laptut skenario 4

74
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya. Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Erwin Kresnoadi M.Si.Med., Sp.An sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman- teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini. Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari. 1

description

anbvbnsxa

Transcript of laptut skenario 4

Page 1: laptut skenario 4

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkah-Nyalah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun

laporan hasil diskusi tutorial ini dengan tepat waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Erwin Kresnoadi

M.Si.Med., Sp.An sebagai tutor atas bimbingan beliau pada kami dalam

melaksanakan diskusi ini. Kami juga mengucapkan terima kasih pada teman-

teman yang ikut berpartisipasi dan membantu kami dalam proses tutorial ini.

Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-

kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena

kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun

laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Mataram, 27 September 2015

Penyusun

1

Page 2: laptut skenario 4

DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………. 1

Daftar Isi ……………………………………………………………………….. 2

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Skenario………………………………………………………………... 3

1.2. Learning Objective (LO)……………..………………………….……...3

1.3. Mind Map……………………………………………………………… 4

BAB II : PEMBAHASAN

1.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran………………………….. 5

1.2. Tes Fungsi Pendengaran………………………………………………. 11

1.3. Presbikusis…………………………………………………………..... 20

1.4. Noise induced hearing loss…………………………………………….. 22

1.5. Meniere’s disease….………………………..………………………… 30

1.6. Otosklerosis…………….……..……………………………………… 34

1.7. Gangguan pendengaran akibat obat ototoksik……………………… 41

1.8. Analisis Skenario……………………………………………………. 46

BAB III : PENUTUP…………………………………………………………… 47

Daftar Pustaka…………………………………………………………………... 48

2

Page 3: laptut skenario 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. SKENARIO

Telingaku Berdenging lagi

Laki-laki, 60 tahun, berobat ke poli klinik umum sebuah Puskesmas mengeluhkan

kedua telinganya berdenging sejak 1 minggu. Keluhan ini sudah dirasakan beberapa

kali, tetapi hilang sendiri. Keluhan yang saat ini dirasakan tidak berkurang malah

makin parah. Pasien mengeluh pusing berputar. Pasien bekerja sebagai buruh

tambang dengan tugas memecah batu. Dari pemeriksaan fisik telinga didapatkan

membran timpani kanan dan kiri dalam batas normal. Dokter menyarankan untuk

dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis.

1.2. LEARNING OBJECTIVES

1. Presbikusis

2. Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

3. Meniere’s disease

4. Otosklerosis

5. Gangguan pendengaran akibat obat-obatan ototoksik

6. Safe noise exposure time

7. Analisis skenario

3

Page 4: laptut skenario 4

1.3. MIND MAP

4

Laki-laki 60 thn, pemecah batu, telinga sering berdenging sejak 1 minggu, pusing berputar, berdenging tambah parah

-Presbikusis-Noise Induced Hearing Loss (NIHL)-Meniere’s disease-Otosklerosis-Gangguan pendengaran akibat obat-obatan ototoksik

Pemeriksaan lanjutan

Pemeriksaan lanjutan

Diagnosis Banding

Definisi Penyebab

Tatalaksana

Komplikasi

Prognosis

Anamnesis Pemeriksaan fisik

Diagnosis kerja

Page 5: laptut skenario 4

BAB II

PEMBAHASAN

1.1. ANATOMI dan FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN

Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga

dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral

dari membran timpani.

Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke

arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga

lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang

melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan

berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang

sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz.

Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah

terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari

batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak

medial dari membran timpani dan hipotimpanum terletak kaudal dari membran

timpani.

Gambar 2.1 Anatomi Telinga

Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani, rangkaian

tulang pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap bundar.

Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah anteromedial,

5

Page 6: laptut skenario 4

mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam, sehingga besar energi

suara yang masuk dibatasi.

Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari

telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi

akan diamplifikasi melalui perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap lonjong,

daya ungkit tulang pendengaran dan bentuk spesifik dari membran timpani. Meskipun

bunyi yang diteruskan ke dalam koklea mengalami amplifikasi yang cukup besar,

namun efisiensi energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi walaupun

intensitas bunyi yang diterima sampai 130 dB.

Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia akan

muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek bilateral

dengan sisi homolateral lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi melindungi koklea,

efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz dengan masa latensi 10 mdet dengan daya

redam 5-10 dB. Dengan demikian dapat dikatakan telinga mempunyai filter terhadap

bunyi tertentu, baik terhadap intensitas maupun frekuensi.

Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran. Telinga

dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena bentuknya

yang kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah sempurna dan

hanya mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang temporal. Telinga

dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin

tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis

( ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri

dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan kohlea.

Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang dengan

ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm. Dinding medial menghadap ke

meatus akustikus internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding medial terdapat dua

cekungan yaitu

spherical recess untuk sakulus dan eliptical recess untuk utrikulus. Di bawah eliptical

recess terdapat lubang kecil akuaduktus vestibularis yang menyalurkan duktus

endolimfatikus ke fossa kranii posterior diluar duramater.

6

Page 7: laptut skenario 4

Di belakang spherical recess terdapat alur yang disebut vestibular crest. Pada

ujung bawah alur ini terpisah untuk mencakup recessus kohlearis yang membawa

serabut saraf kohlea kebasis kohlea. Serabut saraf untuk utrikulus, kanalis

semisirkularis superior dan lateral menembus dinding tulang pada daerah yang

berhubungan dengan N. Vestibularis pada fundus meatus akustikus internus. Di

dinding posterior vestibulum mengandung 5 lubang ke kanalis semisirkularis dan

dinding anterior ada lubang berbentuk elips ke skala vestibuli kohlea.

Anatomi Telinga Dalam

Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior

dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Bentuknya seperti dua

pertiga lingkaran dengan panjang yang tidak sama tetapi dengan diameter yang

hampir sama

sekitar 0,8 mm. Pada salah satu ujungnya masing-masing kanalis ini melebar disebut

ampulla yang berisi epitel sensoris vestibular dan terbuka ke vestibulum.

Ampulla kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan pada masing-

masing ujung anterolateralnya, sedangkan ampulla kanalis posterior terletak dibawah

dekat lantai vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior yang tidak mempunyai

ampulla bertemu dan bersatu membentuk crus communis yang masuk vestibulum

pada dinding posterior bagian tengah. Ujung kanalis lateralis yang tidak memiliki

ampulla masuk vestibulum sedikit dibawah cruss communis.

Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang hampir sama yaitu

bidang miring ke bawah dan belakang dengan sudut 30 derajat terhadap bidang

horizontal bila orang berdiri. Kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap kanal ini

sehingga kanalis superior sisi telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior

telinga kanan demikian pula dengan kanalis posterior telinga kiri sejajar dengan

kanalis superior teling kanan.

Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang

sekitar 35 mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala

timpani dan skala vestibuli berisi cairan perilimfa dengan konsentrasi K+4 mEq/l dan

Na+139 mEq/l. Skala media berada dibagian tengah, dibatasi oleh membran reissner,

7

Page 8: laptut skenario 4

membran basilaris, lamina spiralis dan dinding lateral, berisi cairan endolimfa dengan

konsentrasi K+144 mEq/l dan Na + 13 mEq/l. Skala media mempunyai potensial

positif (+ 80 mv) pada saat istirahat dan berkurang secara perlahan dari basal ke

apeks.

Kohklea

Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di bagian

basal dan melebar sampai 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk seperti spiral. Beberapa

komponen penting pada organ corti adalah sel rambut dalam, sel rambut luar, sel

penunjang Deiters, Hensen’s, Claudiu’s, membran tektoria dan lamina retikularis.

Sel-sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang terdiri dari 3 baris sel rambut luar

yang terletak lateral terhadap terowongan yang terbentuk oleh pilar-pilar Corti, dan

sebaris sel rambut dalam yang terletak di medial terhadap terowongan. Sel rambut

dalam yang berjumlah sekitar 3500 dan sel rambut luar dengan jumlah 12000

berperan dalam merubah hantaran bunyi dalam bentuk energi mekanik menjadi

energi listrik.

Vaskularisasi telinga dalam

Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A. Cerebelaris

anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis. Arteri ini masuk ke

meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan A.

Kohlearis communis yang bercabang pula menjadi A. Kohlearis dan A.

Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus

dan sebagian duktus semisirkularis. A.Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah

putaran basal kohlea terpisah menjadi cabang terminal vestibularis dan cabang

kohlear. Cabang vestibular memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis

semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlear memperdarahi ganglion

spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan

mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan didalam kohlea mengitari

modiolus .

8

Page 9: laptut skenario 4

Gambar 2.2 Vaskularisasi telinga dalam

Vena dialirkan ke V.Labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau

sinus sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke

sinus petrosus superior dan inferior.

Persarafan telinga dalam

N.Vestibulokohlearis (N.akustikus) yang dibentuk oleh bagian kohlear dan

vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar N.Fasialis

dan masuk batang otak antara pons dan medula. Sel-sel sensoris vestibularis

dipersarafi oleh N.Kohlearis dengan ganglion vestibularis (scarpa) terletak didasar

dari meatus akustikus internus. Sel-sel sensoris pendengaran dipersarafi N.Kohlearis

dengan ganglion spiralis corti terletak di modiolus.

Gambar 2.3 Persarafan telinga dalam

9

Page 10: laptut skenario 4

Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran adalah membran

tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga struktur penting tersebut sangat

berperan dalam proses mendengar. Pada bagian apikal sel rambut sangat kaku dan terdapat

penahan yang kuat antara satu bundel dengan bundel lainnya, sehingga bila mendapat

stimulus akustik akan terjadi gerakan yang kaku bersamaan. Pada bagian puncak

stereosillia terdapat rantai pengikat yang menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan

stereosilia yang lebih rendah, sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan stereosilia akan

mendorong gabungan-gabungan yang lain, sehingga akan menimbulkan regangan pada rantai

yang menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan terbukanya

kanal ion pada membran sel, maka terjadilah depolarisasi. Gerakan yang berlawanan arah

akan mengakibatkan regangan pada rantai tersebut berkurang dan kanal ion akan menutup.

Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa dan endolimfa yang menunjang

terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea disebut koklea mikrofonik, berupa

perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi sebagai pembangkit pembesaran

gelombang energi akustik dan sepenuhnya diproduksi oleh sel rambut luar.

Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan amplitudo

maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus yang diterima. Gerak

gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi berfrekuensi tinggi (10 kHz)

mempunyai pergeseran maksimum pada bagian basal koklea, sedangkan stimulus

berfrekuensi rendah (125 kHz) mempunyai pergeseran maksimum lebih kearah apeks.

Gelombang yang timbul oleh bunyi berfrekuensi sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian

apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi sangat rendah dapat melalui bagian basal maupun

bagian apeks membran basilaris. Sel rambut luar dapat meningkatkan atau mempertajam

puncak gelombang berjalan dengan meningkatkan gerakan membran basilaris pada frekuensi

tertentu. Keadaan ini disebut sebagai cochlear amplifier.

10

Page 11: laptut skenario 4

Gambar 2.4 Skema fisiologi pendengaran

Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh telinga

luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian

tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran tersebut melalui daya ungkit tulang

pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi

getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam dan di proyeksikan pada

membran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan

membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya

defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion

bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,

sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial

aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks

pendengaran.

1.2. TES FUNGSI PENDENGARAN

A. Tes sederhana/klasik : tes arloji, tes berbisik, tes garpu tala

1. Tes Berbisik

Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana

kata-kata itu mengandung huruf lunak danhuruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak

11

Page 12: laptut skenario 4

penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-

kata yangdibisikan dengan benar.Pada orang normal dapat mendengar80% dari kata-kata yang

dibisikkan pada jarak 6 s/d 10meter.Apabila kurang dari 5 ± 6 meter berarti ada

kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan

huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bilatak dapat mendengar kata-kata dengan huruf

desis berarti tuli persepsi.Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar

ditesdengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normaldapat mendengar

suara konversasi pada jarak 200 meter

Penilaian (menurut Feldmann) :

Normal : 6-8 m

Tuli ringan : 4 - <6m

Tuli sedang : 1 - <4 m

Tuli berat : 25 cm - <1 m

Tuli Total : <25 cm

1. Test Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang

dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.

Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

a) Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya

tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus).

Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan

didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih

dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat

mendengarnya

b) Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya

secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala

didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah

bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari

pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif

12

Page 13: laptut skenario 4

jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras.

Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus

eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :

1. Normal : tes rinne positif

2. Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)

3. Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :

a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.

b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)

c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I

yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal

dari pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan

garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki

garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum

mastoid pasien tebal.

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia

sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum

mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita

memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

2. Test Weber

Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran

tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu:

membunyikan garputala512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis

horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih

keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka

terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak

mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.

13

Page 14: laptut skenario 4

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga

akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau

cavum timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan

atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran

akan didengarkan di sebelah kanan.

Interpretasi:

a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut

lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.

b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:

1. Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.

2. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan

ebih hebat.

3. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di

dengar sebelah kanan.

4. Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada

sebelah kanan.

5. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.

3. Test Swabach

Tujuan : Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa

(normal) dengan probandus.

Dasar :

Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang

datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo

temporale

Cara Kerja :

Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala

probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin

melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala

tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala

itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya

14

Page 15: laptut skenario 4

(pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar

suara, atau tidak mendengar suara.

Interpretasi :

Bila terdengar lebih keras ke salah satu telinga : lateralisasi ke telinga tersebut

Bila tdk dapat dibedakan ke arah mana yg lebih keras : tidak ada lateralisasi

Normal : tdk ada lateralisasi

Tuli konduktif : lateralisasi ke telinga yang sakit

Tuli sensorineural : lateralisasi ke telinga yang sehat

4. Tes Bing ( Tes Oklusi)

Cara pemeriksaan :

Tragus telinga yang diperiksa ditekan (ditutup) sehingga terdapat tuli konduktif kira2

30 Db.

Penala digetarkan, diletakkan di tengah kepala seperti pada tes weber

Interpretasi:

Lateralisasi ke telinga yang ditutup à telinga normal atau tuli saraf

Tidak ada lateralisasi ke telinga yang ditutup (yang diperiksa) à telinga tersebut tuli

konduktif

B. Pemeriksaan pendengaran subjektif : audiometri dan timpanometri

1. Pemeriksaan audiometri

Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini

menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap

frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai

prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat

ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.

a. Definisi

Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan

mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur

15

Page 16: laptut skenario 4

ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi

kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.

Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level

pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri,

maka derajat ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri

diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau

seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman

pendngaran. Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara,

audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :

1) Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat

menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000,

4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan

disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa

pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui

hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan

didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram

ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran

audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar

20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri. Telinga

manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz.

Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan

sehari-hari. Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien

pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri

dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala

skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan

adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction

menggambarkan SNHL.

16

Page 17: laptut skenario 4

Tabel 2.1 Klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan

dalam Desibel

Klasifikasi

0-15 Pendengaran normal

>15-25 Kehilangan pendengaran kecil

>25-40 Kehilangan pendengaran ringan

>40-55 Kehilangan pendengaran sedang

>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat

>70-90 Kehilangan pendengaran berat

>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

2) Audiometri tutur

Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih

yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk

mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir

sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran

digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut

dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan

dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang

diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam

atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer

tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan

apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin

dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase

kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini

dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-

kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag

diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi

kemampuan pendengaran yaitu :

17

Page 18: laptut skenario 4

a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang

dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut

persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).

b) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi

(fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi

tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata

yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan

demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas

pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh

diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas

artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat

menirukan kata-kata dengan tepat.

Kriteria orang tuli :

a. Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB

b. Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB

c. Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB

d. Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih

memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar

(ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga

bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus

pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi

tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu

penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan

konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan

audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila

mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum

dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak

18

Page 19: laptut skenario 4

(ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang

gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang pendengaran.

3) Timpanometri

Definisi : pengukuran tekanan telinga yang berhubungan dengan tuba saluran

eustachius pada membran tImpani, deteksi kehilangan pendengaran, instrumen

diagnostik

Tujuan, mengetahui:

Compliance/mobilitas membrana timpani

Tekanan pada telinga tengah

Volume canalis auditorius eksterna

Hasil à timpanogram

Klasifikasi timpanogram :

tipe A (normal)

type B (menunjukkan adanya cairan di belakang membrana timpani)

tipe C (menunjukkan adanya disfungsi tuba eustachius)

Berguna untuk diagnosis dan follow-up penyakit pada telinga tengah (aling sering :

otitis media pd anak-anak)

C. Pemeriksaan pendengaran objektif : BERA

BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)

Bersifat objektif dan non-invasif. Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai

potensial listrik di otak setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi.

Pemeriksaan BERA dpt dilakukan pada : bayi, anak dengan gangguan sifat dan

tingkah laku, retardasi mental, cacat ganda, dan kesadaran menurun. Pada orang

dewasa dapat digunakan untuk memeriksa orang yang berpura-pura tuli atau ada

kecurigaan tuli saraf retrokoklea

19

Page 20: laptut skenario 4

1.3. PRESBIKUSIS

Definisi

Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai

usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada

frekuensi 1000 Hz atau lebih.

Etiologi

Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi.

Diduga kejadian presbikusismempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter,

pola makan, metabolism, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat

multifactor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek

kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut di atas.

Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Progresifitas penurunan

pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat

dibandingkan dengan perempuan.

Patologi

Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N. VIII. Pada

koklea perubahan yang mencolok ialah atropi dan degenerasi sel-sel rambut

penunjang pada organ Corti. Proses atropi disertai dengan perubahan vascular juga

terjadi pada stria vascularis. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya

jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin

akson saraf.

Klasifikasi

Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi, Schuknecht dkk menggolongkan

presbikusis menjadi 4 jenis yaitu,

1. Sensorik

2. Neural

3. Metabolik ( strial presbycusis) dan

4. Mekanik (cochlear presbycusis).

20

Page 21: laptut skenario 4

Menurut penelitian prevalensi terbanyak adalah jenis metabolic (34,6%).

Sedangkan prevalensi jenis lainnya adalah neural 30,7%, mekanik 22,8%, dan

sensorik 11,9%.

Jenis Patologi

1. Sensorik Lesi terbatas pada koklea. Atropi

organ Corti, jumlah sel-sel rambut

dan sel-sel penunjang berkurang

2. Neural Sel-sel neuron pada koklea dan

jaras auditorik berkurang

3. Metabolik (strial presbycusis) Fungsi sel dan keseimbangan

biokimia/bioelektrik koklea

berkurang

4. Mekanik (cochlear presbycusis) Terjadi perubahan gerakan

mekanik duktus koklearis. Atrofi

ligamentum spiralis. Membran

basilaris lebih kaku

Manifestasi Klinis

Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara

perlahan-lahan dan progresifm simetris pada kedua telinga. Kapan berkuranganya

pendengaran tidak diketahui pasti.

Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinnitus nada tinggi). Pasien dapat

mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila ucapan

dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang bising (cocktail party deafness).

Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan

oleh faktor kelelahan saraf (recruitment).

Penegakan Diagnosis

Dengan pemeriksaan otoskopik, tampak membrane timpani suram, mobilitasnya

berkurang. Pada tes penala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometric

nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris. Pada

21

Page 22: laptut skenario 4

tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz.

Gambaran ini khas pada presbikusis jenis sensori dan neural.

Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolic dan mekanik lebih

mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada

semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih

rendah. Pemeriksaan audiometric turut menunjukkan adanya gangguan diskriminasi

wicara (speech discrimination). Keadaan ini jelas terlihat pada persbikusis jenis

neural dan koklear.

Tatalaksana

Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan

pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Adakalanya pemasangan alat bantu

dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading) dan

latihan mendengar (auditory training); proses penelitian tersebut dilakukan bersama

ahli terapi wicara (speech therapist).

1.4. Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

Definisi

Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL )

adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang

cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Tuli akibat bising

merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah

presbikusis.

Etiologi

Paparan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan

biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.

Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari NIHL diduga berupa adanya stres mekanis dan

metabolik pada organ sensorik auditorik bersamaan dengan kerusakan sel sensorik

atau bahkan kerusakan total organ Corti di dalam koklea. Kehilangan sel sensorik

pada daerah yang sesuai dengan frekuensi yang terlibat adalah penyebab NIHL yang

22

Page 23: laptut skenario 4

paling penting. Kepekaan terhadap stres pada sel rambut luar ini berada dalam kisaran

0-50 dB, sedangkan untuk sel rambut dalam di atas 50 dB. Biasanya dengan

terjadinya TTS, ada kerusakan bermakna pada sel rambut luar. Frekuensi yang sangat

tinggi lebih dari 8kHz memengaruhi dasar koklea.

Proses Mekanis

Berbagai proses mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan sel rambut akibat

pajanan terhadap bising meliputi:

1. Aliran cairan yang kuar pada sekat koklea dapat menyebabkan robeknya

membran Reissner sehingga cairan dalam endolimfe dan perilimfe bercampur

yang mengakibatkan kerusakan sel rambut.

2. Gerakan membran basilar yang kuat dapat menyebabkan gangguan organ

Corti dengan pencampuran endolimfe dan kortilimfe yang mengakibatkan

kerusakan sel rambur.

3. Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat langsung merusak sel rambut

dengan melepaskan organ Corti atau merobek membran basiler

Proses di atas biasanya dapat dilihat pada pajanan terhadap bising dengan intensitas

tinggi dan NIHL terjadi dengan cepat.

Proses metabolik

Proses metabolik yang dapat merusak sel rambut akibat pajanan bising meliputi:

1. Pembentukan vesikel dan vakuol di dalam reticulum endoplasma sel rambut

serta pembengkakan mitokondria dapat berlanjut menjadi robekan membran

sel dan hilangnya sel rambut.

2. Kehilangan sel rambut mungkin disebabkan kelelahan metabolic akibat

gangguan sistem enzim yang esensial untuk produksi energi, biosintesis

protein, dan pengangkutan ion.

3. Cedera stria vaskularis menyebabkan gangguan kandungan kadar Na, K, dan

ATP. Hal ini menyebabkan hambatan proses transport aktif dan pemakaian

energi oleh sel sensorik. Kerusakan sel sensorik menimbulkan lesi kecil pada

membran reticular bersamaan dengan percampuran cairan endolimfe dan

kortilimfe serta perluasan kerusakan sel sensorik lain.

23

Page 24: laptut skenario 4

4. Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan membutuhkan energi yang

lebih besar sehingga menjadi lebih rentan terhadap cedera akibat iskemia.

5. Mungkin terdapat interaksi sinergis antara bising dengan pengaruh lain yang

merusak telinga.

Daerah organ Corti sekitar 8 hingga 10 mm dari ujung basal (sesuai dengan

daerah 4 kHz pada audiogram) dianggap sebagai daerah yang secara khas rentan

terhadap kebisingan. Walaupun penjelasan mengenai cekungan 4 kHz yang paling

mungkin adalah adanya ciri resonansi saluran telinga, penyebab lain juga telah

dikemukan. Hal ini meliputi: daerah 4 kHz mungkin lebih rentan karena insufisiensi

vaskular akibat bentuk anatomis yang tidak biasa di daerah ini dan amplitude

pemindahan di dalam saluran koklea mulai terbentuk di daerah 4 kHz saat kecepatan

perambatan gelombang yang berjalan masih cukup tinggi dan struktur anatomi koklea

menyebabkan pergeseran cairan pada daerah 4 kHz.

Efek pendengaran lain akibat bising

Tinitus (suara berdenging di dalam telinga) biasanya timbul segera setelah

pajanan terhadap bising dan dapat menjadi permanen pada pajanan yang terus

berlangsung. Tinitus akibat pajanan terhadap bising biasanya bernada tinggi. Vertigo

hanya timbul setelah mengalami pajanan yang amat kuat. Vertigo sementara

dijelaskan sebagai vertigo yang erjadi setelah pajanan terhadap bising dari suara

mesin jet yang berbunyi, Vertigo sementara atau permanen dapat terjadi setelah

ledakan senjata api. Vertigo tidak terjadi pada pajanan industry biasa. Presbiakusis

akibat usia lanjut timbul pada frekuensi tinggi adalah tambahan bagi NIHL.

Safe noise exposure time

Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor

bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time

weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit

atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8

jam sehari atau 40 jam seminggu. Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja

yang bersifat fisika yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan,

24

Page 25: laptut skenario 4

getaran, gelombang mikro, sinar ultra ungu, dan medan magnet. NAB kebisingan

ditetapkan sebesar 85 decibel A (dBA).

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Lama pajanan per hari Intensitas dalam dB Jenis suara

Jam 24

16

8

4

2

1

80

82

85

88

91

94

Bising lalu lintas

Pemotong rumput

Menit 30

15

7,50

3,75

1,88

0,94

97

100

103

106

109

112

Sepeda motor

Mesin penghilang salju

Detik 28,12

14,06

7,03

3,52

1,76

0,88

0,44

0,22

0,11

115

118

121

124

127

130

133

136

139

Konser lagu rock metal

Pukulan palu, industri berat

Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB walaupun sesaat. Contoh kebisingan pada

140dB adalah suara tembakan senapan dan senjata api otomatis.

Gejala Klinis

Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara (speech

discrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat

25

Page 26: laptut skenario 4

menyebabkan kesulitan dalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi

dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak

didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinnitus merupakan

gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat mengganggu ketajaman

pendengaran dan konsentrasi. Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising

(noise induced hearing loss) adalah:

Bersifat sensorineural

Hampir selalu bilateral

Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat (profound hearing loss).

Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.

Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan

pendengaran yang signifikan.

Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000

dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi

4000 Hz.

Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000

dan 6000Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15

tahun.Selain pengaruhterhadap pendengaran ( auditory ), bising yang

berlebihan juga mempunyaipengaruh non auditory seperti pengaruh

terhadap komunikasi wicara, gangguankonsentrasi, gangguan tidur sampai

memicu stress akibat gangguan pendengaranyang terjadi.

Diagnosis

Pada anamnesis riwayat panyakit sekarang, dipertanyakan dahulu kualitas dan

kuantitasnya, lokasi, dan lamanya Ditanyakan apakah berdengingnya mengganggu

atau bertambah berat pada waktu siang atau malam hari, gejala-gejala lain yang

menyertai, misalnya vertigo atau gangguan pendengaran serta gejala neurologic lain.

Ditanyakan apakah berdengingnya pada satu telinga atau keduanya, apakah

mengganggu aktifitas sehari-hari. Apakah pasien pernah mengkonsumsi atau lagi

mengkonsumsi obat yang ototoksik seperti aminoglikosida, eritomisin, loop diuretics,

ibat antiinflamasi seperti aspirin, obat anti malaria kina atau klorokuin, dan lain-lain.

26

Page 27: laptut skenario 4

Bagaimana dengan kebiasaan sehari-hari seperti merokok dan minum kopo. Pasien

juga hendaknya ditanyakan tentang riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma

akustik, riwayat infeksi telinga dan operasi telinga. Riwayat penyakit dahulu seperti

apakah sebelum ini pernah mengalami masalah yang sama. Jika ada, ditanyakan

kapan, berapa lama dan apakah pernah berobat. Riwayat penyakit keluarga juga

dipertanyakan seperti apakah dalam keluarga ada anggota keluarga yang mempunyai

masalah tuli dan jika ada siapa dan sejak kapan.

Riwayat pekerjaan pasien juga ditanyakan seperti:

- Sudah brapa lama bekerja?

- Riwayat pekerjaan sebelumnya?

- Alat kerja, bahan kerja, dan proses kerja?

- Barang yang diproduksi/dihasilkan?

- Kemungkinan pajanan yang dialami?

- APD yang dipakai? Sudah berapa lama? Apakah masih bagus atau tidak?

- Apakah ada hubungan gejala dan waktu kerja?

- Apakah pekerja lain ada yang mengalami masalah yang sama?

Pemeriksaan fisik

Pertama dilakukan pemeriksaan tanda vital pasien seperti tekanan darah,

denyut nadi, laju pernafasan dan suhu tubuh. Setelah itu dilakukan pemeriksaan

umum dari atas kepala hingga ke kaki. Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik telinga

hindung dan tenggorokan (THT) serta otoskopi harus dilakukan. Juga dilakukan

pemeriksaan penala. dan pemeriksaan ini harus menyingkirkan adanya serumen,

infeksi, dan perforasi membran timpani.

Pemeriksaan penunjang: Audiometri Nada Murni

Audiometri nada murni (pure tone audiometry, PTA) penting sekali pada

NIHL baik untuk penyaringan (konduksi udara) dan diagnosis (konduksi tulang dan

udara). Selama pemeriksaan PTA, nada murni disampaikan menuju telinga melalui

earphone yang sesuai. Frekuensi yang diperiksa antara 125-8kHz (tes dilakukan

minimal pada frekuensi 0, 5, 1, 2, 3, 4, dan 6 kHz) pada intensitas 0-120 dB

ditingkatkan etiap 5 dB. Terdapat ambang batas intensitas nada murni yaitu nada di

27

Page 28: laptut skenario 4

atas ambang tersebut akan terdengar dan sebaliknya, nada di bawah ambang tersebut

tidak akan terdengar. Namun, hasil pemeriksaan dapat berbeda pada waktu

pemeriksaan yang berbeda dipengaruhi ketrampilan operator alat, motivasi pekerja,

dan adanya bising di sekitar tempat pemeriksaan.

Gambar 2.5 Contoh hasil test audiometric nada murni yang menunjukkan hasil sinyal tes konduksi

udara dan konduksi tulang

Pemeriksaan tempat kerja: Kebisingan

Untuk menunjang bahwa masalah yang dialami pasien adalah disebabkan

kebisingan ditempat kerja dilakukan pengukuran tingkat kebisingan dengan

menggunakan sejumlah alat ukur tingkat kebisingan dengan berbagai tingkat

ketelitian. Alat ukur kebisingan adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat

kebisingan dan memiliki tida jenis dasar:

- Alat ukur keperluan umum:

Relatif murah

Cukup teliti untuk mengidentifikasi area yang bermasalah dengan

kebisingan

- instrumen kualitas 1:

Memberikan pembacaan teliti yang dapat digunakan dalam tindakan

pengendalian kebisingan

28

Page 29: laptut skenario 4

Bisa mengikutsertakan fasilitas untuk menganalisis pita gelombang

(wave band analysis) dan memadukan tingkat eksposur

Cukup mahal namun dibutuhkan jika pengukuran kebisingan secara

teratur perlu dilakukan.

- Instrument presisi (precission instrument)

Mengukur sejumlah fungsi-fungsi kebisingan

Memberikan pembacaan yang sangat teliti

Kerap disambungkan ke instrument pencatat yang mengukur tingkat

kebisingan dalam satu periode waktu

Sangat mahal dan memerlukan keahlian khusus untuk

menggunakannya

Dosimeter diperlukan untuk mengukur eksposur terhadap kebisingan harian:

- Berupa instrument kecil yang dikenakan oleh pekerja

- Terdiri atas alat pencatat kecil dan mikrofon yang disematkan pada kerah baju

di dekat telinga

- Mengukur dan mencatat tingkat kebisingan setiap menit dalam satu giliran-

kerja

- Instrument sederhana yang memadukan pembacaan untuk memberikan

pemajanan bising harian TWA

Pajanan Yang Dialami

Dalam langkah ini ditentukan pajanan kebisingan yang dialami saat ini dan

sebelumnya dan ini didapatkan terutama dari anamnesis yang teliti dan adalah lebih

baik jika ada pengukuran lingkungan pasien.

Tatalaksana

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari

lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat

pelindung teliga terhadap bising seperti sumbat telinga, tutup telinga dan pelindung

kepala.

Oleh karena NIHL adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap

(irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan

29

Page 30: laptut skenario 4

berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu

dengan / ABD (hearing aid). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk,

sehingga pemakaian ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu

dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran

(auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengarannya dengan ABD

secara effisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik, dan

gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di samping

itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara

juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama

percakapan. Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat

dipertimbangkan untuk pemasanagn implant koklea (cochlear implant).

1.5. MENIERE’S DISEASE

DEFINISI

Penyakit Menier adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui,

dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu berkurangnya pendengaran secara

progresif., tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.

Pengertian vertigo berasal dari bahasa Yunani, vertere, yang artinya memutar.

Pengertian vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan

sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat

gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu

gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala

somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan

pusing.

Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar

bunyi, namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal

dari tubuh penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus hanya merupakan gejala,

bukan penyakit, sehingga harus di ketahui penyebabnya.

30

Page 31: laptut skenario 4

ETIOLOGI

Penyebab penyakit Meniere tidak diketahui namun terdapat berbagai

teori,termasuk :

pengaruh neurokimia hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju ke

labirin

gangguan elektrolit dalam cairan labirin

reaksi alergi

gangguan autoimun

PATOFISIOLOGI

Terjadi ketidakseimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang disebabkan

oleh malapsorbsi dalam sakus endolimfatikus. Namun, ada bukti menunjukkan bahwa

banyak orang yang menderita penyakit Meniere mengalami sumbatan pada duktus

endolimfatikus. Apapun penyebabnya, selalu terjadi hidrops endolimfatikus, yang

merupakan pelebaran ruang endolimfatikus. Baik peningkatan tekanan dalam sistem

ataupun ruptur membran telinga dalam dapat terjadi dan menimbulkan gejala

Meniere.

GAMBARAN KLINIS

Dikenal istilah ”Classic Meniere’s” yang berhubungan dengan empat gejala

berikut :

Vertigo yang episodik (baik sensasi maupun gerakan) atau pusing

Fluktusasi, progresif, penurunan pendengaran pada unilateral (satu telinga)

atau bilateral (kedua telinga), biasanya jarang terjadi

Tinitus unilateral atau bilateral (persepsi suara, selalu berdenging, bergemuruh

atau berangin)

Rasa penuh atau tekanan pada satu atau kedua telinga.

Penyakit Menier umumnya diawali dengan satu gejala dan berlangsung progresif.

Diagnosa bisa ditegakkan walau tidak disertai empat gejala di atas. Serangan vertigo

bisa mendadak dan tidak terduga. Pada beberapa pasien, serangan vertigo bisa terjadi

31

Page 32: laptut skenario 4

dalam beberapa jam sampai beberapa hari, serta bisa disertai peningkatan tinitus

bahkan sampai menetap, juga berdampak pada penurunan pendengaran. Dampak

pendengaran bisa terjadi setelah serangan, biasanya semakin memburuk. Serangan

vertigo umumnya disertai mual, muntah dan berkeringat.

Beberapa penderita mengeluhkan ”drop attacks” – mendadak, serangan pusing

atau vertigo bisa terjadi dalam keadaan berdiri kemudian terjatuh. Penderita juga

mengeluhkan perasaan pulsasi (berdenyut). Beberapa diantaranya merasakan sulit

berdiri kembali pada saat kejadian, sampai serangan berakhir atau bila telah diberi

obat. Hal itu memungkinkan terjadi trauma saat terjatuh.

Pada keluhan penurunan pendengaran, suara dapat didengar kecil hingga

mengganggu dan penderita sangat sensitif dengan suara (hiperacusis). Beberapa

penderita terdapat nistagmus atau gerakan mata yang tidak terkontrol, biasanya terjadi

horisontal, dimana sebagai akibat dari kehilangan keseimbangan gerakan bola mata.

Gejala lainnya dikenal sebagai ”brain fog” (kehilangan ingatan jangka pendek

yang menetap, lupa ingatan dan kebingungan), haus, penurunan kesadaran, sakit

kepala, gangguan penglihatan dan depresi. Gejala – gejala tersebut biasanya sering

bahkan bisa mengarah gejala kronik.

DIAGNOSIS

Pemeriksaan fisik biasanya normal kecuali pada evaluasi nervus cranial ke VIII.

Garputala (uji weber) akan menunjukkan lateralisasi ke sisi berlawanan dengan

sisi yang mengalami kehilangan pendengaran (sisi yang terkena penyakit

Meniere).

Audiogram biasanya menunjukkan kehilangan pendengaran sensorineural pada

telinga yang sakit. Kadang audiogram dehidrasi dilakukan di mana pasien diminta

meminum zat penyebab dehidrasi, seperti gliserol atau urea, yang secara teoritis

dapat menurunkan jumlah hidrops endolimfe.

Elektrokokleografi menunjukkan abnormalitas pada 60% pasien yang menderita

penyakit meniere.

Elektronistagmogram bisa normal atau menunjukkan penurunan respons

vestibuler.

32

Page 33: laptut skenario 4

CT scan atau MRI kepala

Elektroensefalografi

Stimulasi kalorik

PENATALAKSANAAN

Terapi dianjurkan untuk menangani gejala segera dan mencegah rekurensi.

Dokter merekomendasikan terapi vestibular, terapi tinitus, mengurangi stres, terapi

bagi yang mengalami penurunan pendengaran, serta obat – obatan untuk

mengantisipasi mula dan gejala lain dari vertigo,Untuk meringankan vertigo bisa

diberikan scopolamin, antihistamin, barbiturat atau diazepam.

Beberapa saran diet makanan dapat mengurangi frekuensi sindrom Menier.

Penderita umumnya dianjurkan untuk mengkonsumsi rendah sodium 1-2 gram (1000-

2000 mg), tetapi yang terjadi biasanya diet di bawah 400 mg. Penderita juga

disarankan menghindari kafein, alkohol dan tembakau, karena semua bahan tersebut

dapat memicu sindrom Menier. Bahan lain yang dianjurkan untuk dihindari

diantaranya Aspartam.

Penderita biasanya diberikan diuretik sedang (terkadang dengan vitamin B6).

Kebanyakan penederita yang memiliki alergi sangat dimungkinkan dapat

menginduksi sindrom Menier. Perempuan hamil dan yang sedang

mengalami haid bisa terjadi peningkatan gejala, kemungkinan dikarenakan

peningkatan retensi cairan. Dokter juga merekomendasikan

pemberian Lipoflavonoid sebagai terapi.

Terapi dapat dilakukan dengan mengurangi tekanan pada telinga dalam dengan

pemberian antihistamin, antikolinergik, steroid dan diuretik. Anjuran medis untuk

mensuplai transtympanic micropressure menunjukkan hasil yang baik dalam

penanggulangan sindrom Menier.

Pembedahan direkomendasikan bila pengobatan medikamentosa tidak dapat

menanggulangi vertigo. Juga dapat dilakukan suntikan steroid di daerah belakang

telinga atau pembedahan untuk dekompresi kantung endolimf. Pembedahan destruksi

33

Page 34: laptut skenario 4

permanen sistem keseimbangan bisa dilakukan bila hanya terkena unilateral. Hal ini

dapat dilakukan dengan labyrinthectomy kimia, dimana obat (gentamicin) bekerja

untuk membunuh aparatus vestibular yang disuntikan ke dalam telinga tengah.

Nervus yang menginduksi gejala dapat dipotong (neurectomy vestibular), atau

pembedahan pada bagian telinga tengah (labyrinthectomy).

Terapi – terapi tersebut dapat mengurangi vertigo, tetapi dikarenakan bisa

berdampak pada kerusakan, maka terapi – terapai tersebut digunakan sebagai

alternatif terakhir. Sistem keseimbangan dapat kembali normal setelah melalui

prosedur terapi yang benar, namun penurunan pendengaran dapat terjadi kemudian.

1.6. OTOSKLEROSIS

Definisi

Otosklerosis adalah penyakit primer dari tulang-tulang pendengaran dan

kapsul tulang labirin. Proses ini menghasilkan tulang yang lebih lunak dan berkurang

densitasnya (otospongiosis). Gangguan pendengaran disebabkan oleh pertumbuhan

abnormal dari spongy bone-like tissue yang menghambat tulang- tulang di telinga

tengah, terutama stapes untuk bergerak dengan baik. Pertumbuhan tulang yang

abnormal ini sering terjadi di depan dari fenestra ovale, yang memisahkan telinga

tengah dengan telinga dalam. Normalnya, stapes yang merupakan tulang terkecil pada

tubuh bergetar secara bebas mengikuti transmisi suara ke telinga dalam. Ketika tulang

ini menjadi terfiksasi pada tulang sekitarnya, getaran suara akan dihambat menuju ke

telinga dalam sehingga fungsi pendengaran terganggu.

Etiologi

Penyebab dari otosklerosis masih belum diketahui dengan jelas. Pendapat

umum menyatakan bahwa otosklerosis adalah diturunkan secara autosomal dominan.

Ada juga bukti ilmiah yang menyatakan adanya infeksi virus measles yang

mempengaruhi otosklerosis. Hipotesis terbaru menyatakan bahwa otosklerosis

memerlukan kombinasi dari spesifik gen dengan pemaparan dari virus measles

sehingga dapat terlihat pengaruhnya dalam gangguan pendengaran. Beberapa

berpendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan predisposisi pasien

34

Page 35: laptut skenario 4

untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan di osteoblas pada lesi

sklerotik.

Epidemiologi

Ras

Beberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi pada ras

Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental. Dan sangat

jarang pada orang negro dan suku Indian Amerika. Populasi multiras yang

termasuk Kaukasian memiliki resiko peningkatan insiden terhadap

otosklerosis.

Faktor Keturunan

Otosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yang diturunkan secara

autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak lengkap (hanya berkisar

40%). Derajat dari penetrasi berhubungan dengan distribusi dari lesi

otosklerotik lesi pada kapsul tulang labirin.

Gender

Otosklerosis sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita disbanding

pria. Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati ratio antara

pria:wanita 1:1. Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa pengaruh sex- linked,

jadi rasio 1:1 dapat terjadi. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa

perubahan hormonal selama kehamilan dapat menstimulasi fase aktif dari

otosklerosis, yang menyebabkan peningkatan gambaran klinis kejadian

otosklerosis pada wanita. Onset klinik selama kehamilan telah dilaporkan

sebanyak 10% dan 17%. Risiko dari peningkatan gangguan pendengaran

selama kehamilan atau pemakaian oral kontrasepsi pada wanita dengan

otosklerosis adalah sebesar 25 %. Penjelasan lain yang mungkin akan

peningkatan prevalensi otosklerosis pada wanita adalah bilateral otosklerosis

tampaknya lebih sering pada wanita dibanding pria (89% dan 65 %). Memiliki

dua telinga yang terkena kelihatan akan meningkatkan kunjungan ke klinik.

Sejarah keluarga

35

Page 36: laptut skenario 4

Sekitar 60% dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki

keluarga dengan riwayat yang sama.

Usia

Insiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertambahnya umur.

Evidence mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada autopsi 0,6 %

individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada pertengahan usia, insiden

ditemukannya adalah 10 % pada orang kulit putih dan sekitar 20% pada

wanita berkulit putih. Baik aktif atau tidak fase penyakitnya, terjadi pada

semua umur, tetapi aktivitas yang lebih tinggi lebih sering terjadi pada mereka

yang berumur kurang dari 50 tahun. Dan aktivitas yang paling rendah

biasanya setelah umur lebih dari 70 tahun. Onset klinikal berkisar antara umur

15-35 tahun, tetapi manifestasi penyakit itu sendiri dapat terjadi paling awal

sekitar umur 6 atau 7 tahun, dan paling lambat terjadi pada pertengahan 50-an.

Predileksi

Menurut data yang dikumpulkan dari studi terhadap tulang temporal, tempat

yang paling sering terkena Otosklerosis adalah fissula ante fenestram yang

terletak di anterior jendela oval (80%-90%). Tahun 1985, Schuknecht dan

Barber melaporkan area dari lesi otosklerosis yaitu:

o tepi dari tempat beradanya fenestra rotundum

o dinding medial bagian apeks dari koklea

o area posterior dari duktus koklearis

o region yang berbatasan dengan kanalis semisirkularis

o kaki dari stapes sendiri

Patofisiologi

Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis

diantara tulang endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi

dari penyakit ini yaitu:

1. Fase awal otospongiotic

36

Page 37: laptut skenario 4

Gambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan

grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh

darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen pembuluh darah dan dilatasi

dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran kemerahan pada

membran timpani. Schwartze sign berhubungan dengan peningkatan vascular

dari lesi yang mencapai daerah permukaan periosteal. Dengan keterlibatan

osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar

amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan

pembentukkan spongy bone. Penemuan histologik ini dengan pewarnaan

Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse.

2. Fase akhir otosklerotik

3. Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh

osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area resorpsi

sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan

fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu

dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang. Hasil akhirnya adalah

terjadinya tuli konduktif.

Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang

terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli sensorineural

pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil

metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat,

hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu

menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran basal.

Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau campur.

Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih

kontroversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh

Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk

mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis:

1. Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua telinga

2. Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis

37

Page 38: laptut skenario 4

3. Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi

stapes pada salah satu telinga

4. Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli

sensorineural murni

5. Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi

stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui

6. CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan

demineralisasi dari kapsul koklear

7. Pada timpanometri ada fenomena on-off.

Penegakan Diagnosis

Anamnesis: kehilangan pendengaran dan tinnitus adalah gejala yang utama.

Penurunan pendengaran berlangsung secara progressif dengan angka kejadian

bervariasi, tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi.. Tinnitus merupakan

variasi tersering sebanyak 75 % dan biasanya berlangsung menjadi lebih

parah seiring dengan derajat tingkat penurunan pendengaran. Umumnya,

dizziness dapat terjadi. Pasien mungkin mendeskripsikan seperti vertigo,

pusing yang berputar, mual dan muntah. Dizziness yang hanya diasosiasikan

dengan otosklerosis terkadang menunjukan proses otosklerosis pada telinga

dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk dibedakan dengan kausa lain seperti

sindrom Meniere’s. Pada 60% kasus, riwayat keluarga pasien yang terkena

otosklerosis dapat ditemukan.

Pemeriksaan Fisik: Membran timpani biasanya normal pada sebagian besar

kasus. Hanya sekitar 10% yang menunjukan Schwartze Sign. Pemeriksaan

garputala menunjukan kesan tuli konduktif. ( Rinne negatif ) Pada fase awal

dari penyakit tuli konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses

fiksasi stapes akan memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada

frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat

daripada hantaran udara. Tes Weber menunjukan lateralisasi ke arah telinga

yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih besar. Pasien juga akan

merasa lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis Willisi).

38

Page 39: laptut skenario 4

Pemeriksaan Penunjang: Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis

didapat dari audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat juga

mixed atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air-

bone gap secara perlahan yang biasanya dimulai dari frekuensi rendah.

Adanya Carhart’s Notch adalah diagnosis secara abstrak dari otosklerosis ,

meskipun dapat juga terlihat pada gangguan konduktif lainnya. Carhart’s

notch adalah penurunan dari konduksi tulang sebanyak 10-30 db pada

frekuensi 2000Hz, diinduksi oleh adanya fiksasi stapes. Carhart’s notch akan

menghilang setelah stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah

50 db untuk otosklerosis, kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas

dari tulang pendengaran. Speech discrimination biasanya tetap normal.

Pada masa pre klinik dari otosklerosis, tympanometri mungkin menunjukan

“on-off” effect, dimana ada penurunan abnormal dari impedance pada awal

dan akhir eliciting signal. Ketika penyakit berlanjut, adanya on-off ini

memberi gambaran dari absennya reflek stapedial. Gambaran timpanogram

biasanya adalah tipe A dengan compliance yang rendah. Walaupun jarang,

gambaran tersebut dapat juga berbentuk kurva yang memendek yang dirujuk

ke pola tipe As.

Fine – cut CT scan dapat mengidentifikasi pasien dengan vestibular atau

koklear otosklerosis, walaupun keakuratannya masih dipertanyakan. CT dapat

memperlihatkan gambaran tulang-tulang pendengaran, koklea dan vestibular

organ. Adanya area radiolusen didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan

pada awal penyakit ini, dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih

lanjut. Hasil yang negative bukan berarti non diagnostik karena beberapa

pasien yang menderita penyakit ini mempunyai kemampuan dibawah dari

metode CT paling canggih sekali.

Tatalaksana

39

Page 40: laptut skenario 4

Sebanyak 90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah

simptomatik karena lesi barlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada

pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara konduktif

dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih

cepat tergantung pada faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran

akan berhenti stabil maksimal pada 50-60 db.

Amplifikasi

Alat Bantu dengar baik secara unilateral atau bilateral dapat merupakan terapi

yang efektif. Beberapa pasien yang bukan merupakan kandidat yang cocok

untuk operasi dapat menggunakan alat bantu dengar ini.

Terapi Medikamentosa

Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium florida

untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh Shambough yang

memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium

florida. Ion florida membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida

adalah 20-120 mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan florida yang

dikombinasi dengan 400 U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar

teori bahwa vit D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek

samping dapat menimbulakan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan

menguarangi dosis atau menggunakan enteric-coated tablets. Dengan

menggunakan regimen ini, sekitar 50 % menunjukan symptom yang tidak

memburuk, sekitar 30 % menunjukan perbaikan.

Terapi Bedah

Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian dari

fiksasi stapes. Seleksi pasien kandidat utama stapedectomy adalah yang

mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial, yang

dikonfirmasi dengan garputala dan audiometric menunjukan tuli konduktif

atau campur. Speech discrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan

penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari

Air Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan

40

Page 41: laptut skenario 4

paling maksimal dari operasi. Pasien harus mempunyai resiko anaestesi yang

minimal dan tidak memiliki kontraindikasi.

Indikasi Bedah

o tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi

stapes

o Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis

media kronis (sebagai tahapan prosedur)

o Osteogenesis imperfekta

o beberapa keadaan anomali kongenital

o timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai

tahapan operasi)

1.7. GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT OBAT-OBATAN OTOTOKSIK

Definisi

Ototoksik adalah gangguan yang terjadi pada alat pendengaran yang terjadi

karena efek samping dari konsumsi obat-obatan. Gangguan yang terjadi pada

pendengaran biasanya bermanifestasi menjadi tuli sensoryneural. Yang dapat bersifat

reversibel dan bersifat sementara, atau tidak dapat diubah dan permanen.

Etiologi

Disebabkan oleh obat-obatan ototoksik seperti :

1. Obat-obat golongan aminoglikosida

Tuli yang diakibatkannya bersifat bilateral dan bernada tinggi, sesuai

dengan kehilangan sel-sel rambut pada putaran basal koklea dan dapat juga

terjadi tuli unilateral disertai gangguan vestibular.

Obat-obat tersebut adalah : streptomisin,neomisin,kanamisin, gentamisin,

tobramisin, amikasin dan yang baru adalah netilmisin dan sisomisin.

Gentamisin dan streptomisin merupakan oabat ototoksitas yang paling

sering.

2. Eritromisin41

Page 42: laptut skenario 4

Gejala pemeberian eritromisin intravena terhadap telinga adalah kurang

pendengaran subjektif tinnitus yang meniup dan kadang-kadang disertai

vertigo. Antibiotic lain seperti vankomisin, viomisin, capreomisin,

minosiklin dapat mengakibatkan atotoksitas bila diberikan pada pasien yang

terganggu fungsi ginjalnya.

3. Loop diureticts

Ethycrynic acid, furosemid dan butamide adalah diuretic yang kuat yang

disebut loop diuretic karena dapat menghambat reabsorbsi elektrolit-

elektrolit dan airpada cabang naik dari lengkungan Henle. Biasanya

gangguan pendengaran yang terjadi ringan, tetapi pada kasus-kasus tertentu

dapat menyebabkan tuli permanen.

4. Obat anti inflamasi

Salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan tuli sensorineural

berfrekuensi tinggi dan tinnitus. Tetepi bila obat dihentikan pendengaran

akan pulih dan tinnitus akan hilang.

5. Obat anti malaria

Kina dan klorokuin adalah anti malaria yang biasa digunakan. Efek

ototoksitasnya berupa gangguan pendengaran dan tinnitus. Tetapi bila

pengobatan dihentikan biasanya pendengaran akan pulih dan tinitusnya akan

hilang.

6. Obat anti tumor

Gejala yang ditimbulkan CIS platinum, sebagai ototoksitas adalah tuli

subjektif, tinnitus dan otalgia, tetapi dapat terjadi juga ganngguan

keseimbangan. Tuli biasanya bilateral dimulai dengan frekuensi antara 6

KHz dan 8 KHz, kemudian terkena frekuensi yang lebih rendah.tinitus

biasanya samar-samar. Bila tuli ringan pada penghentian pengobatan

pendengaran akan pulih, tetapi bila tulinya berat bisa bersifat menetap.

7. Obat tetes telinga

42

Page 43: laptut skenario 4

Banyak obat tetes telinga mengandung antibiotika golongan aminoglikosid

seperti neomisin dan polimiksin B. terjadinya ketulian oleh karena obat

tersebut bias menembus membrane tingkap bundar (round window

membrane). Walaupun membrane tersebut pada manusia lebih tebal 3x

dibandingkan pada baboon (semacam monyet besar) (± >65 mikron), tetapi

dari hasil penelitian masih dapat ditembus oleh obat-obat

tersebut.sebetulnya obat tetes telinga yang mengandung antibiotika

aminoglikosida diperuntukkan untuk infeksi telinga luar.

Patofisiologi

Toksisitas aminoglikosida terutama target ginjal dan sistem cochleovestibular,

namun tidak jelas ada korelasi antara tingkat nephrotoksisitas dan ototoksisitas.

Toksisitas koklea yang mengakibatkan gangguan pendengaran biasanya dimulai

dalam frekuensi tinggi dan sekunder untuk kerusakan ireversibel luar sel-sel rambut

pada organ Corti, terutama pada pergantian basal koklea. Mekanisme aminoglikosida

ototoxicity diperantarai oleh gangguan sintesis protein mitokondria, dan pembentukan

radikal oksigen bebas. Mekanisme awal aminoglikosida dalam merusak pendengaran

adalah penghancuran sel-sel rambut koklea, khususnya sel-sel rambut luar.

Aminoglikosida muncul untuk menghasilkan radikal bebas di dalam telinga

bagian dalam dengan mengaktifkan nitric oksida sintetase yang dapat meningkatkan

konsentrasi oksida nitrat. Radikal oksigen kemudian bereaksi dengan oksida nitrat

untuk membentuk radikal peroxynitrite destruktif, yang dapat secara langsung

merangsang sel mati. Apoptosis adalah mekanisme utama kematian sel dan terutama

diperantarai oleh kaskade mitokondria intrinsik. Nampaknya aminoglikosida

berinteraksi dengan logam transisi seperti sebagai besi dan tembaga mungkin terjadi

pembentukan radikal bebas tersebut. Akhirnya fenomena ini menyebabkan kerusakan

permanen pada sel-sel rambut luar koklea, yang mengakibatkan kehilangan

pendengaran permanen.

Ototoksisitas aminoglikosida kemungkinan multifaktor, dan penyelidikan lebih

lanjut terus berlanjut. Beberapa penelitian sedang menyelidiki chelators besi dan

antioksidan sebagai agen mungkin untuk mencegah gangguan pendengaran selama

43

Page 44: laptut skenario 4

terapi, sementara studi lain mengeksplorasi bentuk terapi gen sebagai pilihan

pengobatan di masa depan. Saat ini, tidak ada perawatan yang tersedia selain dari

amplifikasi dan implantasi koklea, karena itu, pencegahan sangat penting.

Diagnosis

Anamnesis

a. Tinitus, ganguan pendengaran, vertigo merupakan gejala utama

ototoksik

b. Riwayat pemakaian obat ototoksik yang lama

c. Biasanya tuli arena obat adalah tuli sensorineural, bilateral maupun

unilateral.

Pemeriksaan fisik

1. Tuli nada tinggi 4 KHz sampai 6 KHz

2. Grade ototoksik menurut The National Cancer Institute, CTCAE

(Common Terminology Criteria Adverse Event):

a.       Grade 1 : perubahan/kehilangan ambang batas dengar 15 – 25 dB

b.      Grade 2 : > 25 – 90 dB

c.       Grade 3 : Indikasi hearing aid ( > 20 dB bilateral HL in the

speech frequencies, > 30 dB unilateral HL )

d.      Grade 4 : indikasi implant koklea dan perlu latihan melihat bahasa

bibir

Tatalaksana

Saat ini, tidak ada pengobatan yang dapat mengembalikkan kerusakan telinga

yang terjadi karena konsumsi obat-obatan golongan Aminoglikosida. Bila pada waktu

pemberian obat-obatan ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam (dalam

diketahui secara audiiometrik), maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut harus

segera dihentikan. Berat ringannya ketulian tergantung dari jenis obat, jumlah, dan

lamanya penggunaan obat. Hal tersebut lebih rentan terjadi pada pasien dengan

insufisiensi ginjal dan jenis obat itu sendiri.

Pengobatan yang tersedia saat ini ditujukan untuk mengurangi dampak kerusakan

dan merehabilitasi fungsi. Individu dengan gangguan pendengaran dapat dibantu

44

Page 45: laptut skenario 4

dengan alat bantu dengar, psikoterapi, auditory training, termasuk dengan

mengguanakn sisa pendengaran dewngan alat bantu dengar, belajar komunikasi total

dengan blajar bahasa isyarat. Dan mereka yang mengalami gangguan pendengaran

bilateral yang sudah mendalam dapat diatasi dengan melakukan implan koklea.

Dalam kasus kehilangan fungsi keseimbangan, terapi fisik merupakan hal yang sangat

bernilai bagi banyak individu. Tujuannya adalah untuk membantu otak menjadi

terbiasa dengan informasi yang berubah dari telinga bagian dalam dan untuk

membantu individu dalam mengembangkan cara lain untuk menjaga keseimbangan.

Tetapi dalam kasus-kasus tertentu yang terjadi karena rusaknya organ vestibuler

seperti terjadinya tinnitus, vertigo, ataupun kehilangan keseimbangan rupanya juga

dapat ditanggulangi dengan obat aminoglikosida, dengan mempengaruhi system

vestibuler yang sebenarnya sudah mengalami kelainan pada awalnya. kelainan awal

di organ vestibuler yang sudah terbentuk mekanismenya di rusak oleh aminoglikosida

yang bersifat ototoksik terhadap organ vestibuler, sehingga gejala awal seperti

tinnitus ataupun vertigo menjadi berkurang, walaupun pada akhirnya dapat

memberikan efek ototoksik pada organ vestibuler lainnya atau organ akustik yang

lain.

Prognosis

Prognosis buruk bila telah terjadi tuli sensorineural total bilateral, sehingga harus

dilakukan implant koklea.

Pencegahan dan edukasi

Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat ototoksik , maka pencegahan

menjadi lebih penting. Dalam melakukan pencegahan ini termasuk

mempertimbangkan pengguanaan obat-obat ototoksik, menilai kerentanan pasien,

memonitor efek samping secara dini, yaitu dengan memperhatikan gejala-gejala

ototoksisitas pada telinga dalam yang timbul seperti tinnitus, kurang pendengaran dan

vertigo. Pada pasien yang menunjukan mulai ada gejala-gejala tersebut harus

dilakukan evaluasi audiologik dan menghentikan pengobatan.

1.8. ANALISIS SKENARIO

45

Page 46: laptut skenario 4

Laki-laki, 60 tahun, berobat ke poli klinik umum sebuah Puskesmas

mengeluhkan kedua telinganya berdenging sejak 1 minggu,telinga berdenging dapat

disebabkan oleh gangguan pada telinga dalam, kerusakan pada silia-sillia di koklea

menyebabkan timbulnya persepsi suara baru yang dibawa ke otak. Keluhan ini sudah

dirasakan beberapa kali, tetapi hilang sendiri. Gejala ini biasanya terjadi pada NIHL

pada fase awal dimana telinga masih bisa beradaptasi dengan suara bising. Keluhan

yang saat ini dirasakan tidak berkurang malah makin parah semakin parahnya

keluhan diduga akibat paparan bising yang sudah menahun. Pasien mengeluh pusing

berputar, vertigo pada gangguan telinga dapat di sebabkan adanya kerusakan pada

vestibula. Pasien bekerja sebagai buruh tambang dengan tugas memecah batu, ini

merupakan factor resiko dari NIHL. Dari pemeriksaan fisik telinga didapatkan

membran timpani kanan dan kiri dalam batas normal.

BAB IIIPENUTUP3.1 KESIMPULANBerdasarkan skenario ini dibahas beberapa

gangguan pendengaran yang dialami dengan keluhan utama berupa telinga

berdenging, dan disertai pusing berputar. Gangguan pendengaran yang dibahas yang

dibahas antara lain presbikusis, penyakit meniere, noise induced hearing loss,

otosklerosis dan ototoksik. Sebelum membahas gangguan pendengaran tersebut,

dibahas terlebih dahulu tentang anatomi dan fisiologi sistem pendengaran, dan tes

fungsi pendengaran yang digunakan untuk menegakkan diagnosis. Bila diagnosis

dapat ditegakkan lebih dini maka tatalaksana dapat diberikan sebelum penyakit

memburuk. Hal tersebut dapat mempengaruhi prognosis ke arah yang lebih

baik.DAFTAR PUSTAKAAdams GL., Boies LR., Higler PA. 1997. Boies buku ajar

penyakit THT, Ed.6. Jakarta: EGCBallenger JJ., Snow JB. 1996.

Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery , A Lea & Febiger Book Soepardi

EA, Iskandar HN, editor. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher. Ed.6. Jakarta: Balai penerbit FKUI

46