laptut sken 2

24
LAPORAN KELOMPOK BLOK XXV KEDOKTERAN KOMUNITAS SKENARIO 2 SISTEM EKONOMI KESEHATAN DI INDONESIA Oleh: KELOMPOK XVI 1. Anisa Nindiasari (G0007038) 2. Dianika Rohmah A. (G0007058) 3. Faqihuddin Ahmad (G0007068) 4. Gita Vania Damayanti (G0007078) 5. Nurul Ramadian (G0007124) 6. Sari Mustikaningrum (G0007154) 7. Sunarto (G0007160) 8. Wiraditya Sandi D.P. (G0007172) 9. Yunita (G0007176) 10. Linda Soebroto (G0007204) Tutor : PROF. DR. H. AA. SUBIJANTO, dr, MS

Transcript of laptut sken 2

Page 1: laptut sken 2

LAPORAN KELOMPOK

BLOK XXV KEDOKTERAN KOMUNITAS

SKENARIO 2

SISTEM EKONOMI KESEHATAN DI INDONESIA

Oleh:

KELOMPOK XVI

1. Anisa Nindiasari (G0007038)

2. Dianika Rohmah A. (G0007058)

3. Faqihuddin Ahmad (G0007068)

4. Gita Vania Damayanti (G0007078)

5. Nurul Ramadian (G0007124)

6. Sari Mustikaningrum (G0007154)

7. Sunarto (G0007160)

8. Wiraditya Sandi D.P. (G0007172)

9. Yunita (G0007176)

10. Linda Soebroto (G0007204)

Tutor : PROF. DR. H. AA. SUBIJANTO, dr, MS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

Page 2: laptut sken 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia kesehatan, rumah sakit merupakan salah satu unsur yang tidak dapat

dipisahkan dengan kesehatan masyarakat. Sebagai salah satu bentuk unit pelayanan

kesehatan, rumah sakit sangat diharapkan dapat memberikan pelayanan terbaik bagi semua

pasien. Oleh karena itu, berbagai program rumah sakit dibentuk dalam upaya peningkatan

mutu serta kualitas pelayanan kesehatan.

Pada dekade tahun 1990-an ini terjadi beberapa perubahan pada sistem kesehatan kita.

Perubahan pertama adalah perubahan di dalam penyelenggaraan pelayanan (delivery system)

untuk mengurangi beban pembiayaan pemerintah. Peran serta masyarakat makin dibutuhkan

dalam penyediaan pelayanan kesehatan, khususnya yang bersifat kuratif. Bahkan rumah sakit

yang bersifat pencari laba telah diberikan ijin beroperasi di Indonesia. Perubahan kedua

adalah perubahan di dalam cara pembiayaan kesehatan dari yang tadinya bersifat individual

ke kelompok dengan melalui mekanisme asuransi kesehatan. Termasuk pada perubahan

kedua adalah terbukanya kesempatan penyelenggaraan asuransi komersial yang berpijak pada

UU No. 2/1992, penyelenggaraan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

Jamsostek yang berdasarkan UU No. 3/1992, dan penyelenggaraan program JPK Mayarakat

(JPKM) yang dituangkan pada Pasal 66 UU No. 23/1992. Program JPK Jamsostek dan JPKM

secara eksplisit telah menggariskan pembayaran sistem kapitasi kepada penyedia pelayanan

kesehatan (PPK) di dalam rangka pengendalian biaya kesehatan. Penyelenggaraan JPK

pegagawai negeri sipil, yang kini dikenal dengan pelayanan PT. Asuransi Kesehatan

Indonesia, telah lebih dahulu menerapkan sistem pembayaran kapitasi (Thabrany, 2007).

Agar program pelayanan kesehatan masyarakat tersebut dapat berlangsung dengan

baik, kompetensi dokter yang bekerja di dalamnya juga ditingkatkan dengan melakukan long-

life learning di mana dokter harus selalu up to date terhadap kejadian-kejadian penyakit di

sekitarnya sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian penyakit.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan International Classification of Disease-10 dan

bagaimana cara melakukan diagnosis penyakit dengan ICD-10?

2. Apakah manfaat medical record dan manajemen informasi medis?

3. Apa sajakah macam-macam pencegahan penyakit dan sebutkan contohnya?

Page 3: laptut sken 2

4. Apakah yang dimaksud dengan cost effectiveness analysis (CEA), cost utility analysis

(CUA), dan cost benefit analysis (CBA) serta apakah tujuan dari evaluasi ekonomi

tersebut?

5. Apa yang dimaksud dengan program skrining serta apa sajakah indikasi dan ukuran

kualitas skrining?

6. Apa yang dimaksud dengan riwayat alamiah penyakit, masa inkubasi, masa laten,

durasi, fase induksi, fase promosi, dan fase ekspresi penyakit?

7. Apa sajakah karakteristik yang membedakan penyakit infeksi dan non infeksi?

8. Apakah yang dimaksud dengan pelayanan yang holistik, komprehensif, dan kontinyu?

9. Apa sajakah metode pembayaran pelayanan kesehatan dan apa perbedaan masing-

masing metode tersebut?

10. Apa prinsip asuransi kesehatan dan apa pentingnya asuransi kesehatan?

11. Apa perbedaan asuransi wajib dan asuransi swasta (sukarela)?

C. Tujuan

1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memberikan contoh ICD-10.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat medical record dan managemen informasi

kesehatan.

3. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan macam-macam pencegahan

penyakit.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan cost effectiveness analysis (CEA), cost utility

analysis (CUA), dan cost benefit analysis (CBA), serta alasan dan tujuan evaluasi

ekonomi tersebut.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai hal mengenai program skrining.

6. Mahasiswa mampu menjelaskan riwayat alamiah penyakit, masa inkubasi, masa laten,

durasi, fase induksi, fase promosi, dan fase ekspresi penyakit.

7. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan karakteristik penyakit infeksi dan non

infeksi.

8. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur pelayanan yang holistik, komprehensif, dan

kontinyu.

9. Mahasiswa mampu menyebutkan perbedaan, kelebihan, dan kekurangan dari berbagai

macam metode pembayaran pelayanan kesehatan.

10. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip asuransi kesehatan, alasan perlunya asuransi

serta perbedaan asuransi wajib dan swasta (sukarela).

Page 4: laptut sken 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Riwayat Alamiah Penyakit

Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang

perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya

paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit (seperti: kesembuhan atau

kematian), tanpa terinterupsi oleh intervensi preventif maupun terapetik (Gordis, 2000).

Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya individu sebagai penjamu yang

rentan (suseptibel) oleh agen kausal. Paparan (exposure) adalah kontak atau kedekatan

(proximity) dengan sumber agen penyakit. Induksi merupakan aksi yang mempengaruhi

terjadinya tahap awal suatu hasil, dalam hal ini mempengaruhi awal terjadinya proses

patologis. Jika terdapat tempat penempelan (attachment) dan jalan masuk sel yang tepat

maka paparan agen infeksi dapat menyebabkan invasi agen infeksi dan terjadi infeksi.

Agen infeksi melakukan multiplikasi yang mendorong terjadinya proses perubahan

patologis, tanpa penjamu menyadarinya.

Periode waktu sejak infeksi hingga terdeteksinya infeksi melalui tes laboratorium/

skrining disebut window period. Dalam window period individu telah terinfeksi, sehingga

dapat menularkan penyakit, meskipun infeksi tersebut belum terdeteksi oleh tes

laboratorium.

Selanjutnya berlangsung proses promosi pada tahap preklinis, yaitu keadaan

patologis yang ireversibel dan asimtomatis ditingkatkan derajatnya menjadi keadaan

dengan manifestasi klinis. Melalui proses promosi agen kausal akan meningkatkan

aktivitasnya, masuk dalam formasi tubuh, menyebabkan transformasi sel atau disfungsi sel,

sehingga penyakit menunjukkan tanda dan gejala klinis. Waktu sejak penyakit terdeteksi

oleh skrining hingga timbul manifestasi klinik, disebut sojourn time. Makin pendek

“sojourn time”, makin kurang bermanfaat melakukan skrining. Makin panjang sojourn

time, makin berguna melakukan skrining, sebab makin panjang tenggang waktu untuk

melakukan pengobatan dini agar proses patologis tidak termanifestasi klinis.

Waktu yang diperlukan mulai dari paparan agen kausal hingga timbulnya

manifestasi klinis disebut masa inkubasi (penyakit infeksi) atau masa laten (penyakit

kronis). Pada fase ini penyakit belum menampakkan tanda dan gejala klinis, disebut

penyakit subklinis (asimtomatis). Kovariat yang berperan dalam masa laten (masa

inkubasi), yakni faktor yang meningkatkan risiko terjadinya penyakit secara klinis, disebut

faktor risiko. Sebaliknya, faktor yang menurunkan risiko terjadinya penyakit secara klinis

Page 5: laptut sken 2

disebut faktor protektif. Masa laten dan durasi penyakit mempengaruhi strategi

pencegahan penyakit. Makin pendek masa laten, makin urgen upaya pencegahan primer

dan sekunder. Makin pendek durasi, makin mendesak upaya pencegahan tersier. Makin

panjang durasi, makin besar peluang untuk melakukan upaya pencegahan akibat

penyakit dengan lebih seksama.

Meski demikian, sejumlah penyakit kronis memiliki karakteristik paradoksal:

sekalipun durasi panjang tetapi bisa menyebabkan kematian mendadak (misalnya, stroke

dan serangan jantung).

Selanjutnya terjadi inisiasi penyakit klinis. Pada saat ini mulai timbul tanda (sign)

dan gejala (symptom) penyakit secara klinis, dan penjamu yang mengalami manifestasi

klinis disebut kasus klinis. Gejala klinis paling awal disebut gejala prodromal. Selama

tahap klinis, manifestasi klinis akan diekspresikan hingga terjadi hasil akhir/ resolusi

penyakit, baik sembuh, remisi, perubahan beratnya penyakit, komplikasi, rekurens, relaps,

sekuelae, disfungsi sisa, cacat, atau kematian. Periode waktu untuk mengekspresikan

penyakit klinis hingga terjadi hasil akhir penyakit disebut durasi penyakit. Kovariat yang

mempengaruhi progresi ke arah hasil akhir penyakit, disebut faktor prognostik.

Penyakit penyerta yang mempengaruhi fungsi individu, akibat penyakit, kelangsungan

hidup, alias prognosis penyakit, disebut komorbiditas. Contoh, TB dapat menjadi ko-

morbiditas HIV/AIDS yang meningkatkan risiko kematian karena AIDS pada wanita dengan

HIV/AIDS.

Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara agen atau faktor

penyebab penyakit, manusia sebagai penjamu atau host, dan faktor lingkungan yang

mendukung. Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai Trias Penyebab Penyakit.

Page 6: laptut sken 2

Infektivitas = Jumlah individu yang terinfeksi / jumlah individu yang terpapar

Patogeni tas = jumlah kasus klinis / jumlah individu yang terinfeksi

Virulensi = jumlah kasus yang mati / jumlah kasus klinis

Agen berupa unsur hidup /mati yang jumlahnya berlebihan/kekurangan. Faktor

penjamu berupa keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor risiko

terjadinya penyakit, seperti genetik, unur, jenis kelamin, dan lain-lain. Faktor lingkungan

berupa faktor-faktor ekstrensik, seperti: lingkungan fisik, biologis, sosial ekonomi.

Dalam epidemiologi penyakit infeksi, individu yang terpapar belum tentu terinfeksi.

Hanya jika agen kausal penyakit infeksi terpapar pada individu lalu memasuki tubuh

dan sel, lalu melakukan multiplikasi dan maturasi, dan menimbulkan perubahan patologis

yang dapat dideteksi secara laboratoris atau terwujud secara klinis, maka individu tersebut

dikatakan mengalami infeksi. Dalam riwayat alamiah penyakit infeksi, proses terjadinya

infeksi, penyakit klinis, maupun kematian dari suatu penyakit tergantung dari berbagai

determinan, baik intrinsik maupun ekstrinsik, yang mempengaruhi penjamu maupun

agen kausal. Tergantung tingkat kerentanan (atau imunitas), individu sebagai penjamu

yang terpapar oleh agen kausal dapat tetap sehat, atau mengalami infeksi (jika penyakit

infeksi) dan mengalami perubahan patologi yang ireversibel. Ukuran yang

menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk mempengaruhi riwayat alamiah penyakit

sebagai berikut (Murti, 2010a):

1. Infektivitas : kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya infeksi.

2. Patogenesitas : kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan penyakit klinis.

3. Virulensi : kemampuan penyakit untuk menyebabkan kematian. Indikator ini

menunjukkan kemampuan agen infeksi menyebabkan keparahan (severety) penyakit.

B. International Classification of Disease (ICD) – 10

International Statistical Classification of Diseases 10 (ICD-10) merupakan sistem

kategori tempat penyakit dikelompokkan (Erkadius, 2008). Di Indonesia, ICD-10 dikenal

dengan nama Klasifikasi Internasional Penyakit revisi ke-10 (KIP-10). KIP-10 adalah sistem

pengkodean atas penyakit dan tanda-tanda, gejala, temuan-temuan yang abnormal, keluhan,

keadaan sosial dan eksternal yang menyebabkan cedera atau penyakit seperti yang

diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO) (Wikipedia, 2010).

Berikut adalah daftar ICD-10 untuk versi tahun 2007 (Wikipedia, 2010):

Page 7: laptut sken 2

Bab Blok Judul

I A00-B99 Penyakit Infeksi dan parasitII C00-D48 NeoplasmaIII D50-D89 Penyakit darah dan organ pembentuk darah termasuk ganguan sistem

imunIV E00-E90 Endokrin, nutrisi dan ganguan metabolicV F00-F99 Ganguan jiwa dan prilakuVI G00-G99 Penyakit yg mengenai sistem syarafVII H00-H59 Penyakit mata dan adnexaVIII H60-H95 Penyakit telinga dan mastoidIX I00-I99 Penyakit pada sistem sirkulasiX J00-J99 Penyakit pada sistem pernafasanXI K00-K93 Penyakit pada sistem pencernaanXII L00-L99 Penyakit pada kulit dan jaringan subcutaneousXIII M00-M99 Penyakit pada sistem musculoskletalXIV N00-N99 Penyakit pada sistem saluran kemih dan genitalXV O00-O99 Kehamilan dan kelahiranXVI P00-P96 Keadaan yg berasal dari periode perinatalXVII Q00-Q99 Malformasi kongenital, deformasi dan kelainan chromosomXVIII R00-R99 Gejala, tanda, kelainan klinik dan kelainan lab yg tidak ditemukan pada

klasifikasi lainXIX S00-T98 Keracunan, cedera dan beberapa penyebab yg dari luarXX V01-Y98 Penyebab morbiditas dan kematian eksternalXXI Z00-Z99 Faktor faktor yg mempengaruhi status kesehatan dan hubungannya

dengan jasa kesehatanXXII U00-U99 Kode kegunaan khusus

C. Metode Pembayaran Pelayanan Kesehatan

1. Kapitasi

Sistem kapitasi adalah suatu sistem pembayaran dengan sejumlah uang yang

merupakan pertanggungjawaban pelayana kesehatan yang diterima secara tetap dan

periodik sesuai dengan jumlah atau cakupan pasien. Pengelompokkan biasanya

berdasarkan karakteristik pasien seperti umur dan jenis kelamin (Philips, 1997).

Sedangkan menurut Hasbullah (1998) sistem kapitasi adalah sistem pembayaran di

muka yang dilakukan oleh badan penyelenggara kepada sarana pelayanan kesehatan

berdasarkan kesepakatan harga untuk setiap peserta yang dipertanggungkan. Sistem

kapitasi ini berkaitan erat dengan konsep wilayah dan bukan berdasarkan jumlah

pelayanan yang diberikan. Besarnya biaya kapitasi dihitung dengan rumus biaya rata-

rata perjenis pelayanan x angka kunjungan per peserta.

Page 8: laptut sken 2

2. Fee for Service (FFS)

Fee for service merupakan suatu cara pembayaran yang dibayarkan sesuai

dengan pelayanan kesehatan yang diberikan. Karena manfaat diberikan dalam bentuk

uang sejumlah tertentu atau reimbursement dan tanpa ada kontrak dengan provider,

maka pembayaran fasilitas kesehatan dilakukan sesuai dengan jasa yang diberikan.

Cara pembayaran ini sangat disukai oleh fasilitas kesehatan karena mereka tidak perlu

menanggung risiko finansial (Hasbullah, 1998).

3. Out of Pocket Payment (OOP)

Dengan cara ini pasien membayar langsung kepada dokter atau pemberi

pelayanan kesehatan untuk pelayanan kesehatan yang sudah diterimanya. Aspek

positifnya adalah pasien menjadi lebih menghargai nilai ekonomi dari pelayanan

kesehatan yang diterima sehingga menghindari penggunaan secara berlebihan.

Sedangkan aspek negatifnya yaitu pasien dan keluarga akan sangat rentan untuk

mengalami pengeluaran bencana karena harus membayar biaya kesehatan yang mahal

pada saat ketika sakit (Murti, 2010b).

4. Pajak (Taxation)

Pemerintah menarik pajak umum dari warga untuk membiayai pelayanan

kesehatan. Pemerintah membayar sebagian dari biaya pelayanan kesehatan pasien

yang diberikan pada fasilitas kesehatan pemerintah, misalnya Puskesmas dan RS

Pemerintah pusat maupun daerah. Pasien harus membayar sebagian dari pelayanan

kesehatan yang digunakan.

Di Indonesia terdapat skema Jamkesmas yang membebaskan semua biaya

pelayanan kesehatan di tingkat primer maupun sekunder yang disediakan oleh fasilitas

pelayanan kesehatan pemerintah (Murti, 2010b).

5. Asuransi

Sistem asuransi menarik premi yang yang dibayarkan individu-individu

peserta asuransi.Beberapa Negara mengoperasikan compulsory payroll tax yang

bersifat wajib bagi pekerja untuk membayar asuransi (Murti, 2010b).

6. Medical Saving Account (MSA)

MSA mengharuskan warga menabung uang untuk membiayai pelayanan

kesehatannya sendiri. Sejauh ini hanya Singapura yang menggunakan sistem ini.

Sistem ini memproteksi generasi berikutnya dari biaya-biaya akibat generasi kini

(Murti, 2010b).

Page 9: laptut sken 2

BAB III

PEMBAHASAN

Pada skenario 2, dr yunita melakukan pengamatan terhadap pasien yang

mengunjungi Poli Rawat Jalan Umum dan Spesialis ditemukan aneka kasus penyakit kronis,

seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, diabetes melitus, kanker dan

gangguan jiwa. Tetapi penyakit infeksi “klasik” negara berkembang juga banyak, seperti

ISPA, diare, DBD, tuberkulosis, maupun penyakit baru HIV/AIDS. Medical record pada RS

tersebut cukup baik, karena pada dokter dengan bekerjasama dengan petugas informasi

medis memasukkan semua diagnosis penyakit ke dalam International Classification of

Disease-10. Bahkan hebatnya, RS tersebut sudah mulai menerapkan DRG, bekerja sama

dengan beberapa perusahaan asuransi kesehatan swasta, sebagai cara untuk membayar

pelayanan kesehatan.

ICD-10 merupakan pengkodean atas penyakit dan tanda-tanda, gejala, temuan-temuan

yang abnormal, keluhan, keadaan sosial dan eksternal yang menyebabkan cedera atau

penyakit, seperti yang diklasifikasikan oleh WHO. ICD-10 merupakan sistem kategori dari

penyakit yang dikelompokkan untuk memudahkan penyelidikan statistik terhadap suatu

fenomena penyakit. ICD digunakan sebagai alat diagnostik serta untuk mengetahui statistik

epidemiologi dan mengetahui angka morbiditas serta mortalitas.

Diagnosis penyakit pada rumah sakit tersebut telah dimasukkan ke dalam ICD-10

sehingga medical record atau rekam medis yang didapatkan menjadi lebih baik. Rekam

medis berisi catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data tentang identitas dan data

medis seorang pasien. Manfaat rekam medis antara lain sebagai dasar pemeliharaan

kesehatan dan pengobatan pasien, sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum, sebagai

bahan untuk kepentingan penelitian, sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan

dan sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan. Rekam medis adalah sumber data

yang paling baik di rumah sakit, meskipun banyak memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan

rekam medis adalah sering tidak adanya beberapa data yang bersifat sosial-ekonomi pasien,

tidak berisi penatalaksanaan pelengkap seperti penjelasan dokter dan perawat, seringkali

tidak memuat kunjungan kontrol pasca perawatan inap, dan lain-lain.

Rumah sakit tersebut sudah mulai menerapkan DRG, Diagnosis Related Group, yaitu

salah satu metode pembayaran biaya pelayanan kesehatan secara retrospektif. Dalam sistem

ini, pembayaran jasa pelayanan kesehatan bukan dihitung dari jenis pelayanan medis maupun

non medis, ataupun lama rawat inap yang diterima oleh pasien dalam upaya penyembuhan

suatu penyakit, melainkan berdasarkan biaya satuan per diagnosis. RS ini bisa menerapkan

Page 10: laptut sken 2

sistem DRG karena telah memasukkan semua diagnosis penyakit ke dalam ICD-10.

Mekanisme pembayaran dengan DRG yaitu, pertama kita harus melengkapi data pasien,

setelah itu analisis penyakit dengan ICD-10, kemudian melakukan analisis biaya pasien

(DRG cost).

Selain dengan DRG, rumah sakit tersebut juga berkerja sama dengan beberapa

perusahaan asuransi kesehatan swasta sebagai cara untuk membayar pelayanan kesehatan.

Asuransi kesehatan swasta merupakan asuransi kesehatan milik swasta atau pengelolaan dana

dilakukan oleh suatu badan swasta. Keuntungan yang diperoleh biasanya mutu pelayanan

yang didapatkan relatif lebih baik, sedangkan kerugiannya sulit dilakukan pengamatan

terhadap penyelenggaranya.

Dr. Yunita dikontrak oleh PT Askes untuk memberikan pelayanan kesehatan peserta

askes dan dibayar dengan cara kapitasi. Rekan dokter spesialis ada yang dibayar dengan

cara fee-for service.

Terdapat beberapa macam sistem pembayaran pelayanan kesehatan, yaitu kapitasi, fee

for service, dan DRG. Saat ini sistem pembayaran pelayanan kesehatan di Indonesia paling

banyak menggunakan sistem fee for service (FFS), artinya setiap seorang dokter atau

penyedia pelayanan kesehatan akan dibayar setiap memberikan layanan kesehatan pada

pasiennya. Namun FFS ini merupakan suatu sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang

memiliki paradigma atau acuan semakin banyak pasien yang sakit, semakin besar pendapatan

penyedia pelayanan kesehatan tersebut. Mungkin paradigma seperti ini sudah tidak sesuai

dengan program-program kesehatan di masa sekarang oleh karena saat ini digalakkannya

program-program kesehatan promotif dan preventif. Artinya sebisa mungkin suatu penyakit

dicegah agar tidak terjadi sehingga tujuan utama dari program-program kesehatan saat ini

adalah untuk membuat sehat melalui pencegahan bukan melalui pengobatan.

Sistem pembayaran pelayanan kesehatan secara kapitasi saat ini telah mulai

dikembangkan di Indonesia agar semua penyedia pelayanan kesehatan, misalnya dokter bisa

lebih berusaha keras dalam hal pencegahan penyakit. Pada sistem kapitasi, dokter akan

mendapatkan sejumlah uang tetap yang dihitung dari pendapatan perpasien perbulan. Dari

sistem pembayaran pelayanan kesehatan ini, seorang dokter atau penyedia pelayanan

kesehatan lainnya akan memperoleh pendapatan semakin banyak jika semakin sedikit orang

yang sakit. Pembayaran jenis ini sangat sesuai untuk program kesehatan di Indonesia saat ini

yang memiliki paradigma manusia sehat. Artinya, meningkatkan sistem kesehatan melalui

tindakan promotif dan preventif.

Page 11: laptut sken 2

Pada waktu masih kuliah dr. Yunita pernah mendapatkan pengalaman lapangan

tentang praktek kedokteran keluarga. Dr. Yunita ingin menerapkan prinsip kedokteran

keluarga dengan memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif dan kontinu

kepada pasien, keluarga dan komunitasnya.

Dokter keluarga adalah dokter yang berprofesi khusus sebagai dokter praktik umum

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan strata pertama atau pelayanan kesehatan

primer. Prinsip-prinsip kedokteran keluarga adalah memberikan atau mewujudkan pelayanan

komprehensif dengan pendekatan holistik, kontinu, mengutamakan pencegahan, koordinatif

dan kolaboratif, penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari

keluarganya, pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan

tempat tinggalnya, pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum, sadar biaya, dapat

diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan. Pelayanan komprehensif meliputi health

promotion (untuk meningkatkan kesehatan masyarakat), specific prevention (mencegah

terjadinya penyakit), early diagnosis and prompt treatment (agar tidak sakit terlalu lama),

disease limitation (untuk menstabilisasi penyakit kronis dan mencegah kekambuhan

penyakit) dan disability limitation (mencegah kecacatan). Sedangkan pendekatan holistik

yakni suatu pendekatan untuk menangani penyakit yang mencakup aspek biopsycosocial.

Dr. Yunita ingin mempelajari riwayat alamiah penyakit untuk mengetahui karakter

masing-masing penyakit dengan lebih terinci. Dengan demikian dia bisa mengetahui masa

inkubasi, masa laten, dan durasi penyakit, demikian pula mengetahui fase induksi, promosi

dan ekspresi penyakit.

Riwayat alamiah penyakit adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan

perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal

hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa interupsi oleh

suatu intervensi preventif maupun terapetik. Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit

sama pentingnya dengan kausa penyakit untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit.

Dengan mengetahui perilaku dan karakteristik masing-masing penyakit tersebut maka bisa

dikembangkan intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi maupun mengatasi problem

penyakit tersebut.

Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, jamur, maupun virus.

Sedangka penyakit non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa faktor penyebab (multikausal)

seperti faktor umur atau genetik, mikroorganisme, dan life style (pola makanan, kebiasaan

merokok, kurang berolah raga dan lain-lain). Selain penyebabnya, terdapat beberapa hal yang

membedakan penyakit infeksi dan non infeksi. Beberapa karakteristik penyakit non infeksi

Page 12: laptut sken 2

yang membedakannya dengan penyakit infeksi antara lain penularan penyakit tidak melalui

suatu rantai penularan tertentu, masa inkubasi panjang, berlangsung kronis, banyak

menghadapi kesulitan diagnosis, dan memerlukan biaya tinggi baik dalam penanggulangan

maupun pencegahannya (Simanjuntak, 2009).

Dr. Yunita dapat memilih strategi yang tepat untuk melakukan pencegahan penyakit,

baik pencegahan primer, sekunder, maupun tersier, pada pasien, keluarga dan

komunitasnya.

Pencegahan penyakit merupakan tindakan yang ditujuan untuk mencegah, menunda,

mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatan, dengan menerapkan sebuah

atau sejumlah intervensi yang telah dibuktikan efektif. Terdapat tiga jenis pencegahan, yaitu

pencegahan primer, sekunder dan tersier.

Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi detreminan atau faktor risiko atau

kausa penyakit, promosi kesehatan, dan perlindungan spesfisik dengan tujuan mencegah atau

menunda kejadian baru penyakit. Pencegahan sekunder adalah deteksi dini penyakit dengan

skrining dan pengobatan segera yang bertujuan untuk memperbaiki prognosis kasus atau

memperpendek durasi penyakit dan memperpanjang hidup pasien. Sedangkan pencegahan

tersier adalah pengobatan, rehabilitasi dan pembatasan kecacatan yang bertujuan untuk

mengurangi dan mencegah sekulae dan disfungsi, mencegah serangan ulang, meringankan

akibat penyakit dan memperpanjang hidup.

Dr. Yunita mengusulkan kepada atasannya agar RS lebih banyak melakukan program

skrinning yang terbukti cost-effective.

Skrinning untuk pengendalian penyakit dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

terhadap orang-orang yang asimptomatik untuk mengklasifikasikan mereka ke dalam

kategori yang diperkirakan mengidap atau diperkirakan tidak mengidap suatu penyakit yang

menjadi objek skrining. Tujuan skrining adalah untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas

dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan.

Sehubungan dengan evaluasi program kesehatan berupa skrining yang ada di skenario

2 yang terbukti cost effective, maka akan digunakan CEA dalam metode penelitian ekonomi

kesehatan. CEA akan dipilih untuk membandingkan beberapa program kesehatan yang

berlaku dengan outcome yang sama, hal ini berbeda dengan CBA. CBA merupakan metode

penelitian ekonomi kesehatan untuk membandingkan beberapa program kesehatan yang

memiliki outcome yang berbeda dan yang dipilih adalah jika cost benefit rationya lebih dari 1

atau yang lebih besar diantara dua program kesehatan atau lebih.

Page 13: laptut sken 2

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Pengkategorian penyakit dengan ICD-10 diperlukan agar medical record atau rekam

medis yang didapatkan menjadi lebih baik.

2. Beberapa metode pembayaran pelayanan kesehatan yang telah ada saat ini antara

lain kapitasi, DRG, FFS, OOP, pajak, asuransi dan MSA.

B. SARAN

1. Agar tercipta masyarakat yang lebih sehat sebaiknya para dokter di Indonesia

memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif, dan kontinyu.

2. Untuk mengurangi angka kesakitan upaya-upaya promotif dan prefentif sebaiknya

perlu lebih ditingkatkan.

Page 14: laptut sken 2

DAFTAR PUSTAKA

Gordis, L. 2000. Epidemiology. Philadelpia,PA: WB Saunders Co.

Hasbullah T. 1998. Pembayaran Kapitasi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia. pp: 1-16, 77.

Murti B. 2010a. Riwayat Alamiah Penyakit. http://fk.uns.ac.id/index.php/download/file/14

(20 September 2010)

Murti B. 2010b. Ekonomi Kesehatan. http://fk.uns.ac.id/index.php/download/file/16 (20

September 2010)

Philips J. 1997. The Economics of Health and Medical Care Fourth Edition. An Asspen

Publication Marryland. pp: 22-31

Simanjuntak, T. M. 2009. Karakteristik Penderita Penyakit Non Infeksi Peserta ASKES

Sosial PNS Rawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007. Skripsi USU.

Thabrany, H. 2007. Keterbukaan dalam Pembayaran Kapitasi.

http://staff.ui.ac.id/internal/140163956/material/PembayaranKapitasi.pdf (9 September

2010)

Wikipedia. 2010. ICD-10. http://id.wikipedia.org/wiki/ICD-10 (6 September 2010)