leukosit di darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk menghindari kesalahan diagnosis pada orang yang diduga menderita LMA.Tanda dan gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan di atas. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura/ ptekie yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali pada kasus yang disertai DIC. Kasus DIC ini paling sering dijumpai pada kasus LMA tipe M3. Infeksi sering terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit dan daerah perirektal, sehingga organ-organ tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien LMA dengan demam.Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100ribu/mm3), sering terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi sumbatannya. Gejalan yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus. Angka leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan gangguan metabolism berupa hiperurisemia dan hipoglikemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang besar. Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula in vitro dari sampel darah yang akan diperiksa, sehingga akan dijumpai hipoglikemia yang asimptomatik karena hipoglikemia tersebut terjadi in vitro tetap tidak in vivo pada tubuh pasien.Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung organ yang diinfiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan. Pembengkakan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi. Meskipun jarang, pada LMA juga dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah meanings dan untuk penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan sitologi dari cairan serebrospinal yang diambil melalui prosedur pungsi lumbal.

1.6 DIAGNOSISSecara klasik diagnosis LMA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, morfologi sel dan pengecatan sitokimia. Sejak 2 dekade tahun yang lalu berkembang 2 teknik pemeriksaan terbaru: immunophenotyping dan analisis sitogenik. Berdasarkan pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia, gabungan ahli hematologi Amerika, Perancis dan Inggris pada tahun 1976 menetapkan klasifikasi LMA yang terdiri dari 8 subtipe (M0-M7). Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB (French Ameri can British). Klasifikasi FAB hingga saat ini masih menjadi diagnosis dasar LMA. Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien LMA adalah Sudan Black B (SBB) dan mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan sitokimia tersebut akan memberikan hasil positif pada pasien LMA tipe M1, M2,M3,M4 dan M6.Subtipe FABNama umum (%kasus)

MoLeukemia mieloblastik akut dg diferensiasi minimal (3%)

M1Leukemia mieloblastik akut tanpa maturasi (15-20%)

M2Leukemia mieloblastik dengan maturasi (25-30%)

M3Leukemia promielostik akut (5-10%)

M4Leukemia mielomonositik akut (20%)

M4E0Leukemia mielomonositik dengan eosinofil abnormal (5-10%)

M5Leukemia monositik akut (2-9%)

M6Eritroleukemia (3-5%)

M7Leukemia megakariositik akut (3-12%)

Pemeriksaan penentuan imunofenotip adalah suatu teknik pengecatan modern yang dikembangkan berdasarkan reaksi antigen dan antibody. DIketahui bahwa permukaan mebran sel-sel darah mengekspresikan antigen yang berbeda-beda tergantung dari jenis dan tingkat diferensiasi sel-se darah tersebut. Sebagai contoh sel limfosit mengekspresikan antigen yang berbeda dengan sel granulosit maupun sel trombosit dan eritrosit. Demikian pula limfosit B mempunyai ekspresi antigen yang berbeda dengan limfosit T. Selain itu sel-sel blast mengekspresikan antigen yang berbeda dengan sel-sel leukosit yang lebih matur seperti promielosit dan mielosit. Bila antigen yang terdapat di permukaan membran sel tersebut dapat diidentifikasi oleh antibodi yang spesifik, maka akan dapat dilakukan identifikasi jenis sel dan tingkat maturitasnya yang lebih akurat. Identifikasi sel dengan teknik immunophenotyping juga mempunyai nilai prognostic dan terapi. Sebagai contoh, pasien LMA yang mengekpresikan CD7 mempunyai prognosis jelek sedang pasien LMA yang mengekspresikan CD2 mmpunyai prognosis yang lebih baik. Saat ini juga sedang dikembangkan terapi antibody secara spesifik mempunyai target terapi CD33, gemtumuzab osagamicin, yang diindikasikan bagi pasien LMA usia lanjut yang mengekspresikan CD33.Analisis sitogenik pada keganasan hematologi telah dimulai sejak awal 1960 dan berkembang lebih pesat sejak awal 1980an. Terdapat 2 kelainan dasar sitogenik pada LMA: kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom. Kelainan pertama dapat berupa kehilangan sebagian dari materi kromosom (delesi/del) atau hilangnya satu materi kromosom secara utuh (monosomi). Penambahan materi kromosom juga daapt bersifat sebagian (duplikasi/d) atau bertambahnya satau atau lebih materi kromosom secara utuh (trisomi, tetrasomi). Kelainan kedua berupa dua atau lebih kromosom (translokasi/t) atau perubahan pada berbagai bagian dalam satu kromosom (inverse/inv).Kelainan sitogenik t(8,21), t(15,17), in (16)/t dan translokasi 11q23 merupakan kelainan sitogenik yang dijumpai pada 21-28% pasien LMA dewasa. Kelainan sitogenik lain yang dijumpai dalam jumlah signifikan ada pasien LMA adalah trisomi, delesi dan kelainan karyotype yang kompleks (mempunyai kelainan sitogenetik3 atau lebih). Kelainan sitogenetik pada pasien LMA mempunyai nilai prognostik. Pasien dengan kelainan sitogenetik: t (15;17), inv (16), t (16;16) atau del (16q) dan t(8;21) yang tidak disertai del (9q) atau kelainan karyotype yang kompleks mempunyai prognosis yang baik (favourable); pasien dengan kelainan sitogenetik +8, -Y, +6, del (12p) atau karyotype yang normal mempunyai prognosis yang sedang (intermediate), sedangkan pasien dengan kelainan sitogenetik -5 atau del (5q), -7 atau del (7q), inv (3q), del (9q), t(9;22) dan karyotype yang kompleks mempunyai prognosis yang buruk (unfavourable). Profil kelainan sitogenetik pada pasien LMA juga mempunyai implikasi terhadap terapi sebab dewasa ini, meskipun masih controversial, telah dikembangkan strategi terapi pada pasien LMA berdasarkan profil sitogenetik pasien.Diagnosis LMA dapat dibuat berdasarkan gambaran darah tepi tetapi dibuktikan dengan biopsy dan aspirasi sumsum tulang. Darah tepi dapat menunjukkan mieloblas dalam sirkulasi yang menigat, normal atau menurun dan penurunan jumlah granulosit absolute. Jumlah trombosit juga menurun, sering di bawha 50.000. Anemia sedang dapat terjadi. Sumsum tulang umumnya hiperseluler, 30% sampai 90% mieloblas mengandung batang Auer. Batang Auer merupakan struktur seperti batang dalam sitoplasma mieloblas dan bersifat diagnostic untuk leukemia myeloid akut. Unsur lain dalam sumsum tulang dapat tertekan. Berdasarkan profil kelainan sitogenetik pasien, WHO mengajukan usulan perubahan klasifikasi LMA, yang telah diadopsi di banyak Negara.I. LMA dengan translokaso sitogenetik rekurenLMA dengan t(8;21)(q22;q22), AMLI (CBF)/ETOAPL dengan t(15;17)(q22;q11-12) dan varian-variannya, PML/RARLMA dengan eosinofil sumsum tulang abnormal dengan inv(16)(p13q22) atau t(16;16)(p13;q11), CBF/MHY11LMA dengan abnormalitas 11q23 (MLL)II. LMA dengan multilineage dysplasiaDengan sindrom myelodisplasiaTanpa sindrom myelodisplasiaIII. LMA dan sindrom myelodisplastik yang berkaitan dengan terapi akibat obat alkilasiakibat epipodofilotoksin (beberapa merupakan kelainan limfoid)tipe lainIV. LMA yang tidak terspesifikasiLMA diferensiasi minimalLMA tanpa maturasiLMA dengan maturasiLMA dengan diferensiasi monositikLeukemia monositik akutLeukemia eritroid akutLeukemia megakariosit akutLeukemia basofilik akutPanmielosis akut dengan mielofibrosis1.7 TERAPITujuan pengobatan pada pasien LMA adalah untuk mengeradikasi sel-sel klonal leukemik dan untuk emmulihkan hematopoiesis normal di dalam sumsum tulang. Survival jangka panjang hanya didapatkan pada pasien yang mencapai remisi komplit. Dosis kemoterapi tidak perlu diturunkan karena alasan adanya sitopenia, karena dosis yang diturunkan ini tetap akan menimbulkan efek samping berat berupa supresi sumsum tulang, tanpa punya efek yang cukup untuk mengeradikasi sel-sel leukemik maupun untuk mengembalikan fungsi sumsum tulang.Untuk mencapai eradikasi sel-sel leukemik yang maksimal, diperlukan strategi pengobatan yang baik. Umumnya regimen kemoterapi untuk pasien LMA terdiri dari beberapa fase: fase induksi dan fase konsolidasi. Kemoterapi fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif yang bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel leukemik secara maksimal sehingga terjadi remisi komplit. Istilah remisi komplit digunakan bila jumlah sel-sel darah di peredaran darah tepi kembali normal serta pulihnya populasi sel di sumsum tulang termasuk tercapainya jumalh sel-sel blast