laptut skenario 4
-
Upload
baiqhulhizatilamni -
Category
Documents
-
view
97 -
download
12
description
Transcript of laptut skenario 4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun
laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Erwin Kresnoadi
M.Si.Med., Sp.An sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam
melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman-
teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini.
Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-
kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena
kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun
laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.
Mataram, 27 September 2015
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………. 1
Daftar Isi ……………………………………………………………………….. 2
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Skenario………………………………………………………………... 3
1.2. Learning Objective (LO)……………..………………………….……...3
1.3. Mind Map……………………………………………………………… 4
BAB II : PEMBAHASAN
1.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran………………………….. 5
1.2. Tes Fungsi Pendengaran………………………………………………. 11
1.3. Presbikusis…………………………………………………………..... 20
1.4. Noise induced hearing loss…………………………………………….. 22
1.5. Meniere’s disease….………………………..………………………… 30
1.6. Otosklerosis…………….……..……………………………………… 34
1.7. Gangguan pendengaran akibat obat ototoksik……………………… 41
1.8. Analisis Skenario……………………………………………………. 46
BAB III : PENUTUP…………………………………………………………… 47
Daftar Pustaka…………………………………………………………………... 48
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. SKENARIO
Telingaku Berdenging lagi
Laki-laki, 60 tahun, berobat ke poli klinik umum sebuah Puskesmas mengeluhkan
kedua telinganya berdenging sejak 1 minggu. Keluhan ini sudah dirasakan beberapa
kali, tetapi hilang sendiri. Keluhan yang saat ini dirasakan tidak berkurang malah
makin parah. Pasien mengeluh pusing berputar. Pasien bekerja sebagai buruh
tambang dengan tugas memecah batu. Dari pemeriksaan fisik telinga didapatkan
membran timpani kanan dan kiri dalam batas normal. Dokter menyarankan untuk
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis.
1.2. LEARNING OBJECTIVES
1. Presbikusis
2. Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
3. Meniere’s disease
4. Otosklerosis
5. Gangguan pendengaran akibat obat-obatan ototoksik
6. Safe noise exposure time
7. Analisis skenario
3
1.3. MIND MAP
4
Laki-laki 60 thn, pemecah batu, telinga sering berdenging sejak 1 minggu, pusing berputar, berdenging tambah parah
-Presbikusis-Noise Induced Hearing Loss (NIHL)-Meniere’s disease-Otosklerosis-Gangguan pendengaran akibat obat-obatan ototoksik
Pemeriksaan lanjutan
Pemeriksaan lanjutan
Diagnosis Banding
Definisi Penyebab
Tatalaksana
Komplikasi
Prognosis
Anamnesis Pemeriksaan fisik
Diagnosis kerja
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. ANATOMI dan FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral
dari membran timpani.
Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke
arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga
lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang
melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan
berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang
sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz.
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah
terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari
batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak
medial dari membran timpani dan hipotimpanum terletak kaudal dari membran
timpani.
Gambar 2.1 Anatomi Telinga
Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani, rangkaian
tulang pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap bundar.
Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah anteromedial,
5
mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam, sehingga besar energi
suara yang masuk dibatasi.
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari
telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi
akan diamplifikasi melalui perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap lonjong,
daya ungkit tulang pendengaran dan bentuk spesifik dari membran timpani. Meskipun
bunyi yang diteruskan ke dalam koklea mengalami amplifikasi yang cukup besar,
namun efisiensi energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi walaupun
intensitas bunyi yang diterima sampai 130 dB.
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia akan
muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek bilateral
dengan sisi homolateral lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi melindungi koklea,
efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz dengan masa latensi 10 mdet dengan daya
redam 5-10 dB. Dengan demikian dapat dikatakan telinga mempunyai filter terhadap
bunyi tertentu, baik terhadap intensitas maupun frekuensi.
Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran. Telinga
dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena bentuknya
yang kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah sempurna dan
hanya mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang temporal. Telinga
dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin
tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis
( ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri
dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan kohlea.
Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang dengan
ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm. Dinding medial menghadap ke
meatus akustikus internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding medial terdapat dua
cekungan yaitu
spherical recess untuk sakulus dan eliptical recess untuk utrikulus. Di bawah eliptical
recess terdapat lubang kecil akuaduktus vestibularis yang menyalurkan duktus
endolimfatikus ke fossa kranii posterior diluar duramater.
6
Di belakang spherical recess terdapat alur yang disebut vestibular crest. Pada
ujung bawah alur ini terpisah untuk mencakup recessus kohlearis yang membawa
serabut saraf kohlea kebasis kohlea. Serabut saraf untuk utrikulus, kanalis
semisirkularis superior dan lateral menembus dinding tulang pada daerah yang
berhubungan dengan N. Vestibularis pada fundus meatus akustikus internus. Di
dinding posterior vestibulum mengandung 5 lubang ke kanalis semisirkularis dan
dinding anterior ada lubang berbentuk elips ke skala vestibuli kohlea.
Anatomi Telinga Dalam
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior
dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Bentuknya seperti dua
pertiga lingkaran dengan panjang yang tidak sama tetapi dengan diameter yang
hampir sama
sekitar 0,8 mm. Pada salah satu ujungnya masing-masing kanalis ini melebar disebut
ampulla yang berisi epitel sensoris vestibular dan terbuka ke vestibulum.
Ampulla kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan pada masing-
masing ujung anterolateralnya, sedangkan ampulla kanalis posterior terletak dibawah
dekat lantai vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior yang tidak mempunyai
ampulla bertemu dan bersatu membentuk crus communis yang masuk vestibulum
pada dinding posterior bagian tengah. Ujung kanalis lateralis yang tidak memiliki
ampulla masuk vestibulum sedikit dibawah cruss communis.
Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang hampir sama yaitu
bidang miring ke bawah dan belakang dengan sudut 30 derajat terhadap bidang
horizontal bila orang berdiri. Kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap kanal ini
sehingga kanalis superior sisi telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior
telinga kanan demikian pula dengan kanalis posterior telinga kiri sejajar dengan
kanalis superior teling kanan.
Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang
sekitar 35 mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala
timpani dan skala vestibuli berisi cairan perilimfa dengan konsentrasi K+4 mEq/l dan
Na+139 mEq/l. Skala media berada dibagian tengah, dibatasi oleh membran reissner,
7
membran basilaris, lamina spiralis dan dinding lateral, berisi cairan endolimfa dengan
konsentrasi K+144 mEq/l dan Na + 13 mEq/l. Skala media mempunyai potensial
positif (+ 80 mv) pada saat istirahat dan berkurang secara perlahan dari basal ke
apeks.
Kohklea
Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di bagian
basal dan melebar sampai 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk seperti spiral. Beberapa
komponen penting pada organ corti adalah sel rambut dalam, sel rambut luar, sel
penunjang Deiters, Hensen’s, Claudiu’s, membran tektoria dan lamina retikularis.
Sel-sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang terdiri dari 3 baris sel rambut luar
yang terletak lateral terhadap terowongan yang terbentuk oleh pilar-pilar Corti, dan
sebaris sel rambut dalam yang terletak di medial terhadap terowongan. Sel rambut
dalam yang berjumlah sekitar 3500 dan sel rambut luar dengan jumlah 12000
berperan dalam merubah hantaran bunyi dalam bentuk energi mekanik menjadi
energi listrik.
Vaskularisasi telinga dalam
Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A. Cerebelaris
anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis. Arteri ini masuk ke
meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan A.
Kohlearis communis yang bercabang pula menjadi A. Kohlearis dan A.
Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus
dan sebagian duktus semisirkularis. A.Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah
putaran basal kohlea terpisah menjadi cabang terminal vestibularis dan cabang
kohlear. Cabang vestibular memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis
semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlear memperdarahi ganglion
spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan
mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan didalam kohlea mengitari
modiolus .
8
Gambar 2.2 Vaskularisasi telinga dalam
Vena dialirkan ke V.Labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau
sinus sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke
sinus petrosus superior dan inferior.
Persarafan telinga dalam
N.Vestibulokohlearis (N.akustikus) yang dibentuk oleh bagian kohlear dan
vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar N.Fasialis
dan masuk batang otak antara pons dan medula. Sel-sel sensoris vestibularis
dipersarafi oleh N.Kohlearis dengan ganglion vestibularis (scarpa) terletak didasar
dari meatus akustikus internus. Sel-sel sensoris pendengaran dipersarafi N.Kohlearis
dengan ganglion spiralis corti terletak di modiolus.
Gambar 2.3 Persarafan telinga dalam
9
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran adalah membran
tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga struktur penting tersebut sangat
berperan dalam proses mendengar. Pada bagian apikal sel rambut sangat kaku dan terdapat
penahan yang kuat antara satu bundel dengan bundel lainnya, sehingga bila mendapat
stimulus akustik akan terjadi gerakan yang kaku bersamaan. Pada bagian puncak
stereosillia terdapat rantai pengikat yang menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan
stereosilia yang lebih rendah, sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan stereosilia akan
mendorong gabungan-gabungan yang lain, sehingga akan menimbulkan regangan pada rantai
yang menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan terbukanya
kanal ion pada membran sel, maka terjadilah depolarisasi. Gerakan yang berlawanan arah
akan mengakibatkan regangan pada rantai tersebut berkurang dan kanal ion akan menutup.
Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa dan endolimfa yang menunjang
terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea disebut koklea mikrofonik, berupa
perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi sebagai pembangkit pembesaran
gelombang energi akustik dan sepenuhnya diproduksi oleh sel rambut luar.
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan amplitudo
maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus yang diterima. Gerak
gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi berfrekuensi tinggi (10 kHz)
mempunyai pergeseran maksimum pada bagian basal koklea, sedangkan stimulus
berfrekuensi rendah (125 kHz) mempunyai pergeseran maksimum lebih kearah apeks.
Gelombang yang timbul oleh bunyi berfrekuensi sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian
apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi sangat rendah dapat melalui bagian basal maupun
bagian apeks membran basilaris. Sel rambut luar dapat meningkatkan atau mempertajam
puncak gelombang berjalan dengan meningkatkan gerakan membran basilaris pada frekuensi
tertentu. Keadaan ini disebut sebagai cochlear amplifier.
10
Gambar 2.4 Skema fisiologi pendengaran
Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh telinga
luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran tersebut melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi
getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam dan di proyeksikan pada
membran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran.
1.2. TES FUNGSI PENDENGARAN
A. Tes sederhana/klasik : tes arloji, tes berbisik, tes garpu tala
1. Tes Berbisik
Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana
kata-kata itu mengandung huruf lunak danhuruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak
11
penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-
kata yangdibisikan dengan benar.Pada orang normal dapat mendengar80% dari kata-kata yang
dibisikkan pada jarak 6 s/d 10meter.Apabila kurang dari 5 ± 6 meter berarti ada
kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan
huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bilatak dapat mendengar kata-kata dengan huruf
desis berarti tuli persepsi.Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar
ditesdengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normaldapat mendengar
suara konversasi pada jarak 200 meter
Penilaian (menurut Feldmann) :
Normal : 6-8 m
Tuli ringan : 4 - <6m
Tuli sedang : 1 - <4 m
Tuli berat : 25 cm - <1 m
Tuli Total : <25 cm
1. Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
a) Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya
tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus).
Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan
didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih
dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat
mendengarnya
b) Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya
secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala
didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah
bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari
pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif
12
jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras.
Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus
eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
1. Normal : tes rinne positif
2. Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
3. Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I
yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal
dari pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan
garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki
garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum
mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia
sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum
mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita
memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
2. Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran
tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu:
membunyikan garputala512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis
horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih
keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka
terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak
mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
13
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga
akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau
cavum timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan
atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran
akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut
lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
1. Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
2. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan
ebih hebat.
3. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di
dengar sebelah kanan.
4. Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada
sebelah kanan.
5. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.
3. Test Swabach
Tujuan : Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa
(normal) dengan probandus.
Dasar :
Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang
datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo
temporale
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin
melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala
tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala
itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya
14
(pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar
suara, atau tidak mendengar suara.
Interpretasi :
Bila terdengar lebih keras ke salah satu telinga : lateralisasi ke telinga tersebut
Bila tdk dapat dibedakan ke arah mana yg lebih keras : tidak ada lateralisasi
Normal : tdk ada lateralisasi
Tuli konduktif : lateralisasi ke telinga yang sakit
Tuli sensorineural : lateralisasi ke telinga yang sehat
4. Tes Bing ( Tes Oklusi)
Cara pemeriksaan :
Tragus telinga yang diperiksa ditekan (ditutup) sehingga terdapat tuli konduktif kira2
30 Db.
Penala digetarkan, diletakkan di tengah kepala seperti pada tes weber
Interpretasi:
Lateralisasi ke telinga yang ditutup à telinga normal atau tuli saraf
Tidak ada lateralisasi ke telinga yang ditutup (yang diperiksa) à telinga tersebut tuli
konduktif
B. Pemeriksaan pendengaran subjektif : audiometri dan timpanometri
1. Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat
ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
a. Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
15
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi
kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level
pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri,
maka derajat ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri
diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau
seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman
pendngaran. Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara,
audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
1) Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000,
4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan
disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa
pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui
hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan
didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram
ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran
audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar
20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri. Telinga
manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz.
Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan
sehari-hari. Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien
pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda.
Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri
dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala
skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan
adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction
menggambarkan SNHL.
16
Tabel 2.1 Klasifikasi kehilangan pendengaran
Kehilangan
dalam Desibel
Klasifikasi
0-15 Pendengaran normal
>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali
2) Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih
yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk
mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir
sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran
digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut
dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan
dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang
diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam
atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer
tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan
apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin
dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase
kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini
dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-
kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag
diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi
kemampuan pendengaran yaitu :
17
a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang
dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut
persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi
(fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi
tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata
yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan
demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas
pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh
diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas
artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat
menirukan kata-kata dengan tepat.
Kriteria orang tuli :
a. Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
b. Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
c. Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
d. Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih
memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar
(ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga
bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus
pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi
tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu
penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan
konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila
mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum
dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak
18
(ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang
gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang pendengaran.
3) Timpanometri
Definisi : pengukuran tekanan telinga yang berhubungan dengan tuba saluran
eustachius pada membran tImpani, deteksi kehilangan pendengaran, instrumen
diagnostik
Tujuan, mengetahui:
Compliance/mobilitas membrana timpani
Tekanan pada telinga tengah
Volume canalis auditorius eksterna
Hasil à timpanogram
Klasifikasi timpanogram :
tipe A (normal)
type B (menunjukkan adanya cairan di belakang membrana timpani)
tipe C (menunjukkan adanya disfungsi tuba eustachius)
Berguna untuk diagnosis dan follow-up penyakit pada telinga tengah (aling sering :
otitis media pd anak-anak)
C. Pemeriksaan pendengaran objektif : BERA
BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)
Bersifat objektif dan non-invasif. Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai
potensial listrik di otak setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi.
Pemeriksaan BERA dpt dilakukan pada : bayi, anak dengan gangguan sifat dan
tingkah laku, retardasi mental, cacat ganda, dan kesadaran menurun. Pada orang
dewasa dapat digunakan untuk memeriksa orang yang berpura-pura tuli atau ada
kecurigaan tuli saraf retrokoklea
19
1.3. PRESBIKUSIS
Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai
usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada
frekuensi 1000 Hz atau lebih.
Etiologi
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi.
Diduga kejadian presbikusismempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter,
pola makan, metabolism, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat
multifactor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek
kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut di atas.
Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Progresifitas penurunan
pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat
dibandingkan dengan perempuan.
Patologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N. VIII. Pada
koklea perubahan yang mencolok ialah atropi dan degenerasi sel-sel rambut
penunjang pada organ Corti. Proses atropi disertai dengan perubahan vascular juga
terjadi pada stria vascularis. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya
jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin
akson saraf.
Klasifikasi
Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi, Schuknecht dkk menggolongkan
presbikusis menjadi 4 jenis yaitu,
1. Sensorik
2. Neural
3. Metabolik ( strial presbycusis) dan
4. Mekanik (cochlear presbycusis).
20
Menurut penelitian prevalensi terbanyak adalah jenis metabolic (34,6%).
Sedangkan prevalensi jenis lainnya adalah neural 30,7%, mekanik 22,8%, dan
sensorik 11,9%.
Jenis Patologi
1. Sensorik Lesi terbatas pada koklea. Atropi
organ Corti, jumlah sel-sel rambut
dan sel-sel penunjang berkurang
2. Neural Sel-sel neuron pada koklea dan
jaras auditorik berkurang
3. Metabolik (strial presbycusis) Fungsi sel dan keseimbangan
biokimia/bioelektrik koklea
berkurang
4. Mekanik (cochlear presbycusis) Terjadi perubahan gerakan
mekanik duktus koklearis. Atrofi
ligamentum spiralis. Membran
basilaris lebih kaku
Manifestasi Klinis
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara
perlahan-lahan dan progresifm simetris pada kedua telinga. Kapan berkuranganya
pendengaran tidak diketahui pasti.
Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinnitus nada tinggi). Pasien dapat
mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila ucapan
dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang bising (cocktail party deafness).
Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan
oleh faktor kelelahan saraf (recruitment).
Penegakan Diagnosis
Dengan pemeriksaan otoskopik, tampak membrane timpani suram, mobilitasnya
berkurang. Pada tes penala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometric
nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris. Pada
21
tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz.
Gambaran ini khas pada presbikusis jenis sensori dan neural.
Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolic dan mekanik lebih
mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada
semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih
rendah. Pemeriksaan audiometric turut menunjukkan adanya gangguan diskriminasi
wicara (speech discrimination). Keadaan ini jelas terlihat pada persbikusis jenis
neural dan koklear.
Tatalaksana
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan
pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Adakalanya pemasangan alat bantu
dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading) dan
latihan mendengar (auditory training); proses penelitian tersebut dilakukan bersama
ahli terapi wicara (speech therapist).
1.4. Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
Definisi
Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL )
adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang
cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Tuli akibat bising
merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah
presbikusis.
Etiologi
Paparan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan
biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.
Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari NIHL diduga berupa adanya stres mekanis dan
metabolik pada organ sensorik auditorik bersamaan dengan kerusakan sel sensorik
atau bahkan kerusakan total organ Corti di dalam koklea. Kehilangan sel sensorik
pada daerah yang sesuai dengan frekuensi yang terlibat adalah penyebab NIHL yang
22
paling penting. Kepekaan terhadap stres pada sel rambut luar ini berada dalam kisaran
0-50 dB, sedangkan untuk sel rambut dalam di atas 50 dB. Biasanya dengan
terjadinya TTS, ada kerusakan bermakna pada sel rambut luar. Frekuensi yang sangat
tinggi lebih dari 8kHz memengaruhi dasar koklea.
Proses Mekanis
Berbagai proses mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan sel rambut akibat
pajanan terhadap bising meliputi:
1. Aliran cairan yang kuar pada sekat koklea dapat menyebabkan robeknya
membran Reissner sehingga cairan dalam endolimfe dan perilimfe bercampur
yang mengakibatkan kerusakan sel rambut.
2. Gerakan membran basilar yang kuat dapat menyebabkan gangguan organ
Corti dengan pencampuran endolimfe dan kortilimfe yang mengakibatkan
kerusakan sel rambur.
3. Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat langsung merusak sel rambut
dengan melepaskan organ Corti atau merobek membran basiler
Proses di atas biasanya dapat dilihat pada pajanan terhadap bising dengan intensitas
tinggi dan NIHL terjadi dengan cepat.
Proses metabolik
Proses metabolik yang dapat merusak sel rambut akibat pajanan bising meliputi:
1. Pembentukan vesikel dan vakuol di dalam reticulum endoplasma sel rambut
serta pembengkakan mitokondria dapat berlanjut menjadi robekan membran
sel dan hilangnya sel rambut.
2. Kehilangan sel rambut mungkin disebabkan kelelahan metabolic akibat
gangguan sistem enzim yang esensial untuk produksi energi, biosintesis
protein, dan pengangkutan ion.
3. Cedera stria vaskularis menyebabkan gangguan kandungan kadar Na, K, dan
ATP. Hal ini menyebabkan hambatan proses transport aktif dan pemakaian
energi oleh sel sensorik. Kerusakan sel sensorik menimbulkan lesi kecil pada
membran reticular bersamaan dengan percampuran cairan endolimfe dan
kortilimfe serta perluasan kerusakan sel sensorik lain.
23
4. Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan membutuhkan energi yang
lebih besar sehingga menjadi lebih rentan terhadap cedera akibat iskemia.
5. Mungkin terdapat interaksi sinergis antara bising dengan pengaruh lain yang
merusak telinga.
Daerah organ Corti sekitar 8 hingga 10 mm dari ujung basal (sesuai dengan
daerah 4 kHz pada audiogram) dianggap sebagai daerah yang secara khas rentan
terhadap kebisingan. Walaupun penjelasan mengenai cekungan 4 kHz yang paling
mungkin adalah adanya ciri resonansi saluran telinga, penyebab lain juga telah
dikemukan. Hal ini meliputi: daerah 4 kHz mungkin lebih rentan karena insufisiensi
vaskular akibat bentuk anatomis yang tidak biasa di daerah ini dan amplitude
pemindahan di dalam saluran koklea mulai terbentuk di daerah 4 kHz saat kecepatan
perambatan gelombang yang berjalan masih cukup tinggi dan struktur anatomi koklea
menyebabkan pergeseran cairan pada daerah 4 kHz.
Efek pendengaran lain akibat bising
Tinitus (suara berdenging di dalam telinga) biasanya timbul segera setelah
pajanan terhadap bising dan dapat menjadi permanen pada pajanan yang terus
berlangsung. Tinitus akibat pajanan terhadap bising biasanya bernada tinggi. Vertigo
hanya timbul setelah mengalami pajanan yang amat kuat. Vertigo sementara
dijelaskan sebagai vertigo yang erjadi setelah pajanan terhadap bising dari suara
mesin jet yang berbunyi, Vertigo sementara atau permanen dapat terjadi setelah
ledakan senjata api. Vertigo tidak terjadi pada pajanan industry biasa. Presbiakusis
akibat usia lanjut timbul pada frekuensi tinggi adalah tambahan bagi NIHL.
Safe noise exposure time
Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor
bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time
weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit
atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8
jam sehari atau 40 jam seminggu. Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja
yang bersifat fisika yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan,
24
getaran, gelombang mikro, sinar ultra ungu, dan medan magnet. NAB kebisingan
ditetapkan sebesar 85 decibel A (dBA).
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Lama pajanan per hari Intensitas dalam dB Jenis suara
Jam 24
16
8
4
2
1
80
82
85
88
91
94
Bising lalu lintas
Pemotong rumput
Menit 30
15
7,50
3,75
1,88
0,94
97
100
103
106
109
112
Sepeda motor
Mesin penghilang salju
Detik 28,12
14,06
7,03
3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11
115
118
121
124
127
130
133
136
139
Konser lagu rock metal
Pukulan palu, industri berat
Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB walaupun sesaat. Contoh kebisingan pada
140dB adalah suara tembakan senapan dan senjata api otomatis.
Gejala Klinis
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech
discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat
25
menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi
dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak
didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan
gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman
pendengaran dan konsentrasi. Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising
(noise induced hearing loss) adalah:
Bersifat sensorineural
Hampir selalu bilateral
Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat (profound hearing loss).
Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.
Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan
pendengaran yang signifikan.
Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000
dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi
4000 Hz.
Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000
dan 6000Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15
tahun.Selain pengaruhterhadap pendengaran ( auditory ), bising yang
berlebihan juga mempunyaipengaruh non auditory seperti pengaruh
terhadap komunikasi wicara, gangguankonsentrasi, gangguan tidur sampai
memicu stress akibat gangguan pendengaranyang terjadi.
Diagnosis
Pada anamnesis riwayat panyakit sekarang, dipertanyakan dahulu kualitas dan
kuantitasnya, lokasi, dan lamanya Ditanyakan apakah berdengingnya mengganggu
atau bertambah berat pada waktu siang atau malam hari, gejala-gejala lain yang
menyertai, misalnya vertigo atau gangguan pendengaran serta gejala neurologic lain.
Ditanyakan apakah berdengingnya pada satu telinga atau keduanya, apakah
mengganggu aktifitas sehari-hari. Apakah pasien pernah mengkonsumsi atau lagi
mengkonsumsi obat yang ototoksik seperti aminoglikosida, eritomisin, loop diuretics,
ibat antiinflamasi seperti aspirin, obat anti malaria kina atau klorokuin, dan lain-lain.
26
Bagaimana dengan kebiasaan sehari-hari seperti merokok dan minum kopo. Pasien
juga hendaknya ditanyakan tentang riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma
akustik, riwayat infeksi telinga dan operasi telinga. Riwayat penyakit dahulu seperti
apakah sebelum ini pernah mengalami masalah yang sama. Jika ada, ditanyakan
kapan, berapa lama dan apakah pernah berobat. Riwayat penyakit keluarga juga
dipertanyakan seperti apakah dalam keluarga ada anggota keluarga yang mempunyai
masalah tuli dan jika ada siapa dan sejak kapan.
Riwayat pekerjaan pasien juga ditanyakan seperti:
- Sudah brapa lama bekerja?
- Riwayat pekerjaan sebelumnya?
- Alat kerja, bahan kerja, dan proses kerja?
- Barang yang diproduksi/dihasilkan?
- Kemungkinan pajanan yang dialami?
- APD yang dipakai? Sudah berapa lama? Apakah masih bagus atau tidak?
- Apakah ada hubungan gejala dan waktu kerja?
- Apakah pekerja lain ada yang mengalami masalah yang sama?
Pemeriksaan fisik
Pertama dilakukan pemeriksaan tanda vital pasien seperti tekanan darah,
denyut nadi, laju pernafasan dan suhu tubuh. Setelah itu dilakukan pemeriksaan
umum dari atas kepala hingga ke kaki. Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik telinga
hindung dan tenggorokan (THT) serta otoskopi harus dilakukan. Juga dilakukan
pemeriksaan penala. dan pemeriksaan ini harus menyingkirkan adanya serumen,
infeksi, dan perforasi membran timpani.
Pemeriksaan penunjang: Audiometri Nada Murni
Audiometri nada murni (pure tone audiometry, PTA) penting sekali pada
NIHL baik untuk penyaringan (konduksi udara) dan diagnosis (konduksi tulang dan
udara). Selama pemeriksaan PTA, nada murni disampaikan menuju telinga melalui
earphone yang sesuai. Frekuensi yang diperiksa antara 125-8kHz (tes dilakukan
minimal pada frekuensi 0, 5, 1, 2, 3, 4, dan 6 kHz) pada intensitas 0-120 dB
ditingkatkan etiap 5 dB. Terdapat ambang batas intensitas nada murni yaitu nada di
27
atas ambang tersebut akan terdengar dan sebaliknya, nada di bawah ambang tersebut
tidak akan terdengar. Namun, hasil pemeriksaan dapat berbeda pada waktu
pemeriksaan yang berbeda dipengaruhi ketrampilan operator alat, motivasi pekerja,
dan adanya bising di sekitar tempat pemeriksaan.
Gambar 2.5 Contoh hasil test audiometric nada murni yang menunjukkan hasil sinyal tes konduksi
udara dan konduksi tulang
Pemeriksaan tempat kerja: Kebisingan
Untuk menunjang bahwa masalah yang dialami pasien adalah disebabkan
kebisingan ditempat kerja dilakukan pengukuran tingkat kebisingan dengan
menggunakan sejumlah alat ukur tingkat kebisingan dengan berbagai tingkat
ketelitian. Alat ukur kebisingan adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
kebisingan dan memiliki tida jenis dasar:
- Alat ukur keperluan umum:
Relatif murah
Cukup teliti untuk mengidentifikasi area yang bermasalah dengan
kebisingan
- instrumen kualitas 1:
Memberikan pembacaan teliti yang dapat digunakan dalam tindakan
pengendalian kebisingan
28
Bisa mengikutsertakan fasilitas untuk menganalisis pita gelombang
(wave band analysis) dan memadukan tingkat eksposur
Cukup mahal namun dibutuhkan jika pengukuran kebisingan secara
teratur perlu dilakukan.
- Instrument presisi (precission instrument)
Mengukur sejumlah fungsi-fungsi kebisingan
Memberikan pembacaan yang sangat teliti
Kerap disambungkan ke instrument pencatat yang mengukur tingkat
kebisingan dalam satu periode waktu
Sangat mahal dan memerlukan keahlian khusus untuk
menggunakannya
Dosimeter diperlukan untuk mengukur eksposur terhadap kebisingan harian:
- Berupa instrument kecil yang dikenakan oleh pekerja
- Terdiri atas alat pencatat kecil dan mikrofon yang disematkan pada kerah baju
di dekat telinga
- Mengukur dan mencatat tingkat kebisingan setiap menit dalam satu giliran-
kerja
- Instrument sederhana yang memadukan pembacaan untuk memberikan
pemajanan bising harian TWA
Pajanan Yang Dialami
Dalam langkah ini ditentukan pajanan kebisingan yang dialami saat ini dan
sebelumnya dan ini didapatkan terutama dari anamnesis yang teliti dan adalah lebih
baik jika ada pengukuran lingkungan pasien.
Tatalaksana
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari
lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat
pelindung teliga terhadap bising seperti sumbat telinga, tutup telinga dan pelindung
kepala.
Oleh karena NIHL adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap
(irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan
29
berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu
dengan / ABD (hearing aid). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk,
sehingga pemakaian ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu
dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran
(auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengarannya dengan ABD
secara effisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik, dan
gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di samping
itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara
juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama
percakapan. Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat
dipertimbangkan untuk pemasanagn implant koklea (cochlear implant).
1.5. MENIERE’S DISEASE
DEFINISI
Penyakit Menier adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui,
dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu berkurangnya pendengaran secara
progresif., tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.
Pengertian vertigo berasal dari bahasa Yunani, vertere, yang artinya memutar.
Pengertian vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat
gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu
gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala
somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan
pusing.
Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar
bunyi, namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal
dari tubuh penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus hanya merupakan gejala,
bukan penyakit, sehingga harus di ketahui penyebabnya.
30
ETIOLOGI
Penyebab penyakit Meniere tidak diketahui namun terdapat berbagai
teori,termasuk :
pengaruh neurokimia hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju ke
labirin
gangguan elektrolit dalam cairan labirin
reaksi alergi
gangguan autoimun
PATOFISIOLOGI
Terjadi ketidakseimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang disebabkan
oleh malapsorbsi dalam sakus endolimfatikus. Namun, ada bukti menunjukkan bahwa
banyak orang yang menderita penyakit Meniere mengalami sumbatan pada duktus
endolimfatikus. Apapun penyebabnya, selalu terjadi hidrops endolimfatikus, yang
merupakan pelebaran ruang endolimfatikus. Baik peningkatan tekanan dalam sistem
ataupun ruptur membran telinga dalam dapat terjadi dan menimbulkan gejala
Meniere.
GAMBARAN KLINIS
Dikenal istilah ”Classic Meniere’s” yang berhubungan dengan empat gejala
berikut :
Vertigo yang episodik (baik sensasi maupun gerakan) atau pusing
Fluktusasi, progresif, penurunan pendengaran pada unilateral (satu telinga)
atau bilateral (kedua telinga), biasanya jarang terjadi
Tinitus unilateral atau bilateral (persepsi suara, selalu berdenging, bergemuruh
atau berangin)
Rasa penuh atau tekanan pada satu atau kedua telinga.
Penyakit Menier umumnya diawali dengan satu gejala dan berlangsung progresif.
Diagnosa bisa ditegakkan walau tidak disertai empat gejala di atas. Serangan vertigo
bisa mendadak dan tidak terduga. Pada beberapa pasien, serangan vertigo bisa terjadi
31
dalam beberapa jam sampai beberapa hari, serta bisa disertai peningkatan tinitus
bahkan sampai menetap, juga berdampak pada penurunan pendengaran. Dampak
pendengaran bisa terjadi setelah serangan, biasanya semakin memburuk. Serangan
vertigo umumnya disertai mual, muntah dan berkeringat.
Beberapa penderita mengeluhkan ”drop attacks” – mendadak, serangan pusing
atau vertigo bisa terjadi dalam keadaan berdiri kemudian terjatuh. Penderita juga
mengeluhkan perasaan pulsasi (berdenyut). Beberapa diantaranya merasakan sulit
berdiri kembali pada saat kejadian, sampai serangan berakhir atau bila telah diberi
obat. Hal itu memungkinkan terjadi trauma saat terjatuh.
Pada keluhan penurunan pendengaran, suara dapat didengar kecil hingga
mengganggu dan penderita sangat sensitif dengan suara (hiperacusis). Beberapa
penderita terdapat nistagmus atau gerakan mata yang tidak terkontrol, biasanya terjadi
horisontal, dimana sebagai akibat dari kehilangan keseimbangan gerakan bola mata.
Gejala lainnya dikenal sebagai ”brain fog” (kehilangan ingatan jangka pendek
yang menetap, lupa ingatan dan kebingungan), haus, penurunan kesadaran, sakit
kepala, gangguan penglihatan dan depresi. Gejala – gejala tersebut biasanya sering
bahkan bisa mengarah gejala kronik.
DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik biasanya normal kecuali pada evaluasi nervus cranial ke VIII.
Garputala (uji weber) akan menunjukkan lateralisasi ke sisi berlawanan dengan
sisi yang mengalami kehilangan pendengaran (sisi yang terkena penyakit
Meniere).
Audiogram biasanya menunjukkan kehilangan pendengaran sensorineural pada
telinga yang sakit. Kadang audiogram dehidrasi dilakukan di mana pasien diminta
meminum zat penyebab dehidrasi, seperti gliserol atau urea, yang secara teoritis
dapat menurunkan jumlah hidrops endolimfe.
Elektrokokleografi menunjukkan abnormalitas pada 60% pasien yang menderita
penyakit meniere.
Elektronistagmogram bisa normal atau menunjukkan penurunan respons
vestibuler.
32
CT scan atau MRI kepala
Elektroensefalografi
Stimulasi kalorik
PENATALAKSANAAN
Terapi dianjurkan untuk menangani gejala segera dan mencegah rekurensi.
Dokter merekomendasikan terapi vestibular, terapi tinitus, mengurangi stres, terapi
bagi yang mengalami penurunan pendengaran, serta obat – obatan untuk
mengantisipasi mula dan gejala lain dari vertigo,Untuk meringankan vertigo bisa
diberikan scopolamin, antihistamin, barbiturat atau diazepam.
Beberapa saran diet makanan dapat mengurangi frekuensi sindrom Menier.
Penderita umumnya dianjurkan untuk mengkonsumsi rendah sodium 1-2 gram (1000-
2000 mg), tetapi yang terjadi biasanya diet di bawah 400 mg. Penderita juga
disarankan menghindari kafein, alkohol dan tembakau, karena semua bahan tersebut
dapat memicu sindrom Menier. Bahan lain yang dianjurkan untuk dihindari
diantaranya Aspartam.
Penderita biasanya diberikan diuretik sedang (terkadang dengan vitamin B6).
Kebanyakan penederita yang memiliki alergi sangat dimungkinkan dapat
menginduksi sindrom Menier. Perempuan hamil dan yang sedang
mengalami haid bisa terjadi peningkatan gejala, kemungkinan dikarenakan
peningkatan retensi cairan. Dokter juga merekomendasikan
pemberian Lipoflavonoid sebagai terapi.
Terapi dapat dilakukan dengan mengurangi tekanan pada telinga dalam dengan
pemberian antihistamin, antikolinergik, steroid dan diuretik. Anjuran medis untuk
mensuplai transtympanic micropressure menunjukkan hasil yang baik dalam
penanggulangan sindrom Menier.
Pembedahan direkomendasikan bila pengobatan medikamentosa tidak dapat
menanggulangi vertigo. Juga dapat dilakukan suntikan steroid di daerah belakang
telinga atau pembedahan untuk dekompresi kantung endolimf. Pembedahan destruksi
33
permanen sistem keseimbangan bisa dilakukan bila hanya terkena unilateral. Hal ini
dapat dilakukan dengan labyrinthectomy kimia, dimana obat (gentamicin) bekerja
untuk membunuh aparatus vestibular yang disuntikan ke dalam telinga tengah.
Nervus yang menginduksi gejala dapat dipotong (neurectomy vestibular), atau
pembedahan pada bagian telinga tengah (labyrinthectomy).
Terapi – terapi tersebut dapat mengurangi vertigo, tetapi dikarenakan bisa
berdampak pada kerusakan, maka terapi – terapai tersebut digunakan sebagai
alternatif terakhir. Sistem keseimbangan dapat kembali normal setelah melalui
prosedur terapi yang benar, namun penurunan pendengaran dapat terjadi kemudian.
1.6. OTOSKLEROSIS
Definisi
Otosklerosis adalah penyakit primer dari tulang-tulang pendengaran dan
kapsul tulang labirin. Proses ini menghasilkan tulang yang lebih lunak dan berkurang
densitasnya (otospongiosis). Gangguan pendengaran disebabkan oleh pertumbuhan
abnormal dari spongy bone-like tissue yang menghambat tulang- tulang di telinga
tengah, terutama stapes untuk bergerak dengan baik. Pertumbuhan tulang yang
abnormal ini sering terjadi di depan dari fenestra ovale, yang memisahkan telinga
tengah dengan telinga dalam. Normalnya, stapes yang merupakan tulang terkecil pada
tubuh bergetar secara bebas mengikuti transmisi suara ke telinga dalam. Ketika tulang
ini menjadi terfiksasi pada tulang sekitarnya, getaran suara akan dihambat menuju ke
telinga dalam sehingga fungsi pendengaran terganggu.
Etiologi
Penyebab dari otosklerosis masih belum diketahui dengan jelas. Pendapat
umum menyatakan bahwa otosklerosis adalah diturunkan secara autosomal dominan.
Ada juga bukti ilmiah yang menyatakan adanya infeksi virus measles yang
mempengaruhi otosklerosis. Hipotesis terbaru menyatakan bahwa otosklerosis
memerlukan kombinasi dari spesifik gen dengan pemaparan dari virus measles
sehingga dapat terlihat pengaruhnya dalam gangguan pendengaran. Beberapa
berpendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan predisposisi pasien
34
untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan di osteoblas pada lesi
sklerotik.
Epidemiologi
Ras
Beberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi pada ras
Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental. Dan sangat
jarang pada orang negro dan suku Indian Amerika. Populasi multiras yang
termasuk Kaukasian memiliki resiko peningkatan insiden terhadap
otosklerosis.
Faktor Keturunan
Otosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yang diturunkan secara
autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak lengkap (hanya berkisar
40%). Derajat dari penetrasi berhubungan dengan distribusi dari lesi
otosklerotik lesi pada kapsul tulang labirin.
Gender
Otosklerosis sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita disbanding
pria. Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati ratio antara
pria:wanita 1:1. Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa pengaruh sex- linked,
jadi rasio 1:1 dapat terjadi. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa
perubahan hormonal selama kehamilan dapat menstimulasi fase aktif dari
otosklerosis, yang menyebabkan peningkatan gambaran klinis kejadian
otosklerosis pada wanita. Onset klinik selama kehamilan telah dilaporkan
sebanyak 10% dan 17%. Risiko dari peningkatan gangguan pendengaran
selama kehamilan atau pemakaian oral kontrasepsi pada wanita dengan
otosklerosis adalah sebesar 25 %. Penjelasan lain yang mungkin akan
peningkatan prevalensi otosklerosis pada wanita adalah bilateral otosklerosis
tampaknya lebih sering pada wanita dibanding pria (89% dan 65 %). Memiliki
dua telinga yang terkena kelihatan akan meningkatkan kunjungan ke klinik.
Sejarah keluarga
35
Sekitar 60% dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki
keluarga dengan riwayat yang sama.
Usia
Insiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertambahnya umur.
Evidence mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada autopsi 0,6 %
individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada pertengahan usia, insiden
ditemukannya adalah 10 % pada orang kulit putih dan sekitar 20% pada
wanita berkulit putih. Baik aktif atau tidak fase penyakitnya, terjadi pada
semua umur, tetapi aktivitas yang lebih tinggi lebih sering terjadi pada mereka
yang berumur kurang dari 50 tahun. Dan aktivitas yang paling rendah
biasanya setelah umur lebih dari 70 tahun. Onset klinikal berkisar antara umur
15-35 tahun, tetapi manifestasi penyakit itu sendiri dapat terjadi paling awal
sekitar umur 6 atau 7 tahun, dan paling lambat terjadi pada pertengahan 50-an.
Predileksi
Menurut data yang dikumpulkan dari studi terhadap tulang temporal, tempat
yang paling sering terkena Otosklerosis adalah fissula ante fenestram yang
terletak di anterior jendela oval (80%-90%). Tahun 1985, Schuknecht dan
Barber melaporkan area dari lesi otosklerosis yaitu:
o tepi dari tempat beradanya fenestra rotundum
o dinding medial bagian apeks dari koklea
o area posterior dari duktus koklearis
o region yang berbatasan dengan kanalis semisirkularis
o kaki dari stapes sendiri
Patofisiologi
Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis
diantara tulang endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi
dari penyakit ini yaitu:
1. Fase awal otospongiotic
36
Gambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan
grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh
darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen pembuluh darah dan dilatasi
dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran kemerahan pada
membran timpani. Schwartze sign berhubungan dengan peningkatan vascular
dari lesi yang mencapai daerah permukaan periosteal. Dengan keterlibatan
osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar
amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan
pembentukkan spongy bone. Penemuan histologik ini dengan pewarnaan
Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse.
2. Fase akhir otosklerotik
3. Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh
osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area resorpsi
sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan
fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu
dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang. Hasil akhirnya adalah
terjadinya tuli konduktif.
Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang
terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli sensorineural
pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil
metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat,
hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu
menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran basal.
Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau campur.
Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih
kontroversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh
Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk
mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis:
1. Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua telinga
2. Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis
37
3. Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi
stapes pada salah satu telinga
4. Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli
sensorineural murni
5. Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi
stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui
6. CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan
demineralisasi dari kapsul koklear
7. Pada timpanometri ada fenomena on-off.
Penegakan Diagnosis
Anamnesis: kehilangan pendengaran dan tinnitus adalah gejala yang utama.
Penurunan pendengaran berlangsung secara progressif dengan angka kejadian
bervariasi, tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi.. Tinnitus merupakan
variasi tersering sebanyak 75 % dan biasanya berlangsung menjadi lebih
parah seiring dengan derajat tingkat penurunan pendengaran. Umumnya,
dizziness dapat terjadi. Pasien mungkin mendeskripsikan seperti vertigo,
pusing yang berputar, mual dan muntah. Dizziness yang hanya diasosiasikan
dengan otosklerosis terkadang menunjukan proses otosklerosis pada telinga
dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk dibedakan dengan kausa lain seperti
sindrom Meniere’s. Pada 60% kasus, riwayat keluarga pasien yang terkena
otosklerosis dapat ditemukan.
Pemeriksaan Fisik: Membran timpani biasanya normal pada sebagian besar
kasus. Hanya sekitar 10% yang menunjukan Schwartze Sign. Pemeriksaan
garputala menunjukan kesan tuli konduktif. ( Rinne negatif ) Pada fase awal
dari penyakit tuli konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses
fiksasi stapes akan memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada
frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat
daripada hantaran udara. Tes Weber menunjukan lateralisasi ke arah telinga
yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih besar. Pasien juga akan
merasa lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis Willisi).
38
Pemeriksaan Penunjang: Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis
didapat dari audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat juga
mixed atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air-
bone gap secara perlahan yang biasanya dimulai dari frekuensi rendah.
Adanya Carhart’s Notch adalah diagnosis secara abstrak dari otosklerosis ,
meskipun dapat juga terlihat pada gangguan konduktif lainnya. Carhart’s
notch adalah penurunan dari konduksi tulang sebanyak 10-30 db pada
frekuensi 2000Hz, diinduksi oleh adanya fiksasi stapes. Carhart’s notch akan
menghilang setelah stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah
50 db untuk otosklerosis, kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas
dari tulang pendengaran. Speech discrimination biasanya tetap normal.
Pada masa pre klinik dari otosklerosis, tympanometri mungkin menunjukan
“on-off” effect, dimana ada penurunan abnormal dari impedance pada awal
dan akhir eliciting signal. Ketika penyakit berlanjut, adanya on-off ini
memberi gambaran dari absennya reflek stapedial. Gambaran timpanogram
biasanya adalah tipe A dengan compliance yang rendah. Walaupun jarang,
gambaran tersebut dapat juga berbentuk kurva yang memendek yang dirujuk
ke pola tipe As.
Fine – cut CT scan dapat mengidentifikasi pasien dengan vestibular atau
koklear otosklerosis, walaupun keakuratannya masih dipertanyakan. CT dapat
memperlihatkan gambaran tulang-tulang pendengaran, koklea dan vestibular
organ. Adanya area radiolusen didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan
pada awal penyakit ini, dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih
lanjut. Hasil yang negative bukan berarti non diagnostik karena beberapa
pasien yang menderita penyakit ini mempunyai kemampuan dibawah dari
metode CT paling canggih sekali.
Tatalaksana
39
Sebanyak 90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah
simptomatik karena lesi barlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada
pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara konduktif
dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih
cepat tergantung pada faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran
akan berhenti stabil maksimal pada 50-60 db.
Amplifikasi
Alat Bantu dengar baik secara unilateral atau bilateral dapat merupakan terapi
yang efektif. Beberapa pasien yang bukan merupakan kandidat yang cocok
untuk operasi dapat menggunakan alat bantu dengar ini.
Terapi Medikamentosa
Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium florida
untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh Shambough yang
memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium
florida. Ion florida membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida
adalah 20-120 mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan florida yang
dikombinasi dengan 400 U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar
teori bahwa vit D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek
samping dapat menimbulakan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan
menguarangi dosis atau menggunakan enteric-coated tablets. Dengan
menggunakan regimen ini, sekitar 50 % menunjukan symptom yang tidak
memburuk, sekitar 30 % menunjukan perbaikan.
Terapi Bedah
Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian dari
fiksasi stapes. Seleksi pasien kandidat utama stapedectomy adalah yang
mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial, yang
dikonfirmasi dengan garputala dan audiometric menunjukan tuli konduktif
atau campur. Speech discrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan
penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari
Air Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan
40
paling maksimal dari operasi. Pasien harus mempunyai resiko anaestesi yang
minimal dan tidak memiliki kontraindikasi.
Indikasi Bedah
o tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi
stapes
o Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis
media kronis (sebagai tahapan prosedur)
o Osteogenesis imperfekta
o beberapa keadaan anomali kongenital
o timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai
tahapan operasi)
1.7. GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT OBAT-OBATAN OTOTOKSIK
Definisi
Ototoksik adalah gangguan yang terjadi pada alat pendengaran yang terjadi
karena efek samping dari konsumsi obat-obatan. Gangguan yang terjadi pada
pendengaran biasanya bermanifestasi menjadi tuli sensoryneural. Yang dapat bersifat
reversibel dan bersifat sementara, atau tidak dapat diubah dan permanen.
Etiologi
Disebabkan oleh obat-obatan ototoksik seperti :
1. Obat-obat golongan aminoglikosida
Tuli yang diakibatkannya bersifat bilateral dan bernada tinggi, sesuai
dengan kehilangan sel-sel rambut pada putaran basal koklea dan dapat juga
terjadi tuli unilateral disertai gangguan vestibular.
Obat-obat tersebut adalah : streptomisin,neomisin,kanamisin, gentamisin,
tobramisin, amikasin dan yang baru adalah netilmisin dan sisomisin.
Gentamisin dan streptomisin merupakan oabat ototoksitas yang paling
sering.
2. Eritromisin41
Gejala pemeberian eritromisin intravena terhadap telinga adalah kurang
pendengaran subjektif tinnitus yang meniup dan kadang-kadang disertai
vertigo. Antibiotic lain seperti vankomisin, viomisin, capreomisin,
minosiklin dapat mengakibatkan atotoksitas bila diberikan pada pasien yang
terganggu fungsi ginjalnya.
3. Loop diureticts
Ethycrynic acid, furosemid dan butamide adalah diuretic yang kuat yang
disebut loop diuretic karena dapat menghambat reabsorbsi elektrolit-
elektrolit dan airpada cabang naik dari lengkungan Henle. Biasanya
gangguan pendengaran yang terjadi ringan, tetapi pada kasus-kasus tertentu
dapat menyebabkan tuli permanen.
4. Obat anti inflamasi
Salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan tuli sensorineural
berfrekuensi tinggi dan tinnitus. Tetepi bila obat dihentikan pendengaran
akan pulih dan tinnitus akan hilang.
5. Obat anti malaria
Kina dan klorokuin adalah anti malaria yang biasa digunakan. Efek
ototoksitasnya berupa gangguan pendengaran dan tinnitus. Tetapi bila
pengobatan dihentikan biasanya pendengaran akan pulih dan tinitusnya akan
hilang.
6. Obat anti tumor
Gejala yang ditimbulkan CIS platinum, sebagai ototoksitas adalah tuli
subjektif, tinnitus dan otalgia, tetapi dapat terjadi juga ganngguan
keseimbangan. Tuli biasanya bilateral dimulai dengan frekuensi antara 6
KHz dan 8 KHz, kemudian terkena frekuensi yang lebih rendah.tinitus
biasanya samar-samar. Bila tuli ringan pada penghentian pengobatan
pendengaran akan pulih, tetapi bila tulinya berat bisa bersifat menetap.
7. Obat tetes telinga
42
Banyak obat tetes telinga mengandung antibiotika golongan aminoglikosid
seperti neomisin dan polimiksin B. terjadinya ketulian oleh karena obat
tersebut bias menembus membrane tingkap bundar (round window
membrane). Walaupun membrane tersebut pada manusia lebih tebal 3x
dibandingkan pada baboon (semacam monyet besar) (± >65 mikron), tetapi
dari hasil penelitian masih dapat ditembus oleh obat-obat
tersebut.sebetulnya obat tetes telinga yang mengandung antibiotika
aminoglikosida diperuntukkan untuk infeksi telinga luar.
Patofisiologi
Toksisitas aminoglikosida terutama target ginjal dan sistem cochleovestibular,
namun tidak jelas ada korelasi antara tingkat nephrotoksisitas dan ototoksisitas.
Toksisitas koklea yang mengakibatkan gangguan pendengaran biasanya dimulai
dalam frekuensi tinggi dan sekunder untuk kerusakan ireversibel luar sel-sel rambut
pada organ Corti, terutama pada pergantian basal koklea. Mekanisme aminoglikosida
ototoxicity diperantarai oleh gangguan sintesis protein mitokondria, dan pembentukan
radikal oksigen bebas. Mekanisme awal aminoglikosida dalam merusak pendengaran
adalah penghancuran sel-sel rambut koklea, khususnya sel-sel rambut luar.
Aminoglikosida muncul untuk menghasilkan radikal bebas di dalam telinga
bagian dalam dengan mengaktifkan nitric oksida sintetase yang dapat meningkatkan
konsentrasi oksida nitrat. Radikal oksigen kemudian bereaksi dengan oksida nitrat
untuk membentuk radikal peroxynitrite destruktif, yang dapat secara langsung
merangsang sel mati. Apoptosis adalah mekanisme utama kematian sel dan terutama
diperantarai oleh kaskade mitokondria intrinsik. Nampaknya aminoglikosida
berinteraksi dengan logam transisi seperti sebagai besi dan tembaga mungkin terjadi
pembentukan radikal bebas tersebut. Akhirnya fenomena ini menyebabkan kerusakan
permanen pada sel-sel rambut luar koklea, yang mengakibatkan kehilangan
pendengaran permanen.
Ototoksisitas aminoglikosida kemungkinan multifaktor, dan penyelidikan lebih
lanjut terus berlanjut. Beberapa penelitian sedang menyelidiki chelators besi dan
antioksidan sebagai agen mungkin untuk mencegah gangguan pendengaran selama
43
terapi, sementara studi lain mengeksplorasi bentuk terapi gen sebagai pilihan
pengobatan di masa depan. Saat ini, tidak ada perawatan yang tersedia selain dari
amplifikasi dan implantasi koklea, karena itu, pencegahan sangat penting.
Diagnosis
Anamnesis
a. Tinitus, ganguan pendengaran, vertigo merupakan gejala utama
ototoksik
b. Riwayat pemakaian obat ototoksik yang lama
c. Biasanya tuli arena obat adalah tuli sensorineural, bilateral maupun
unilateral.
Pemeriksaan fisik
1. Tuli nada tinggi 4 KHz sampai 6 KHz
2. Grade ototoksik menurut The National Cancer Institute, CTCAE
(Common Terminology Criteria Adverse Event):
a. Grade 1 : perubahan/kehilangan ambang batas dengar 15 – 25 dB
b. Grade 2 : > 25 – 90 dB
c. Grade 3 : Indikasi hearing aid ( > 20 dB bilateral HL in the
speech frequencies, > 30 dB unilateral HL )
d. Grade 4 : indikasi implant koklea dan perlu latihan melihat bahasa
bibir
Tatalaksana
Saat ini, tidak ada pengobatan yang dapat mengembalikkan kerusakan telinga
yang terjadi karena konsumsi obat-obatan golongan Aminoglikosida. Bila pada waktu
pemberian obat-obatan ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam (dalam
diketahui secara audiiometrik), maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut harus
segera dihentikan. Berat ringannya ketulian tergantung dari jenis obat, jumlah, dan
lamanya penggunaan obat. Hal tersebut lebih rentan terjadi pada pasien dengan
insufisiensi ginjal dan jenis obat itu sendiri.
Pengobatan yang tersedia saat ini ditujukan untuk mengurangi dampak kerusakan
dan merehabilitasi fungsi. Individu dengan gangguan pendengaran dapat dibantu
44
dengan alat bantu dengar, psikoterapi, auditory training, termasuk dengan
mengguanakn sisa pendengaran dewngan alat bantu dengar, belajar komunikasi total
dengan blajar bahasa isyarat. Dan mereka yang mengalami gangguan pendengaran
bilateral yang sudah mendalam dapat diatasi dengan melakukan implan koklea.
Dalam kasus kehilangan fungsi keseimbangan, terapi fisik merupakan hal yang sangat
bernilai bagi banyak individu. Tujuannya adalah untuk membantu otak menjadi
terbiasa dengan informasi yang berubah dari telinga bagian dalam dan untuk
membantu individu dalam mengembangkan cara lain untuk menjaga keseimbangan.
Tetapi dalam kasus-kasus tertentu yang terjadi karena rusaknya organ vestibuler
seperti terjadinya tinnitus, vertigo, ataupun kehilangan keseimbangan rupanya juga
dapat ditanggulangi dengan obat aminoglikosida, dengan mempengaruhi system
vestibuler yang sebenarnya sudah mengalami kelainan pada awalnya. kelainan awal
di organ vestibuler yang sudah terbentuk mekanismenya di rusak oleh aminoglikosida
yang bersifat ototoksik terhadap organ vestibuler, sehingga gejala awal seperti
tinnitus ataupun vertigo menjadi berkurang, walaupun pada akhirnya dapat
memberikan efek ototoksik pada organ vestibuler lainnya atau organ akustik yang
lain.
Prognosis
Prognosis buruk bila telah terjadi tuli sensorineural total bilateral, sehingga harus
dilakukan implant koklea.
Pencegahan dan edukasi
Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat ototoksik , maka pencegahan
menjadi lebih penting. Dalam melakukan pencegahan ini termasuk
mempertimbangkan pengguanaan obat-obat ototoksik, menilai kerentanan pasien,
memonitor efek samping secara dini, yaitu dengan memperhatikan gejala-gejala
ototoksisitas pada telinga dalam yang timbul seperti tinnitus, kurang pendengaran dan
vertigo. Pada pasien yang menunjukan mulai ada gejala-gejala tersebut harus
dilakukan evaluasi audiologik dan menghentikan pengobatan.
1.8. ANALISIS SKENARIO
45
Laki-laki, 60 tahun, berobat ke poli klinik umum sebuah Puskesmas
mengeluhkan kedua telinganya berdenging sejak 1 minggu,telinga berdenging dapat
disebabkan oleh gangguan pada telinga dalam, kerusakan pada silia-sillia di koklea
menyebabkan timbulnya persepsi suara baru yang dibawa ke otak. Keluhan ini sudah
dirasakan beberapa kali, tetapi hilang sendiri. Gejala ini biasanya terjadi pada NIHL
pada fase awal dimana telinga masih bisa beradaptasi dengan suara bising. Keluhan
yang saat ini dirasakan tidak berkurang malah makin parah semakin parahnya
keluhan diduga akibat paparan bising yang sudah menahun. Pasien mengeluh pusing
berputar, vertigo pada gangguan telinga dapat di sebabkan adanya kerusakan pada
vestibula. Pasien bekerja sebagai buruh tambang dengan tugas memecah batu, ini
merupakan factor resiko dari NIHL. Dari pemeriksaan fisik telinga didapatkan
membran timpani kanan dan kiri dalam batas normal.
BAB IIIPENUTUP3.1 KESIMPULANBerdasarkan skenario ini dibahas beberapa
gangguan pendengaran yang dialami dengan keluhan utama berupa telinga
berdenging, dan disertai pusing berputar. Gangguan pendengaran yang dibahas yang
dibahas antara lain presbikusis, penyakit meniere, noise induced hearing loss,
otosklerosis dan ototoksik. Sebelum membahas gangguan pendengaran tersebut,
dibahas terlebih dahulu tentang anatomi dan fisiologi sistem pendengaran, dan tes
fungsi pendengaran yang digunakan untuk menegakkan diagnosis. Bila diagnosis
dapat ditegakkan lebih dini maka tatalaksana dapat diberikan sebelum penyakit
memburuk. Hal tersebut dapat mempengaruhi prognosis ke arah yang lebih
baik.DAFTAR PUSTAKAAdams GL., Boies LR., Higler PA. 1997. Boies buku ajar
penyakit THT, Ed.6. Jakarta: EGCBallenger JJ., Snow JB. 1996.
Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery , A Lea & Febiger Book Soepardi
EA, Iskandar HN, editor. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Ed.6. Jakarta: Balai penerbit FKUI
46