Laptut SKEN 4 Blok 13

44
2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya. Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. M. Ghalvan Sahudi sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman-teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini. Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

description

jjgvgv

Transcript of Laptut SKEN 4 Blok 13

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. M. Ghalvan Sahudi sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman-teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini.

Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Mataram, 27 September 2013 Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .1

Daftar Isi ..2BAB I : PENDAHULUAN....3

1.1. Skenario...31.2. Learning Objective (LO)... .31.3. Mind Map4

BAB II : PEMBAHASAN ...5BAB III : PENUTUP29Daftar Pustaka...30BAB I

PENDAHULUAN

1.1. SKENARIO 4Bengkak wajahku..

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, datang ke prakter dokter mandiri dibawa oleh ibunya dengan keluhan bengkak pada wajah sejak 2 hari yang lalu. Bengkak diawali di daerah kelopak mata ketika bangun tidur pagi hari. Bengkak ini hilang dengan sendirinya pada siang hari. Ibunya tidak memperhatikan frekuensi dan warna kencing pasien. Pasien mempunyai riwayat batuk pilek dan sakit tenggorokan 2 minggu yang lalu. Riwayat keluhan yang sama tidak ada dalam keluarga. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 92 kali/menit, frekuensi napas 20 kali/menit, dan suhu 36,80C. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik lengkap dan menyarankan pemeriksaan penunjang dari spesimen darah, urine dan radiologi untuk menegakkan diagnosis pasien.1.2. LEARNING OBJECTIVES

1. Edema CIS dan CES2. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS)

3. Sindrom Nefrotik

4. Gagal Ginjal Akut1.3. MIND MAP

BAB IIPEMBAHASAN

1.1. ANALISIS SKENARIOUsia dan jenis kelamin pasien merupakan suatu faktor resiko dari beberapa kelainan yang menyebabkan bengkak atau edema, seperti glomerulonefritis pasca streptokokus atau sindroma nefrotik.

Bengkak kemungkinan terjadi akibat keluarnya protein terutama albumin lewat urine, hal ini terjadi karena adanya gangguan pada sistem filter (penyaringan) di ginjal tepatnya di glomerulus yang mengakibatkan banyak protein yang keluar atau bocor. Akibat dari banyak protein terutama albumin yang bocor tadi, maka kadar albumin dalam darah menjadi turun (hipoalbuminemia). Hipoalbuminemia terjadi juga karena adanya peningkatan pemecahan (katabolisme) protein di ginjal yang tidak diimbangi pembuatan albumin di hati. Kolesterol dan lemak darah meningkat terjadi karena hati banyak mensintesis keduanya. Edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik dalam pembuluh darah yang menyebabkan cairan merembes ke jaringan sekitar. Penurunan tekanan onkotik disebabkan oleh turunnya kadar albumin dalam darah. Hal ini dapat terjadi pada kelainan seperti seperti glomerulonefritis pasca streptokokus atau sindroma nefrotik.

Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian hilang pada siang harinya. Hal ini terjadi sebab pada malam hari posisi pasien dalam posisi terlentang sehingga, cairan akan berpindah ke kelopak mata akibat gravitasi dan pada siang hari akan berpindah ke bagian bawah tubuh karena posisi pasien berada pada posisi berdiri

Riwayat batuk pilek dan sakit tenggorokan merupakan suatu faktor resiko dari glomerulonefritis pasca streptokokus sebab, kelainan tersebut disebabkan oleh reaksi autoimun yang diinduksi oleh bakteri streptokokus hemolitikus grup A yang menyerang saluran nafas terlebih dahulu.

Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sangat dibutuhkan untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit pasien.1.2. EDEMA CIS DAN CESEdema adalah penumpukan cairan yang berlebih di jaringan tubuh. Sebagian besar edema yang terjadi merupakan edema pada kompartemen ekstraseluler tetapi hal inijuga dapat melibatkan cairan intraseluler.a. Edema Intraseluler (Nonpitting Edema)

Dua kondisi utama yang menyebabkan edema intraseluler adalah depresi sistem metabolik di jaringan dan tidak adanya nutrisi yang adekuat pada sel. Sebagai contoh, ketika aliran darah ke jaringan menurun, penghantaran oksigen dan nutrien berkurang. Jika aliran darah menjadi terlalu rendah untuk mempertahankan metabolisme jaringan normal, pompa ion membran sel menjadi tertekan. Ketika hal ini terjadi, ion natrium yang secara normal masuk pada bagian interior sel tidak dapat dipompa keluar sel, dan penumpukan ion natrium dalam sel menyebabkan osmosis air ke dalam sel. Keadaan ini terkadang dapat meningkatkan voume intraseluler 2-3 kali melebihi normal pada suatu areajaringan (contohya pada kaki yang iskemia). Edema intraseluler juga dapat terjadi pada jaringan radang. Radang dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas membran sel yang menyebabkan natrium dan ion lain berdifusi masuk ke interior sel dengan konsekuensi osmosis air masuk ke dalam sel.Jadi :

Meskipun membran sel impermeabel terhadap solut, tetap terjadi kebocoran ion sodium ke dalam sel dalam jumlah kecil. Untuk mengembalikan ion-ion tersebut, terdapat pompa ion yang bekerja menggunakan energi berupa ATP. Bila suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan berkurang ( metabolisme terhambat ( tidak cukup menghasilkan ATP ( pompa ion tidak bekerja. Sodium berlebih akan menarik air ( sel membengkak. Selain itu, peningkatan permeabilitas membran sel juga dapat terjadi pada keadaan inflamasi.b. Edema Ekstraseluler (Pitting Edema)Edema ekstraseluler terjadi ketika terdapat akumulasi cairan yang berlebih pada ruang ekstraseluler. Terdapat dua penyebab utama edema ekstrasel yaitu kebocoran abnormal cairan plasma ke interstisial melalui kapiler dan kegagalan sistem limfatik untuk mengembalikan cairan ke sirkulasi. Penyebab klinis akumulasi cairan interstisial paling sering adalah filtrasi cairan kapiler yang berlebihan.

Jadi terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan edema ekstraseluler:

1) Kebocoran cairan plasma abnormal akibat peningkatan filtrasi dan permeabilitas kapiler.

Reaksi imun yang menyebabkan pelepasan histamin dan produk imun lainnya Infeksi bakterial Toksin Defisiensi vitamin C Iskemia Luka bakar

2) Peningkatan Tekanan Kapiler

Retensi air dan garam berlebih oleh ginjal ( pada gagal ginjal atau kelebihan hormon mineralokortikoid Peningkatan tekanan vena ( gagal jantung, obstruksi vena atau kegagalan pompa vena Penurunan resistensi arteriol ( peningkatan panas tubuh, penurunan sinyal sistem simpatis, obat vasodilator3) Penurunan Protein Plasma

Kehilangan protein lewat urin (ex : sindrom nefrotik) Kehilangan protein lewat kulit yang terkelupas seperti luka atau bakar Penurunan produksi protein : penyakit hati, malnutrisi protein4) Hambatan Aliran Balik Limfatik

Fungsi utama sistem limfatik adalah mengembalikan cairan dan protein yang terfiltrasi dari kapiler ( interstisium, kembali ke sirkulasi. Tanpa pengembalian secara kontinyu ini, edema interstisial akan terjadi dengan cepat dan volum plasma akan cepat berkurang. Hambatan aliran balik limfatik terjadi pada kanker, infeksi pembuluh limfe, pembedahan yang mengangkat pembuluh limfe dan kelainan kongenital.1.1. GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUSGlomerulonefritis pasca Streptococcus merupakan contoh klasik dari sindroma nefritik.

Epidemiologi

Penyakit ini sering terjdi pada anak usia 5-12 tahun, dan jarang terjadi pada usia < 3 tahun. Rasio kejadian antara laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1.

EtiologiGlomerulonefritis pasca Streptococcus disebabkan oleh infeksi Streptococcus yang menyerang saluran pernapasan dan Streptococcus yang menyerang kulit.PatogenesisPatogenesis GN pasca Streptococcus diperantarai oleh kompleks imun. Terbentuknya kompleks imun ini terjadi melalui dua cara yaitu: 1) Mekanisme sirkulasi imun kompleks dan 2) Deposisi kompleks imun in situ, seperti yang diperlihatkan pada bagan 1 dibawah.

Manifestasi Klinis

Biasanya pasien terkena Sindrom Nefritis akut 1-2 minggu setelah infeksi Streptococcus pharingitis. Keparahan manifestasi klinis bervariasi dari asimptomatik hematuria dengan fungsi ginjal normal sampai Acute Renal Failure.

Manifestasi klinis dari GN pasca Streptococcus adalah:

Makros hematuria

Edema

Hipertensi

Oliguria

Bisa juga terjadi gejala non-spesifik: malaise, letargi, nyeri pinggang, demam.Diagnosis

Urinalisis menunjukkan eritrosit, yang berhubungan dengan cast, proteinuria dan leukosit polimorfonuklear. Anemia normokromik normositik ringan dapat tampak dari hemodilusi dan hemolisis ringan. Level serum C3 biasanya turun pada fase akut dan kembali normal dalam 6-8 minggu.

Konfirmasi diagnosis didapatkan dari hasil kultur bakteri swab tenggorok. Diagnosis klinis dapat ditegakkan pada pasien dengan sindroma nefritik akut, bukti dari infeksi streptokokus dan level C3 yang rendah. Biopsi renal dapat dilakukan apabila hematuria dan proteinuria, penurunan fungsi ginjal, dan atau serum C3 tetap rendah selama 2 bulan setelah onset.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah mencegah efek dari hipertensi dan insufisiensi renal. Antibiotika penisilin selama 10 hari dapat diberikan untuk mencegah penyebaran infeksi. Dapat pula diberikan diuretika (Lasix IV) untuk mencegah restriksi sodium dan antihipertensi (CCA, vasodilator, dan ACE inhibitor)Komplikasi

Komplikasi yang terjadi dapat diakibatkan oleh hipertensi dan disfungsi renal akut. Prognosis

95% pasien dapat sembuh total dengan penanganan yang adekuat.1.2. SINDROMA NEFROTIKSindrom nefrotik bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan merupakan kompleks gejala klinik yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, dengan ciri-ciri edema, hipoproteinemia, proteinuria dan hiperlipidemia. Epidemiologi

Sindrom nefrotik yang tidak disertai penyakit sistemik disebut sindrom nefrotik primer. Penyakit ini ditemukan 90% sebagai SN tipe Finlandia, yaitu suatu penyakit yang diturunkan secara resesif autosom. Kelompok responsif steroid sebagain besar terdiri dari anak-anak dengan sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM). Pada penelitian di jakarta di antara 364 pasien SN yang dibiopsi 44,2% menunjukkan kelainan minimal. Kelompok tidak responsif steroid atau resisten steroid terdiri dari anak-anak dengan kelainan glomerulus lain. Disebut sindrom nefrotik sekunder apabila penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena obat-obatan, alergen dan toksin, dll. Sindrom nefrotik dapat timbul dan bersifat sementara pada tiap penyakit glomerulus dengan keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama.

Etiologi

Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini di anggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.

Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:

1) Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.

Resisten terhadap semua pengobatan.

Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.

Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.

Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupan.

2) Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh:

a. Malaria kuartana atau parasit lain.b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus deseminata, purpura anafilaktoid.

c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronik, trombosis vena renalis.

d. Bahan kimia seperti trimetodion, paradion, penisilin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.

e. Amilodosis, penyakit sel sabit, hiperplorinemia, nefritis membranoproliteratif hipokomplementemik.3) Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya)

Berdasarkan histopatologi yang tanpak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, churg dkk. membagi dalam 4 golongan yaitu:

1. Kelainan minimal

Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop elektron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunoflurensasi ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus.

Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosisnya lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.

2. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler tang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.

3. Glomerulonefritis proliferatifa. Glomerulonefritis propliferatif eksudatif difus

Terdapat proliferasi sel mesengial dan infiltasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.

b. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)

Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.

c. Dengan bulan sabit (crecent)

Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan viseral. Prognosis buruk

d. Glomerulonefritis membranoproliferatif.

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrane basalis de mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah. Prognosis tidak baik

e. Lain-lain. Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas4) Glomeruloskerosis fokal segmental

5) Pada kelainan ini yang menyolok skerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk

Patofisiologi

Proteinuria

Proteinuria umunya merupakan kelainan utama pada SN, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria dinyatakan berat untuk membedakan dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan sindrom nefrotik. Eksresi protein sama atau lebih besar dari 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan, dianggap proteinuria berat.

Selektivitas protein

Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung pada kelainan dasar glomerulus. Pada SNKM protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri atas albimin dan disebut sebagai proteinuria selektif. Derajat selektivitas proteinuria dapat ditetapkan secara sederhana dengan membagi rasio IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin plasma transferin (BM 88.000). Rasio yang kurang dari 0.2 menunjukkan adanya proteinuria selektif. Pasien SN dengan rasio rendah umumnya berkaitan dengan KM dan responsif terhadap steroid. Namun karena selektivitas protein pada SN sangat bervariasi maka agak sulit untuk membedakan jenis KM dan BKM (Bukan kelainan minimal) dengan pemeriksaan tersebut, dan dianggap tidak efisien.

Perubahan pada filter kapiler glomerulus

Umumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada tipe kelainan glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein netral dengan semua berat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein bermuatan negatif seperti albumin. Keadaan ini menunjukkan bahwa di samping hilangnya sawar muatan negatif juga terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau kelainan pada kedua-duanya.

Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina rara interna dan eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul muatan negatif, seperti albumin. Dihilangkannya proteoglikan sulfat heparan dengan hepartinase mengakibatkan timbulnya albuminuria.

Di samping itu sialoprotein glomerulus yaitu polianion yang terdapat pada tonjolan kaki sel epitel, tampaknya berperan sebagai muatan negatif di daerah ini yang penting untuk mengatur sel viseral epitel dan pemisahan tonjolan-tonjolan kaki sel epitel. Suatu protein dengan berat molekul 140.000 dalton, yang disebut podocalyxin rupanya mengandung asam sialat ditemukan terbanyak kelainan pada model eksperimenal nefrosisis aminonkleosid. Pada SNKM, kandungan sialoprotein kembali normal sebagai respons pengobatan steroid yang menyebabkan hilangnya proteinuria. Hipoalbuminemia

Jumlah albumin di dalam ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. Dalam keadaan seimbang, laju sintesis albumin, degradasi ini hilangnya dari badan adalah seimbang. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju sekresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Namun keadaan ini tidak responsif steroid, albumin serumnya dapat kembali normal atau hampir normal dengan atau tanpa perubahan pada laju ekskresi protein. Laju sintesis albumin pada SN dalam keadaan seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat atau normal.

Jumlah albumin absolut yang didegradasi masih normal atau di bawah normal, walaupun apabila dinyatakan terhadap pool albumin intravaskular secara relatif, maka katabolisme pool fraksional yagn menurun ini sebetulnya meningkat. Meningkatnya katabolisme albumin di tubulus renal dan menurunnya katabolisme ekstrarenal dapat menyebabkan keadaan laju katabolisme absolut yang normal. Albumin plasma yang rendah tampaknya disebabkan oleh meningkatnya ekskresi albumin dalam urin dan meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama disebabkan karena meningkatnya degradasi di dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis hati. Gangguan protein lainnya di dalam plasma adalah menurunnya (-1 globulin (normal atau rendah) dan (-2-globulin, B globulin dan figrinogen meningkat secara relatif atau absolut. Meningkatnya (-2 globulin disebabkan oleh retensi selektif protein berberat molekul tinggi oleh ginjal dengan adanya laju sintesis yang normal. Pada beberapa pasien, terutama mereka dengan SNKM, IgM dapat meningkat dan IgG menurun. Kelainan metabolisme lipid

Pada pasien SN primer timbul hiperkolesterolemia dan kenaikan ini tampak lebih nyata pada pasien dengan KM. Umumnya terdapat korelasi tebalik antara konsentrasi albumin serum dan kolesterol. Kadar trigliserid lebih bervariasi dan bahkan dapat normal pada pasien dengan hipoalbuminemia ringan. Pada pasien dengan analbuminemia kongenital dapat juga timbul hiperlipidemia yang menunjukkan bahwa kelainan lipid ini tidak hanya disebabkan oleh penyakit ginjalnya sendiri. Pada pasien SN konsentrasi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan lipoprotien densitas rendah (LDL) meningkat, dan kadang-kadang sangat mencolok. Lipoprotein densitas tinggi (HDL) umumnya normal atau meningkat pada anak-anak dengan SN walaupun rasio kolesterol-HDL terhadap kolesterol total tetap rendah. Seperti pada hipoalbuminemia, hiperlipidemia dapat disebabkan oleh sintesis yang meningkat atau karena degradasi yang menurun. Bukti menunjukkan bahwa keduanya abnormal. Meningkatnya produksi lipoprotein di hati, diikuti dengan meningkatnya sintesis albumin dan sekunder terhadap lipoprotein, melalui jalur yang berdekatan. Namun meningkatnya kadar lipid dapat pula terjadi pada laju sintesis albumin yang normal. Menurunnya aktivitas ini mungkin sekunder akibat hilangnya (-glikoprotein asam sebagai perangsang lipase. Apabila albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kelainan lipid ini menjadi normal kembali. Gejala ini mungkin akibat tekanan onkotik albumin serumnya, karena efek yang sama dapat ditimbulkan dengan pemberian infus pilivinilpirolidon tanpa mengubah keadaan hipoalbuminemianya. Pada beberapa pasien, HDL tetap meningkat walaupun terjadi remisi pada SN-nya pada pasien lain VLDL dan LDL tetap meningkat pada SN relaps frekuensi yang menetap bahkan selama remisi. Lipid dapat juga ditemukan di dalam urin dalam bentuk titik lemak oval dan maltase cross. Titik lemak itu merupakan tetesan lipid di dalam sel tubulus yang berdegenerasi. Maltese cross tersebut adalah ester kolesterol yang berbentuk bulat dengan palang di tengah apabila dilihat dengan cahaya polarisal.

Edema

Keterangan klinis pembentukan edema pada sidnrom nefrotik sudah dianggap jelas dan secara fisiologik memuaskan, namun beberapa data menunjukkan bahwa mekanisme hipotesis ini tidak memberikan penjelasan yang lengkap. Teori klasik mengenai pembentukan edema ini (underfilled theory) adalah menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan merembes keruang interstisial. Dengan meningkatnya permealiblitas kapiler glomerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia.

Hipoalbuminemia menyebabkan menurunya tekanan onkitik koloid plasma intravaskular. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruagn intravaskular ke ruang interstial yang menyebabkan terbentuknya edema. Gejala klinis

Edema merupakan gejala klinis yang menunjol, kadang-kadang mencapai 40% daripada berat badan dan didapatkan anasarka. Penderita sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia, dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuri terutama albumin (85-95%) sebanyak 10-15 gram/hari. Ini dapat ditentukan dengan pemeriksaan Esbach. Selama edema masih banyak, biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin tinggi. Sedimen dapat normal atau torak hialin, granula, lipoid; terdapat pula sel darah putih, dalam urin mungkin dapat ditemukan pula double refractile bodies.

Kimia darah menujukkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin-globulin yang terbalik. Anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar dengan urin. Kadang-kadang didapatkan protein bound iodine rendah tanpa adanya hipotiroid. Laju endap darah tinggi. Kadar kalsium dalam darah sering rendah. Pada keadaan lanjut kadang-kadang terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia.

Pengobatan

1. Istirahat sampai edema membaik

2. Makan makanan tinggi protein sebanyak 3-4 gr/kgbb/hr

3. Mencegah infeksi

4. Kortikosteroid

International Cooperative study of Kidney disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut:

a. Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan dosis maksimal 80 mg/hari.

b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison peroral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari

5. Antibiotik diberikan hanya bila ada infeksi

Komplikasi

Komplikasi yang timbul pada penderit SN tergangung faktor-faktor sebagai berikut: histopatologi renal, lamanya sakit, umur dan jenis kelamin penderita.

a. Infeksi

Infeksi terjadi karena terjadinya penurunan mekanisme pertahanan tubuh yaitu gama globulin serum, penurunan konsetnrasi IgG, abnormalitas komplemen, penurunan konsentrasi transferin dan seng, serta pungsi lekosit yang berkurang. Infeksi yang sering terjadi berupa peritonitis primer, selulitas infeksi saluran kemih, bronkpneumonia dan infeksi virus.

b. Tromboemboli dan gangguan koagulasi

Pada penderita SN terjadi hiperkoagulasi dan dapat menimbulkan tromboemboli baik pada pembuluh darah vena maupun arteri. Keadaan ini disebabkan oleh faktor-faktor :

Perubahan zymogen dan kofaktor dalam hal ini peningkatan faktor V, X, VII, fibrinogen dan faktor von Willebrand. Perubahan fungsi platelet karena hipoalbuminemai, hiperlipidemia Perubahan fungsi sel endotelial karena perubahan sirkulasi lipid Peran obat kortikosteroid: yakni meningkatkan konsentrasi faktor VIII dan memperpendek Protrombin time dan PTT. Namun dalam dosis besar kostikosteroid akan meningkatkan AT III dan mencegah agregasi trombosit. Diuretik akan menurunkan volume plasma sehingga meninggikan angka hematokrit dengan demikian viskositas darah dan konsentrasi fibrinogen akan meningkat.

c. Perubahan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein

Pada penderita SN terjadi peningkatan total kolesterol, LDL dan VLDL serta apolipoprotein di dalam plasma sementara HDL dapat normal atau turun khususnya HDL 2. Hiperlipidemia ini berlangsung lama dan tidak terkontrol dapat mempercepat proses aterosklerosis pembuluh darah koroner. Aorta dan arteria renalis. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penyakti jantung iskemik ataupun trombosis arteri renalis.

Tidak sepeti pada lemak, penelitian mengenai perubahan metabolisme karbohidrat belum komprehensif. Namun telah diketahui pada hati yang mensintesis protein lebih besar akan meningkatkan ptikogenolisis, selain itu didapatkan peningkatan ambang vespin terhadap insulin dan glukosa. Hal ini dapat terjadi hipoalbuminemia pada keadaan malnutrisi kronik. Sejumlah protein plasma yang penting pada transport besi, hormon dan obat-obatan, karena molekulnya kecil, dengan mudah keluar melalui urin, kehilangan zat-zat tersebut akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

Transferin ion yang menurun menyebabkan anemia Penurunan seruloplasmin belum dilaporkan akibat klinisnya Berkurangnya albumin pengikat seng dan besi menyebabkan hipogensia dan penurunan sel-sel imunitas. Berhubungan protein pengikat vitamin D akan mempengaruhi metabolisme kalsium sehingga terjadi osteomalasia dan hiperparatiroid. Berkurangnya protein pengikat kostisol menyebabkan dibutuhkannya dosis lebih besar terhadap kortikosteroid.

Kehilangan sejumlah besar protein ini akan menyebabkan penderita jatuh dalam keadaan malnutrisi. Karena itu dilanjutkan diet tinggi protein diberikan 2-3 5 gram/kg/24 jam untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen. Diet rendah protein, meski dapat mengurangi proteinuria dalam jangka pendek mempunyai risiko kesimbangan negatif di masa mendatang. d. Gagal Ginjal Akut (GGA)

Komplikasi ini mekanismenya belum jelas. Namun, banyak ditemukan pada penderita SN dengan lesi minimal dan gromerulosklerosis fokal. Diperkirakan akibat hipovelemia dan penurunan perfusi ke ginjal. Akibat dari GG pada penderita SN cukup serius. Dimana18% meninggal, 20% dapat bertahan tapi tidak ada perbaikan fungsi ginjal dan memerlukan dialisis.1.3. GAGAL GINJAL AKUT

Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaaan klinis dimana jumlah urin mendadak berkurang dibawah 300 ml/m2 dalam sehari disertai gangguan fungsi ginjal lainnya. Gagal ginjal akut merupan suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu, dengan atau tanpa oliguria, sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh.Epidemiologi

Gagal ginjal akut dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, umur ataupun ras. Sebanyak 2% GGA terjadi pada anak dan 8% pada neonatus. Etiologi

1. Faktor prarenal

Semua faktor yang menyebabkan peredaran darah ke ginjal berkurang akibat hipovolemia, misalnya:

a. Perdarahan karena trauma operasi

b. Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstraseluler (diare, dll)

c. Berkumpulnya cairan intestisial di suatu daerah luka (combustio, akumulasi cairan di daerah operasi pasca bedah, peritonitis dan proses eksudatif lain yang menyebabkan hipovolemia)

Bila faktor prarenal dapat diatasi maka faal ginjal menjadi normal kembali. Teteapi bila hipovolemia berlangsung terlalu lama, maka akan terjadi kerusakan pada parenkim ginjal.

2. Faktor renal

Faktor ini merupakan penyebab gagal ginjal akut terbanyak. Kerusakan di glomerulus atau tubulus dapat mengakibatkan faal ginjal langsung terganggu. Prosesnya dapat berlangsung cepat dan mendadak, tetapi dapat juga berlangsung perlahan-lahan dan akhirnya menimbulkan uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan lanjutan dari hipoperfusi dan iskemia yang kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal. Berbagai penyebab kelainan ini ialah:

a. Koagulasi intravaskular, seperti pada sindrom hemolitik uremik, renjatan sepsis dan renjatan hemoragik.

b. Glomerulopati (akut) seperti glomerulonefritis akut pasca streptokokus, lupus nefritis, dan rapidly proressive glomerulonephritis.c. Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma dan tumor lain yang langsung menginfiltrsi ginjal dan menimbulkan kerusakan.d. Nekrosis ginjal akut, misalnya nekrosis tubulus akut akibat renjatan dan iskemia lama, nefrotoksin, hemoglobinuria dan mioglobinuria.e. Pielonefritis akut jarang menyebabkan gagal ginjal akut, tetapi umumnya pielonefritis kronis berulang mengakibatkan kehilangan faal ginjal secara progresif.f. Glomerulonefritis kronis dengan kehilanngan fungsi progresif.3. Faktor pascarenal

Semua faktor yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih seperti kelainan bawaan, tumor, nefrolitiasis, dan lain-lain.

Patofisiologi Secara klinis gagal ginjal akut dibagi dalam 3 fase, yaitu:

1. Fase oliguria/anuria

Pada permulaan fase ini mungkin tidak diketahui oleh orangtua penderita karena gejala penyakit primer sebagai penyebab gagal ginjal akut lebih menonjol. Jumlah urin berkurang sampai 10-30 ml sehari dan umumnya tidak sampai anuria. Oliguria dapat berlangsung 4-5 hari atau lebih dan kadang-kadang sampai 1 bulan. Lambat laun gejala uremia menjadi nyata, seperti pusing, muntah, apatis sampai somnolen, rasa haus, pernafasan kusmaul, anemia, kejang dan sebagainya. Selain kadar ureum meningkat ditemukan pula hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.

Asam sulfat dan fosfat serta kalium terbentuk pada kerusakan sel jaringan. Mula-mula sebagian CO2 dikeluarkan melalui paru-paru (pernafasan kussmaul), sehingga terdapat asidosis metabolik terkompensasi. Tetapi, akhirnya pH juga menurun sehingga asidosis tidak terkompensasi lagi. Karena adanya hiprfosfatemia, maka akan terjadi hipokalsemia. Hiperkalemia dan hipokalsemia mengakibatkan faal jantung terganggu. Hiponatremia timbul akibat pindahnya natrium, dari cairan ekstraselular kedalam sel, adanya retensi cairan serta masukan garam natrium yang kurang.

2. Fase diuretik

Duresis dapat timbul dengan mendadak atau urin bertambah tiap hari sehingga mencapai keadaan poliuria. Diuresis ini dapat disebabkan oleh kadar ureum tinggi didalam darah (diuresis osmotik). Disamping itu juga disebabkan faal tubulus yang belum baik dan pengeluaran cairan tubuh yang berlebihan. Cairan tersebut biasanya disertai elektrolit seprti natrium, kalium dan klorida. Dalam fase ini mungkin terjadi dehidrasi. Urin yang terbentuk dapat hipotonis atau isotonis dan mengandung silinder, leukosit serta beberapa eritrosit juga proteinuria sedang. Karena tidak adanya keseimbangan faal glomerulus dan tubulus maka terjadi difusi ureum kembali sehingga kadarnya didalam darah masih meningkat pada awal fase diuresis.

Hiponatremia dalam fase oliguria antara lain disebabkan oleh retensi cairan dalam tubuh, sedangkan dalam fase diuretik hiponatremia ini disebabkan oleh kehilangan natrium melalui tubulus yang rusak. Fase ini berlangsung kira-kira 2 minggu.

3. Fase penyembuhan (fase pascadiuretik)

Poliuria berkurang, demikian pula dengan gejala uremia. Dalam beberapa minggu, faal glomerulus dan tubulus membaik, tapi masih ada kelainan kecil. Daya konentrasi urin merupakan gangguan yang paling lama terjadi. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.Terapi Terapi ditujukan pada penyakit primer yang menyebabkan gagal ginjal akut dan pada keadaan gagal ginjal akut sendiri. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan urin dapat membedakan gagal ginjal akut yang disebabkan oleh faktor prarenal atau renal. Bila jumlah urin sedikit disertai kadar natrium di urin rendah serta berat jenis tinggi, maka parenkim ginjal tidak banyak mengalami kerusakan. Tetapi bila kadar natrium di urin tinggi dan berat jenis rendah, maka parenkim ginjal telah banyak mengalami kerusakan.

Dehidrasi

Bila terdapat dehidrasi atau banyak kehilangan darah maka perlu diberikan cairan intravena, sebaiknya larutan glukosa 10-20%. Pemberian ini hendaknya diperhatikan karena kadar glukosa tinggi dapat menimbulkan trombosis. Bila ada gangguan faal jantung, maka jumlah cairan tidak boleh banyak.

Asidosis

Untuk menangani asidosis diberikan bikarbonat natrikus atau laktat natrikus. Adapun asidosis yang berat dapat diatasi dengan dialisis.

Hiperkalemia

Sebelum diuresis menjadi baik, kalium tidak perlu diberikan. Untuk mencegah intoksikasi kalium, maka pemberian kalium dalam cairan dan makanan harus dikurangi. Bila perlu kelebihan kalium dapat dikeluarkan dengan dialisis

Hiponatremia

Dalam fase poliuria natrium diberikan untuk mengurangi asidosis, tetapi harus hati-hati terhadap timbulnya edema paru. Klorida biasanya diberikan bersama natrium. Dalam fase poliuria, pemberian natrium dan klorida mungkin perlu, tetapi dengan perbaikan nafsu makan, umumnya natrium dalam makanan telah mencukupi keperluan tubuh

Hipokalsemia

Diatasai dengan memberikan glukonas kalsikus secara intravena.

Hiperfosfatemia

Dapat dicegah dengan pemberin fosfat binding gel, dan diatasi dengan dialisis

Anemia

Bila diperlukan dapat diberikan transfusi darah

Hipertensi

Hipertensi dapat diobati dengan pemberian obat-obat anti hipertensi seperti reserpin atau beta blocker. Obat-obat tersebut dapat mengurangi filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan hati-hati. Bila timbul gagal ginjal kongestif dapat diobati dengan digitalis.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis pada gagal ginjal akut (GGA) dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, antara lain :1. GGA Pre-renal.

Penyebab GGA pre-renal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat disebabkan oleh hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif. Pada GGA pre-renal integritas jaringan ginjal masih terpelihara ehingga prognosis dapat lebih baik apabila faktor penyebab dapat dikoreksi. Apabila upaya perbaikan hipoperfusi ginjal tidak berhasil maka akan timbul GGA renal berupa Nekrosis Tubular Akut (NTA) karena iskemik. Keadaan ini dapat timbul sebagai akibat bermacam-macam penyakit. Pada kondisi ini fungsi otoregulasi ginjal akan berupaya mempertahankan tekanan perfusi, melalui mekanisme vasodilatasi intrarenal. Dalam keadaan normal, aliran darah ginjal dan LFG relatifkonstan, diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. GGA pre-renal disebabkan oleh hipovolemia, penurunan volume efektif intravaskular seperti pada sepsis dan gagal jantung serta disebabkan oleh gangguan hemodinamik intra-renal seperti pada pemakaian anti inflamasi non steroid, obat yang menghambat angiotensin dan pada tekanan darah, yang akan mengaktifasi baroreseptor kardiovaskuler yang selanjutnya mengaktifasi sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin serta merangsang pelepasaan vasopresin dan endothelin-1 (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol aferen yang dipengaruhi oleh refleks miogenik serta prostagladin dan nitrit oxide (NO), serta vasokontriksi arteriol aferen yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin II (A-TI) dan ET-l. Mekanisme ini bertujuan untuk mempertahankan homeostasis intrarenal. Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata