Lapsus Sri

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nutrisi merupakan salah satu pokok sumber kehidupan, selain dari kebutuhan oksigen dan cairan. Pada waktu sakit kebutuhan nutrisi merupakan hal yang sangat penting namun sering dilupakan karena seringnya kita berorientasi pada pemakaian obat, sehingga penderita sering mengalami kekurangan nutrisi. Hal ini menyebabkan penyembuhan menjadi terhambat, diikuti dengan meningkatnya resiko infeksi pasca bedah, lama rawat inap dan mortalitas. Penelitian-penelitian dari masa lalu dan kini menunjukkan bahwa manfaat hasil dari terapi nutrisional terbesar adalah pada pasien sakit kritis. Pasien cedera kritis ditandai dengan hipermetabolisme dan katabolisme yang cepat sehingga cepat terjadi malnutrisi. 1 Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena dengan cepat dapat memantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat penurunan fungsi organ tubuh. Perawatan intensif pada pasien kritis dapat dilaksanakan di Intensive Care Unit (ICU), dimana secara umum penyakit yang dirawat di ICU meliputi pasien kritis post operasi mayor dan pasien kritis yang meliputi penyakit jantung koroner, respirasi akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non traumatik, dan kegagalan multi organ. 1,2 Perlunya pemberian nutrisi pada pasien dengan penyakit kritis atau yang mengalami trauma berat sudah sangat jelas. Diketahuinya bahwa traktus gastrointestinal memegang peranan penting dalam systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan sepsis meningkatkan pengembangan protokol dimana pasien dengan penyakit kritis, korban trauma, serta pasien yang baru menjalani operasi besar diberikan makanan secepat mungkin sehubungan dengan penyakitnya atau segera setelah menjalani operasi. 1,2 Selain itu tujuan dari diberikannya terapi nutrisi pada pasien kritis adalah untuk mempertahankan massa jaringan,

Transcript of Lapsus Sri

Page 1: Lapsus Sri

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangNutrisi merupakan salah satu pokok sumber kehidupan, selain dari kebutuhan oksigen dan cairan. Pada waktu sakit kebutuhan nutrisi merupakan hal yang sangat penting namun sering dilupakan karena seringnya kita berorientasi pada pemakaian obat, sehingga penderita sering mengalami kekurangan nutrisi. Hal ini menyebabkan penyembuhan menjadi terhambat, diikuti dengan meningkatnya resiko infeksi pasca bedah, lama rawat inap dan mortalitas. Penelitian-penelitian dari masa lalu dan kini menunjukkan bahwa manfaat hasil dari terapi nutrisional terbesar adalah pada pasien sakit kritis. Pasien cedera kritis ditandai dengan hipermetabolisme dan katabolisme yang cepat sehingga cepat terjadi malnutrisi.1

Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena dengan cepat dapat memantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat penurunan fungsi organ tubuh. Perawatan intensif pada pasien kritis dapat dilaksanakan di Intensive Care Unit (ICU), dimana secara umum penyakit yang dirawat di ICU meliputi pasien kritis post operasi mayor dan pasien kritis yang meliputi penyakit jantung koroner, respirasi akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non traumatik, dan kegagalan multi organ.1,2

Perlunya pemberian nutrisi pada pasien dengan penyakit kritis atau yang mengalami trauma berat sudah sangat jelas. Diketahuinya bahwa traktus gastrointestinal memegang peranan penting dalam systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan sepsis meningkatkan pengembangan protokol dimana pasien dengan penyakit kritis, korban trauma, serta pasien yang baru menjalani operasi besar diberikan makanan secepat mungkin sehubungan dengan penyakitnya atau segera setelah menjalani operasi.1,2 Selain itu tujuan dari diberikannya terapi nutrisi pada pasien kritis adalah untuk mempertahankan massa jaringan, menurunkan pemakaian cadangan endogeneus, memperbaiki katabolisme, mempertahankan/memperbaiki fungsi organ, memperbaiki penyembuhan luka, mempertahankan barier usus, serta mengurangi morbiditas/mortalitas dan masa rawat di ICU.3

Sebagai contoh, seorang laki-laki normal dengan berat badan (BB) 70 kg memiliki persediaan energi sekitar 175.000 kcal atau sekitar 2500 kcal per kg BB-nya. Cadangan energi tersebut berasal dari lemak, protein dan karbohidrat yang tersimpan di dalam tubuhnya. Diantara ketiga sumber energi tersebut, lemak menyumbang energi terbesar dimana melalui proses oksidasi, per-gramnya akan menghasilkan energi sekitar 9,3 kcal. Protein dan karbohidrat masing-masing akan menghasilkan 4 kcal. Dengan demikian untuk pria BB 70 kg dengan komposisi simpanan lemak sebanyak 16 kg menghasilkan 149.000 kcal, protein sebanyak 11 sampai 12 kg dimana sekitar 6 kg dapat dimobilisasi dengan hasil sekitar 24.000 kcal. Terakhir adalah glukosa yang hanya tersimpan dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen, merupakan simpanan energi yang proporsinya paling sedikit diantara ketiganya, yaitu sekitar 0,250 kg, dengan 1.000 kcal yang dihasilkannya. Selama masa puasa energi akan diperoleh dari ketiga sumber simpanan lemak, protein (terutama protein otot) dan glikogen. Bila dalam sehari dibutuhkan sekitar 25.000 kcal, maka simpanan energi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup selama 2 bulan. Akan tetapi dalam

Page 2: Lapsus Sri

situasi-situasi stres dengan peningkatan laju metabolik, simpanan energi itu akan habis dalam waktu singkat.3

Terapi nutrisi yang sesuai bisa menurunkan pemakaian cadangan nutrien endogen dan mempertahankan masa jaringan, memperbaiki fungsi organ, memperbaiki penyembuhan luka, menurunkan kejadian infeksi, mempertahankan barier usus, mengurangi masa rawat dan biaya perawatan di runah sakit.2 Sehingga disini nutrisi sangat penting dalam menjaga pasien agar tidak mengalami malnutrisi selama mengalami perawatan. Ada 3 modalitas dalam pemberian nutrisi pada pasien antara lain melalui diit oral, nutrisi enteral dan nutrisi parenteral.1,5 Pada paper ini kami akan lebih memfokuskan membahas pemberian nutrisi secara enteral dan parenteral pada pasien trauma pasca bedah.

BAB IIKOMPOSISI DIET

Pemberian nutrisi pada pasien berdasarkan atas kebutuhan nutrisi, jumlah energi yang dibutuhkan, riwayat penyakit pasien dan kondisi pasien saat ini.6 Misalnya pada pasien dengan BUN dan serum kreatinin normal dapat diberikan protein yang lebih tinggi dengan kalori yang lebih rendah terhadap rasio nitrogen. Pasein dengan normal BUN sebaiknya mendapatkan sekitar 1,5-2,5 g protein/kgBB/hari. Jika BUN < 40 mg/dL dan serum kreatinin < 2 mg/dL, pemberian nitrogen yang lebih tinggi masih sesuai. Tetapi pemberian protein harus dikurangi jika BUN > 80 mg/dL dan serum kreatinin > 3mg/dL. Formula yang diperkaya asam amino rantai cabang dan formula peningkatan imun biasanya bermanfaat pada pasien dengan sepsis, trauma berat dan gagal fungsi hepar.4

2.1. EnergiPada pasien kritis, pengeluaran energi selalu rendah, dimana diperkirakan

tidak mencapai 2000 kcal/ hari.6 Untuk menentukan kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis tidaklah mudah, karena dipengaruhi oleh banyak faktor terutama penyakit dasarnya. Formula yang sering dipakai diklinik adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung laju metabolisme basal (BMR=REE). Persamaan ini menggunakan beberapa parameter seperti: tinggi badan, berat badan, usia, dan jenis kelamin. Parameter-parameter tersebut merupakan parameter-parameter sederhana yang sering dipakai untuk menghitung besarnya energi yang dibutuhkan perharinya. Parameter-parameter tersebut dimasukkan ke dalam suatu rumus yang disebut rumus “Harris Benedict” sebagai berikut: 3,4

BMR (kcal/d) = 66,5 + 13,75 W + 5,0 H – 6,76 A UNTUK PRIABMR (kcal/d) = 655,1 + 9,56 W + 1,85 H – 4,76 A UNTUK WANITAKeterangan: REE = resting energy metabolism (BMR= Basal Metabolic Rate) W = weight (kg) H = height (cm) A = age (years)

Page 3: Lapsus Sri

Rumus tersebut dapat memperkirakan BMR untuk orang normal pada saat istirahat, akan tetapi untuk pasien-pasien sakit kritis pembakaran energinya tidaklah sama dengan orang-orang normal tersebut. Oleh karena itu hasil dari perhitungan tersebut perlu disesuaikan dengan penderita yang dihadapi. Peningkatan BMR untuk penderita operasi elektif berkisar antara 10 – 20%, trauma berat 20 –50% , sepsis 20 – 60% dan untuk luka bakar berat 100%. Pada penderita-penderita sakit kritis di ICU hasil perkiraan kebutuhan energinya dapat bervariasi dari hari ke hari sehinnga perlu penyesuaian dengan kondisi penderita.3

Minimal dibutuhkan 30 kcal/kg BB per hari, kalau terdapat komplikasi dapat ditingkatkan menjadi 40-45 kcal/kg/hari, dalam keadaan hiperkatabolisme misalnya sepsis atau luka bakar luas, 50-60 kcal/kg/hari. Dan pada keadaan sepsis hendaknya setiap peningkatan temperatur 1ºC, jumlah kalori ditambah 12 %.3

2.2 KarbohidratOrang dewasa harus mendapatkan karbohidrat tidak kurang dari 100 g dan tidak lebih dari 500 g per hari. Jumlah yang melebihi 500 g dapat meningkatkan kadar enzim hepatik di darah dan kadang-kadang menjadi penyebab dari terjadinya hepatomegali. Kadar glukosa dalam darah harus dipertahankan antara 100-200 mg/dL, kadar glukosa diatas level ini akan menyebabkan terjadinya komplikasi.4

Hiperglikemia merupakan salah satu gambaran karakteristik pada pasien-pasien cedera, sepsis dan luka bakar dimana nilainya bervariasi dari yang berada sedikit di atas normal pasca operasi elektif, sampai setinggi 800 mg/dl pada kasus-kasus yang berat. Hiperglikemia berat akan merugikan secara klinis oleh karena dapat menyebabkan hiperosmolaritas darah yang tinggi. Hiperglikemia jenis ini disebut sebagai “diabetes of injury.” Akan tetapi tidak seperti diabetes melitus yang biasanya disebabkan oleh karena kekurangan insulin, pada “diabetes of injury” malahan terjadi peningkatan kadar insulin.1,2,3

Glukosa mewakili jumlah karbohidrat yang dibakar di sirkulasi. Glukosa dipakai pada kebanyakan sel tubuh yang meliputi sentral maupun perifer dari sistem nervus, sel darah dan penyembuhan jaringan. Glukosa disimpan dalam bentuk glikogen pada hati dan otot skeletal. Cadangan di hepar akan dikeluarkan jika pasien telah puasa 24-36 jam, sementara glikogen di otot tidak dapat digunakan selain di sel. Saat cadangan di hepar telah dikeluarkan, glukosa di produksi melalui glukoneogenesis dari asam amino, gliserol dan laktat.5 Glukosa yang dibentuk lebih banyak dari pada glukosa yang dioksidasi pada trauma dan sepsis, oleh karena terjadinya peningkatan glikolisis yang merupakan kebutuhan pada daerah luka dan pada sepsis. Pada penderita sepsis, lokasi yang menjadi tempat infeksi akan mengalami peningkatan jumlah sel darah putih, yang menggunakan glukosa lebih banyak untuk glikolisis dibandingkan untuk oksidasi. Pada pasien-pasien luka bakar jaringan yang mengalami penyembuhan juga menggunakan glukosa untuk glikolisis dibandingkan untuk oksidasi. Dalam proses glikolisis ini hampir semua glukosa yang dimanfaatkan diubah menjadi laktat, yang merupakan sumber energi 1/12-nya dibandingkan dengan energi yang diperoleh dari glukosa melalui proses oksidasi.3

Energi dari sumber karbohidrat disediakan dari sukrosa, cairan glukosa (sirup

Page 4: Lapsus Sri

jagung), laktosa, maltodekstrin dan amilum. 6

2.3 LemakLemak dapat diberikan 1 – 3 g/kg BB/ hari. Konsentrasi trigliserida dan kolesterol serum sebaiknya diperiksa setiap minggu atau lebih sering. Pada pasien yang dapat mentoleransi karbohidrat dan lemak dengan baik, sebaiknya diberikan kalori nonprotein. Sedangkan jika pasien tidak mentoleransi karbohidrat dan lemak dengan baik, kalori non protein yang dipilih adalah yang dapat ditoleransi lebih baik. Disarankan agar pemberian lemak dan karbohidrat dipidahkan yaitu lemak pada siang hari ( pukul 6 pagi – 6 sore) dan karbohidrat di malam hari (pukul 6 sore – 6 pagi), dimana masing-masing diberikan bersama dengan makanan yang mengandung nitrogen.4

Dalam keadaan hipermetabolik maka akan terjadi oksidasi lemak yang jauh lebih tinggi, dibandingkan pada orang-orang normal. Lipolisis trigliserida dari simpanan lemak tubuh meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan oksidasi lemaknya. Walaupun metabolisme lemak ditingkatkan oleh stres yang diderita, namun proses ketogenisnya ternyata lebih rendah kalau dibandingkan dengan orang-orang yang puasa normal. Perbedaan utama antara kondisi puasa pada penderita cedera berat dengan orang-orang normal adalah tingginya glukosa yang produksi, terutama dipakai oleh jaringan yang mengalami stres untuk proses glikolisis. Oleh karena ketogenesis sebagian dihambat oleh tingginya kadar glukosa dan insulin, maka hampir semua kebutuhan energi otak hanya akan dipenuhi oleh glukosa dan dalam keadaan-keadaan seperti itu jaringan-jaringan lain juga meng-oksidasikan glukosa.Tingginya oksidasi glukosa ini hampir semua diperoleh dari pemecahan protein otot, yang dapat meningkat dalam laju 2,5 kali dibandingkan pada orang normal.3

Energi yang dipasok lewat lemak dapat bebrbentuk whole milk fat, minyak nabati,minyak kelapa atau kedelai terhidrogenasi. Trigliserida rantai sedang diindikasikan pada keadaan malabsorpsi. Umumnya kebanyakan diet enteral yang seimbang menyediakan kira-kira 1 kcal per hari. Diet modular berbeda karena menyediakan energi tinggi (4-8 kcal/ml) atau protein tinggi.6

2.4 ProteinSebagian asam amino bergabung didalam jaringan protein. Karena protein

menurun, asam amino kembali ke dalam bentuk bebas dan setelah itu kembali digunakan untuk sintesis protein atau katabolisme. Kebutuhan protein perhari dari orang dewasa 0,75 g protein/kg BB. Selama keadaan kritis dibutuhkan 1,2-1,5 g/kg BB untuk menuju kearah pemulihan. Pada beberapa penyakit kebutuhan protein harus dikontrol, seperti pada acute liver failure.5

Sumber protein dalam diet enteral dipasok dalam bentuk natrium kaseinat, isolat protein kedelai, whey protein atau laktalbumin. Bentuk protein bisa mempengaruhi penyerapan pada pasien kritis, sehingga diet berbasis peptida lebih banyak digunakan. Kebanyakan diet seimbang mengandung sekitar 40 g protein perhari sedang diet protein tinggi mengandung paling sedikit 60 g per liter. 1

Page 5: Lapsus Sri

2.5 Vitamin dan MineralUntuk menjamin penggantian yang adekuat dari mineral dan elemen penting lainnya, terutama pada pasien yang menerima formula berdelusi kuat, kadarnya dalam serum sebaiknya diperiksa sedikitnya sekali dalam seminggu sampai elemen ini dapat distabilkan. Nilai kadar serum normal dari mineral terlihat dalam Tabel 1. Kandungan vitamin dari makanan cair biasanya menurun bila disimpan terlalu lama. Penilaian klinis (Tabel 2) mungkin dapat membantu untuk menyediakan vitamin yang cukup untuk pasien, dimana secara umum pemberian tambahan multivitamin 1 mL (untuk anak-anak) dan 5 mL (untuk dewasa) per hari dapat memenuhi kebutuhan.4

Tabel 2.5.1 Penilaian Vitamin4

VitaminGejala kekuranganNilai normalAsam askorbatScurvy, perdarahan gusi, penyembuhan luka yang lama.0.5-1 mg/dLBiotinAlopecia, dermatitis, neuritis.200-500 pg/mLKobalaminAnemia megaloblastik, neuropati200-900 pg/mLAsam folatDefek megaloblastik pada sel darah merah dan mukosa.Serum: 3-9 ng/mLSel: 150-600 ng/mLNiasinPellagra, dermatitis, ulkus pada mukosa, depresi SSP 4-9 µg/mLAsan pantotenatIritabilitas, parestesia150-400 ng/mLPiridoksinGlositis, neuritis, anemia hipokromik mikrositikRed cell GOT indeks >1.5RiboflavinCheilosis, glositis, dermatitis<1.2 aktifitas erythrocyte glutathion reductase TiaminPolineoritis, high-output cardiac failure8-15 IU aktifitas transketolaseVitamin AButa senja, xeropthalmia, keratosis20-60 µg/dL

Page 6: Lapsus Sri

Vitamin DOsteomalacia, riketsia, kelemahan otot10-80 ng/mLVitamin EAnemia hemolitik pada neonatus, perubahan SSP dan retina0.8-1.2 mg/dLVitamin KKecenderungan perdarahanProtrombin time <1 detik dari kontrol

Tabel 2.5.2 Penilaian Mineral4

MineralGejala kekurangan

Nilai normal dalam serumKalsiumOsteomalasia, tetani2,2- 2,7 mM (8,6-10,6 mg/dL)KloridaAlkaslosis metabolik 95-105 mEq/LKromiumIntoleransi glukosa2-4 ng/mLKobaltTidak diketahui2-5 ng/mLTembagaAnemia, neutropenia90-130 µg/dLIodiumKretinisme, miksedemia4-11 µg/dLBesiHipokromik mikrositik anemiaSI >60 µg/dLTIBC <250 µg/dLFeritin >30 µg/dLMagnesiumTetani, kelemahan otot1,2-2,5 mg/dLManganGangguan pembekuan6-10 ng/dLMolibdenum

Page 7: Lapsus Sri

confusional state0,5-2 ng/dLFosforOsteomalasia, tetani2,5-4,5 mg/dLKaliumKelemahan otot, iritabilitas jantung, alkalosis3,5-5,5 mEq/LSeleniumKelemahan otot, anemia0,02 ng/mLNatriumHipovolemia, hipotensi, penurunan volume urin135-142 mEq/LSulfurTidak diketahuiTidak diketahuiZincGangguan pertumbuhan, penyembuhan luka yang lama, koagulopati70-120 µg/dL

2.6 Keseimbangan NitrogenSalah satu tujuan utama pemberian nutrisi artifisiil pada penderita sakit kritis

adalah untuk menurunkan terjadinya pemecahan protein tubuh. Pada fase-fase awal cedera berat memang tidak mungkin mendapatkan keseimbangan nitrogen (N) menjadi nol, maka dalam hal ini tujuannya adalah untuk memperkecil negatifitas keseimbangan nitrogen ini. Keseimbangan nitrogen merupakan fungsi komplek yang terdiri dari pemecahan protein dan energi dan besarnya asupan nitrogen.2,3 Apabila asupan nitrogen dijaga tetap konstan, maka peningkatan asupan energi akan meningkatkan keseimbangan nitrogen sampai kemudian nitrogen itu sendiri membatasi energi yang dapat dikonsumsi dan peningkatan lebih lanjut tidak akan memberikan efek yang positif pada keseimbangan nitrogen. Dalam keadaan asupan rendah energi maka karbohidrat merupakan pengganti protein yang jauh lebih baik dibandingkan dengan lemak. Akan tetapi pada asupan karbohidrat yang melebihi 150 gram, maka efek penggantian kedua bahan tersebut sama-sama besarnya. Kebutuhan karbohidrat minimal yang dibutuhkan penderita-penderita yang mengalami stres mungkin lebih besar. Peningkatan asupan nitrogen juga akan meningkatkan keseimbangan nitrogen sepanjang asupan energinya juga cukup tinggi. 1,6 Kalkulasi terhadap kebutuhan nitrogen dengan menghitung kehilangan nitrogen melalui urin dengan cara : 2

• Urea Urin (dalam 24 jam) x 0,035 = kehilangan N2 (dalam gram) + protein uria (dibagi 6,25 untuk mendapatkan gram N2 ).

• Kehilangan protein dapat melalui keringat, dan feses (sebanyak 1,6 gram per hari pada temperatur normal), dalam keadaan panas, maka angka ini bertambah 0,8 gram setiap peningkatan 1ºC tiap hari. Selain itu harus

Page 8: Lapsus Sri

diperhitungkan pula kehilangan protein dalam feses sebanyak 2-4 gr N2/L.• Kehilangan 3-8 gram urea nitrogen melalui pipa urin pada

penderita tanpa intake protein atau asam amino, mencerminkan katabolisme protein ringan, jika kehilangan 8-13 gram mencerminkan katabolisme sedang, dan jika diatas 13 gram mencerminkan katabolisme berat.

BAB IIIPATOFISIOLOGI NUTRISI PADA PASIEN TRAUMA DAN SAKIT KRITIS

3.1 Kebutuhan nutrisi pada pada pasien traumaPasien-pasien yang mengalami cedera berat, trauma, atau pasien-pasien septis

biasanya akan mengalami keadaan hipermetabolik atau hiperkatabolik atau dengan kata lain kebutuhan kalorinya meningkat, dan dalam waktu yang sama pemecahan protein tubuhnya mengalami peningkatan. Bersamaan dengan itu akan terjadi peningkatan mobilisasi dan oksidasi lemak serta resisten terhadap glukosa dan insulin. Dibandingkan dengan orang-orang normal mereka akan mengoksidasikan lebih sedikit karbohidrat dibandingkan lemak dan proses glukoneogenesis akan tetap berlanjut walaupun mereka diberikan diet tinggi karbohidrat. Aktifias simpatiknya mengalami peningkatan yang ditandai oleh peningkatan kadar epinefrin dan norpinefrin demikian juga akan terjadi peningkatan produksi hormon katabolik seperti glukagon dan kortisol. Ekskresi nitrogen akan meningkat 2 kali lipat dibandingkan eksekresinya pada orang normal dan dapat mencapai 400 mg/kg/hari

Page 9: Lapsus Sri

pada pasien-pasien yang memperoleh larutan dektrose 5%.3,4,5

Pada pasien yang mengalami cedera atau sepsis juga terjadi resistensi terhadap glukosa dan insulin sehingga mungkin memerlukan lebih banyak karbohidrat, sehingga paling sedikit 25% dari BMR-nya harus dipenuhi dari bahan karbohidrat dan jumlah tersebut harus ditingkatkan lagi mencapai 50%, pada penderita yang mengalami stres. Harus diingat bahwa baik karbohidrat maupun protein dapat mempengaruhi sistem respirasi. Pemberian nutrisi parenteral total yang berdasarkan atas hiperkalori dari glukosa, akan dapat menggandakan produksi karbon dioksida (CO2) dan meningkatkan ventilasi semenit yang setara. Infus asam-asam amino atau protein dapat meningkatkan respon pernafasan dan sensitifitasnya terhadap CO2, sehingga pemberian protein yang terlalu banyak akan menambah beban nafas yang sebelumnya sudah ditingkatkan oleh pemberian karbohidratnya. Kalau hal tersebut dilakukan pada penderita yang memiliki cadangan pulmonaris yang tidak adekuat, maka hal tersebut dapat menyebabkan respiratory distress dan kesulitan melakukan penyapihan dari ventilator.3,4,5

Perubahan-perubahan metabolik tersebut di atas menjadi dasar meningkatnya kebutuhan nutrien pada orang-orang sakit kritis. Sumber energi utamanya diperoleh dengan jalan meningkatkan pemecahan protein ototnya. Dari keseluruhan energi yang dibutuhkan pada keadaan stres ini hanya 25% berasal dari protein endogen bahkan walaupun pada stres yang berat. Selain itu dalam keadaan stres, mobilisasi dan oksidasi lemak yang merupakan bahan bakar endogen utama akan meningkat. Penjelasan yang paling mendekati kenapa terjadi peningkatan proteolisis otot adalah: karena protein otot tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan nutrien-nutrien spesifik seperti halnya glukosa dan asam-asam amino. Persediaan asam-asam amino yang tinggi diperlukan untuk sintesis beberapa jenis protein yang mendesak, untuk mengendalikan infeksi dan proses penyebuhan luka. Dalam situasi dimana tidak terdapat simpanan karbohidrat endogen yang cukup, maka asam-asam amino merupakan bahan utama glukosa yang dibutuhkan oleh otak.3,4,5

Pada respon trauma, karakteristiknya yaitu adanya takikardi, konsumsi oksigen yang meningkat, temperatur meningkat, keseimbangan nitrogen negatif. Terjadi hiperkatabolisme secara dramatis yang mengakibatkan hiperglikemia pasca trauma. Cuthbertson membagi fase respon metabolik terhadap trauma dalam dua fase yaitu :1,5

• Fase ebb, adalah fase dini pasca trauma yang khas ditandai dengan penurunan vitalitas produksi energi dan panas serta penurunan konsumsi oksigen. Fase ini berlangsung antara 24-71 jam pasca trauma.

• Fase flow, adalah fase pemulihan yang ditandai dengan pumulihan vitalitas, peningkatan konsumsi oksigen dan energi, serta khas ditandai dengan imbang nitrogen negative.

Menurut Moore menggambarkan karakteristik metabolisme pasca trauma dibagi dalam 4 fase yaitu :1,5

• Fase adrenergik-kortikosteroid, terjadi pelepasan hormon katekolamin dan kortisol. Berlangsung 3-5 hari.

• Fase penarikan kortikoid, sekresi hormon adrenokortikoid menurun dan kembali ke nilai normal. Terjadi pemulihan bising usus serta diuresis. Fase ini berlangsung 4-7 hari pasca trauma.

Page 10: Lapsus Sri

• Fase anabolik spontan, imbang nitrogen positif dan peningkatan kekuatan otot, berlangsung pada hari ke 7-10 pasca trauma.

• Fase penimbunan lemak, terjadi peningkatan berat badan, seiring dengan akumulasi lemak dan penyimpanan energi. Fase ini berlangsung dalam beberapa bulan.

Blackburn dkk membagi dalam dua fase yaitu fase akut dan fase adaptasi. Berdasarkan fase-fase yang telah dibahas maka dapat direncanakan nutrisi yang akan diberikan.5

3.2 Kebutuhan nutrisi pada penderita sakit kritisKeseimbangan neuroendokrin yang berubah selama masa stres, menyebabkan

kebutuhan akan nutrisi berubah juga. Hal tersebut terjadi terutama oleh karena aktifitas simpatis dan hormon-horman katabolik lainnya mengalami peningkatan. Permasalahan nutrisi pada penderita sakit kritis akan semakin meningkat apabila penderita tersebut makan peroralnya tidak adekuat.3,4,5

Sehubungan dengan gejala-gejala klinis penyakit dasarnya, maka tidak mudah untuk menetapkan kebutuhan energi penderita yang sebenarnya. Permasalahan utama yang muncul adalah dalam menentukan jumlah kebutuhan makronutrien berupa: karbohidrat, lemak, dan protein yang dibutuhkannya. Disamping itu tubuh penderita tidak hanya cukup mengandalkan makronutrien saja untuk menunjang kesembuhannya, akan tetapi memerlukan pula mikronutrien-mikronutrien penting lainnya, agar proses pemulihan dan pergantian sel-selnya menjadi sempurna.3,4,5

Penyerapan makanan yang diberikan peroral pada penderita sakit kritis sering terganggu dan karena itu akan menambah masalah berupa kekurangan beberapa bahan makanan esensiil yang diberikan. Pada diare misalnya banyak zat besi yang akan hilang melalui saluran cerna, begitu pula beberapa jenis elektrolit seperti kalium dapat terbuang melalui saluran cerna.3,4,5

Kebutuhan akan zat lemak terutama kebutuhan akan asam lemak esensial berupa asam linoleik, berkisar antara 5 – 10 gram/hari. Kebutuhan tersebut biasanya dapat terpenuhi dengan memberikan 200 ml emulsi lemak 10%, yang kira-kira setara dengan 10% dari total energi yang dibutuhkan. Sedangkan kebutuhan harian tehadap asam-asam lemak esensial lainnya sampai saat ini belum diketahui secara tepat. Namun yang pasti apabila penderita hanya diberikan nutrisi kontinyu berupa karbohidrat, maka akan diikuti oleh lepasnya asam-asam lemak esensial dari jaringan adiposa, dan dalam waktu 1 minggu akan timbul tanda-tanda defisiensi asam linoleik. Oleh karena itu pada kasus-kasus nutrisi parenteral kontinyu, maka diperlukan tambahan emulsi yang mengandung lipid.3,4,5

Sesungguhnya tidak terdapat kebutuhan karbohidrat yang absolut di dalam diet, oleh karena karbohidrat itu dapat juga diperoleh dari hasil sintesa protein dan sebagian kecil dari lemak. Akan tetapi terdapat kebutuhan glukosa untuk memenuhi kebutuhan jaringan otak dan jaringan syaraf, yang meliputi 20% dari BMR. Dalam keadaan-keadaan tidak terdapat karbohidrat, maka kebutuhan akan glukosa tersebut dapat dipenuhi dengan memberikan 200 gram protein per-hari, kasarnya sekitar 450 mg N/kg/hari. Namun hal tersebut jauh lebih mahal dibandingkan kalau kita memberikan 100 – 150 gram karbohidrat.3,4,5

Page 11: Lapsus Sri

Pembebanan karbohidrat yang berlebihan akan meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatis dan efek tersebut sangat jelas terlihat pada penderita-penderita sepsis ataupun penderita cedera, yang akan semakin meningkatkan norepinefrin urinnya yang memang sudah tinggi dari sejak semula. Pada pasien-pasien yang memiliki permasalahan pernafasan seperti misalnya COPD, maka asupan karbohidratnya harus tetap dijaga dalam rentang 25 sampai 50% dari BMR-nya.3,4,5

Bagi penderita yang sebelumnya normal lalu mengalami cedera, luka bakar, operasi elektif atau mengalami sepsis, maka tujuan terapi nutrisinya adalah untuk mencegah atau meminimalisasi hilangnya masa sel-sel tubuh. Oleh karena kehilangan nitrogen pada pasien-pasien yang mengalami stres berat mencapai 15 – 30 gram perharinya, maka harus diputuskan apakah akan dipilih nutrisi enteral atau parenteral sepenuhnya, dan harus pula dipikirkan kemungkinan dimana penderita tidak dapat menerima makan melalui enteral dalam waktu 1 atau 2 hari berikutnya. Energi yang diberikan harus mencapai 150% dari BMR-nya yang dihitung (mencapai 200% dari BMR yang diprediksikan). Jadi dalam seharinya harus diberikan sebesar 200 mg/kg. Kebutuhan nutrisinya harus terpenuhi akan tetapi tidak boleh berlebihan dari perhitungan BMR-nya dan selayaknya mencakup nitrogen sekitar 200 mg/kg/hari. Walaupun tidak mungkin untuk mencapai keseimbangan nitrogen menjadi nol, maka pemberian nitrogen yang lebih besar hanya akan memberikan efek yang sangat kecil. Energi nonprotein harus diberikan dalam bentuk karbohidrat dan lemak yang seimbang. Nitrogen yang lebih banyak juga perlu diberikan pada penderita kurang gizi yang mengalami stres berat.3,4,5

BAB IVNUTRISI ENTERAL DAN PARENTERAL

Page 12: Lapsus Sri

4.1 Modalitas Terapi NutrisiBeberapa modalitas yang dapat kita pakai dalam tatalaksana pemberian nutrisi pada pasien, yaitu :1

1. Diet Oral Diet oral selalu lebih disukai sebagai rute untuk memberikan terapi nutrisi. Banyak jenis diet oral yang tersedia. Sebagai tambahan, nutrisi suplemen komersial dalam bentuk cair dapat digunakan bersama dengan suatu diet oral untuk meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat. Jika diperlukan ahli gizi dapat memberikan suatu analisa (calorie/protein count) untuk mengevaluasi kecukupan asupan nutrisi oral sehari-hari.2. Nutrisi Enteral Pemberian makan melalui pipa ditujukan untuk pasien yang tidak mampu mencerna nutrisi yang cukup secara normal dan aman secara oral, tetapi memiliki saluran pencernaan yang sebagian masih berfungsi dengan baik. Nutrisi enteral lebih disukai daripada nutrisi parenteral karena sekaligus dapat menjadi sarana pemeliharaan dari struktur dan fungsi usus, meningkatkan imunitas, dan menghindari komplikasi berkaitan dengan pipa yang dimasukkan ke dalam tubuh sehubungan dengan nutrisi parenteral. Nutrisi enteral juga jelas lebih murah dibanding nutrisi parenteral.

• Nutrisi ParenteralTerapi nutrisi parenteral diindikasikan bila ada penurunan status nutrisi namun protein dan nutrisi yang cukup tidak dapat diberikan secara oral maupun enteral. Nutrisi parenteral mencakup peripheral parenteral nutrition (PPN) dan central or total parenteral nutrition (TPN).

4.2 Cara pemberian nutrisi pada penderita sakit kritisCara terpilih untuk memberikan tunjangan nutrisi artifsiil pada penderita sakit

kritis meliputi 2 cara utama. Pertama: secara parenteral yang didefinisikan sebagai cara pemberian tunjangan nutrisi artifisiil melalui intravena, baik secara perifer maupun sentral; dan yang kedua adalah melalui enteral, dimana nutrisi yang diberikan melalui saluran cerna apakah lewat mulut atau langsung ke daerah lambung, duodenum atau yeyunum, dengan caranya masing-masing. Apabila telah diambil keputusan untuk memberikan tunjangan nutrisi kepada seorang penderita, maka langkah berikutnya adalah menetapkan cara terpilih melalui mana nutrisi tersebut akan diberikan.3,4

Suatu algoritma keputusan klinis untuk memilih terapi nutrisi pada pasien dewasa dapat dilihat pada Gambar 1.Functional GI Tract

Enteral NutritionLong-term (Gastrostomy, Jejunostomy, Nasojejunal)Short-term(Nasogastric, nasoduodenal, nasojejunal)

Parenteral NutritionYesNo

Nutrition AssessmentDecision to Initiate Specialized Nutrition Support

Short-termLong-term

or poor peripheral access

Page 13: Lapsus Sri

GI FunctionPeripheral PN

Central PNGI Function Return

NormalCompromised

IntactNutrientsDefinedFormula

Nutrient ToleranceAdequate Progress to oral feedingsIndequate PN supplementationAdequate Progress to more complex diet and oral feeding as tolerated

Progress to total enteral feedingsYesNo

Gambar 1. Algoritma Keputusan Terapi Nutrisi7

4.3 Nutrisi enteralMemberikan makanan alami melalui jalur gastrointestinal merupakan jalur yang terbaik dan paling aman dalam memberikan nutrisi baik pada orang sakit maupun orang sehat. Cara ini lebih fisiologis, memungkinkan untuk memberikan produk-produk diet dalam jumlah yang lebih besar, dan dalam berbagai bentuk sediaan. Kontraindikasi pemberian nutrisi melalui enteral adalah pada penderita yang mengalamai resiko aspirasi, edema saluran cerna, dan diare berat. Diare dan perdarahan saluran cerna ringan dan adanya fistula enterokutan bukan merupakan kontraindikasi untuk memberikan nutrisi enteral. Beberapa keuntungan nutrisi enteral meliputi harganya yang lebih murah, dengan cara ini dapat memelihara keutuhan epitel saluran cerna, dimana akan mengalami atrofi selama nutrisi parenteral, dan dengan cara enteral dapat dihindari komplikasi akibat pemasangan kateter vena sentral.4

Beberapa cara yang dipakai untuk memberikan nutrisi enteral sebagai alternanatif pemberian makan secara oral antara lain melalui: pipa nasogastrik dan nasoduodenal, pipa faringostomi gastrik atau pipa faringo-duodenal, pipa gastrostomi dan pipa gastrostomi duodenal dan pipa atau kateter yeyunostomi. Pemasangan pipa nasogastrik merupakan cara yang paling mudah, walaupun tidak selalu berhasil dengan baik. Sedangkan cara-cara pemasangan pipa lainnya memerlukan tindakan operatif atau bantuan pemandu sinar “X”.4

Dalam keadaan-keadaan tertentu maka nutrisi enteral tidak dapat dilakukan sehingga terpaksa harus memilih cara parenteral, untuk tetap bisa mendukung nutrisi artifisiil penderita. Jalur dan makanan alternatif biasanya hanya digunakan saat pemberian nutrisi secara oral maupun enteral tidak memungkinkan atau tidak adekuat, seperti pada pasien dengan sakit kritis yang tidak dapat mecerna sebagian ataupun seluruh makanan yang dibutuhkan. Pasien-pasien seperti itu harus mendapatkan nutrisi tambahan secara parenteral. Keadaan-keadaan tersebut misalnya: adanya resiko refluk gaster yang hebat, adanya obstruksi pada saluran cerna yang menghambat pasase makan, adanya perforasi pada saluran cerna, operasi-operasi intraabdominal dan beberapa keadaan lainnya yang menghambat absorpsi saluran cerna.4

4.3.1 Pemakaian Enteral Tube

Page 14: Lapsus Sri

Pemasangan, perawatan dan pengunaan pipa gastrointestinal untuk pemberian nutrisi memerlukan keahlian. Beberapa jenis pipa atau teknik yang bisa digunakan dalam pemberian nutrisi enteal antara lain : pipa nasogastrik dan nasoduodenal, gastrostomi dan jejunostomi.4

4.3.2 Komposisi Diet EnteralMakanan enteral cair dapat disiapkan dari makanan segar dengan semua nutrisi esensial yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Biasanya sekitar 1500 sampai 3000 mL dari formula ini sudah mencukupi rekomendasi harian yang diperbolehkan. Formula untuk pasien tanpa gagal ginjal mengandung 53 sampai 211 kalori nonprotein per gram nitrogen.4

Pada pasien dengan BUN dan serum kreatinin normal, dapat diberikan protein yang lebih tinggi dengan kalori yang lebih rendah terhadap rasio nitrogen. Pasien dengan normal BUN sebaiknya mendapatkan sekitar 1,5 – 2,5 g protein/kgBB/hari. Jika BUN < 40 mg/dL dan serum kreatinin < 2 mg/dL, pemberian nitrogen yang lebih tinggi masih sesuai. Tetapi peberian protein harus dikurangi jika BUN > 80 mg/dL dan serum kreainin > 3 mg/dL. Formula yang diperkaya asam amino rantai cabang dan formula peningkatan imun biasanya bermanfaat pada pasien dengan sepsis, trauma berat dan kegagalan hati.4

4.3.3 Pemberian dengan Bolus dan Drip KontinyuPemberian makanan secara bolus pada lambung merupakan cara yang lebih fisiologis. Hal ini karena formula makanannya tidak diberikan dengan drip pada suhu ruangan, maka dapat mengurangi kontaminasi bakteri. Tetapi ada beberapa masalah pada pemberian bolus antara lain :4

• Sering terjadi intoleransi pada pasien dengan short-bowel syndrom dan malabsorption syndrom.

• Kemungkinan terjadi aspirasi paru pada pasien dengan kesadaran menurun atau pasien tidak sadar.

• Intoleransi fisiologis terhadap bolus karbohidrat, protein dan lemak.

• Memerlukan jadwal pemberian makan yang menyita waktu lebih banyak.

Biasanya pemberian yang dapat ditoleransi dengan baik antara 4-6 jam, namun bila albumin serum kurang dari 2,5 g/dL, pengosongan lambung dan gerakan usus mungkin akan menurun, terutama setelah operasi intraabdomen. Pada pasien ini sebaiknya albumin serum dinaikkan diatas 3,5 g/dL atau 4 g/dL untuk fungsi saluran pencernaan yang optimal.3

Pemberian dengan drip biasanya lebih mudah, tapi memiliki bahaya tumbuhnya bakteri yang berlebihan apabila kantong nutrisi digantung pada suhu ruangan dalam jangka waktu yang lama. Karena itu formula nutrisi ini sebaiknya tidak lebih dari 12 jam pada suhu ruangan. Kantong nutrisi dan selangnya sebaiknya diganti setiap hari atau lebih jika terjadi kontaminasi bakteri.4

Pemberian makanan langsung ke usus halus sebaiknya diberikan dalam bentuk drip. Begitu juga pemberian ke jejunum harus lebih sedikit dan lebih sering daripada

Page 15: Lapsus Sri

pemberian ke lambung.4

4.3.4 Komplikasi Nutrisi EnteralKomplikasi dari pipa dan pemberian makanan dengan pipa dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4. Perforasi dari esofagus, trakea, bronkus, atau paru selama pemasangan secara blind dengan pipa diameter kecil dan kaku sering menjadi masalah. Pipa sebaiknya dimasukkan dengan hati-hati dan tanpa paksaan.4

Fistula trakeoesofageal merupakan komplikasi serius yang bisa terjadi jika balon pipa endotrakea atau trakeostomi menekan pipa nasogastrik sehingga trakea dan dinding esofagus yang berada diantaranya menjadi nekrosis. Pemakaian pipa dengan diameter kecil dan lembut serta balon pipa endotrakea atau trakeostomi dengan tekanan rendah dapat mencegah hal tersebut.4

Pipa gastrostomi dapat mengalami salah masuk ke jejunum dan kolon transversum. Pneumatosis intestinalis pernah dilaporkan terjadi setelah pemasangan pipa jejunostomi. Yang sering juga terjadi adalah pipa yang tidak berfungsi karena tersumbat. Hal ini dapat dicegah dengan memastikan tetesan tidak terputus-putus dengan memberikan air steril sebanyak 10-50 ml kedalam pipa dengan tekanan kuat (flushing) 3x/hari untuk mencegah sumbatan.4

Tabel 3. komplikasi yang dapat terjadi oleh pipa nutrisi enteral3

Pipa Nasoenterik • Salah masuk ke dalam trakea, bronkus dan ruang pleura

melalui perforasi bronkus dan paru.• Perforasi dari faring, esofagus, trakea dan bronkus.• Pipa tertarik dari lambung ke esofagus.• Erosi mukosa faring, esofagus, gaster dan duodenum.• Ujung pipa bagian luar masuk ke hidung.• Fistula trakeoesofageal.• Kesulitan memasukkan pipa ke dalam lambung atau

duodenum.• Pipa tersumbat.

Pipa gastrostomi• Masuknya ujung pipa ke kavum peritoneum.• Pipa tidak bisa dimasukkan kedalam duodenum melalui

pilorus.• Kebocoran isi lambung melalui pipa.• Tidak sembuhnya fistula gastrotomi yang memerlukan

penutupan dengan operasi.Pipa atau kateter Jejunostomi

• Kebocoran makanan dari sekitar pipa atau kateter.• Infus makanan kedalam intravena.• Masuknya ujung pipa ke kavum peritoneum.• Obstruksi intestinal karena perlekatan atau volvulus dari

jejunum menyatu dengan dinding abdomen.4.4 Nutrisi Parenteral

Page 16: Lapsus Sri

Nutrisi parenteral ini diberikan pada pasien-pasien yang tidak mau makan, tidak bisa makan, ataupun tidak boleh makan. Biasanya pemberian nutrisi parenteral ini pada pasien-pasien yang mengalami gangguan gastrointestinal yang bertujuan untuk mencegah pasien dari kelaparan dan defisiensi zat gizi.3,4,5

Nutrisi melalui infus perifer walaupun praktis dan sederhana, namun cara tersebut memiliki beberapa keterbatasan utamanya pada penderita sakit kritis. Pasien-pasien tersebut biasanya memerlukan pemberian sejumlah besar cairan yang hipertonik, yang mana apabila diberikan melalui vena perifer dimana aliran darahnya lambat, bukan hanya tidak adekuat tetapi juga sering kali akan menyebabkan plebitis. Nutrisi intravena perifer hanya dapat diberikan sebagai tambahan terhadap nutrisi parenteral total atau tambahan dari pemberian nutrisi enteral.3,4,5

Akan tetapi apabila nutrisi artifisiil yang perlu diberikan tersebut belum dapat terpenuhi baik dengan cara enteral maupun parenteral, maka kebutuhan akan pemakaian nutrisi parenteral sentral sangat penting. Prinsipnya ujung kateter untuk nutrisi vena sentral haruslah terletak pada pada vena besar ataupun pada atrium kanan, melalui cara-cara yang aseptik lege-artis. Dengan nutrisi parenteral total sentral akan dapat diberikan beberapa cairan nutrisi yang osmolaritasnya cukup tinggi (1.500 mOsm), sehingga kebutuhan akan bahan makanan dapat terpenuhi. Namun harga yang mahal, resiko pemasangan dan resiko infeksi serta atrofi mukosa usus, menyebabkan cara ini dipilih hanya bila cara lainnya tidak dapat memberikan pemenuhan kebutuhan nutrisi penderita.3,4,5

4.4.1 Indikasi pemberian nutrisi parenteral.Nutrisi parenteral biasanya diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut : bila ada keraguan tentang anastomosis usus distal, eksaserbasi hebat dari penyakit radang usus, stoma usus halus proksimal dengan output tinggi, fistula enterokutan, penyakit kritis dimana saluran cerna secara global gagal berfungsi. Pemberian nutrisi parenteral haruslah tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis. Karena pemberian nutrisi parenteral ini harus diwaspadai terhadap efek sampingnya. Berikut ini disebutkan beberapa penyakit yang mengindikasikan pemberian TPN yaitu : Tabel 5 Indikasi TPN Pre-operatif

• Ca esophagus• Stenosis pylori

Penyakit GIT• Chrone’s Disease• Short Bowel syndrome

Hiperkatabolisme akut• Trauma multipel• Luka bakar luas• Septikemia

Post operatif• Operasi besar (major surgery)• Fistula

Page 17: Lapsus Sri

Cachectia

Adapun efek samping yang diakibatkan dari pemberian TPN yang lama antara lain yaitu terjadi efek samping pada saluran cerna yaitu :5

• Sekresi gastrin menurun dan mukosa gaster atrofi.• Penurunan massa usus kecil dan usus besar, diakibatkan oleh

kadar glutamin yang rendah yang juga menyebabkan gangguan produksi maltase, sukrase, laktase dan peroksidase. Serta menyebabkan sekresi Ig A terganggu yang berakibat terjadinya sepsis karena infeksi bakteri.

• Produksi kalenjar pancreas terhambat

4.4.2 Cara pemberian nutrisi parenteralCara pemberian nutrisi parenteral yaitu :3

• Melalui vena perifer : biasanya digunakan pada vena di tungkai atau kepala. Lama pemberian nutrisi parenteral melalui vena perifer ini sebaiknya kurang dari 1 minggu. Cara ini menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan kalori karena terbatasnya konsentrasi glukosa yang bisa diberikan. Tetapi resiko infeksi lebih kecil bila dibandingkan dengan yang melalui vena sentral.

• Melalui vena perifer-central line yaitu menanamkan kateter silastik yang ditanamkan ke vena sentral/atrium kanan dengan jarum punksi vena melalui vena safena magna atau cubiti. Cara ini bisa memenuhi kebutuhan kalori secara tepat. Kateter yang digunakan disini adalah kateter polivinil, polietilen.

• Melalui vena central line, kateter silastik dimasukan ke dalam vena yang besar kearah atrium kanan, misalnya vena jugularis dan vena subclavia. Pada bayi cara ini tidak dipakai karena sering menimbulkan komplikasi antara lain pneumothoraks, hematothoraks dan kerusakan pembuluh darah serta saraf. Cara ini dapat dipakai pada penderita yang mengalami operasi.

4.4.3 Pemilihan SubstituenJenis cairan apa yang digunakan, berapa jumlahnya harus ditetapkan terlebih dahulu. Selain itu harus ditetapkan berapa jumlah kalori yang dibutuhkan dalam 24 jam dan berapa kehilangan nitrogen sebagai cermin dari adanya proses katabolisme protein. Dasar pemilihannya sesuai dengan jumlah kalori yang dibutuhkan serta disesuaikan dengan kalkulasi terhadap kebutuhan nitrogen.2,3,5

4.4.4 Komposisi cairan untuk nutrisi parenteral Cairan untuk nutrisi parenteral umumnya adalah bersifat hipertonis sehingga harus diberikan langsung melalui vena sentralis, kecuali lipid yang bersifat isotonis dapat diberikan pada vena perifer.3,4,5

Page 18: Lapsus Sri

Sumber energi :1. Karbohidrat Pilihannya adalah dekstrosa, fruktosa, maltosa, alkohol dan sorbitolatau xylitol (sugar alkohol). Pada keadaan kritis yang mengakibatkan hiperglikemi akibat resistensi insulin, maka pemberian insulin exogen akan bermanfaat. 3,4,5

Dextrose menghasilkan 4 g kalori. Pada orang normal, pemberian 0,5 g/kg BB/jam akan mengakibatkan hiperglikemi, dan diuresis osmotik. Cairan yang ada yaitu: D5%, 10%, 20%, 40% dan 50% tersedia juga cairan dektrose dengan elektrolit seperti: Dextroplex dan Ringer dekstrose. Alcohol, menghasilkan 7 kcal ( 29 kJ)/gram, dibatasi pemberiannya tidak melebihi 1,5 gram/kg/hari karena berakibat keracunan. Fruktose, sorbitol, maltose, xylitol untuk menembus dinding sel tidak memerlukan insulin. Maltose walaupun tidak membutuhkan insulin untuk masuk tetapi proses intraseluler mutlak masih memerlukannya (partial insulin dependent). Oleh karena itu dapat digunakan terapi pilihan untuk penderita diabetes militus. Di pasaran yang tersedia yaitu maltosa 10% yang mengandung 400 kcal (tekanan osmotik 278 mOsm/L).3,4,5

2. LemakTiap gramnya menghasilkan energi 9,3 kcal (39 kJ) setiap gramnya. Lemak bermanfaat untuk integritas dinding sel, sintesa prostaglandin, dan vitamin larut lemak. Manifestasi defisiensi asam lemak esensial kerap terjadi pada mereka dengan TPN yang mengabaikan substitusi lemak ini, gejalanya adalah dermatitis, fatty liver, dan gangguan respon imun. Tersedia dalam kemasan yaitu Intralipid (Nutralipid atau Lipofundin S), yang terdiri dari minyak soya bean. Cairan lainnya yaitu berasal dari “ Cotton seed oil emulsion” yaitu Liposyn. Intralipid dapat mensuplai FFA, fosfolipid dan gliserol yang merupakan sumber tinggi kalori. Maksimal dapat diberikan sejumlah 2 gr/kg BB.3,4,5

Keuntungan lemak yaitu karena bersifat isotonis, sehingga dapat dilaksanakan di vena perifer, mengandung asam lemak esensial dan fosfolipid dan dapat sebagai angkutan lemak lainnya. Karena lebih sedikit menghasilkan CO2 dibandingkan karbohidrat, maka merupakan pilihan terapi gagal napas.3,4,5

Sumber nitrogen.Dibutuhkan sebagai unsur pengganti untuk mempertahankan integritas jaringan / sel-sel tubuh dan bukan sebagai sumber energi. Pemberian nitrogen harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan karbohidrat, karena akibat kekurangan karbohidrat akan memacu proses glukoneogenesis yang berakibat katabolisme protein. Yaitu harus terpenuhi dahulu minimal 100-150 gram karbohidrat sehari atau 25 kcal karbohidrat untuk setiap 1 gram asam amino.3,4,5 Plasma maupun albumin sebagai sumber nitrogen untuk proses sintesis adalah buruk karena akan mengalami katabolisme terlebih dahulu. Untuk sintesa protein tubuh hanya memanfaatkan L (leavo) asam aminoprotein.3,4,5

4.4.5 Efek Samping pemberian TPN Efek samping yang dapat terjadi dari pemberian TPN yaitu :5,7

• Infeksi, cairan TPN merupakan media yang baik bagi

Page 19: Lapsus Sri

tumbuhnya mikroorganisme, sehingga dalam hal ini memerlukan suatu tindakan sterilitas dalam pemberian TPN ini.

• Gangguan keseimbangan biokimia, seperti hiperosmolaritas, rebound hipoglikemia, hipofosfatemia, hipokalemia dan hipomagnesemia

• Asidosis metabolik, berapa hal yang menjadi penyebab asidosis metabolik yaitu :

• Pemberian kationik amino acid berlebihan misalnya lysine dan arginine.

• Pemberian ”titrable acids” dari beberapa asam amino• Hasil metabolisme radikal fosfat dan sulfat.• Timbulnya laktic asidosis akibat pemberian sorbitol dan

fruktose.• Pemberian glisine yang berlebihan.• Timbulnya keton bodies akibat pemberian emulsi

lemak.• Perfusi jaringan perifer buruk.

4.4.6 MonitoringHal-hal yang penting diperhatikan setiap hari dalam pemberian TPN adalah :7

• Berat badan• Urea dan Elektrolit dalam plasma• Gula Darah • Darah lengkap• Catatan neraca cairan• Kadar urea dan elektrolit urin dalam 24 jam• Analisis gas darah

Kalau keadaan sudah stabil, pemantauan dapat diperjarang sesuai dengan kebutuhan, dan pemantauan selanjutnya dilakukan setiap minggu sekali yaitu :

• Tes fungsi hati• Protein plasma• Prothrombin time• Osmolality plasma dan urin• Konsentrasi Ca, Mg, dan PO4

Pengalihan dari nutrisi parenteral ke oral hendaknya dilakukan secara graduil, untuk menghindarkan terjadinya diare. Mobilisasi pada penderita sangat penting, karena mobilisasi akan memacu proses anabolisme. Tindakan TPN hendaknya harus hati-hati dan cermat mengingat efek sampingnya yang sering berakibat fatal bagi penderita.1

Page 20: Lapsus Sri

BAB VLAPORAN KASUS

5.1 Identitas PasienNama : SWNo CM : 01466368MRS : 15 Maret 2011Umur : 52 tahunJenis Kelamin : PerempuanStatus Perkawinan : Sudah menikahAgama : Kristen ProtestanSuku : BaliBangsa : IndonesiaPekerjaan : Pedagang

Alamat :Jalan Gunung Talang I/17A, banjar Buana Indah Padangsambian, Denpasar Barat

Diagnosis pra bedah : Contusio hemorrhagic post CKR + contusio cerebri + SDH frontotemporal dextra Tindakan : Trepanasi + Evaluasi clot Waktu Operasi : 19 Maret 2011

5.2 Anamnesis5.2.1 Anamnesis KhususPasien datang dengan keluhan sakit pada kepalanya setelah mengalami kecelakaan lalu-lintas. Pasien terjatuh dalam posisi membentur aspal. Riwayat pingsan (+), mual dan muntah (+).5.2.2 Anamnesis UmumRiwayat penyakit sistemik baik diabetes militus, hipertensi, penyakit jantung dan asma tidak ada. Riwayat operasi / anestesi sebelumnya tidak ada. Riwayat alergi obat tidak ada.5.3 Pemeriksaan Fisik5.3.1 Status PresentKesadaran : GCS E3V4M5Tekanan Darah : 120/70 mmHgNadi : 88 x/menitRespirasi : 16 x/menit, ves +/+, rh -/-, wh -/-Suhu aksila : 36,50 CBB : 80 kgTB : 160 cm

5.3.2 Pemeriksaan Fisik UmumSSP : E3V4M5, Reflek pupil +/+ isokor, ikterus pada mata -/-, anemis -/-

Page 21: Lapsus Sri

Respirasi : RR 16x/menit, Ves +/+ Rh -/- Wh -/-Sirkulasi : Tensi: 120/70 mmHg, Nadi: 88 x/menit

S1S2 tunggal regular murmur (-)Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+), jejas (-)

Ginjal : terpasang douwer catheter dengan residu 300 ccOtot Rangka : flexi dan deflexi leher dalam batas normal,

fraktur servikal (-), mallampati sulit dievaluasi

5.4 Pemeriksaan Penunjang ( 19 Maret 2011 )1. Pemeriksaan Darah Lengkap

WBC : 9,78 K/µL ( 4,5-11 )RBC : 4,05 K/µL ( 4,2-5,4 )HGB : 10,1 g/dL ( 12-16 )Hct : 31,7 % ( 38-48 )PLT : 204 K/µL ( 150-440 )BT : 1’00” ( 1’-3” )CT : 9’00” ( 5’-15”)

2. Pemeriksaan Kimia Darah BUN : 11,56 mg/dL ( 5-23 )SC : 0,52 mg/dL ( 0,5-1,2 )Glu : 115 mg/dL ( 70-100 )Albumin : 3,54 ( 4,0- 5,7 )DBIL : 0,16 ( 0,0-0,30 )SGOT : 79,13 IU/L (11,00 – 33,00 )SGPT : 87,5 IU/L (11,00-50,00 )Na : 136,3 mmol/L ( 135-147 )K : 3,95 mmol/L ( 3,5-5,5 )

3. CT Scan Kepala Kesan : - SDH frontotemporal dekstra

- Midline shift (-) Kesimpulan status fisik ASA IIE

5.5 Persiapan Pra-anestesia• Surat perjanjian operasi sudah ditandatangani• Persiapan psikis : penjelasan mengenai rencana anestesi dan

pembedahan yang direncanakan kepada pasien dan keluarga• Persiapan fisik, melepaskan aksesoris yang dipakai, penderita

dibersihkan kemudian menggunakan pakaian khusus untuk operasiPersiapan di ruang persiapan

• Memeriksa kembali identitas pasien dan surat persetujuan operasi

• Memeriksa kembali status fisik pasien• Memasang iv line

Page 22: Lapsus Sri

• Memberikan premedikasi sedatif berupa Midazolam 2 mg, Ondansetron 4 mg secara intravena

Persiapan di kamar operasi • Persiapan mesin anestesia dangan sistem aliran gasnya• Persiapan alat dan obat anestesia• Persiapan alat dan obat resusitasi• Persiapan alat pantau dan kartu anestesia

5.6 Pengelolaan Anestesia1. Jenis Anestesi : Anestesi Umum dengan Pemasangan Pipa Endotrakheal 2. Teknik Anestesi :

• Pasien tidur terlentang, pasang monitor• Preoksigenasi dengan O2 100% 8 lpm selama 5 menit• Induksi dengan propofol 150 mg, relaksasi dengan vecuronium

8 mg• Laringoskopi, intubasi dengan PET no 7,5 kinking, cuff (+)• Maintenance dengan O2 : N2O : sevofluran

3. Respirasi : Kendali4. Posisi : Terlentang dengan head up ± 20º5. Infus : Cairan kristaloid (NaCl 0,9%) 6. Komplikasi selama pembedahan dan anestesia : tidak ada7. Lama Operasi : 1 jam 25 menit8. Lama anestesi : 1 jam 45 menit9. Keadaan Akhir Pembedahan :

• Tekanan Darah : 100/70 mmHg• Nadi : 95 kali/menit• Laju respirasi : 18 kali/menit• SaO2 : 98%

10. Rekapitulasi:• Jumlah cairan masuk: kristaloid 850 cc, koloid 500 cc• Jumlah pendarahan : ± 200 ml• Jumlah medikasi : Propofol 150 mg, Fentanyl 200 mcg,

Vecuronium 18 mg, Asam tranexamat 2 gr, Manitol 20 % 40 gr.

5.7 Pengelolaan Pasca AnestesiaPemantauan terhadap Aldrete skorAldrete skor dari OK ke RR: 8Aldrete skor dari OK ke RR: 9

5.8 Instruksi Pasca Anestesi :• Bila kesakitan hubungi tim APS• diberikan ondansetron 4 mg iv untuk mengatasi mual muntah

pasca operasi

Page 23: Lapsus Sri

• Antibiotika sesuai TS Bedah Saraf• Obat-obatan lain →fentanyl 500 mcg drip• Minum→ per-NGT

5.9 Follow up Pasca BedahTanggal 19 Maret 2011

SSP : dpo, pupil isokor, 2mm/2mm, Rp +/+Resp : on ventilatory support ; PC 20, RR 12x/mnt, FiO2 50%, PEEP 5KV: TD 92/50 mmHg, N 105x/mnt, S1S2 tunggal reguler, murmur (-)GI : dist (-), BU (+)UG: terpasang DK

Tanggal 20 Maret 2011Intake :

Enteral (-)Parenteral : NaCl 0,9% 28 tts/mnt

Tanggal 21 Maret 2011Intake :

Enteral : Peptisol 750 cc/hrParenteral : NaCl 0,9% 28 tts/mnt                   Aminofusin 1 fls/hr

Tanggal 22 Maret 2011Intake :

Enteral : Peptisol 750 cc/hrParenteral : NaCl 0,9% 28 tts/mnt                   Aminofusin 1 fls/hr

Tanggal 23 Maret 2011Intake :

Enteral : Peptisol 750 cc/hrParenteral : RL 28 tts/mnt

                   Aminofusin 1 fls/hrTanggal 24 Maret 2011

Intake :Enteral : Peptisol 750 cc/hrParenteral : RL 28 tts/mnt

                   Aminofusin 1 fls/hr

Page 24: Lapsus Sri

BAB VI     PEMBAHASAN

Jenis Anestesi yang dipakai adalah Anestesi Umum Inhalasi dengan Pemasangan Orotrakeal tube. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa operasi sekitar kepala, leher, dada, dan abdomen sangat baik dilakukan dengan anestesi umum inhalasi dengan pemasangan pipa endotrakheal, sejak diketahui bahwa dengan metode ini jalan nafas dapat dikontrol dengan baik sepanjang waktu.

Hipotensi yang disertai dengan kenaikan tekanan intrakranial akan memperburuk perfusi otak, oleh karena perfusi otak merupakan selisih dari tekanan arteri rata-rata dan tekanan intracranial (CPP=MAP-ICP). MAP diusahakan sebesar 90 mmHg (tekanan darah sistolik 120-140 mmHg) untuk memperoleh perfusi serebral yang adekuat. Pada pasien ini stabilitas hemodinamik telah dijaga agar perfusi otak adekuat.Obat premedikasi yang diberikan adalah midazolam 2 mg (dosis 0,05-0,1 mg/kg BB) dan ondansentron 4 mg. Midazolam dosis kecil diberikan untuk memperoleh efek sedasi, anti cemas, amnesia anterograd serta anti kejang. Pada trauma kepala dihindari faktor-faktor yang meningkatkan tekanan vena serebral seperti peningkatan tekanan abdomen karena mual-muntah. Pemberian Manitol karena durante operasi terjadi brain swelling. Menjaga stabilasasi kardiovaskular dilakukan dengan posisi terlentang, kepala head-up setinggi 20-30 mencegah obstruksi vena besar di leher. Preoksigenasi dengan oksigen 100% untuk mencapai SaO2 100%. Pada teori disebutkan Pentothal merupakan obat pilihan untuk induksi pada cedera kepala, karena memiliki efek hipnotik, mampu menurunkan CBF, CMR dan ICP. Propofol mempunyai efek yang sama dengan Pentothal, sebagai obat induksi, mulai kerjanya cepat. Pada pemulihan kesadaran berlangsung cepat, pasien akan bangun setelah 4-5 menit tanpa disertai mual dan muntah serta sakit kepala. Pada pasien ini diberikan Fentanyl 200 mcg (dosis 1-2 mcg/kg BB) diberikan 3-4 menit sebelum pemberian Propofol untuk menjaga stabilisasi kardiovaskuler.Pada kasus ini digunakan N2O : O2, sevofluran. N20 memiliki sifat analgetik kuat dan hipnotik ringan. Konsentrasi penggunaan dibatasi hingga 70-80%, karena jika lebih akan dapat mengurangi kecukupan fungsi pemberian O2. Setelah pemberian N2O dihentikan, diberikan oksigenasi 100% dengan konsentrasi 4-5% selama 3 menit untuk mencegah hipoksia difusi. Pemilihan sevofluran karena induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dari isofluran, selain itu baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas.Penggunaan cairan pada dasarnya mencegah hipovolemia, hipervolemia, hipoosmoler, dan hiperglikemia. Pada kasus ini dipilih kristaloid berupa NaCl 0,9% karena osmolaritasnya 300 mOsm/l sementara Ringer Laktat yang bersifat hipoosmoler (273 mOsm/l) sebaiknya dibatasi untuk mencegah peningkatan edema

Page 25: Lapsus Sri

serebri. Selain itu dihindari juga cairan yang mengandung dekstrosa karena air yang tersisa setelah glukosa termetabolisme akan memperberat edema serebri serta kenaikan gula darah pasien akan memperburuk kondisi pasien. Kadar gula darah diusahakan tidak melebihi 150 mg%. Gula darah >200 mg% (hiperglikemi) akan dapat menyebabkan peningkatan asidosis otak sehingga dapat merusak sel otak. Perawatan pasca operasi cedera kepala pada pasien ini mencangkup pemeliharaan Cerebral Perfussion Pressure (CPP) yang optimal, terapi terhadap hipertensi, support ventilasi, terapi cairan dan nutrisi, terapi hiperosmolar, sedasi, hipotermia, dan pencegahan serta pengobatan terhadap kejang.Terapi nutrisi pada pasien ini menggunakan 2 modalitas terapi yakni enteral dan parenteral. Terapi enteral menggunakan NGT ( nasogastric tube ) dan diberikan Peptisol yang merupakan makanan enteral protein tinggi. Tiap 100 g mengandung protein 22.2 g, lemak 4.6 g, karbohidrat 66.7 g, vitamin dan mineral dengan total energi 397 kCal. Pasien-pasien yang mengalami cedera berat, trauma, atau pasien-pasien septis biasanya akan mengalami keadaan hipermetabolik atau hiperkatabolik atau dengan kata lain kebutuhan kalorinya meningkat, dan dalam waktu yang sama pemecahan protein tubuhnya mengalami peningkatan. Pada pasien ini diberikan 750 cc/hr, dimana untuk dosis rekonstruksi tiap 63 g dilarutkan dalam 200-250 cc air hangat, sehingga memenuhi energy ± 750, 33 kCal.Normal saline (NS) adalah istilah yang sering digunakan untuk larutan NaCl 0,9%, sekitar 300 mOsm / L. Solusi ini disebut sebagai garam fisiologis atau salin isotonik, yang secara teknis akurat. NS sering digunakan dalam tetesan intravena (infus) untuk pasien yang tidak mampu menerima cairan secara oral dan terancam dehidrasi atau hipovolemia. NS biasanya adalah cairan pertama yang digunakan ketika hipovolemia cukup parah mengancam kecukupan sirkulasi darah, dan telah lama diyakini sebagai cairan paling aman untuk diberikan cepat dalam volume besar. Namun, kini diketahui bahwa infus cepat NS dapat menyebabkan asidosis metabolik.Diberikan pula Aminofusin L 600 yaitu nutrisi yang diberikan secara parenteral untuk mensuplai/memasok protein, elektrolit, energi, vitamin & air. Tiap liter mengandung 50 g amino acids, 50 g sorbitol, 50 g xylitol, vitamin dan mineral. Pada pasien ini tiap harinya diberikan 1 flash Aminofusin L 600.Larutan ringer laktat adalah solusi yang isotonik dengan darah dan dimaksudkan untuk pemberian intravena. Larutan ini disingkat sebagai "LR", "RL" atau "LRS". Ia juga dikenal sebagai larutan laktat ringer (meskipun Ringer teknis ini hanya mengacu pada komponen garam, tanpa laktat). Larutan laktat ringer sering digunakan untuk resusitasi cairan setelah kehilangan darah akibat trauma, pembedahan, atau luka bakar. Sebelumnya, ia digunakan untuk mendorong output urin pada pasien dengan gagal ginjal. Dosis IV Ringer laktat adalah biasanya dihitung dengan taksiran kehilangan cairan dan defisit cairan dianggap. Untuk resusitasi cairan tingkat biasa administrasi 20 sampai 30 ml / kg berat badan / jam. Larutan laktat Ringer tidak cocok untuk terapi perawatan karena kandungan natrium (130 mEq / L) dianggap terlalu tinggi, terutama untuk anak-anak, dan konten kalium (4 mEq / L) terlalu rendah, dalam pandangan dari kebutuhan harian elektrolit. Ringer laktat juga digunakan sebagai saluran untuk pengiriman obat-obatan. Ringer laktat biasanya diberikan secara intravena, tetapi jika

Page 26: Lapsus Sri

vena yang cocok tidak ditemukan, maka dapat diambil secara oral (meskipun memiliki rasa yang tidak menyenangkan).SimakBaca secara fonetik