Leukemia Limfositik Akut

27
Leukemia Limfositik Akut Stephanie Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat 11470 No. Telp. (021) 56942961 [email protected] Abstrak: Leukemia Limfositik Akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 14 tahun, ditandai dengan berkembangnya sel darah putih yang tidak normal sehingga menyebabkan pucat, pusing, pembesaran kelenjar getah bening, demam, nyeri, dan perdarahan sebagai manifestasi klinis. LLA merupakan salah satu masalah penting pada kanker anak. Sebagai strategi untuk meningkatkan manajemen masalah kanker anak, khususnya LLA, diperlukan gambaran epidemiologi dan hasil pengobatan pasien. Berdasarkan hasil penelitian di RS Kanker Dharmais (2000- 2008), LLA banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan usia 1-5 tahun. LLA L1 dengan risiko biasa adalah jenis

Transcript of Leukemia Limfositik Akut

Page 1: Leukemia Limfositik Akut

Leukemia Limfositik Akut

Stephanie

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat 11470

No. Telp. (021) 56942961

[email protected]

Abstrak: Leukemia Limfositik Akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak usia di

bawah 14 tahun, ditandai dengan berkembangnya sel darah putih yang tidak normal

sehingga menyebabkan pucat, pusing, pembesaran kelenjar getah bening, demam,

nyeri, dan perdarahan sebagai manifestasi klinis. LLA merupakan salah satu masalah

penting pada kanker anak. Sebagai strategi untuk meningkatkan manajemen masalah

kanker anak, khususnya LLA, diperlukan gambaran epidemiologi dan hasil

pengobatan pasien. Berdasarkan hasil penelitian di RS Kanker Dharmais (2000-2008),

LLA banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan usia 1-5 tahun. LLA L1 dengan

risiko biasa  adalah jenis LLA terbanyak. Dari penelitian, 44,9% pasien meninggal

dan 27,5 % hidup.

Kata kunci: Leukemia Limfositik Akut, LLA, kanker anak

Abstrac: Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) is the most common cancer found in

children below 14 years old. It characterized by abnormal white blood cell

proliferation which replace normal bone marrow component with pallor, headache,

organomegaly, fever, bone pain and bleeding as it’s clinical manifestation. ALL is

Page 2: Leukemia Limfositik Akut

very important problem in childhood cancer. As one strategy to improve cancer

management, specially ALL, epidemiology description and patient outcome is needed.

Based on our study in Dharmais Cancer Hospital (2000-2008), ALL is frequent in boy

and particularly lie between 1-5 years old. ALL L1 is the most common type of ALL,

and majority cases are standard risk. From observation, 44,9% mortality, survive

27,5 %.

Keywords: Acute Lymphocytic Leukemia, ALL, childhood cancer

PENDAHULUAN

Leukemia Limfositik akut adalah bentuk akut dari leukemia yang

diklasifikasikan menurut cell yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa

limfoblas.

Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,

sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan

dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Faktor

penyebab LLA tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena interaksi sejumlah faktor:

neoplasia, infeksi, radiasi, keturunan, zat kimia, mutasi gen.

Leukemia akut cepat terjadi dan lambat penyembuhannya, dapat diakhiri

dengan kematian bila tidak segera diobati. LLA sering ditemukan pada anak-anak (82

%) daripada umur dewasa dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada

anak perempuan.

ANAMNESIS

Anamnesis pada LLA harus ditanyakan apakah ada gejala anemia, kelemahan

tubuh, berat badan menurun, anoreksia, mudah sakit, sering demam, perdarahan, nyeri

tulang, nyeri sendi. Ada beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat

anamnesis , antara lain:

Keluhan utama:

o Pucat. Seringkali terlihat pada pasien anemia. Pucat paling baik

dinilai pada telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan

konjungtiva.

Keluhan penyerta:

2

Page 3: Leukemia Limfositik Akut

o Biasanya anak lemas, demam, penurunan kadar trombosit, muntah

sehingga menunjukkan gejala seperti serangan demam berdarah

bahkan dapat ditemukan kulit yang tampak kuning pucat seperti

penyakit kuning.1

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai

splenomegaly, dan kadang-kadang hepatomegaly serta limfadenopatia. Penderita yang

menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosis

leukemia. Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat

pucak yang mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan, waspadalah leukemia.

Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi, dan

sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali. Gejala

yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-tafsirkan sebagai

penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada

alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral

dan sebagainya.2

Gambar 1. Splenomegali.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia,

limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan

terdapat sel blast (menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia).

3

Page 4: Leukemia Limfositik Akut

Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri

dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).

Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel

yang berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES,

granulosit, pulp cell.2

Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan

merupakan kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat

kecil. Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang

ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa

limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan pemeriksaan dari

sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel

patologis.

• Biopsi—Dokter mengangkat beberapa sumsum tulang dari tulang pinggul atau

tulang besar lainnya. Seorang ahli patologi memeriksa contoh dibahwah

sebuah mikroskop. Pengangkatan jaringan untuk mencari sel-sel kanker

disebut suatu biopsi. Suatu biopsi adalah cara satu-satunya yang pasti untuk

mengetahui apakah sel-sel leukemia ada didalam sumsum tulang.

• Ada dua cara dokter dapat memperoleh sumsum tulang. Beberapa pasien-pasien

akan mempunyai kedua-duanya prosedur:

Bone marrow aspiration (Penyedotan sumsum tulang): Dokter

menggunakan sebuah jarum untuk mengangkat contoh-contoh dari

sumsum tulang.

Bone marrow biopsy (Biopsi Sumsum Tulang): Dokter menggunakan

suatu jarum yang sangat tebal untuk mengangkat sepotong kecil dari

tulang dan sumsum tulang.

Pembiusan lokal membantu membuat pasien-pasien lebih enak.

4

Page 5: Leukemia Limfositik Akut

Gambar 2. Bone Marrow Aspiration.

• Cytogenetics—Lab melihat pada kromosom-kromosom dari sel-sel dari contoh-

contoh dari peripheral blood, sumsum tulang, atau nodus-nodus getah bening.

• Spinal tap—Dokter mengangkat beberapa dari cairan cerebrospinal (cairan yang

mengisi ruang-ruang di dan sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Dokter

menggunakan suatu jarum panjang yang kecil untuk mengangkat cairan dari

kolom tulang belakang (spinal column). Prosedur memakan waktu kira-kira 30

menit dan dilaksanakan dengan pembiusan lokal. Pasien harus terbaring untuk

beberapa jam setelahnya untuk mempertahankannya dari mendapat sakit

kepala. Lab memeriksa cairan untuk sel-sel leukemia dan tanda-tanda lain dari

persoalan-persoalan.

• Chest x-ray—X-ray dapat mengungkap tanda-tanda dari penyakit di dada.3

5

Page 6: Leukemia Limfositik Akut

Gambar 3. Morfologi LLA (Limfositosis).

Jenis Pemeriksaan Hasil yang ditemui

Complete blood count leukositosis, anemia, trombositopenia

Bone Marrow Puncture hiperselular dengan infiltrasi limfoblas, sel berinti

Sitokimia Sudan black negatif, mieloperoksidase negatif

Fosfatase asam positif (T-ALL), PAS positif (B-ALL)

Imunoperoksidase peningkatan TdT (enzim nuklear yang mengatur kembali gen

reseptor sel T dan Ig

Flowcytometry precursor B: CD 10, 19, 79A, 22, cytoplasmic m-heavy chain, TdT

T: CD1a, 2, 3, 4, 5, 7, 8, TdT

B: kappa atau lambda, CD19, 20, 22

Sitogenetika analisa gen dan kromosom dengan immunotyping untuk

menguraikan klon maligna

Pungsi lumbal keterlibatan SSP bila ditemukan > 5 leukosit/mL CSF

Tabel 1. Gambaran Laboratorium.4

6

Page 7: Leukemia Limfositik Akut

WORKING DIAGNOSIS

Leukemia Limfositik Akut/Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah

keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Pada lebih dari 80% kasus, sel-sel

ganas berasal dari limfosit B dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini

merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada anak-anak. Walaupun

demikian, 20% kasus adalah dewasa. Jika tidak diobati, dapat fatal.

Manifestasi leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut

dengan tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal

(kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia.

Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan berkurangnya sel-

sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan

anemia.

Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:

Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada

Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise

Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),

biasanay terjadi pada anak

Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme). Disebabkan

oleh hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-sel leukemia.

Semua cadangan energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas sel-sel leukemik yang

ganas, sehingga semakin lama cadangan lemak dalam jaringan adiposa semakin

berkurang, akibatnya gizi pasien terkesan kurang, lemas, dan mudah lelah.

Kemungkinan lain penyebab penurunan status gizi pasien adalah anemia dan

gangguan oksigenasi jaringan. Peningkatan aktivitas seluler yang terjadi

mengakibatkan peningkatan suhu inti, akibatnya tubuh menjalankan mekanisme

pengaturan suhu sehingga terjadi demam. Kemungkinan lain akibat terjadinya

demam adalah adanya infeksi. Walaupun sel-sel leukosit yang berperan dalam

sistem imunitas meningkat, tetapi sel yang terbentuk tidak berdiferensiasi dengan

sel imun jenis apapun, sehingga tidak fungsional dalam menjaga kekebalan tubuh.

Fenomena ini disebut dengan leukopenia fungsional.

Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gram

negatif usus, stafilokokus, streptokokus, serta jamur

Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria

7

Page 8: Leukemia Limfositik Akut

Limfadenopati. Hiperplasia terjadi akibat kerja limfonodus yang berlebihan

dalam memproduksi limfosit. Sehingga sel-sel limfonodus yang berlebihan

menyebabkan timbulnya rasa sakit.

Hepatomegali. Terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infeksi; 2)

akibat anemia hemolitik; atau 3) akibat infiltrasi. Namun, dalam kasus ini, kaitan

yang paling mungkin adalah hepatomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik

ke dalam jaringan hepar.

Splenomegali. Splenomegali yang terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait:

1) infiltrasi; 2) infeksi; atau 3) sumbatan/gangguan aliran darah. Namun, dalam

kasus ini, kemungkinan yang paling besar splenomegali terjadi akibat infiltrasi

sel-sel leukemia ke dalam limpa/spleen.

Massa di mediastinum (T-ALL).

Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,

muntah, kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan

perubahan status mental.5,6

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Limfositosis, limfadenopati, dan hepatomegaly yang berhubungan dengan

infeksi virus dan limfoma

Anemia aplastik.6

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien ALL adalah:

a. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 69%. Pada trombositopenia yang berat

dan pendarahan pasif dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda

DIC dapat diberikan heparin.

b. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah dicapai

remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

c. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp, metotreksat

atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih paten seperti obat

lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan

prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa

alopsia (botak), stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kadidiasis. Bila jumlah

8

Page 9: Leukemia Limfositik Akut

leukosit kurang dari 2000 / mm3 pemberiannya harus hati-hati.

d. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci

hama).

e. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai remisi dan

jumlah sel leukimia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan (mengani

cara pengobatan yang terbaru masih dalam perkembangan).

Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman,

tetapi prinsipnya sama, yaitu dengan pola dasar:

a. Induksi, dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut

sampai sel blas dalam sumsum kurang dari 5%. Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa

ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan

L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang

atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari

5%.

b. Konsilidasi, bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan

mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,

dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap

pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan

sementara atau dosis obat dikurangi.

c. Rumat, untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama, biasanya dengan

memberikan sitostatika setengah dosis biasa.

d. Reinduksi, dimaksudkan untuk mencegah relaps, biasanya dilakukan setiap 3-6

bulan dengan pemberian obat-obat seperti pad induksi selama 10-14 hari.

e. Mencegah terjadinya leukimia pada susunan saraf pusat diberikan MTX secara

intratekal dan radiasi kranial.

f. Pengobatan imunologik. Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di

dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan

setelah 3 tahun remisi terus menerus.

Induksi

Sistemik :

a) VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.

9

Page 10: Leukemia Limfositik Akut

b) ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali

dimulai pada hari ketiga pengobatan

c) Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu

kemudian tapering off selama 1 minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal,

diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir

(siklofosfamid)

Konsolidasi

a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu

setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :

b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali

c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu

kedua dari konsolidasi

Rumat

Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :

a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral

b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin

dan Kamis)

Reinduksi

Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat

rumat dihentikan.

Sistemik :

a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali

b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh

dan 1 minggu kemudian tapering off

SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2

kaliSSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2

kali

Imunoterapi

BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama.

Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml.

10

Page 11: Leukemia Limfositik Akut

Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama

pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.

Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6

minggu).2,7

ETIOLOGI

Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga kemungkinan besar

karena virus (virus onkogenik). Faktor lain yang turut berperan ialah:

1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormone, bahan kimia (benzol,

Arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).

2. Faktor endogen seperti ras (orang Yahudi mudah menderita LLK), faktor

konstitusi seperti kelainan kromosom (angka kejadian LMK lebih tinggi dari

Sindrom Down), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-

beradik atau kembar satu telur), angka kejadian pada anak lebih tinggi sesuai

dengan usia maternal.

Secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut:

bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur

antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh

manusia seandainya struktur antigen manusia itu. Bila struktur antigen individu tidak

sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya, sama

kejadiannya dengan penolakan terhadap benda asing. Struktur antigen manusia

terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput

lendir yang terketak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan). Oleh

WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HLA (Human Leucocyte locus

A). Sistem HLA individu ini diturunkan menurut hukum genetika, sehingga agaknya

peranan factor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.2,7

Faktor predisposisi:

1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T

cell leukimia-lymphoma virus/HTLV)

2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya

3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan

agen anti neoplastik

11

Page 12: Leukemia Limfositik Akut

4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol

5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur

6. Kelainan kromosom8

EPIDEMIOLOGI

Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia

kurang dari 15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak

ditemukan pada pria daripada perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA

mempunyai risiko empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi LLA, sedangkan

kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai risiko 20% untuk berkembang

menjadi LLA.8

PATOFISIOLOGI

Kelainan sitogenetik yang sering ditemukan pada kasus dewasa ialah

t(9;22)/BCR-ABL (20-30%) dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%) yang prognosisnya buruk.

ABL adalah nonreceptor tyrosine protein kinase yang secara enzimatik mentransfer

molekul fosfat ke substrat protein sehingga terjadi aktivasi jalur transduksi sinyal

yang penting dalam regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel. Mekanisme umum lain

dari pembentukan kanker adalah inaktivasi gen supresor tumor Rb dan p53 yang

berperan mengontrol progresi siklus sel. Kelainan yang lain meliputi delesi,

mikrodelesi, dan penyusunan kembali gen yang melibatkan p16.

Kasus LLA disubkalasifikasikan menurut gambaran morfologi dan imunologi,

dan genetik sel induk leukemia. Diagnosis pasti biasanya didasarkan pada

pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang. Gambaran sitologi sel induk sangat bervariasi

walaupun dalam satu cuplikan tunggal, sehingga tidak ada satu klasifikasi yang

memuaskan. Sistem the French-American-British (FAB) membedakan tiga subtipe

morfologi L1, L2 dan L3. Pada limfoblas L1 umumnya kecil dengan sedikit

sitoplasma, pada sel L2 lebih besar dan pleomorfik dengan sitoplasma lebih banyak,

bentuk inti ireguler, dan nukleoli nyata, dan sel L3 meampunyai kromatin inti

homogen dan berbintik halus, nukleoli jelas, dan sitoplasma biru tua dengan

vakuolisasi nyata. Karena perbedaan yang subyektif antara blas L1 dan L2 dan

korelasi dengan penanda imunologik dan genetik yang sedikit, hanya subtipe L3 yang

mempunyai arti klinis.

12

Page 13: Leukemia Limfositik Akut

Klasifikasi LLA bergantung pada kombinasi gambaran sitologik, imunologik

dan kariotip. Dengan antibodi monoklonal yang mengenali antigen permukaan sel

yang terkait dengan galur sel dan antigen sitoplasma. Maka imunotipe dapat

ditentukan pada kebanyakan kasus. Umumnya berasal dari sel progenitor , lebih

kurang 15% berasal dari sel progenitor T, dan 1% berasal dari sel B yang relatif

matang. Imunotipe ini mempunyai implikasi prognostik maupun terapeutik. Subtipe

dari LLA, sifat klinis tertentu, dan angka insidensi relatifnya ditunjukkan pada Tabel

2. Beberapa kasus belum dapat diklasifikasikan karena menunjukan ekspresi antigen

yang berkaitan dengan beberapa galur sel yang berbeda (LLA galur campuran atau

bifenotipik).6,8

Subtipe Jumlah

Penderita

% Umur

(Median)

Hitung Leukosit

(x 103)(Median)

%

pria

% dengan

Massa

Mediastinum

Abnormalitas

Kromosom

Terkait

T(T+) 44 14 7,4 th 61,2 67,2 38,2 t(11;14)

B(slg +) 2 0,6 t(8;14)

PreB(clg+) 56 18 4,7 th 12,2 54,8 1,2 t(1;19)

PreB awal

(T-,slg-,clg-)

209 67 4,4 th 12,4 56,5 1.0 t(9;22)

PreB awal

bayi

33 NA 1 th 50 55 Tidak ada t(4;11)

Tabel 2. Insidensi subtipe leukemia limfoblastik akut pada suatu penelitian tunggal,

dengan insidensi beberapa gambaran klinis pada waktu diagnosis8

Kelainan kromosom dapat diidentifikasikan setidaknya 80-90% LLA anak.

Kariotip dari sel leukemia mempunyai arti penting, prognostik, dan terapeutik.

Mereka menunjukan tepat sisi bagi penelitian molekuler untuk mendeteksi gen yang

mungkin terlibat pada transformasi leukemia. LLA anak dapat juga diklasifikasikan

atas dasar jumlah kromosom tiap sel leukemia (ploidy) dan atas penyusunan kembali

(rearrangement) kromosom struktural misalnya translokasi. Penanda biologik lain

yang potensial bermanfaat adalah aktivitas terminal deoksinukleotidil tranferase

(TdT), yang umumnya dapat diperlihatkan pada LLA sel progenitor-B dan sel T.

Karena enzim ini tidak terdapat pada limfoid normal, ia dapat berguna untuk

mengidentifikasikan sel leukemia pada situasi diagnostik yang sulit. Misalnya,

13

Page 14: Leukemia Limfositik Akut

aktivitas TdT dalam sel dari cairan serebrospinal mungkin menolontg untuk

membedakan relaps susunan saraf sentral awal dengan meningitis aseptik.

Kebanyakan penderita dengan leukemia mempunyai penyebaran pada waktu

diagnosis, dengan keterlibatan sumsum tulang yang luas dan adanya sel blas leukemia

di sirkulasi darah. Limpa, hati, kelenjar limfe biasanya ikut terlibat. Karena itu, tidak

ada sistem pembagian stadium (staging) untuk LLA.6,8

KOMPLIKASI

Komplikasi metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel

leukemik akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam

jiwa pasien yang memiliki beban sel leukimia yang besar. Terlepasnya komponen

intraselular dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia

dengan hipokalsemia sekuder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat

atau nefrokalsinosis. Jarang sekali timbul urolitiasis dengan obstruksi uretersetelah

pasien diobati untuk leukemia. Hidrasi, pemberian alopurinol dan alumunium

hidroksida, serta penggunaan alkalinisasi urin yang tepat dapat mencegah atau

memperbaiki komplikasi ini. Infiltrasi leukemik yang difus pada ginjal juga dapat

menimbulkan kegagalan ginjal. Terapi vinkristin atau siklofossamid dapat

mengakibatkan peningkatan hormon antidiuretik, dan pemberian antibiotika tertentu

yang mengandung natrium, seperti tikarsilin atau kabernisilin, dapat mengakibatkan

hipokalemia. Hiperglikemia dapat terjadi pada 10 % pasien setelah pengobatan

dengan prednison dan asparaginasi dan memerlukan penggunaan insulin jangka

pendek.

Karena efek mielosupresif dan imunosupresif LLA dan juga kemoterapi, anak

yang menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Sifat infeksi ini bervariasi

dengan pengobatan dan fase penyakit. Infeksi yang paling awal adalah bakteri, yang

dimanifestasikan oleh sepsis, pneumonia, selulitis, dan otitis media. Pseudomonas

aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia,

Staphylococcus epidrmidis, Proteus mirabilis, dan Haemophilus influenza adalah

organisme yang biasanya menyebabkan septik. Setiap pasien yang mengalami febris

dengan granulositopeniayang berat harus dianggap septik dan diobati dengan

antibiotik spektrum luas. Transfusi granulosit diindikasikan untuk pasien dengan

14

Page 15: Leukemia Limfositik Akut

granulositopenia absolut dan septikemia akibat kuman gram negatif yang berespon

buruk terhadap pengobatan.

Dengan pengguanaan kemoterapi yang intensif dan pemajanan antibiotika atau

hidrokortison yang lama, infeksi jamur yang diseminata oleh Candida atau

Aspergillus lebih sering terjadi, meskipun organisme itu sulit dibiakkan dari bahan

darah. CT scan bermanfaatuntuk mengetahui keterlibatan organ viscera. Abses paru,

hati, limpa, ginjal, sinus, atau kulit memberi kesan infeksi jamur. Amfositerin B

adalah pengobatan pilihan, dengan 5-fluorositosin dan rifamisin kadang kala

ditambahkan untuk memperkuat efek obat tersebut.

Pneumonia Pneumocytis carinii yang timbul selama remisi merupakan

komplikasi yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi sekarang telah jarang karena

kemoprofilaksis rutin dengan trimetropim-sulfametoksazol. Karena penderita

leukemia lebih rentan terhadap infeksi, vaksin yang mengandung virus hidup ( polio,

mumps, campak, rubella ) tidak boleh diberikan.

Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia atau

pengobatannya, manifestasi perdarahan adalah umum tetapi biasanya terbatas pada

kulit dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan pada sistem saraf pusat, paru,

atau saluran cerna jarang terjadi, tetapi dapat mengancam jiwa pasien. Transfusi

dengan komponen trommbosit diberikan untuk episode perdarahan. Koagulopati

akibat koagulasi intravaskuler diseminata, gangguan fungsi hati, atau kemoterapi pada

LLA biasanya ringan. Dewasa ini, trombosis vena perifer atau serebral, atau

keduanya, telah dijumpai pada 1 – 3 % anak setelah diinduksi pengobatan dengan

prednison, vinkristin, dan asparaginase. Patogenesis dari komplikasi ini belum

diketahui, tetapi disebabkan oleh status hiperkoagulasi akibat obat. Biasanya, obat

yang dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit, seperti salisilat, harus

dihindaripada penderita leukemia.

Dengan adanya keberhasilan dalam pengobatan LLA, perhatian sekarang lebih

banyak ditujukan pada efek terapi yang lambat. Profilaksis sistem saraf pusat dan

pengobatan sistemikyang diintensifkan telah mengakibatkan leukoensefalopati,

mineralisasi mikroangiopati, kejang, dan gangguan intelektual pada beberapa pasien.

Pasien juga memiliki resiko tinggi untuk menderita keganasan sekunder. Efek lambat

lainnya adalah gangguan pertumbuhan dan disfungsi gonad, tiroid, hati, dan jantung.

Kerusakan jantung terutama terjadi secara tersembunyi,karena gangguan fungsional

tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian. Terdapat juga beberapa pertanyaan

15

Page 16: Leukemia Limfositik Akut

mengenai arteri koroner serta insufiensi miokard dini. Sedikit informasi yang didapat

tentang efek teratogenik dan muagenik pada terapi antileukemik; meskipun demikian,

tidak ada bukti meningkatnya cacat lahir di antara anak yang dilahirkan oleh orang tua

yang penah mendapat pengobatan leukemia.5,7

PREVENTIF

Tidak diketahui secara pasti cara-cara pencegahan berbagai tipe leukemia.

Karena kebanyakan penderita leukemia tidak mengetahui factor risiko mereka

masing-masing. Beberapa tipe dari leukemia mungkin dapat dicegah dengan cara

menghindari paparan radiasi dosis tinggi (bahkan pasca kemoterapi / terapi radiasi),

pajanan zat kimia (benzene), menghindari merokok ataupun paparan asap rokok.

Namun sayangnya, banyak kasus dari leukemia tidak dapat dicegah. Karena

sesungguhnya tidak dapat diidentifikasi secara nyata dan pasti mengenai

penyebabnya. Hanya saja perlu dihindari faktor-faktor lain (eksogen) yang dapat

mencetuskan LLA.8

PROGNOSIS

Sampai saat ini leukemia masih merupakan penyakit yang fatal, tetapi dalam

kepustakaan dilaporkan pula beberapa kasus yang dianggap sembuh karena dapat

hidup lebih dari 10 tahun tanpa pengobatan. Biasanya bila serangan pertama dapat

diatasi dengan pengobatan induksi, penderita akan berada dalam keadaan remisi ini

secara klinis penderita tidak sakit, sama seperti anak biasa. Tetapi selanjutnya dapat

timbul serangan yang kedua (kambuh), yang disusul lagi oleh masa remisi yang

biasanya lebih pendek dari masa remisi pertama. Demikian seterusnya masa remisi

akan lebih pendek lagi sampai akhirnya penyakit ini resistensi terhadap pengobatan

dan penderita akan meninggal. Kematian biasanya disebabkan perdarahan akibat

trombositopenia, leukemia serebral atau infeksi (sepsis, infeksi jamur).

Sebelum ada prednisone, penderita leukemia hanya dapat hidup beberapa

minggu sampai 2 bulan. Dengan pengbatan prednisone jangka waktu hidup penderita

diperpanjang sampai beberapa bulan. Dengan ditambahkannya obat sitostatika (MTX,

6-MP) hidup penderita dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi dan dengan digunakannya

sitostatika yang lebih poten lagi disertai cara pengobatan yang mutakhir, usia

penderita dapat diperpanjang 3-4 tahun lagi, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun.

16

Page 17: Leukemia Limfositik Akut

PENUTUP

Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh

masyarakat dewasa ini. Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari

keganasan hemopoetik ini tidak diketahui secara keseluruhan.

Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Pada leukemia akut, sel darah

sangat tidak normal, tidak dapat berfungsi seperti sel normal, dan jumlahnya

meningkat secara cepat. Kondisi pasien dengan leukemia jenis ini memburuk dengan

cepat. Pada leukemia kronik, pada awalnya sel darah yang abnormal masih dapat

berfungsi, dan orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala.

Perlahan-lahan, leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel

leukemia bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang.

Untuk pengobatan leukemia akut, bertujuan untuk menghancurkan sel-sel

kanker sampai habis. Pelaksanaannya secara bertahap dan terdiri dari beberapa siklus.

Tahapannya adalah induksi (awal), konsolidasi dan pemeliharaan. Tahap induksi

bertujuan memusnahkan sel kanker secara progresif. Tahap konsolidasi untuk

memberantas sisa sel kanker agar tercapai sembuh sempurna. Tahap pemeliharaan

berguna untuk menjaga agar tidak kambuh. Terapi yang biasa dilakukan antara lain

pemberian kemoterapi, radioterapi dan juga transplantasi sumsum tulang.

Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah obat

yang mahal, ketersediaan obat yang belum tentu lengkap, dan adanya efek samping,

serta perawatan yang lama. Obat untuk leukemia dirasakan mahal bagi kebanyakan

pasien apalagi dimasa krisis sekarang ini, Selain macam obat yang banyak , juga

lamanya pengobatan menambah beban biaya untuk pengadaan obat.

Efek samping sitostatika bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut

rontok, granulositopenia (memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis,

miokarditis dan sebagainya. Problem selama pengobatan adalah terjadinya relaps

(kambuh). Relaps merupakan pertanda yang kurang baik bagi penyakitnya dan dapat

terjadi sekitar 20% pada penderita LLA yang diterapi. Pada dasarnya ada 3 tempat

relaps yaitu intramedular (sumsum tulang), ekstramedular (susunan saraf pusat, testis,

iris), intra dan ekstra meduler. Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early relaps) yang

terjadi selama pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat

(late relapse) yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan.

17

Page 18: Leukemia Limfositik Akut

DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan, et al. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian ke-1.

Cetakan ke-11. Jakarta: Percetakan Infomedika; 2007.

2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Hematologi. Hassan, R, Alatas, H.

In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Percetakan Infomedika

Jakarta; 2007. P.469-79.

3. Total Kesehatan Anda. Kanker darah (leukemia). 2008. Diunduh dari,

http://www.totalkesehatananda.com/leukemia7.html, 23 April 2011.

4. Leukemia Limfoblastik Akut. 13 November 2010. Diunduh dari

http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/2010/10/13/leukemia-

limfoblastik-akut / . 23 April 2011.

5. Baldy CM, Gangguan sel darah putih. In: Price SA, Wilson LM, Patofisiologi:

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 6th ed. Jakarta: EGC; 2006.

6. Fianza, PI. Leukemia limfoblastik akut. Sudoyo, AR, editors. In: Ilmu

Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p.728-34.

7. Rudolph, M. Abraham. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Pediatrik

Rudolph. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2006.

8. Referat Leukemia pada Anak. 15 Juli 2010. Diunduh dari,

http://bukanjokimakalah.co.cc/?p=40, 23 April 2011.

18