Laptut 4 Blok 12 s.respirasi

download Laptut 4 Blok 12 s.respirasi

of 45

description

free

Transcript of Laptut 4 Blok 12 s.respirasi

Blok XII (Respirologi)

Laporan Tutorial Skenario 4

Kelompok 2OLEH :Aditya Agung Pratama(H1A013002)Ahmad Haviz(H1A013004)Annisa Hidayati(H1A013007)Aulannisa Handayani(H1A013010)Christabella Natalia Wijaya(H1A013013)Dimas Adi Soewignyo(H1A013019)Fatarosdiana(H1A013023)Inayah(H1A013030)Luh Gede Janny Resistayani(H1A013035)Marisa Syavitri Dilaga(H1A013038)Ratu Missa Qurani(H1A013054)

Fakultas Kedokteran Universitas MataramNusa Tenggara Barat2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayah-Nya laporan tutorial skenario 3 ini dapat kami selesaikan dengan sebagaimana mestinya.Di dalam laporan ini kami memaparkan hasil kegiatan tutorial yang telah kami laksanakan yakni berkaitan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi serta metode pembelajaran berbasis pada masalah yang merupakan salah satu metode dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi.Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan hingga terselesaikannya laporan ini. Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menganalisis semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan skenario serta Learning Objective yang kami cari. Oleh karena itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun sehingga dapat membantu kami untuk dapat lebih baik lagi kedepannya.

Mataram, 05 Juni 2015 Penyusun

Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................iDAFTAR ISI.....................................................................................................................iiBAB IPENDAHULUAN1.1 Trigger..........................................................................................................................11.2 MindMap......................................................................................................................2

BAB IIPEMBAHASAN DAN ISI2.1 Learning Objective.......................................................................................................32.2 Pembahasan Learning Objective..................................................................................4

BAB IIIPENUTUP3.1 Kesimpulan..................................................................................................................53

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................541

i

BAB IPENDAHULUAN

1.1 SKENARIO

Seorang laki-laki berusia 46 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RS karena mengalami sesak nafas. Sesak dialami sejak 3 hari yang lalu, makin lama makin memberat. Sesak dirasakan sepanjang hari dan makin memberat saat malam hari. Selain sesak pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu, namun batuk disertai dengan dahak berwarna hijau kekuningan serta demam mulai dikeluhkan 3 hari yang lalu. Diketahui bahwa pasien memiliki riwayat sesak berulang sejak 4 tahun terakhir, dalam 1 tahun ia berobat ke RS karena sesaknya kumat sebanyak 2-3 kali. Pada pemeriksaan fisik di IGD didapatkan pasien tampak sangat sesak dan dalam posisi duduk membungkuk pada tempatpemeriksaan. kesadaran composmentis (E4V5M6), tekanan darah 140/90 mmHg, frekuensi denyut nadi 96 kali/menit, frekuensi pernafasan 28 kali/menit, suhu = 38,50C. Pasien tampak gelisah, bibir tampak cyanosis, pemeriksaan fisik thorax didapatkan gerakan dinding dada simetris, hipertrofi m. sternocleidomastoideus, ronki pada basal hemithoraks dextra, wheezing diseluruh lapang paru. Pemeriksaan spirometri didapatkan : VEP1/KVP= 74%.

1.2 MIND MAP

BAB IIPEMBAHASAN & ISI

2.1 LEARNING OBJECTIVE1. Apa dan bagaimana penyebab serta patofisiologi : Batuk Batuk berdahak Batuk berdahak dan berdarah2. Mengapa jumlah dahak meningkat di pagi hari?3. Apakah penyebab keringat malam pada pasien?4. Apa kepentingan dicantumkannya riwayat keluarga pada skenario?5. Bagaimana tatalaksana awal pada kasus di skenario?6. Bagaimana interpretasi dari berat badan dan tinggi badan pada skenario?7. Apa saja diagnosis banding pada skenario?8. Analisis skenario!

1. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE

1. Penyebab serta patofisiologi dari batuk, batuk berdahak, dan batuk berdahak disertai darah Mekanisme Terjadinya BatukBatuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma.Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut afferen nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi. Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :a. Fase iritasiIritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.

b. Fase inspirasiPada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.c. Fase kompresiFase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.d. Fase ekspirasi/ ekspulsiPada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.

Penyebab BatukBatuk secara garis besarnya dapat disebabkan oleh rangsang sebagai berikut:Rangsang inflamasi seperti edema mukosa dengan sekret trakeobronkial yang banyak.Rangsang mekanik seperti benda asing pada saluran nafas seperti benda asing dalam saluran nafas, post nasal drip, retensi sekret bronkopulmoner. Rangsang suhu seperti asap rokok ( merupakan oksidan ), udara panas/ dingin, inhalasi gas.Patofisiologi Batuk BerdahakInfeksi ataupun iritasi pada saluran nafas akan menyebabkan hipersekresi mukus pada saluran napas besar, hipertropi kelenjar submukosa pada trakea dan bronki. Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronki dan bronkiole, menyebabkan produksi mukus berlebihan, sehingga akan memproduksi sputum yang berlebihan. Kondisi ini kemudian mengaktifkan rangsang batuk dengan tujuan untuk mengeluarkan benda asing yang telah mengiritasi saluran nafas. Jadi batuk berdahak terjadi reaksi pertahanan tubuh.

Patofisiologi Batuk BerdarahHemoptysis disebabkan oleh satu atau lebih dari kerusakan berikut : kerusakan buluh darah; hipertensi pulmonum hebat; dan masalah pembekuan darah. Kerusakan buluh darah dapat disebabkan oleh peradangan, nekrosis, neoplasia atau trauma. Hipertensi pulmonum umumnya disebabkan oleh tromboembolisme pulmonum, gangguan ventrikuler kiri. Gangguan pembekuan darah diakibatkan oleh abnormalitas faktor pembeku atau platelet.

2. Mengapa jumlah dahak meningkat di pagi hari?Jumlah dahak bertambah saat pagi hari dikarenakan akibat dari pengaruh posisi saat tidur ketika malam hari, dimana saat malam hari, proses inflamasi di saluran pernapasan terus berlangsung sehingga produksi mukus terus bertambah. Akan tetapi, refleks batuk tidak terangsang sehingga pasien tatap tertidur dengan kondisi saluran pernafasan yang dipenuhi mukus, sehingga ketika pasien terbangun pada pagi hari merasa dahaknya semakin banyak atau bertambah banyak dari biasanya.

3. Apakah penyebab keringat malam pada pasien? (Jenny)

4. Apa kepentingan dicantumkannya riwayat keluarga pada skenario?Kepentingan riwayat keluarga pada skenario yaitu agar mengetahui apakah penyakit tersebut menular atau tidak menular. Pada skenario dikatakan bahwa nenek pasien yang tinggal serumah mengalami batuk lama tetapi sudah meninggal setahun yang lalu. Sehubungan dengan hal ini pasien mengalami keluhan yang serupa yaitu batuk yang sudah dirasakan sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Oleh karena itu hal ini dapat dicurigai penyakit nenek pasien menular seperti pada penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh M.tuberculose yang ditularkan melalui droplet dapat disebarkan oleh orang yang batuk.

5. Bagaimana tatalaksana awal pada kasus di skenario?Tata laksana awal ketika pasien datang yaitu mengatur posisi pasien senyaman mungkin dan memberikan air hangat. 6. Bagaimana interpretasi dari berat badan dan tinggi badan pada skenario?

= 17,2 N = 18-25 Berdasarkan hasil perhitungan BMI tersebut, bahwa BB dan TB pada pasien di skenario kurang. Sehingga dikatakan bahwa pasien mengalami penurunan BB dimana salah satu factor penyebabnya yaitu bisa disebabkan oleh karena adanya infeksi pada pasien.

7. Apa saja diagnosis banding pada skenario?a. Tuberkulosis DefinisiTuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.Epidemiologi Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.3Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.PatogenesisParu merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma.Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.Manifestasi klinis Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat). Gejala respiratorik berupa batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala sistemik berupa demam ,alaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.Diagnosis Anamnesis : Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh Demam tanpa sebab yang jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu Batuk kronik 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa Pemeriksaan fisis : Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk atau baru menderita campak Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut panjang/tinggi badanSetelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor 6, harus ditatlaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Pemeriksaan penunjangUji tuberkulinTuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan beratnya proses penyakit.Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan posititf tampa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagaian besar disebsbksn oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin di sebabkan oleh imunisasi bacille calmette-guerin (BCG) atau infeksi M. Atipik. Bacille calmette-guerin merupakan infeksi TB buatan dengan kuman M. Bovis yang dilemahkan, sehingga kemampuannya dalam menyebabkan reaksi tuberkulin menjadi positif, tidak sekuat infeksi alamiah. Pengaruh BCGT tehadap reaksi positif tuberkulin secara terhadap akan semakin berkurang dengan berjalannya waktu, dan paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah penyuntikan.Apabila diameter indurasi 0-4 mm, dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan teknis (trauma dan lain-lain), keadaan anergi, atau reaksi silang dengan M. Atipik. Bila mendapatkan hasil yang meragukan, uji tuberkulin dapat diulang. Untuk menghindari efek booster tuberkulin, ulanmgan di lakukan 2 minggu kemudian dan penyuntikan dilakukan di lokasi yang lain, minimal berjarak 2 cm.Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistim imun (imunokopromais), maka cut off point hasil positif yang di gunakan adalah > 5 mm. Keadaan imunokopromais ini dapat dijumpai pada pasien dengan gizi buruk, inveksi HIV, keganasan, morbili, pertusis, varisela atau pasien-pasien yang mendapat imunosupresan jangka panjang (> 2 minggu). Pada anak yang mengalami kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif disertai BTA positif, juga digunakan batas > 5 mm. Uji tuberkulin sebaiknya tidak dilakukan dalam kurun waktu 6 minggu setelah imunisasi morbili ; measles, mumps, rubella (MMR); dan varisela karena dapat terjadi anergi ( negatif palsu karena terganggunya reaksi tuberkulin).MikrobiologisDiagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberkulin, dan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pada pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman M. Tuberkulosis.Pemeriksaan di atas sulit dilakukan pada anak karena sulit mendapatkan spesimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak sebagian besar negatif, sedangkan hasil biakan M. Tuberculosis memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6-8 minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakkan yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1-3 minggu), yaitu pemeriksaan bactec, tetapi biaya nya mahal dan secara teknologi lebih rumit.

TatalaksanaObat TB utama yang digunakan saat ini adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Rifampisisn dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin.

IsoniazidIsoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg/kgBB/hari, maksimal 300 mg/hari, dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg/5 ml. Sediaan dalam bentuk sirup biasanya tidak stabil, sehingga tidak dianjurkan penggunaannya. Konsentrasi puncak didalam darah, sputum dan CSS dapat dicapai dalam 1-2 jam, dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam. Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi di hati. Terdapat dua kelompok pasien berdasarkan kemempuannya melakukan asetilasi, yaitu asetilator cepat dan asetilator lambat. Asetilasi cepat lebih sering terjadi pada orang afrika-amerika dan asia dari pada orang kulit putih. Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat dari pada orang dewasa, sehingga memerlukan dosis mg/kgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa. Isoniazid terdapat pada air susu ibu (ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta, tetapi kadar obat yang mencapai janin/bayi tidak membahayakan.Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dcengan bertambahnya usia. Sebagaian basar pasien anak yang menggunakan isoniazid mengalami peningkatan kadar transaminase darah yang tidak terlalu tinggi dalam dua bulan pertama, tetapi akan menurun sendiri tanpa penghentian obat. 3 hingga 10% pasien akan mengalami peningkatan kadar transaminase darah yang cukup tinggi, tetapi hepatotoksisistas yang bermakna secara klinis sangat jarang terjadi. Hal tersebut lebih mungkin terjadi pada remaja atau anak dengan TB yang berat. Idealnya, perlu pemantauan kadar transaminase pada dua bulan pertama, tetapi karena jarang menimbulkan hepatotoksisitas maka pemantauan laboraturium tidak rutin dilakukan, kecuali bila ada gejala dan tanda klinis. Hepatotoksisitas akan meningkat apavbila isoniazid bersama dengan fenobarbital atau fenitoin juga dapat meningkatkan risiko terjadinya hepatotoksik. Pemberian isoniazid tidak dilanjutkan bila kadar transaminase serum lebih dari lima kali harga normal, atau tiga kali disertai ikterik dan/ atau manifestasi klinis hepatitis berupa mual, muntah dan nyeri perut.

Rifampisin Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan, dan dapat membunuh kuman semidorma yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan), dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dan dosis maksimal 600 mg/hari, dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari. Seperti halnya isoniazid,l rifampisinterutama terjadi melalui traktus bilier. Kadar yanmg efektif juga dapat di temukan di ginjal dan urin.Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari pada isoniazid. Efek yang kurang menyenagkan bagi pasien adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata, menjadi warna orange kemerahan. Selain itu, efek samping rifampisin adalah gangguan gastrointestinal (muntah dan mual), dan hepatotoksisitas (ikterus/hepatitis) yang biasa nya ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik. Jika rifampisin diberikan bersama isoniazid, terjadi peningkatan risiko hepatotoksisitas, yang dapat diperkecil dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10 mg/kgBB/hari. Rifampisin juga dapat menyebabkan trombositopenia, dan dapat menyebabkan kontrasepsi oral menjadi tidak efektif dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat, termaksud kuinidin, siklosporin, digoksin, teofilin, kloramfenikol, kortikosteroid, dan sodium warfarin. Rifampisin umumnya tersedia dlam sediaan kapsul 150 mg, 300 mg, an 450 mg, sehingga kurang sesuai untuk digunakan pada anak-anak dengan berbagai kisarn BB. Suspensi dapat dibuat dengan menggunakan berbagai jenis zat pembawa, tetapi sebaiknya tidak diminum bersama dengan pemberian makanan karena dapat timbul malabsorpsi.

PirazinamidPirazinamid adalah derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh termasuk CSS, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam, dan diresorbsi baik pada salurn cerna. Pemberian pirazinamid secaran oral sesuai dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Kadar serum puncak 45 g/ml dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada vase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam, yang timbul akibat jumlah kuman masih sangat banyak. Penggunaan pirazinamid aman pada anak. Kira-kira 10% orang dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek samping berupa artralgia, artiritis, atau gout akibat hiperurisemia, tetapi pada anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat bjarang terjadi. Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak. Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg, tetapi seperti isoniazid, dapat digesur dan di berikan bersama dengan makanan.Sedangkan menurut pedoman nasional pengobatan TB tahun 2014, terdapat dua tahapan dalam pengobatan TB, yaitu: Tahap awal: Merupakan pengobatan yang diberikan setiap hari dengan tujuan menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien. Tahap lanjutan: Merupakan pengobatan yang diberikan dengan tujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh pasien.Adapun pengobatan yang diberikan dibedakan menjadi pengobatan lini pertama dan kedua. Berikut ini adalah tabel obat anti tuberkulosis (OAT) lini pertama dan OAT untuk pasien yang resisten.

Tabel OAT MDR

Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah: Katagori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 Katagori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 Katagori anak: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HRKatagori 1 dan katagori 2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Pasien yang mengalami efek samping terhadap pengobatan ini akan diberikan obat lain yaitu paket kombipak. Obat ini merupakan paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.

b. BronkiektasisDefinisiBronkiektasis merupakan penyakit paru obstruktif kronik yang didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapat dilatasi irreversibel dari bronkus. Faktor penyebab utama kemungkinannya adalah obstruksi yang menyebabkan dilatasi bronkial di bagian distal dan infeksi yang menyebabkan kerusakan permanen dinding bronkus. Bronkiektasis juga dapat disebabkan oleh kelainan kongenital yang dikenal sebagai sindrom Kartagener, yaitu suatu sindrom yang terdiri atas bronkiektasis, sinusitis, dan dekstrokardia.

Epidemiologi Di negara-negara Barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Seperti di Amerika Serikat, penyakit ini relatif jarang terjadi dengan prevalensi kira-kira 100.000 kasus berdasarkan data tahun 1980. Data tersebut menyatakan bahwa kasus bronkiektasis di Amerika Serikat yang berhubungan dengan mikobakteria atipikal dan faktor lingkungan lainnya telah meningkat. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak, bahkan dapat merupakan kelainan kongenital.

EtiologiBronkiektasis dapat disebabkan kelainan kongenital atau kelainan yang didapat. Bronkiektasis sering disertai dengan beberapa kelainan kongenital seperti tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis congenital, kistik fibrosis paru, hipa atau alphaglobulinemia, sindrom kartagener. Namun bronkiektasis dapat pula terjadi karena kelainan yang didapat. Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia yang sring kambuh dan berlangsung lama. Obstruksi bronkus seperti yang terjadi pada karsinoma bronkus atau akibat tekanan dari luar ke bronkus juga dapat menyebabkan bronkiektasis.

PatogenesisJika etiologinya berupa kongenital, patogenesis belum banyak diketahui. Namun diduga ini berkaitan dengan faktor genetik dan faktor lingkungan. Pada bronkiektasis yang didapat, patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa faktor yang diduga berperan, antara lain : 1) faktor obstruksi bronkus 2) faktor infeksi pada bronkus atau paru 3) faktor adanya penyakit tertentu seperti asma, fibrosis paru 4) faktor intrinsik dari bronkus dan paru itu sendiri. Pada daerah proksimal bronkus (diameter > 2 mm) disertai destruksi komponen otot dan jaringan elastik dinding bronkus yang dapat terjadi secara kongenital ataupun didapat karena sebab infeksi kronik saluran napas. BE kongenital terjadi pada bayi dan anak sebagai akibat kegagalan pembentukan cabang-cabang bronkus. Kerusakan komponen otot dan jaringan elastik dinding bronkus merupakan respon tubuh terhadap infeksi berupa proses inflamasi yang melibatkan sitokin, oksida nitrit dan neutrofil protease sehingga terjadi kerusakan pada jaringan alveolar peribronkial dan selanjutnya terjadi fibrosis peribronkial. Akhirnya terjadi kerusakan dinding bronkus dan inflamasi transmural sehingga terjadi dilatasi abnormal bronkus. Pada keadaan ini biasanya ditemukan gangguan pembersihan sekresi (mucous clearance) pada bronkus dan cabang-cabangnya. Kegagalan proses pembersihan sekresi menyebabkan kolonisasi kuman dan timbul infeksi oleh kuman pathogen yang ikut berperan dalam pembentukan mucus yang purulen pada penderita Bronkiektasis.

Manifestasi KlinisCiri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang. Batuk pada bronkiektasis memiliki ciri antara lain batuk produktif yang berlangsung lama dan frekuens mirip dengan bronchitis kronik. Jika terjadi karena infeksi, warna sputum akan menjadi purulen, dan dapat memberikan bau tidak sedap pada mulut. Pada kasus yang sudah berat, sputum disertai dengan nanah dan jaringan nekrosis bronkus. Pada sebagian besar pasien juga ditemukan dipsneu dengan suara tambahan wheezing akibat adanya obstruksi bronkus. Demam berulang juga dapat dirasakan pasien karena adanya infeksi berulang yang sifatnya kronik. Hemoptisis juga dapat terlihat pada sebagian besar kasus, hal ini disebabkan adanya destruksi mukosa bronkus yang mengenai pembuluh darah. Pada dry bronkiektasis (bronkiektasis kering), hemoptisis terjadi tanpa disertai dengan batuk dan pengeluaran dahak. Hal ini biasanya terjadi pada bronkiektasis yang menyerang mukosa bronkus bagian lobus atas paru. Bagian ini memiliki drainase yang baik sehingga sputum tidak pernah menumpuk pada bagian ini.

Diagnosis AnamnesisPada anamnesis dapat ditanyakan mengenai keluhan utama pasien yaitu batuk berdahak kadang disertai darah, dapat ditanyakan onset serta frekuensi. Keluhan penyerta seperti demam hilang timbul atau hemoptisis. Selain itu riwayat penyakit terdahulu, riwayat kelahiran dan keadaan lingkungan juga dapat ditanyakan Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sianosis dan jari tabuh. Pada keadaan yang lebih parah dapat dilihat tanda-tanda kor pulmonal. Kelainan paru yang lain daapat ditemukan tergantung dari tempat kelainan yang terjadi. Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah paru yang jelas pada bagian lobus bawah paru dan ini hilang setelah melakukan drainase postural. Dapat dilihat pula retraksi dinding dada dan berkurang gerakan dinding dada pada paru yang terkena serta terjadi pergeseran mediastinum (tertarik) kearah yang terkena. Pemeriksaan PenunjangPada pemeriksaan laboratorium sering ditemukan anemia akibat infeksi kronis dan adanya leukositosis yang menunjukkan infeksi kronis. Pemeriksaan urin umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteinuria. Pemeriksaan sputum serta kultur bakteri dan uji resistensi perlu untuk dilakukan, apabila ada kecurigaan terhadap infeksi sekunder. Pada gambaran radiologis khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukkan kista kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon. Gambaran seperti ini hanya dapart dilihat pada 13% kasus. Kadang-kadang gambaran radiologis paru pada bronkiektasis menunjukkan adanya bercak-bercak pneumonia, peeumonia, fibrosis atau kolaps (atelataksis), bahkan terkadang paru terlihat normal (pada 7% kasus). Sedangkan pada pemeriksaan spirometri akan ditemukan penurunan rasio VC dan FEV1 yang menunjukkan adanya obstruksi saluran nafas. Pada bronkiektasis dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 yang menunjukkan adanya abnormalitas regional, seperti kelainan ventilasi.Adapun diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi, melihat bronkogram yang didapat, dan CT scan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap pasien bronkiektasis, karena terikat oleh adanya indikasi dan kontraindikasi. CT scan paru menjadi alternative pemeriksaan penunjang yang paling sesuai untuk evaluasi bronkioektasis, karena sifatnya non invasive dan hasilnya akurat bila menggunakan potongan yang lebih tipis dan mempunyai spesifitas dan sensitivitas 95%.

PengobatanTujuan utama terapi: (1) perawatan infeksi, terutama selama eksaserbasi akut; (2) mengurangi sekret trakeobronkial; (3) mereduksi inflamasi; dan (4) pengobatan yang diidentifikasi mendasari masalah. Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu pengobatan konservatif dan pengobatan pembedahan. Pengobatan konservatif terdiri atas pengelolaan umum, pengelolaan khusus, dan pengobatan simtomatik. Pengelolaan umum, meliputi: (1) menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien; (2) memperbaiki drainase sekret bronkus dengan melakukan drainase postural, mencairkan sputum yang kental, mengatur posisi tempat tidur pasien, dan mengontrol infeksi saluran napas. Prinsip drainase postural adalah usaha mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi. Untuk mendrainase bronkus basal pasien harus meninggikan kaki di tempat tidur, tempat tidur khusus sangat membantu pada terapi ini. Di rumah pasien disarankan untuk menggunakan bantal yang tipis. Lobus tengah dan lingula didrainase dengan cara berbeda, yaitu pasien tiduran terlentang, kaki ditinggikan dan bantal diletakkan di bawah lapang paru yang terkena. Pasien harus mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit malam dan pagi dan selama waktu itu pasien harus mengambil nafas dalam dan batuk untuk mengeluarkan dahak. Pengelolaan khusus meliputi: (1) kemoterapi pada bronkiektasis; (2) drainase sekret dengan bronkoskop; (3) pengobatan simtomatik (seperti pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator; pengobatan hipoksia dengan pemberian oksigen; pengobatan hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik; pengobatan demam dengan antipiretik). Indikasi pembedahan untuk mengangkat (reseksi) segmen/lobus paru yang terkena, yaitu pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, tidak berespons terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat; selain itu juga pasien yang terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut, pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.

Tabel. Pemberian Antibiotik Berdasarkan Organisme PenyebabBakteri PenyebabObat PilihanObat Alternatif

Haemophilus influenzae (banyak yang resisten terhadap Kotrimoksazole)Amoxycillin 500 mg 4 kali sehari selama 10 hariTetracyclin 500 mg 4 kali sehari

Staphylococcus aureusCloxacillin 500 mg 4 kali sehari

Bakteri anaerob patogenMetronidazole 800 mg 3 kali sehari

Flora normal traktus respiratori dan Pseudomonas aeroginosa Antibiotik general secara intermiten

Pasien di rumah dengan bronkiektasisAmoxycillin selama 10 hari

Komplikasi Komplikasi dari bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien antara lain: bronchitis kronik, pneumonia, pleuritis, efusi pleura, abses metastasis di otak, sinusitis, kor pulmonal kronik, gagal nafas, dan amiloidosis.

c. Kanker ParuDefinisiPenyakit kanker paru adalah sebuah bentuk pekembangan sel yang sangat cepat didalam jaringan paru yang disebabka oleh perubahan jaringan sel atau ekspansi dari sel itu sendiri. Jika dibiarkan pertumbuhan yang abnormal ini dapat menyebar ke organ lain, baik yang dekat dengan paru maupun yang jauh.Etiologi Penyebab utamanya bisa karena asap rokok yang mengandung banyak zat beracun dan dihisap masuk ke paru dan telah terakumulasi selama puluhan tahun menyebabkan terjadinya sel kanker. Selain itu ada beberapa factor lain yang dapat menyebabkan yaitu :a) yang berhubungan dengan zat karsinogen seperti asbestos, radiasi ion pada pekerja tambang uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisikilik hidrokarbon, vinil klorida.b) polusi udara yang banyak terjadi di daerah perkotaan. c) genetik, dimana terjadi mutasi dari beberapa gen yang berperan dalam kanker paru yaitu proto oncogen, tumor suppressor gene, gene encoding enzyme. d) diet yang rendah konsumsi betakarotene, selenium dan vitamin A pernah dilaporkan menyebabkan tingginya risiko kanker paru.Epidemiologi Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di Amerika tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker). Di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/ tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak. Di RS Kanker Dharma Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ke 3 setelah kanker payudara dan kanker leher rahim. Angka kematian akibat kanker paru di seluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk setiap tahunnya. Karena sistem pencatatan kita yang belum baik, prevalensi pastinya belum diketahui tapi klinik tumor dan paru di Rumah Sakit merasakan benar peningkatannya. Di negara berkembang lain, dilaporkan insidennya naik dengan cepat antara lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di China yang mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) dengan life time risk 1:13 dan pada wanita 1:20.

Patogenesis Terjadinya kanker paru didasari oleh gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi) atau penyisipan (insersi) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah,programmed cell death). Perubahan tampilan gen ini menyebabkan sel sasaran, yaitu sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan otonom. Rokok selain sebagai inisiator, juga merupakan promoter dan progresor, dan rokok diketahui sangat berkaitan dengan terjadinya kanker paru. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetik yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya bahkan mengenai organ lain.Manifestasi klinis Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menunjukkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. gejala-gejala kanker paru dapat bersifat: a. Lokal ( tumor tumbuh setempat ): - Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis - Hemoptisis - Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas - Kadang terdapat kavitas seperti abses paru - Atelektasis b. Invasi lokal - Nyeri dada - Dispnea karena efusi pleura - Invasi ke perikardium - Sindrom vena cava superior- Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis) - Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent - Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis c. Gejala Penyakit Metastasis - Pada otak, tulang, hati, adrenal - Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis) d. Sindrom Paraneoplastik : terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala: - Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam - Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi - Hipertrofi osteoartropati - Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer - Neuromiopati - Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia) - Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh - Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) e. Asimtomatik dengan kelainan radiologis - Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/ COPD yang terdeteksi secara radiologis - Kelainan berupa nodul soliter Diagnosis A. AnamnesisGambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktorfaktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa : Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen. Batuk darah Sesak napas Suara serak Sakit dada Sulit / sakit menelan Benjolan di pangkal leher Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat.Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki.Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti : Berat badan berkurang Nafsu makan hilang Demam hilang timbul Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.

B. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.

Gambaran radiologisHasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.a. Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja. Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan. Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai difollowup yang teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelahpemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaannkemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.b. CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.c. Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.

Penatalaksanaan PembedahanIndikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari combine modality therapy, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis. penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD). Syarat untuk reseksi paru : Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik, VEP1>60% Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1 > 60%

RadioterapiRadioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak. Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor, yaitu : Staging penyakit Status tampilan Fungsi paru

Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui : Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)

Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :1. Hb > 10 g%2. Trombosit > 100.000/mm33. Leukosit > 3000/dlRadiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :1. PS < 70.2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.3. Fungsi paru buruk.

KemoterapiKemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan. Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah: Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin) Respons obyektif satu obat antikanker s 15% Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada penilaian terjadi tumor progresif.

Syarat standar yang harus dipenuhi sebe/um kemoterapi : Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb < 10 g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan penyebab anemia. Granulosit > 1500/mm3 Trombosit > 100.000/mm3 Fungsi hati baik Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan farmakologik masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg BB, mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan rumusan AUC (area under the curve) yang menggunakan CCT untuk rumusnya. Luas permukaan tubuh (BSA) diukur dengan menggunakan parameter tinggi badan dan berat badan, lalu dihitung dengan menggunakan rumus atau alat pengukur khusus (nomogram yang berbentuk mistar)

Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka dosis dihitung dengan menggunakan rumus atau nnenggunakan nomogram. Dosis (mg) = (target AUC) x ( GFR + 25) Nilai GFR atau gromenular filtration rate dihitung dari kadar kreatinin dan ureum darah penderita.

Komplikasi Komplikasi dari kanker paru dapat berupa komplikasi torakal, komplikasi ekstra torakal, atau kanker paru itu bermetastasis ke otak.Prognosis Pada umumnya prognosis pada kanker paru dpat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu SCLC dan NSCLC. Jenis SCLC memiliki angka harapan hidup yang lebih rendah dan tingkat metastasis yang lebih tinggi dibandingkan NSCLC. Pada SCLC sebagian besar penyebab kematian akibat karsinomatosis, metastasis sistem saraf pusat dan komplikasi local tumor, sementara sebagian besar kasus NSCLC diakibatkan oleh komplikasi torakal dan metastasis sistem saraf pusat.

PencegahanMenurut CDC (2010), pencegahan dari kanker paru ada empat,yaitu : Berhenti Merokok Dengan berhenti merokok, akan menurunkan risiko terjadinya kanker paru dibandingkan dengan tidak berhenti merokok sama sekali. Semakin lama seseorang berhenti merokok, maka akan semakin baik kesehatannya dibanding mereka yang merokok. Bagaimanapun, risiko bagi mereka yang nberhenti merokok tetap lebih besar dibandingkan mereka yang tidak pernah merokok. Menghindari menghisap rokok orang lain ( secondhand smoke ) Membuat lingkungan kerja dan rumah aman dari gas radon. Menurut EPA (Environmental Protection Agency ), setiap rumah disarankan untuk dites apakah ada gas radon atau tidak. Mengkonsumsi buah dan sayuran yang banyak. Dengan mengkonsumsi buah dan sayuran yang banyak akan membantu melindungi dari kanker paru.

d. PneumoniaDefinisiPneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

EtiologiPneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.

PatogenesisDalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :1. Inokulasi langsung2. Penyebaran melalui pembuluh darah3. Inhalasi bahan aerosol4. Kolonisasi dipermukaan mukosaDari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.

Patologi Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak.4. Zona resolusiE : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization' ialah konsolodasi yang luas.

Klasifikasi1. Berdasarkan klinis dan epideologis :a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)c. Pneumonia aspirasid. Pneumonia pada penderita Immunocompromised2. Berdasarkan bakteri penyebaba. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydiac. Pneumonia virusd. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksia. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasanb. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkusc. Pneumonia interstisialDiagnosis 1. Gambaran klinisa. AnamnesisGambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.b. Pemeriksaan fisikTemuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.2. Pemeriksaan penunjanga. Gambaran radiologisFoto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.b. Pemeriksaan labolatoriumPada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.Pengobatan Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum pemilihan antibiotikberdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP) Golongan Penisilin TMP-SMZ Makrolid Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan) Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi Marolid baru dosis tinggi Fluorokuinolon respirasi Pseudomonas aeruginosa Aminoglikosid Seftazidim, Sefoperason, Sefepim Tikarsilin, Piperasilin Karbapenem : Meropenem, Imipenem Siprofloksasin, Levofloksasin Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA) Vankomisin Teikoplanin Linezolid Hemophilus influenzae TMP-SMZ Azitromisin Sefalosporin gen. 2 atau 3 Fluorokuinolon respirasi Legionella Makrolid Fluorokuinolon Rifampisin Mycoplasma pneumoniae Doksisiklin Makrolid Fluorokuinolon Chlamydia pneumoniae Doksisikin Makrolid FluorokuinolonKomplikasi Efusi pleura. Empiema. Abses Paru. Pneumotoraks. Gagal napas. Sepsis

8. Analisis skenario!Pada skenario pasien datang dengan keluhan utama batuk disertai dahak dan darah. Darah di sini muncul karena rupturnya pembuluh darah pada saluran pernapasan yang bisa disebabkan oleh banyak faktor. Ada banyak penyakit yang menimbulkan gejala batuk berdarah adalah antara lain TB, bronkiekstasis, bronchitis akut, infak paru, pneumoni lobalis, karsinoma bronkogenik (kanker paru), strenosis mitral, dan abses paru. Selanjutnya, setelah digali lebih lanjut melalui anamnesis, diketahui batuk pasien ini sudah lama sekitar sejak 2 bulan yang lalu. Dari hal tersebut menunjukkan bahwa pasien mengalami batuk kronis yang dimana dari penyakit penyakit yang kita curigaidi awal tadi dapat kita perkecil diagnosis bandingnya menjadi penyakit penyakit saluran pernapasan yang kronis antara lain TB, Ca paru, dan bronkiekstasis. Kemudian dari ketiga diagnosis banding ini kita lihat hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisiknya melalui tabel berikut: Penyakit AnamnesisPemeriksaan Fisisk

TB Batuk lebih dari 3 minggu dengan dahak mengandung darah. Keringat malam. Sesak nafas Demam, malaise, penuruan BB. Ada riwayat kontak dengan pasien TB Suara nafas bronchial. Amforik, ronki basah terutama di apex paru. Gerakan nafas tertinggal Keredupan dan suara nafas menurun sampai tidak terdengar.

Bronkiekstasis Demam berulang. Sesak nafas. Hemoptisis Batuk, dengan sputum banyak pada saat bangun pagi dan berbau busuk.

Ronki basah yang jelas pada lobus bawah paru. Retraksi dinding dada. Pergeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena.

Ca Paru Batuk + darah. Sesak nafas. Perkusi, didapatkan suara redup. Auskultasi, ekspirasi memanjang dan vasikuler meningkat.

Dari ketiga diagnosis banding diatas, penyakit pada skenario dari kelompok kami lebih mengarah ke TB karena dari gejalanya mengarah pada TB paru yang dimana insidensinya lebih tingga pada usia produktif tetapi untuk pastinya perlu dilakukan pemariksaan pemariksan lebih lanjut.

Planning Diagnostik. Tes tuberkulosis. Pemeriksaan radiologi dada. Pemariksaan Laboratorium anatara lain : darah dan sputum.Planning Terapi.Sementara kita menunggu hasil pemeriksaan laboratorium keluar sambil menunggu ditegakkannya diagnosis pasti kita bisa melakukan terapi symptomatic dan suportif. Utuk terapi simptomatik apabila disini pasiennya demam kita berikan antipiretik, pasien dengan batuk sputum yang purulen kita berikan obat sementara GG ( glyceril guaikolat ). Setelah diagnosis TB ditegakkan baru kita berikan terapi dengan mengguanakan regimen obat obat OAT. Diagnosis TB harus dilakukan secara hati-hati karena terkait OAT yang akan diberikan harus dihabiskan sampai tuntas (selama 6 bulan) dengan banyak efek samping.

BAB IIIPENUTUP

3.1. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI, 2014. Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia. [pdf]

Dokter, P. & Indonesia, P., 2003. Kanker paru. Available at: www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-kankerparu/kankerparu.pdf. pada 10 Juni 2015.