Referat Demam Reumatik Akut FIX

download Referat Demam Reumatik Akut FIX

of 19

description

REFERAT DRA

Transcript of Referat Demam Reumatik Akut FIX

REFERATDEMAM REUMATIK AKUT

Diajukan untuk Memenuhi PersyaratanPendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :dr. A. Septiarko, Sp. Adr. Hj. Elief Rohana, Sp.A, M.Kes

Diajukan Oleh :Yanuar MurnaJ510145050

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2015DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1DAFTAR ISI.......................................................................................................... 2BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 3Latar Belakang............................................................................................ 3Rumusan Masalah....................................................................................... 4Tujuan Penulisan......................................................................................... 4Manfaat Penulisan....................................................................................... 4BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5Definisi........................................................................................................ 5Epidemiologi............................................................................................... 5Etiologi........................................................................................................ 5Patofisiologi.................................................................................................6Diagnosis............................................................................................... 8Manifestasi Klinis..................................................................................... 10Tatalaksana................................................................................................ 12Pencegahan............................................................................................... 16BAB III PENUTUP............................................................................................. 18Kesimpulan............................................................................................... 18DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 19

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Demam reumatik akut merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis dan ada pada 0,3% kasus faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini bisa terjadi secara akut atau berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan, dan eritema marginatum. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab terpenting penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia. Puncak insiden demam reumatik akut terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Demam reumatik akut yang menimbulkan gejala sisa pada katup-katup jantung disebut sebagai penyakit jantung reumatik. Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik sering terjadi pada daerah kumuh dan padat. Di negara berkembang, demam reumatik akut merupakan penyebab utama dalam kelainan kardiovaskular (25%-45%) di luar penyakit jantung bawaan. Prevalensi demam reumatik akut/penyakit jantung reumatik yang diperoleh dari penelitian World Health Organization (WHO) mulai tahun 2010 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000. Prevalensi pada anak-anak sekolah di beberapa negara Asia pada tahun 1980-an berkisar 1 sampai 10 per 1.000. dari suatu penelitian yang dilakukan di India Selatan diperoleh prevalensi sebesar 4,9 per 1.000 anak sekolah, sementara angka yang didapatkan di Thailand sebesar 1,2 sampai 2,1 per 1.000 anak sekolah. Prevalensi pada orang dewasa homogen dan stabil pada beberapa negara yang berbeda sejak 1980.

Prevalensi demam reumatik akut di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung reumatik anak berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam reumatik akut di Indonesia pasti lebih tinggi dan angka tersebut, mengingat penyakit jantung reumatik anak merupakan akibat dari demam reumatik akut.

B. Rumusan masalah1. Apakah yang dimaksud demam reumatik akut? 2. Bagaimana demam reumatik akut terjadi?3. Apa saja penyebab demam reumatik akut?4. Bagaimana cara mendiagnosis, tatalaksana, dan pencegahan demam reumatik akut?

C. Tujuan Penulisan1. Mengetahui pengertian demam reumatik akut.2. Mengetahui mekanisme terjadinya demam reumatik akut.3. Mengetahui penyebab terjadinya demam reumatik akut.4. Mampu mendiagnosis, tatalaksana, dan pencegahan demam reumatik akut.

D. Manfaat penulisan1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang demam reumatik akut.2. Pembaca khususnya paramedis dapat mencegah dan memberikan tatalaksana yang adekuat terhadap demam reumatik akut sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit ini.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiDemam rematik merupakan penyakit autoimun yang menyerang multisistem akibat infeksi dari Streptokokus beta hemolitikus grup A pada faring (faringitis) yang biasanya menyerang anak dan dewasa muda.

B. EpidemiologiEpidemiologi demam reumatik akut pada dasarnya adalah epidemiologi faringitis streptokokus grup A. Demam reumatik akut paling sering ditemukan pada kelompok umur yang paling rentan terhadap infeksi streptokokus grup A, anak umur antara 5-15 tahun. Kenaikan angka kasus juga terjadi pada kelompok yang ekonomi maupun sosialnya kurang baik.Faktor resiko epidemiologi utama untuk perkembangan demam reumatik akut adalah faringitis streptokokus grup A. Reservoir utama streptokokus grup A adalah saluran pernapasan atas manusia. Frekuensi serangan demam reumatik akut pasca-infeksi streptokokus grup A saluran pernapasan atas mendekati 3% individu dengan infeksi yang tidak diobati atau tidak cukup diobati. Gambaran ini sangat konstan, dan kadang-kadang dilaporkan frekuensi yang lebih rendah yang mungkin menggambarkan inklusi pengidap streptokokus grup A .

C. Etiologi Streptococcus -hemolyticus grup A merupakan agen pencetus yang menyebabkan terjadinya demam reumatik akut baik pada serangan pertama maupun serangan ulang. Streptokokus adalah bakteri gram positif yang ciri khasnya berpasangan atau membentuk rantai selama pertumbuhannya. Terdapat sekitar dua puluh spesies Streptokokus, termasuk Streptococcus pyogenes (grup A), Streptococcus agalactie (grup B) dan Enterococci (grup D). Secara morfologi, Streptokokus merupakan bakteri berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti rantai yang membentuk gambaran diplokokus atau terlihat seperti bentuk batang. Panjang rantai sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan .

D. PatofisiologiPatofisiologi dari demam reumatik akut tidak sepenuhnya diketahui.Walaupun sering streptokokus tidak ditemukan pada jaringan jantung penderita, tetapi ada hubungan yang cukup kuat bahwa demam reumatik akut adalah akibat respon imun yang berlebihan dari infeksi faring oleh streptokokus grup A. Bukti yang mendukung misalnya wabah demam reumatik akut selalu mengikuti epidemi streptokokal faringitis dan demam scarlet, serta bila mendapat terapi yang adekuat pada infeksi streptokokal faring ternyata menyebabkan penurunan insidensi. Selain itu profilaksis dengan antibiotik bisa mencegah rekuransi demam reumatik akut, dan kebanyakan penderita juga memiliki peningkatan titer dari satu atau lebih ketiga antibodi streptokokal ( SterptolisinO,hyaluronidase,dan streptokinase).Karakteristik demam reumatik akut adalah lesi radang non supuratif pada persendian, jantung, jaringan subkutan dan sistem saraf pusat. Resiko demam reumatik akut setelah infeksi faringitis dengan streptokokusgrupA,sekitar0.3-3%. Ada 2 teori utama tentang terjadinya demam reumatik akut:1. Merupakan efek dari toksin streptokokus grup A pada target organ seperti otot jantung,katub jantung,synovium dan otak.2. Merupakan respon abnormal sistem imun tubuh pada keadaan molekular mimikri dimana respon sistem imun tubuh gagal membedakan antara kuman dengan jaringan tubuh sendiri. Terdapat tiga hal yang berperan penting dalam terjadinya demam rematik, yakni agen penyebab penyakit yaitu Streptokokus -hemolitikus grup A,host (manusia), dan faktor lingkungan (Raju & Turi, 2012). Streptokokus akan menyerang sistem pernafasan bagian atas dan melekat pada jaringan faring. Adanya protein M menyebabkan organisme ini mampu menghambat fagositosis sehingga bakteri ini dapat bertahan pada faring selama 2 minggu, sampai antibodi spesifik terhadap Streptokokus selesai dibentuk (Raju & Turi, 2012). Protein M, faktor virulen yang terdapat pada dinding sel Streptokokus secara immunologi memiliki kemiripan dengan struktur protein yang terdapat dalam tubuh manusia seperti miokardium (miosin dan tropomiosin), katup jantung (laminin), sinovial (vimentin),kulit (keratin) juga subtalamus dan nukleus kaudatus (lysogangliosides) yang terdapat diotak (Joseph, 2010). Adanya kemiripan pada struktur molekul inilah yang mendasari terjadinya respon autoimun yang pada demam rematik. Kelainan respon imun ini didasarkan pada reaktivitas silang antara protein M Streptokokus dengan jaringan manusia yang akan mengaktivasi sel limfosit B dan T. Sel T yang telah teraktivasi akan menghasilkan sitokin dan antibodi spesifik yang secara langsung menyerang protein tubuh manusia yang mirip dengan antigen Streptokokus. Seperti pada korea Sydenham, ditemukan antibodi pada nukleus kaudatus otak yang lazim ditemukan terhadap antigen membran sel Streptokokus. Dan ditemukannya antibodi terhadap katup jantung yang mengalami reaksi silang dengan N-acetylglucosamine, karbohidrat dari Streptokokus grup A, membuktikan bahwa antibodi bertanggung jawab terhadap kerusakan katup jantung (Carapetis, 2010). Genetik juga berperan terhadap kerentanan terjadinya demam rematik, namun mekanisme yang pasti belum diketahui. Resiko terjadinya demam rematik setelah faringitis oleh Streptokokus, pada mereka yang mempunyai kerentanan secara genetik, adalah sekitar 50% dibandingkan dengan mereka yang tidak rentan secara genetik (Robert, 2012). Telah diidentifikasi suatu alloantigen pada sel B dari 75% penderita demam rematik, sedangkan hanya didapatkan 16% pada yang bukan penderita. Akhirnya, faktor lingkungan berhubungan erat terhadap perkembangan demam rematik. Kebersihan lingkungan yang buruk, kepadatan tempat tinggal, sarana kesehatan yang kurang memadai juga pemberian antibiotik yang tidak adekuat pada pencegahan primer dan sekunder demam rematik, meningkatkan insidensi penyakit ini (Raju & Turi, 2012).

E. DiagnosisDemam rematik dapat mengenai sejumlah organ dan jaringan, dapat sendiri atau bersama-sama. Tidak ada satu manifestasi klinis atau uji laboratorium yang cukup khas untuk diagnostik ,kecuali korea Sydenham murni, dan karena diagnosis harus didasarkan pada kombinasi beberapa temuan. Semakin banyak jumlah manifestasi klinis maka akan semakin kuat diagnosis (Madiyono et.al., 2005). Pada tahun 1994 Dr T Duckett Jones mengusulkan kriteria untuk diagnostik yang didasarkan pada manifestasi klinis dan penemuan laboratorium sesuai dengan kegunaan diagnostiknya. Manifestasi klinis demam rematik dibagi menjadi kriteria mayor dan minor, berdasarkan pada prevalensi dan spesifisitas dari manifestasi klinis tersebut (Madiyono et.al., 2005).

Kriteria Jones (revisi) untuk Pedoman dalam Diagnosis Demam Rematik (1992)

Dasar diagnosis pada pasien demam rematik : (1) Highly probable (sangat mungkin) yaitu jika ditemui 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor disertai bukti infeksi Streptokokus -hemolitikus grup A yaitu dengan peningkatan ASTO atau kultur positif. (2) Doubtful diagnosis (meragukan) yakni jika terdapat 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor namun tidak terdapat bukti infeksi Streptokokus -hemolitikus grup A. (3) Exception (pengecualian) yakni jika diagnosis demam rematik dapat ditegakkan bila hanya ditemukan korea saja atau karditis indolen saja (Madiyono et.al., 2005).

Pada tahun 2003, WHO merekomendasikan untuk melanjutkan penggunaan kriteria Jones yang diperbaharui (tahun 1992) untuk demam rematik serangan pertama dan serangan rekuren demam rematik pada pasien yang diketahui tidak mengalami penyakit jantung rematik. Untuk serangan rekuren demam rematik pada pasien yang sudah mengalami penyakit jantung rematik, WHO merekomendasikan menggunakan minimal dua kriteria minor disertai adanya bukti infeksi SGA sebelumnya (Madiyono et.al., 2005).

Kriteria WHO Tahun 2002-2003 untuk Diagnosis Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik (Berdasarkan Revisi Kriteria Jones)

F. TatalaksanaSemua pasien demam rematik akut harus menjalani tirah baring, jika mungkin di rumah sakit. Lama dan tingkat tirah baring tergantung pada sifat dan keparahan serangan. Pasien harus diperiksa setiap hari untuk menemukan valvulitis dan untuk memulai pengobatan dini apabila terjadi gagal jantung. Karena karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak awal serangan, maka pengamatan ketat harus dilakukan selama masa itu (Madiyono et.al., 2005).

Panduan aktivitas pada demam reumatik akut:(Panduan Pelayanan Medis IDAI, 2011)Eradikasi Streptokokus merupakan syarat utama dalam pengobatan demam rematik akut, sedangkan pengobatan lain bergantung pada manifestasi klinis penyakit. Pengobatan Streptokokus dari tonsil dan faring sama dengan cara pengobatan faringitis Streptokokus, yakni : Benzatin penicillin G: dosis 600.000-1,2 juta U i.m. Jika alergi terhadap benzatin penicillin G, maka diberikan eritromicyn 40mg/kg/BB dibagi 2-4 dosis selama 10 hari , atau alternative lain berupa penicillin 4x250 mg per oral selama 10 hari.Pengobatan antiradang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam rematik. Pada pasien arthritis, manifestasi akan berkurang dengan pemberian obat antiradang (salisilat atau steroid). Pada pasien karditis terutama karditis berat, aspirin sering kali tidak cukup untuk mengendalikan demam, rasa tidak enak serta takikardia, sehingga harus ditangani dengan steroid, misalnya prednisone. Kriteria beratnya karditis adalah: (1) Karditis minimal, jika tidak jelas ditemukan adanya kardiomegali. (2) Karditis sedang apabila dijumpai kardiomegali ringan, dan (3) Karditis berat apabila jelas terdapat kardiomegali yang disertai tanda gagal jantung (Madiyono et.al., 2005). Karditis adalah satu satunya komplikasi DRA yang bisa menimbulkan efek jangka panjang. Kelainannya berupa pankarditis, yaitu mengenai perikardium, epikardium, miokardium dan endokardium. Pada DRAsering terjadi pankarditis yang ditandai dengan perikarditis,myokarditis dan endokarditisPerikarditis ditandai dengan pericardial friction rub. Pada efusi perikard bisa didengar adanya muffled sound, dan pulsus paradoks ( penurunan tekanan sistolik yang besar di saat inspirasi) Karakterisitik miokarditis adalah infiltrasi sel mononuklear, vaskulitis dan perubahan degenerative pada interstisial connective tissue.Bentuk endokarditis tersering adalah insufisiensi katub mitral. Panduan Obat Anti Inflamasi.

Dosis Prednison : 2 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis selama 2 minggu dan diturunkan sedikit demi sedikit (tapering off ) dengan pengurangan dosis harian sebanyak 5 mg setiap 2-3 hari. Bila penurunan ini dimulai, aspirin 75 mg/kgbb/hari dalam 2 minggu dan dilanjutkan selama 6 minggu. Aspirin : 100mg/kgbb/hari dibagi dalam 4-6 dosis; setelah minggu ke-2 dosis aspirin diturunkan menjadi 60 mg/kgbb/hari. Pada pasien korea yang ringan, umumnya hanya membutuhkan tirah baring. Pada kasus yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea. Obat yang paling sering diberikan adalah fenobarbital dan haloperidol. Fenobarbital diberikan dalam dosis 15 sampai 30 mg tiap 6 sampai 8 jam. Haloperidol dimulai dengan dosis rendah (0,5mg), kemudian dinaikkan sampai 2,0 mg tiap 8 jam, bergantung pada respon klinis. Pada kasus berat, kadang diperlukan 0,5 mg tiap 8 jam. Obat antiradang tidak diperlukan pada korea, kecuali pada kasus yang sangat berat dapat diberikan steroid.

G. Manifestasi KlinisTerdapat periode laten selama 3 minggu (1-5 minggu) antara infeksi Streptokokus dengan munculnya manifestasi klinis demam rematik. Namun pada korea dan karditis, periode latennya mungkin memanjang sampai 6 bulan. Gejala faringitis Streptokokus umumnya tidak spesik, hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan antibodi terhadap Streptokokus. Manifestasi klinis demam rematik yang paling sering dijumpai adalah demam dan poliarthritis. Poliarthitis didapati pada 60-75% kasus dan karditis pada 50-60% . Prevalensi terjadinya korea bervariasi antar populasi, yakni antara 2-30%. Sedangkan eritema marginatum dan nodulus subkutan jarang dijumpai, sekitar kurang dari 5% kasus demam rematik (Carapetis, 2010).Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam rematik akut dan menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium akut penyakit. 40-60% pasien demam rematik akut berkembang menjadi PJR (Raju & Turi, 2012). Karditis ini mempunyai gejala yang nonspesifik meliputi mudah lelah, anoreksia, demam ringan, mengeluh nafas pendek, nyeri dada dan arthalgia. Karena manifestasi yang tidak spesifik dan lamanya timbul gejala, setiap pasien yang datang dengan manifestasi lain harus diperiksa dengan teliti untuk menyingkirkan adanya karditis. Pemeriksaan dasar, termasuk elektrokardiografi dan ekokardiografi harus selalu dilakukan. Pasien yang pada pemeriksaan awal tidak dijumpai adanya karditis harus terus dipantau sampai tiga minggu berikutnya. Jikalau karditis tidak muncul dalam 2-3 minggu pascainfeksi, maka selanjutnya ia jarang muncul. Miokardium, endokardium dan perikardium juga sering terlibat dalam karditis. Miokarditis biasanya terjadi dengan adanya takikardi, pembesaran jantung dan adanya tanda gagal jantung. Perikarditis sering dialami dengan adanya nyeri pada jantung dan nyeri tekan. Pada auskultasi juga sering dijumpai adanya bising gesek yang terjadi akibat peradangan pada perikardium parietal dan viseral. Bising gesek ini dapat didengar saat sistolik maupun diastolik (Carapetis, 2010). Diagnosa karditis ditegakkan dengan menemukan 1 dari 4 kriteria dibawah ini: (1) Bising jantung organik. Pemeriksaan ekokardiografi yang menunjukkan adanya insufisiensi aorta atau insufisiensi mitral saja, tanpa adanya bising jantung organik tidak dapat disebut sebagai karditis. (2) Perikarditis (bising gesek, efusi perikardium, nyeri dada, perubahan EKG). (3) Kardiomegali pada foto toraks, dan (4) Gagal jantung kongestif (Madiyono et.al., 2005). Arthritis merupakan manifestasi yang paling sering dari demam rematik, terjadi pada sekitar 70% pasien demam rematik. Arthritis menunjukkan adanya radang sendi aktif yang ditandai nyeri hebat, bengkak, eritema dan demam. Nyeri saat istirahat yang menghebat pada gerakan aktif dan pasif merupakan tanda khas. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi-sendi besar seperti, sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Arthritis rematik bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poliarthritis migrans). Peradangan sendi ini dapat sembuh spontan beberapa jam sesudah serangan namun muncul pada sendi yang lain. Pada sebagian besar pasien, arthritis sembuh dalam 1 minggu dan biasanya tidak menetap lebih dari 2 atau 3 minggu. Arthritis demam rematik ini berespon baik dengan pemberian asam salisilat (Wahab, 1994; Essop & Omar, 2010). Korea Sydenham terjadi pada 13-34% kasus demam rematik dan dua kali lebih sering pada perempuan. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan proses radang pada susunan saraf pusat, ganglia basal, dan nukleus kaudatus otak. Periode laten dari korea ini cukup lama, sekitar 3 minggu sampai 3 bulan dari terjadinya demam rematik. Gejala awal biasanya emosi yang labil dan iritabilitas. Lalu diikuti dengan gerakan yang tidak disengaja, tidak bertujuan dan inkoordinasi muskular. Semua otot dapat terkena, namun otot wajah dan ekstremitas adalah yang paling mencolok. Gejala ini semakin diperberat dengan adanya stress dan kelelahan namun menghilang saat pasien beristirahat (Essop & Omar, 2010). Emosi pasien biasanya labil, mudah menangis, kehilangan perhatian, gelisah dan menunjukkan ekspresi yang tidak sesuai. Apabila proses bicara terlibat, pasien terlihat berbicara tertahan-tahan dan meledak-ledak. Meskipun tanpa pengobatan, korea dapat menghilang dalam 1- 2 minggu. Namun pada kasus berat, meskipun diobati, korea dapat bertahan 3 4 bulan bahkan sampai 2 tahun . Eritema marginatum merupakan ruam khas pada demam rematik yang terjadi kurang dari 10% kasus (Essop & Omar, 2010). Ruam ini tidak gatal, makular, berwarna merah jambu atau kemerahan dengan tepi eritema yang menjalar dari satu bagian ke bagian lain, mengelilingi kulit yang tampak normal. Lesi ini berdiameter sekitar 2,5 cm, dengan bagian tengah yang terlihat lebih pucat, muncul paling sering pada batang tubuh dan tungkai proksimal namun tidak melibatkan wajah. Eritema biasanya hanya dijumpai pada pasien karditis, seperti halnya nodulus subkutan . Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus. Nodulus terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari, lutut dan persendian kaki. Kadang juga ditemukan di kulit kepala dan di atas kolumna vertebralis (Carapetis, 2010). Ukuran nodul bervariasi antara 0,5 2 cm, tidak nyeri, padat dan dapat bebas digerakkan. Kulit yang menutupinya dapat bebas digerakkan dan pucat, tidak menunjukkan tanda peradangan. Nodul ini biasanya muncul pada karditis rematik dan menghilang dalam 1-2 minggu (Essop & Omar, 2010). Demam hampir selalu terjadi pada poliarthritis rematik. Suhunya jarang mencapai 40O C dan biasa kembali normal dalam waktu 2 3 minggu, walau tanpa pengobatan. Arthralgia, yakni nyeri sendi tanpa disertai tanda-tanda objektif(misalnya nyeri, merah, hangat) juga sering dijumpai. Arthalgia biasa melibatkan sendi-sendi yang besar (Essop & Omar, 2010). Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam rematik akut dengan gagal jantung oleh karena distensi hati. Anoreksia, mual dan muntah juga sering muncul, namun kebanyakan akibat gagal jantung kongestif atau akibat keracunan salisilat. Epistaksis berat juga mungkin dapat terjadi . Pada penderita yang belum diobati, biakan usapan faring sering positif bakteri Streptokokus hemolitikus. Titer antisteptolisin-O (ASTO) akan meningkat. Kadar antibodi ini akan mencapai puncak sekitar satu bulan pascainfeksi dan menurun sampai normal setelah sekitar 2 tahun, kecuali pada insufisiensi mitral yang dapat bertahan selama beberapa tahun. Laju endap darah juga hampir selalu meningkat, begitu juga dengan protein C-reaktif . Pada pemeriksaan EKG, sering menunjukkan sinus takikardia, namun terkadang dapat dijumpai normal. Pemanjangan interval P-R terjadi pada 28-40% pasien. Pemanjangan interval P-R ini tidak berhubungan dengan kelainan katup atau perkembangannya (Miller et.al., 2011). H. Komplikasi Penyakit jantung rematik adalah komplikasi terberat dari demam reumatik akut dan merupakan penyebab terbesar dari mitral stenosis dan insufisiensi di dunia. Beberapa variabel yang mempengaruhi beratnya kerusakan katub antara lain jumlah serangan demam reumatik akut sebelumnya, lama antara onset dengan pemberian terapi, dan jenis kelamin (penyakit ini lebih berat pada wanita dibandingkan pria). Insufisensi katub akibat demam reumatik akut akan sembuh pada 60-80% penderita yang menggunakan profilaksis antibiotik.

I. PencegahanPencegahan primer demam rematik berarti mengeradikasi Streptokokus saat terjadi infeksi saluran pernafasan bagian atas (faringitis) dengan pemberian antibiotik yang adekuat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadinya demam rematik akut. Diagnosis faringitis yang tepat sangat diperlukan untuk dapat memberikan terapi antibiotik yang tepat juga. Antibiotik akan efektif mengeradikasi Streptokokus dari saluran pernafasan atas dan mencegah demam rematik, apabila diberikan dalam 9 hari sejak munculnya gejala faringitis (WHO, 2004).

Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah terjadinya demam rematik berulang dan penyakit jantung rematik. Pencegahan sekunder ini wajib dilakukan pada pasien yang pernah mengalami demam rematik baik dengan atau tanpa adanya gangguan pada katup jantung (WHO, 2004). Pencegahan primer berupa penicillin oral untuk eradikasi streptococcus beta haemolyticus grup A selama 10 hari atau bisa menggunakan alternatife benzathine penicillin G 0,6-1,2 juta unit diberikan secara IM. Pencegahan sekunder berupa benzathin penicillin G 600.000 unit diberikan secara intra muscular untuk berat badan 27 kg setiap 4 minggu/28 hari. Pilihan obat lain yang bisa diberikan untuk pencegahan sekunder berupa penicillin V dengan dosis 125-250 mg diberikan secara per oral 2 kali sehari.Durasi pencegahan sekunder yang disarankan:

BAB IIIPENUTUP

1. KesimpulanDemam rematik merupakan penyakit autoimun yang menyerang multisistem akibat infeksi dari Streptokokus beta hemolitikus grup A pada faring (faringitis) yang biasanya menyerang anak dan dewasa muda.Diperlukan usaha-usaha untuk mencegah DRA berkembang menjadi PJR. Salah satu diantaranya adalah diagnosis dan terapi yang tepat serta pencegahan sekunder terhadap terjadinya PJR dengan pemberian antibiotika profilaksis, dalam hal ini direkomendasikan pemberian suntikan benzanthine penicillin G yang diberikan 4minggu sekali.Namun, di daerah endemik dan daerah yang kepadatan penduduk tinggi dianjurkan pemberian setiap 3 minggu sekali. Hal ini akan menimbulkan masalah karena jika underdiagnosed maka akan banyak kasus DRA yang berkembang menjadi PJR, sebaliknya jika overdiagnosed, maka akan terjadi penghamburan uang untuk suntikan Benznthine pennciile G setiap 3-4 minggu sekali ditambah adanya kejadian syok anafilaktik setelah pemberian injeksi Benzathine Peniciline G. Diagnosa yang tepat dapat mengurangi kejadian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Madiyono, B., Rahayuningsih, S.E., & Sukardi, R. (2005). Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak. Jakarta: FKUIPanduan Pelayanan Medis., Demam Rematik Akut. IDAI: 2011, Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak IndonesiaWHO. Rhematic fever and rheumatic heart disease.-report of a WHO expert Consultation 2004 [Online].Tersedia:http://www.who.int/cardiovaskular_diseases/resources/trs923/en/index.html.12