Lapsus Dispepsia

74
BAB I LAPORAN KASUS I.1. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A No. RM : 045800-2013 Umur : 53 tahun Status Marital : Menikah Pekerjaan : Petani Agama : Islam Alamat : Harjosari 6/7 Bawen Kab. Semarang Tanggal masuk : 3 Juni 2013 I.2. DATA DASAR I.2.1. ANAMNESA (Subyektif) Autoanamnesa tanggal 3 Juni 2013 Merupakan pasien rujukan dari klinik dr. Hascaryo, Sp.PD 1

description

laporan kasus dispepsia

Transcript of Lapsus Dispepsia

Page 1: Lapsus Dispepsia

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

No. RM : 045800-2013

Umur : 53 tahun

Status Marital : Menikah

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Alamat : Harjosari 6/7 Bawen Kab. Semarang

Tanggal masuk : 3 Juni 2013

I.2. DATA DASAR

I.2.1. ANAMNESA (Subyektif)

Autoanamnesa tanggal 3 Juni 2013

Merupakan pasien rujukan dari klinik dr. Hascaryo, Sp.PD

Cara masuk RS : Gawat Darurat (IGD)

KELUHAN UTAMA : nyeri ulu hati (+)

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

1

Page 2: Lapsus Dispepsia

Pasien datang dari IGD pada 3 Juni 2013 pukul 19.35 WIB. Pasien mengeluh

nyeri ulu hati sejak kemarin, terus menerus, seperti terbakar, melilit, kembung,

mual (+), muntah (-), demam dan nyeri kepala cekot-cekot (+) sejak 2 hari

yang lalu, sesak nafas dan nyeri dada kiri (-), disfagia (-), odinofagia (-),

penurunan berat badan (-), BAB dan BAK biasa.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Riwayat penyakit kencing manis : Disangkal

Riwayat penyakit darah tinggi : Disangkal

Riwayat penyakit jantung : Disangkal

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya : Sering mengeluh keluhan yang

sama jika telat makan, namun

belum pernah diobati.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:

Riwayat penyakit kencing manis : Disangkal

Riwayat penyakit darah tinggi : Disangkal

Riwayat penyakit jantung : Disangkal

Riwayat penyakit ginjal : Disangkal

I.2.2. PEMERIKSAAN FISIK (Obyektif)

Tanggal 3 Juni 2013

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah = 140/90 mmHg

Nadi = 107x/menit

2

Page 3: Lapsus Dispepsia

Suhu = 37 0C

RR = 24x/menit

SPO2 = 95%

Kulit : Turgor kulit supel

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut.

Wajah : Simetris, ekspresi wajar

Mata : Edama palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik -/-

Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut : Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang,

lidah kotor (-)

Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak

ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB.

Thorak : retraksi suprasternal (-)

Pulmo: I : thorax simetris dengan ekspansi baik

P : Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi

dinding dada simetris

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor : I : Tidak tampak iktus cordis

3

Page 4: Lapsus Dispepsia

P : Iktus cordis tidak teraba

P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra

Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra

Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra

A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-

Abdomen : I : Datar

A : Bising usus (+)

P : Dinding perut supel, turgor kulit baik

Hepar & Lien tidak teraba membesar

Terdapat nyeri tekan epigastrium, panas dan seperti

terbakar

P : Timpani

Ekstremitas : Edema tungkai (-), sianosis (-), capillary refill < 2detik

I.3. RESUME

S : Pada tanggal 3 Juni 2013 Tn. A, 53 th datang dari IGD pada

pukul 19.35 WIB. Pasien merupakan rujukan dari klinik dr.

Hascaryo, Sp.PD. Pasien mengeluh nyeri ulu hati sejak

kemarin, terus menerus, seperti terbakar, melilit, kembung,

mual (+), muntah (-), demam dan nyeri kepala cekot-cekot (+)

sejak 2 hari yang lalu, sesak nafas dan nyeri dada kiri (-),

disfagia (-), odinofagia (-), penurunan berat badan (-), BAB dan

BAK biasa. Pasien sering mengeluhkan keluhan yang sama

apabila telat makan, namun keluhan ini belum pernah diobati.

4

Page 5: Lapsus Dispepsia

O : Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang

dengan kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital

didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 107x/menit,

suhu: 370C dan respirasi 24x/menit. Pada pemeriksaan fisik

kepala, wajah, hidung, telinga, leher, jantung, pulmo dan

ekstremitas tidak didapatkan adanya kelainan. Pada

pemeriksaan fisik abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium,

terasa perih dan seperti terbakar. Pada pasien ini, disarankan

untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan

laboratorium darah rutin, kimia darah dan serologi/immunologi.

A : - Observasi Febris

- Dispepsia

P : - infus RL 22 tpm

- injeksi Cefotaxim 2x1 gr

- injeksi Ranitidin 2x1 amp

- Pamol tab 3x1 pro renata

- Renagas tab 3x1

- Injeksi Schobion 1x1 drip

I.4. PENELUSURAN (FOLLOW UP)

Tanggal 4 Juni 2013

S : nyeri ulu hati (+), kembung (+), mual (-), muntah (-),

demam dan nyeri kepala cekot-cekot (-)

O :

5

Page 6: Lapsus Dispepsia

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah: 110/60 mmHg

Nadi: 80x/menit

Suhu: 36.5 0C

RR: 20x/menit

Kulit : Turgor kulit supel

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut.

Wajah : Simetris, ekspresi wajar

Mata : Edama palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik -/-

Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut : Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang,

lidah kotor (-)

Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak

ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB

Thorak : retraksi suprasternal (-)

Pulmo: I : thorax simetris dengan ekspansi baik

P : Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi

dinding dada simetris

6

Page 7: Lapsus Dispepsia

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor : I : Tidak tampak iktus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba

P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra

Batas kiri ICS VI linea midklavikula sinistra

Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra

A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-

Abdomen : I : Datar

A : Bising usus (+)

P : Dinding perut supel, turgor kulit baik

Hepar & Lien tidak teraba membesar

Terdapat nyeri tekan epigastrium, panas seperti

terbakar.

P :Timpani

Ekstremitas : Edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill < 2detik

A : Observasi Febris + Dispepsia

P : - infus RL 22 tpm

- injeksi Cefotaxim 2x1 gr

- injeksi Ranitidin 2x1 amp

- Pamol tab 3x1 pro renata

7

Page 8: Lapsus Dispepsia

- Renagas tab 3x1

- Injeksi Schobion 1x1 drip

Tanggal 5 Juni 2013

S : nyeri ulu hati (+), sulit BAB

O :

Keadaan umum : sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah: 120/60 mmHg

Nadi: 80x/menit

Suhu: 37 0C

RR: 20x/menit

Kulit : Turgor kulit supel

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut.

Wajah : Simetris, ekspresi wajar

Mata : Edama palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik -/-

Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut : Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang,

lidah kotor (-)

Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak

ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB.

8

Page 9: Lapsus Dispepsia

Thorak : retraksi suprasternal (-)

Pulmo: I : thorax simetris dengan ekspansi baik

P : Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi

dinding dada simetris

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor : I : Tidak tampak iktus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba

P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra

Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra

Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra

A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-

Abdomen : I : Datar

A : Bising usus (+)

P : Dinding perut supel, turgor kulit baik

Hepar & Lien tidak teraba membesar

Terdapat nyeri tekan epigastrium, panas seperti

terbakar

P :Timpani

Ekstremitas : Edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill < 2detik

A : Observasi Febris +Dispepsia

9

Page 10: Lapsus Dispepsia

P : - infus Dextrose 5%

- injeksi Ciprofloxacin

- injeksi Lansoprazole

- vitamin B complex 3x1

- Gitas plus tab

- Dulcolax 10 mg supp

Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, kimia darah dan serologi:

Darah Rutin

Hb : 12,2 g/dl 12-16 g/dl

Ht : 37,2 % 37-43 %

Eritrosit : 4,22 juta 4,2 – 5,4 juta

Lekosit : 10 ribu 4,0 - 10 ribu

Trombosit : 130 ribu (L) 200 - 400 ribu

MCV : 88,2 mikro m3 80-90 mikro m3

MCH : 28,9 pg 27-34 pg

MCHC : 32,8 g/dl 32-36 g/dl

RDW : 10,6 % 10 – 16 %

MPV : 7,8 mikro m3 7 – 11 mikro m3

Limfosit : 1,1 x 10*3/mikroL (L) 1,7 – 3,5 x 10*3/mikroL

Monosit : 0,6 x 10*3/mikroL 0,2 – 0,6 x 10*3/mikroL

10

Page 11: Lapsus Dispepsia

Granulosit : 7 x 10*3/mikroL 2,5 – 7 x 10*3/mikroL

Limfosit % : 26,0 % 25 – 35 %

Monosit % : 5% 4 – 6 %

Granulosit % : 73,5 % 50 – 80 %

PDW : 14,5 % 10 – 18 %

PCT : 0,109 % (L) 0,2 – 0,5 %

Kimia Darah

Gula Darah Puasa : 85 mg/dl 74-105 mg/dl

Gula Darah 2jam PP : 72 mg/dl <120 mg/dl

Ureum : 28,0 mg/d 10-50 mg/dl

Kreatinin : 1,0 mg/dl 0,6-1,1 mg/dl

SGOT : 62 u/L (H) 15-40 u/L

SGPT : 58 u/L (H) 10-40 u/L

Protein Total : 7,19 g/dl 6,4-8,3 g/dl

Albumin : 4,09 g/dl 3,4-4,8 g/dl

Globulin : 3,10 g/dl 2,0-4,0 g/dl

Urin Acid : 4,64mg/dl 4,4-7,6 mg/dl

Cholesterol : 177 mg/dl 158-276 mg/dl

Triglycerid : 30 mg/dl (L) 58-327

mg/dl

Serologi

11

Page 12: Lapsus Dispepsia

Widal : S typhi O (-), S paratyphii (-), S typhi H (-)

Tanggal 6 Juni 2013

S : nyeri kepala cekot-cekot (+), demam (+)

O :

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah: 1o0/70 mmHg

Nadi: 80x/menit

Suhu: 37 0C

RR: 20x/menit

Kulit : Turgor kulit supel

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut.

Wajah : Simetris, ekspresi wajar

Mata : Edama palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik -/-

Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut : Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang,

lidah kotor (-)

Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak

ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB

Thorak : retraksi suprasternal (-)

12

Page 13: Lapsus Dispepsia

Pulmo: I : thorax simetris dengan ekspansi baik

P : Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi

dinding dada simetris

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor : I : Tidak tampak iktus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba

P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra

Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra

Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra

A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-

Abdomen : I : Datar

A : Bising usus (+)

P : Dinding perut supel, turgor kulit baik

Hepar & Lien tidak teraba membesar

Terdapat nyeri tekan epigastrum, panas seperti

terbakar

P :Timpani

Ekstremitas : Edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill < 2detik

A : Observasi Febris + Dispepsia

P : tatalaksana lanjut

13

Page 14: Lapsus Dispepsia

T anggal 7 Juni 2013

S : nyeri ulu hati (+), keluhan lain berkurang

O :

Keadaan umum : sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah: 100/70 mmHg

Nadi: 80x/menit

Suhu: 370C

RR: 20x/menit

Kulit : Turgor kulit supel

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut.

Wajah : Simetris, ekspresi wajar

Mata : Edama palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik -/-

Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut : Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang,

lidah kotor (-)

Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak

ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB.

Thorak : retraksi suprasternal (-)

14

Page 15: Lapsus Dispepsia

Pulmo: I : thorax simetris dengan ekspansi baik

P : Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi

dinding dada simetris

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor : I : Tidak tampak iktus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba

P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra

Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra

Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra

A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-

Abdomen : I :Datar

A :Bising usus (+)

P :Dinding perut supel, turgor kulit baik

Hepar & Lien tidak teraba membesar

Terdapat nyeri tekan epigastrium, panas seperti

terbakar

P :Timpani

Ekstremitas : Edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill < 2detik

A : Observasi Febris + Dispepsia

15

Page 16: Lapsus Dispepsia

P : - tatalaksana lanjut

- Paracetamol tab 3x1

Tanggal 8 Juni 2013

S : keluhan berkurang

O :

Keadaan umum : sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah: 100/60 mmHg

Nadi: 80x/menit

Suhu: 36.4 0C

RR: 20x/menit

Kulit : Turgor kulit supel

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut.

Wajah : Simetris, ekspresi wajar

Mata : Edama palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik -/-

Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut : Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang,

lidah kotor (-)

16

Page 17: Lapsus Dispepsia

Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak

ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran kgb.

Thorak : retraksi suprasternal (-)

Pulmo: I : thorax simetris dengan ekspansi baik

P : Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi

dinding dada simetris

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor : I : Tidak tampak iktus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba

P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra

Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra

Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra

A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-

Abdomen : I : Datar

A : Bising usus (+)

P : Dinding perut supel, turgor kulit baik

Hepar & Lien tidak teraba membesar

Terdapat nyeri tekan epigastrium, panas seperti

terbakar

P : Timpani

17

Page 18: Lapsus Dispepsia

Ekstremitas : Edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill < 2detik

A : Observasi Febris + Dispepsia

P : PULANG

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pendahuluan

18

Page 19: Lapsus Dispepsia

Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran pencernaan,

khususnya lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut

bagian tengah ke atas. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh.

Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya

adalah pola atau gaya hidup tidak sehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari

nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati, sebah, sendawa yang

berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala komplikasinya.1

Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik

dan dispepsia non organik atau dispesia fungsional. Dispepsia dapat disebut

dispepsia organik apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia

fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan dispepsia yang tidak ada

kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan.2

II.2. Epidemiologi

Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum

ditemukan. Dialami sekitar 20%-30% populasi di dunia setiap tahun.3 Data

Depkes tahun 2004 menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50

penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3%.

Dispepsia yang oleh orang awam sering disebut dengan “sakit maag” merupakan

keluhan yang sangat sering kita jumpai sehari hari. Sebagai contoh dalam

masyarakat di negara negara barat dispepsia dialami oleh sedikitnya 25%

populasi. Di negara negara Asia belum banyak data tentang dispepsia tetapi

diperkirakan dialami oleh sedikitnya 20% dalam populasi umum.4

Mengenai jenis kelamin, ternyata baik lelaki maupun perempuan bisa

terkena penyakit itu. Penyakit itu tidak mengenal batas usia, muda maupun tua,

sama saja. Di Indonesia sendiri, survei yang dilakukan dr Ari F Syam dari FKUI

pada tahun 2001 menghasilkan angka mendekati 50 persen dari 93 pasien yang

diteliti. Tidak hanya di Indonesia di luar negeri juga, banyak orang yang tidak

peduli dengan dispepsia itu. Mereka tahu bahwa ada perasaan tidak nyaman pada

lambung mereka, tetapi hal itu tidak membuat mereka merasa perlu untuk segera

ke dokter.4

Padahal, menurut penelitian- masih dari luar negeri-ditemukan bahwa dari

mereka yang memeriksakan diri ke dokter, hanya 1/3 yang tidak memiliki ulkus

19

Page 20: Lapsus Dispepsia

(borok) pada lambungnya atau dispepsia non-ulkus. Angka di Indonesia sendiri,

penyebab dispepsi adalah 86 persen dispepsia fungsional, 13 persen ulkus dan 1

persen disebabkan oleh kanker lambung.4

Pada dispepsia fungsional, umur penderita dijadikan pertimbangan, oleh

karena 45 tahun ke atas sering ditemukan kasus keganasan, sedangkan dispepsia

fungsional diatas 20 tahun. Begitu pula wanita lebih sering daripada laki-laki.4

Pada ulkus peptik perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Insiden ulkus

meningkat pada usia pertengahan. Penyakit ulkus memperlihatkan interaksi

kompleks dari berbagai faktor lingkungan dan genetik yang menghasilkan

penyakit ;

a. Genetik dan faktor yang berhubungan dengan penyakit. Insiden akan

meningkat pada keadaan:

Ø Sanak keluarga tingkat pertama dari penderita, peningkatannya 3 kali lebih

besar.

Ø Penderita ulkus yang kembar meningkat 3 kali lebih besar.

Ø Golongan darah O, meningkat 30 %

b. Perokok : Merokok berkaitan dengan peninggian frekuensi ulkus 33-110 %

dibandingkan dengan yang tidak merokok.

c. Aspirin : Penggunaan yang kronis meningkatkan insiden ulkus

d. Obat anti peradangan non steroid : Obat-obat seperti indometasin, ibuprofen

dan lain-lain, menyebabkan perubahan mekanisme pertahanan lambung.

e. Kopi dan alkohol

Kafein yang terkandung dalam kopi merupakan stimulan kuat dari sekresi

asam, seperti susu, bir dan minuman ringan.

f. Kortikosteroid : Sifat ulserogenik dari kortikosteroid secara umum masih

kontroversial

g. Stress. Peran stress dan tipe personal masih kontroversial, meskipun beberapa

penelitian menghubungkan pepsinogen serum yang tinggi.5

II.3 Definisi

Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang

terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah,

sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh atau begah.1

20

Page 21: Lapsus Dispepsia

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit , dan

(Pepse),berarti pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan

kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut

bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks

gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam

lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.3

Ada berbagai macam definisi dispepsia. Salah satu definisi yang

dikemukakan oleh suatu kelompok kerja internasional adalah: Sindroma yang

terdiri dari keluhan - keluhan yang disebabkan karena kelainan traktus digestivus

bagian proksimal yang dapat berupa mual atau muntah, kembung, dysphagia,

rasa penuh, nyeri epigastrium atau nyeri retrosternal dan ruktus, yang

berlangsung lebih dari 3 bulan. Dengan demikian dispepsia merupakan suatu

sindrom klinik yang bersifat kronik.2

Dalam klinik tidak jarang para dokter menyamakan dispepsia dengan

gastritis. Hal ini sebaiknya dihindari karena gastritis adalah suatu diagnosa

patologik, dan tidak semua dispepsia disebabkan oleh gastritis dan tidak semua

kasus gastritis yang terbukti secara patologi anatomik disertai gejala dispepsia.

Karena dispepsia dapat disebabkan oleh banyak keadaan maka dalam

menghadapi sindrom klinik ini penatalaksanaannya seharusnya tidak seragam.3

Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata

terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,

radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.1,6

2. Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional, atau dispesia non ulkus, bila

tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau

gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium,

radiologi, dan endoskopi setelah 3 bulan dengan gejala dispepsia.7

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,

membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

21

Page 22: Lapsus Dispepsia

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodik

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia),

dengan gejala:

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

c. Mual

d. Muntah

e.Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).2

II.4 Etiologi

Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau

duodenum,gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.

Obat – obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin,

beberapa antibiotic, digitalis, teofilin dan sebagainya.

Penyakit pada hati, pankreas, system bilier, hepatitis, pancreatitis,

kolesistetis kronik. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit

jantung koroner.

Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak

terbukti adanya kelainan atau gangguan organic atau structural biokimia, yaitu

dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.1

Klasifikasi Dispepsia Berdasarkan Etiologi :

 A. Organik

I. Obat-obatan

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides,

metronidazole), Besi, KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol),

Kortikosteroid, Levodopa, Niacin, Gemfibrozil, Narkotik, Quinidine,

Theophiline.8-10

II. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)

a. Alergi susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis

produk kedelai dan beberapa jenis buah-buahan

b. Non-alergi

22

Page 23: Lapsus Dispepsia

produk alam : laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein.

bahan kimia : monosodium glutamate (vetsin), asam benzoat, nitrit,

nitrat.

Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit

dasarnya, misalnya pada penyakit pankreas dan empedu tidak bisa

mentoleransi makanan berlemak, jeruk dengan pH yang relatif rendah

sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau esophagitis.10

III. Kelainan struktural

a. Penyakit oesophagus

Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia

Akhalasia

Obstruksi esophagus

b. Penyakit gaster dan duodenum

Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS dan

sakit keras (stres fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma,

shock

Ulkus gaster dan duodenum

Karsinoma gaster

c. Penyakit saluran empedu

Kholelitiasis dan Kholedokolitiasis

Kholesistitis

d. Penyakit pankreas

Pankreatitis

Karsinoma pankreas

e. Penyakit usus

Malabsorbsi

Obstruksi intestinal intermiten

23

Page 24: Lapsus Dispepsia

Sindrom kolon iritatif

Angina abdominal

Karsinoma kolon

IV. Penyakit metabolik / sistemik

a. Tuberculosis

b. Gagal ginjal

c. Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar

d. Diabetes melitius

e. Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid

f. Ketidakseimbangan elektrolit

g. Penyakit jantung kongestif

V. Lain-lain

a. Penyakit jantung iskemik

b. Penyakit kolagen5-11

B. Idiopatik atau Dispepsia Non Ulkus (Dispepsia Fungsional)

Keluhan terjadi kronis, tanpa ditemukan adanya gangguan struktural atau

organik atau metabolik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran

makanan.Termasuk ini adalah dispepsia dismotilitas, yaitu adanya gangguan

motilitas diantaranya; waktu pengosongan lambung yang lambat, abnormalitas

kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal.

Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi

asam lambung yaitu kenaikan asam lambung.

Kelainan psikis, stress dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan

dispepsia fungsional.12

Kelainan non organik saluran cerna:

- Gastralgia

- Dispepsia karena asam lambung

- Dispepsia flatulen

24

Page 25: Lapsus Dispepsia

- Dispepsia alergik

- Dispepsia essensial

- Pseudoobstruksi intestinal kronik

- Kelainan susunan saraf pusat (CVD, epilepsi).

- Psikogen : Histeria, psikosomatik

II.5 Anatomi dan Fisiologi Gaster

Lambung atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah

diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di

mana makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung

dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia

adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari oesofagus . Fundus adalah

bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang

berhubungan dengan usus 12 jari duodenum.13

Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa,

submukosa, muscularis, dan serosa. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel

mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan hormon.

Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara

luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat

dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena

dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut

sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari

sel-sel tersebut. Muscularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam

pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot

melingkar, memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari ketiga macam lapisan

otot tersebut mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak

peristaltik menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan

terluar yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan

ini mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi

antara perut dengan anggota tubuh lainnya.13

25

Page 26: Lapsus Dispepsia

Gambar 1. Anatomi Gaster: 1.Esofagus, 2.Kardia, 3.Fundus,

4.Selaput Lendir, 5.Lapisan Otot, 6.Mukosa Lambung, 7.Korpus, 8.Antrum

Pilorik, 9.Pilorus, 10.Duodenum

Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan,

yaitu sel goblet [goblet cell], sel parietal [parietal cell], dan sel chief [chief cell].

Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga

lapisan terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel

parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung [Hydrochloric acid] yang

berguna dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal

memproduksi 1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman

dalam lambung mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi

untuk memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel

chief memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna

protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada

sel tersebut.13

Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang

menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan

secara refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung

asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam lambung berperan sebagai

26

Page 27: Lapsus Dispepsia

pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin.

Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi molekul yang lebih

kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan makanan. Renin merupakan

enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan sebagai kaseinogen

menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh

pepsin. Tanpa adanya renim susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam

lambuing dan usus tanpa sempat dicerna.13

Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi

lembut seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian

pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya,

otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuh

kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum akan

berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam

tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh

karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup. Makanan tersebut

dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat basa di belakang

pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam

dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati

pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat

tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali.13

Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls

parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas,

secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan lambung. Refleks

pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar lemak yang

tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini disebabkan oleh hormon

saluran cerna terutama sekretin dan kholesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk

dalam mukosa duodenum dan dibawa bersama aliran darah ke lambung. Dengan

demikian proses pengosongan lambung merupakan proses umpan balik humoral.13

Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung,

yang merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-1,5,

yang mengandung pula enzim pencemaan, lendir dan faktor intrinsik yang dibutuhkan

untuk absorpsi vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi protein makanan

dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga

27

Page 28: Lapsus Dispepsia

menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah pepsinogen yang

tak aktif menjadi pepsin. 13

Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan.

Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas

lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf maupun

hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi atas fase

sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).13

Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan

penciuman dan rasa akan menimbulkan impuls saraf aferen, yang di sistem saraf pusat

akan merangsang serabut vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan

dibebaskannya asetilkolin dari dinding lambung. Ini akan menyebabkan stimulasi

langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan membebaskan gastrin dari sel G

antrum. Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan akan

menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi asam

klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh mastosit karena

stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan pembebasan histamin ini

gastrin dapat bekerja.13

Fase Lambung. Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk

ke dalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kafein

atau alkohol, akan menimbulkan refleks kolinergik lokal dan pembebasan gastrin. Jika

pH turun di bawah 3, pembebasan gastrin akan dihambat.13

Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti

dengan penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus

duabelas jari akan dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida dan

merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung lainnya

dilakukan oleh kholesistokinin-pankreozimin, terutama jika kim yang banyak

mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas.13

Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya

yang berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide)

menghambat sekresi HC1 dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi

insulin dari kelenjar pankreas.13

Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di

sejumlah organ lainnya antara lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta

kelenjar pankreas, menghambat sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan

28

Page 29: Lapsus Dispepsia

sekresi sekretin di usus halus. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan turun

(sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat dan enzim pencernaan). Di samping

itu, ada tekanan sistemik yang tak berubah, pasokan darah di daerah n. Splanchnicus

akan berkurang sekitar 20-30%.13

Bagan 1. Pengaruh Sekresi Sel Parietal

II.6. Patofisiologi

Patofisiologi dispepsia non ulkus masih sedikit diketahui, beberapa faktor

berikut mungkin berperan penting (multifaktorial):

Abnormalitas Motorik Gaster

Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien

dispepsia non ulkus mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam

gaster. Demikian pula pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas

antrum postprandial, tetapi hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala-

gejala dispepsia tidak jelas.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku"

29

Rangsang bau dan rangsang kecap

Rangsang Ganglion

Rangsang Lokal

(makanan)

Rangsang n. Vagus

Pembebasan asethilkolin

Degranulasi mastosit

Pembebasan histamin

Stimulasi sel G

Pembebasan Gastrin

Pembebasan HCl

Stimulasi Sel Parietal

Page 30: Lapsus Dispepsia

bertanggung jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal

seharusnya fundus relaksasi, baik saat mencerna makanan maupun bila terjadi

distensi duodenum. Pengosongan makanan bertahap dari corpus gaster menuju

ke bagian fundus dan duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada beberapa

pasien dyspepsia non ulkus, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga

pengisian bagian antrum terlalu cepat.2

Perubahan sensifitas gaster

Lebih 50% pasien dispepsia non ulkus menunjukkan sensifitas terhadap

distensi gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang

sedikit mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi

gaster intestinum atau distensi dini bagian Antrum postprandial dapat

menginduksi nyeri pada bagian ini.10

Stres dan faktor psikososial

Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik dan morbiditas

psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia non ulkus

daripada subyek kontrol yang sehat.

Banyak pasien mengatakan bahwa stres mencetuskan keluhan dispepsia.

Beberapa studi mengatakan stres yang lama menyebabkan perubahan aktifitas

vagal, berakibat gangguan akomodasi dan motilitas gaster.

Kepribadian dispepsia non ulkus menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif

dan dispepsia organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan

depresi yang lebih nyata dan sering disertai dengan keluhan non-

gastrointestinal ( GI ) seperti nyeri muskuloskletal, sakit kepala dan mudah

letih. Mereka cenderung tiba-tiba menghentikan kegiatan sehari-harinya akibat

nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih buruk dibanding pasien dispepsia

organik. Demikian pula bila dibandingkan orang normal. Gambaran

psikologik dispepsia non ulkus ditemukan lebih banyak ansietas, depresi dan

neurotik.5

Gastritis Helicobacter pylori

Gambaran gastritis Helicobacter pylori secara histologik biasanya gastritis

non-erosif non-spesifik. Di sini ditambahkan non-spesifik karena gambaran

histologik yang ada tidak dapat meramalkan penyebabnya dan keadaan klinik

yang bersangkutan. Diagnosa endoskopik gastritis akibat infeksi Helicobacter

pylori sangat sulit karena sering kali gambarannya tidak khas. Tidak jarang

30

Page 31: Lapsus Dispepsia

suatu gastritis secara histologik tampak berat tetapi gambaran endoskopik

yang tampak tidak jelas dan bahkan normal. Beberapa gambaran endoskopik

yang sering dihubungkan dengan adanya infeksi Helicobacter pylori adalah:

a. Erosi kronik di daerah antrum.

b. Nodularitas pada mukosa antrum.

c. Bercak-bercak eritema di antrum.

d. Area gastrika yang menonjol dengan bintik-bintik eritema di daerah

korpus.13

Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah

diakui, tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia non

ulkus masih kontroversi. Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia non

ulkus menderita infeksi Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia

pada dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori negatif dapat juga

menjadi penyebab dari beberapa dispepsia non ulkus dengan Helicobacter

pylori positif. Bukti terbaik peranan Helicobacter pylori pada dispepsia non

ulkus adalah gejala perbaikan yang nyata setelah eradikasi kuman

Helicobacter pylori tersebut, tetapi ini masih dalam taraf pembuktian studi

ilmiah. Banyak pasien mengalami perbaikan gejala dengan cepat walaupun

dengan pengobatan plasebo. Studi "follow up" jangka panjang sedang

dikerjakan, hanya beberapa saja yang tidak kambuh.2

Kelainan gastrointestinal fungsional

Dispepsia non ulkus cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan

fungsional GI, termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada non-kardiak

dan nyeri ulu hati fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom Kolon Iritatif

menderita dispepsia dan lebih dari sepertiga pasien dengan dispepsia kronis

juga mempunyai gejala Sindrom Kolon Iritatif. Pasien dengan kelainan seperti

ini sering ada gejala extra GI seperti migrain, myalgia dan disfungsi kencing

dan ginekologi.

Pada anamnesis dispepsia jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon

Iritatif seperti nyeri abdomen mereda setelah defikasi, perubahan frekuensi

buang air besar atau bentuknya mengalami perubahan, perut tegang, tidak

dapat menahan buang air besar dan perut kembung. Beberapa pasien juga

mengalami aerophagia, lingkaran setan dari perut kembung diikuti oleh

masuknya udara untuk menginduksi sendawa, diikuti oleh kembung yang

31

Page 32: Lapsus Dispepsia

lebih parah. Ini memerlukan perbaikan tingkah laku.

Abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak

selalu muncul pada semua penderita. Hasil yang kurang konsisten dari

bermacam terapi yang digunakan untuk terapi dispepsia non ulkus mendukung

keanekaragaman kelompok ini. 2,12,14.

Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau pendarahan mukosa

lambung. Gastritis karena bakteri H. pylori dapat mengalami adaptasi pada

linkungan dengan pH yang sangat rendah dengan menghasilkan enzim urease

yang sangat kuat. Enzim urease tersebut akan mengubah urea dalam lambung

menjadi ammonia sehingga bakteri Helicobacter pylori yang diselubungi “awan

amoniak” yang dapat melindungi diri dari keasaman lambung. Kemudian dengan

flagella Helicobacter pylori menempel pada dinding lambung dan mengalami

multiplikasi. Bagian yang menempel pada epitel mukosa lambung disebut adheren

pedestal. Melalui zat yang disebut adhesin , Helicobacter pylori dapat berikatan

dengan satu jenis gliserolipid yang terdapat di dalam epitel.13

Selain urease, bakteri juga mengeluarkan enzim lain misalnya katalase,

oksidase, alkaliposfatase, gamma glutamil transpeptidase, lipase, protease, dan

musinase. Enzim protease dan fosfolipase diduga merusak glikoprotein dan

fosfolipid yang menutup mukosa lambung. H. Pylori juga mengeluarkan toksin

yang beperan dalam peradangan dan reaksi imun local.13

Obat anti-inflamasi non-steroid merusak mukosa lambung melalui

beberapa mekanisme. Obat-obat ini menghambat siklooksigenase mukosa

lambung sebagai pembentuk prostaglandin dari asam arakidonat yang merupakan

salah satu faktor defensif mukosa lambung yang sangat penting. Selain itu, obat

ini juga dapat merusak secara topikal. Kerusakan topikal ini terjadi karena

kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif, sehingga merusak sel-sel

epitel mukosa. Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan

mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.13

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa

esophagus, lambung ataupun duodenum terputus dan meluas sampai di bawah

epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi,

walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus. Ulkus kronik berbeda dengan

ulkus akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar ulkus. Menurut definisi,

32

Page 33: Lapsus Dispepsia

ulkus peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah

asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal,

juga jejunum.13

Sawar mukosa lambung penting untuk perlindungan lambung dan

duodenum. Obat anti inflamasi non steroid termasuk aspirin menyebabkan

perubahan kualitatif mucus lambung yang dapat mempermudah terjadinya

degradasi mucus oleh pepsin. Prostaglandin yang terdapat dalam jumlah

berlebihan dalam mucus gastric dan tampaknya berperan penting dalam

pertahanan mukosa lambung.13

Aspirin, alkohol, garam empedu dan zat – zat lain yang merosak mukosa

lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi

balik asam klorida yang mengakibatkan kerosakan jaringan, terutama pembuluh

darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan

meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan

sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,

mengakibatkan terjadinya hemoragi interstitial dan perdarahan. Sawar mukosa

tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropine, tetapi difusi balik

dihambat oleh gastrin.13

Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan faktor penting dalam

patogenesis ulkus peptikum. Ulkus peptikum sering terletak di antrum karena

mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi balik disbanding fundus. Selain itu,

kadar asam yang rendah dalam analisis lambung pada penderita ulkus peptikum

diduga disebabkan oleh meningkatnya difusi balik dan bukan disebabkan oleh

produksi yang berkurang. 13

Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat

fungsi kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus)

yang memproduksi sekret mukoid yang sangat alkali, pH 8 dan kental untuk

menetralkan kimus asam. Penderita ulkus peptikum sering mengalami sekresi

asam berlebihan. Faktor penurunan daya tahan jaringan juga terlibat dalam ulkus

peptikum. Daya tahan jaringan juga bergantung pada banyaknya suplai darah dan

cepatnya regenerasi sel epitel (dalam keadaan normal diganti setiap 3 hari).

kegagalan mekanisme ini juga berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. 13

33

Page 34: Lapsus Dispepsia

II.7. Gejala Klinik

34

Page 35: Lapsus Dispepsia

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat

akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan

kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai

dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa

penderita makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan

bisa mengurangi nyerinya.Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual,

sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).6

Dispepsia Organik :

a. Dispepsia Ulkus

Dispepsia ulkus merupakan bagian penting dari dispepsia organik. Di

negara negara barat prevalensi ulkus lambung lebih rendah dibandingkan

dengan ulkus duodeni. Sedang di negara berkembang termasuk Indonesia

frekuensi ulkus lambung lebih tinggi. Ulkus lambung biasanya diderita pada

usia yang lebih tinggi dibandingkan ulkus duodeni.4

Gejala utama dari ulkus peptikum adalah hunger pain food relief. Untuk

ulkus duodeni nyeri umumnya terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan, dan

penderita sering terbangun di tengah malam karena nyeri. Tetapi banyak juga

kasus kasus yang gejalanya tidak jelas dan bahkan tanpa gejala. Pada ulkus

lambung seringkali gejala hunger pain food relief tidak jelas, bahkan kadang

kadang penderita justru merasa nyeri setelah makan.15

Penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama ulkus duodenum

adalah infeksi H. pylori, dan ternyata sedikitnya 95% kasus ulkus duodeni

adalah H. pylori positif, sedang hanya 70% kasus ulkus lambung yang H. pylori

positif.13

b.GERD(GastroesophagealRefluxDisease)

Dahulu GERD dimasukkan dalam dispepsia fungsional tetapi setelah

ditemukan dasar-dasar organik maka GERD dimasukan kedalam dispepsia

organik. Penyakit ini disebabkan Inkompetensi/relaksasi sphincter cardia yang

menyebabkan regurgitasi asam lambung ke dalam esofagus.

Dulu sebelum penyebab GERD diketahui dengan jelas, GERD

dimasukkan ke dalam kelompok dispepsia fungsional. Setelah penyebabnya

jelas maka GERD dikeluarkan dari kelompok tersebut dan dimasukkan ke

dalam dispepsia organik.7

35

Page 36: Lapsus Dispepsia

Gejala GERD :

• Gejala khas, terdiri dari :

- “Heart Burn”

- Rasa panas di epigastrium

- Rasa nyeri retrosternal

- Regurgitasi asam

- Pada kasus berat : ada gangguan menelan

• Gejala tidak khas :

- Nafas pendek

- Wheezing

- Batuk-batuk

Gejala GERD lebih menonjol pada waktu penderita terbaring terlentang

dan berkurang bila penderita duduk. Gambaran Endoskopi:

Didapatkan lesi berupa robekan pada daerah spinter esophagus yang dibagi

menjadi 4 derajat (Pembagian Los Angeles) :

Grade A :

Robekan mukosa tidak lebih dari 5 mm

Grade B :

Ada robekan mukosa yang lebih dari 5 mm dan kalau ada robekan mukosa di

tempat lain tidak berhubungan dengan robekan mukosa yang pertama.

Grade C :

Robekan mukosa pada 1 lipatan mukosa berhubungan dengan lipatan mukosa

yang lain tetapi tidak difus.

Grade D :

Robekan mukosa difus.15

Dispepsia Fungsional

Gejala dispepsia fungsional (menurut kriteria Roma) :

a. Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir.

b. Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent).

c. Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi)

d. Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome)

- symptom tidak hilang dengan defekasi

- tidak ada perubahan frekuensi dan konsistensi tinja.2,6-11

36

Page 37: Lapsus Dispepsia

II.8. Anamnesis

Jika pasien mengeluh mengenai dispepsia, dimulakan pertanyaan atau

anamnesis dengan lengkap. Berapa sering terjadi keluhan dispepsia, sejak kapan

terjadi keluhan, adakah berkaitan dengan konsumsi makanan? Adakah

pengambilan obat tertentu dan aktivitas tertentu dapat menghilangkan keluhan

atau memperberat keluhan? Adakah pasien mengalami nafsu makan menghilang,

muntah, muntah darah, BAB berdarah, batuk atau nyeri dada?11

Pasien juga ditanya, adakah ada konsumsi obat – obat tertentu? Atau

adakah dalam masa terdekat pernah operasi? Adakah ada riwayat penyakit ginjal,

jantung atau paru? Adakah pasien menyadari akan kelainan jumlah dan warna

urin? 11

Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan

jamu yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus

dihentikan. Hubungan dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan. Tanda

dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap

dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering,

hematemesis, melena atau jaundice kemungkinan besar adalah merupakan

penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau

"USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster

atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas

empedu.11

Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial

misalnya: masalah anak (meninggal, nakal, sakit, tidak punya), hubungan antar

manusia (orang tua, mertua, tetangga, adik ipar, kakak), hubungan suami-istri

(istri sibuk, istri muda, dimadu, bertengkar, cerai), pekerjaan dan pendidikan

(kegiatan rutin, penggusuran, pindah jabatan, tidak naik pangkat). Hal ini

berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang.5

Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia. Pasien

ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri

berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid. Nyeri sering

membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus

duodenum. Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk

setelah makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak

spesifik (bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala

37

Page 38: Lapsus Dispepsia

perasaan asam pada mulut. Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan

biasanya didapatkan pada penyakit esofagus, gastritis erosif dan karsinoma.

Sebaliknya bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada

ulkus duodenum. Pasien dispepsia non ulkus lebih sering mengeluhkan gejala di

luar GI, ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian

psikotropik. 2, 6-11

II.9 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra-abdomen atau

intra lumen yang padat misalnya tumor, organomegali, atau nyeri tekan sesuai

dengan adanya ransang peritoneal/peritonitis.1

Tumpukan pemeriksaan fisik pada bagian abdomen. Inspeksi akan

distensi, asites, parut, hernia yang jelas, ikterus, dan lebam. Auskultasi akan

bunyi usus dan karekteristik motilitasnya. Palpasi dan perkusi abdomen,

perhatikan akan tenderness, nyeri, pembesaran organ dan timpani.6 Pemeriksaan

tanda vital bisa ditemukan takikardi atau nadi yang tidak regular.10

Kemudian, lakukan pemeriksaan sistem tubuh badan lainnya. Perlu

ditanyakan perubahan tertentu yang dirasai pasien, keadaan umum dan kesadaran

pasien diperhatikan. Auskultasi bunyi gallop atau murmur di jantung. Perkusi

paru untuk mengetahui konsolidasi. Perhatikan dan lakukan pemeriksaan

terhadap ektremitas, adakah terdapat perifer edema dan dirasakan adakah akral

hangat atau dingin. Lakukan juga perabaan terhadap kelenjar limfa.6-11

II.10 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi

(leukositosis), pakreatitis (amylase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA,

CA 19-9, AFP). Biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan

pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila

ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja,

jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti

kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita

dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran

38

Page 39: Lapsus Dispepsia

pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon

perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9. 1

2. Barium enema untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus halus dapat

dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah,

penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk

bila penderita makan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan

struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau

gambaran ke arah tumor.1,3,15

3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus

halus dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan

lambung.

Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui

apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan

pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.2,3,7

Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dispepsia tersebut

disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms, yaitu adanya penurunan

berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah

darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama, dan terjadi pada usia

lebih dari 45tahun.1 Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi

adalah:

a. CLO (rapid urea test)

b. Patologi anatomi (PA)

c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan

d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian15

4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan

kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum

tersedia di Indonesia). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran

makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks

gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagus yang menurun terutama

di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering

menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin.

Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang

disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk

niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar

39

Page 40: Lapsus Dispepsia

licin). Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang

ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung

berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan

terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau

tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentina loops.1

5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi esofagus

atau respon esofagus terhadap asam.10

Management of dyspepsia based on age and alarm features. EGD,

esophagogastroduodenoscopy.

II.11. Diagnosis

40

Page 41: Lapsus Dispepsia

Dispepsia melalui simptom-simptomnya sahaja tidak dapat

membedakan antara dispepsia fungsional dan dispepsia organik. Diagnosis

dispepsia fungsional adalah diagnosis yang telah ditetapkan, dimana pertama

sekali penyebab kelainan organik atau struktural harus disingkirkan melalui

pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dan banyak membantu adalah

pemeriksaan endoskopi. Oleh karena dengan pemeriksaan ini dapat terlihat

kelainan di oesophagus, lambung dan duodenum. Diikuti dengan USG

(Ultrasonography) dapat mengungkapkan kelainan pada saluran bilier, hepar,

pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan perubahan anatomis.

Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan dapat mengungkapkan

penyebab dispepsia seperti diabetes, penyakit tyroid dan gangguan saluran

bilier. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor.1,5

Kriteria Diagnostik Dispepsia Fungsional berdasarkan Kriteria Rome III, harus

termasuk :

1. berasa terganggu setelah makan

2. cepat kenyang

3. nyeri epigastrik

4. panas/ rasa terbakar di epigastrik

DAN

terbukti tidak ada penyakit struktural termasuk endoskopi proksimal yang dapat

menjelaskan penyebab terjadinya gejala klinis tersebut.

Kriteria haruslah terjadi dalam masa 3 bulan terakhir dengan onset

gejala klinis sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum diagnosis.3

II.12 Diagnosis Banding

Dispepsia adalah merupakan suatu simptom atau kelompok keluhan atau

gejala dan bukan merupakan suatu diagnosis. Diferensial diagnosis dyspepsia

adalah seperti box 1. Sangat penting mencari clue atau penanda akan gejala dan

keluhan yang merupakan etiologi yang bisa ditemukan berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan fisik. 50%–60% kasus, didapati tidak ada penyebab yang

terdeteksi di mana pasien dikatakan merupakan dispepsia fungsional. Prevalensi

ulkus peptikum adalah 15%- 25% dan prevalensi esofagitis adalah 5%-15%.

Kanker digestif bagian atas < 2%. Disebabkan kanker digestif bagian atas jarang

pada umur <50 tahun, pemeriksaan endoskopi direkomendasi pada pasien yang

41

Page 42: Lapsus Dispepsia

berusia > 50 tahun. Juga direkomendasi pada pasien yang mangalami penurunan

berat badan yang signifikan, terjadi pendarahan, dan muntah yang terlalu teruk.2

Box 1: Diagnosis banding dispepsia

Dispepsia non ulkus

Gastro-oesophageal reflux disease.

Ulkus peptikum.

Obat-obatan: obat anti inflamasi non-steroid, antibiotik, besi,

suplemen kalium, digoxin.

Malabsorbsi Karbohidrat (lactose, fructose, sorbitol).

Cholelithiasis or choledocholithiasis.

Pankreatitis Kronik.

Penyakit sistemik (diabetes, thyroid, parathyroid, hypoadrenalism,

connective tissue disease).

Parasit intestinal.

Keganasan abdomen (terutama kanser pancreas dan gastrik).

Mesenterika iskemik kronik

II.13. Penatalaksanaan

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori

1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra

kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai

fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi

asam lambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3,

Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya

hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai

dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat

nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk

senyawa MgCl2. Sering digunakan adalah gabungan Aluminium hidroksida dan

42

Page 43: Lapsus Dispepsia

magnesium hidroksida.Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi

dan penurunan fosfat; magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer.

Antacid yang sering digunakan adalah seperti Mylanta, Maalox, merupakan

kombinasi Aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida. Magnesium

kontraindikasi kepada pasien gagal ginjal kronik karena bisa menyebabkan

hipermagnesemia, dan aluminium bisa menyebabkan kronik neurotoksik pada

pasien tersebut.15

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif

yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan

seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek

sitoprotektif.10

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau

esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor

H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.10,15

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI).

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari

proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah

omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah ~18jam ;

jadi, bisa dimakan antara 2 dan 5 hari supaya sekresi asid gastrik kembali

kepada ukuran normal. Supaya terjadi penghasilan maksimal, digunakan

sebelum makan yaitu sebelum sarapan pagi kecuali omeprazol.15

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain

bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.

Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang

selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan

meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif

(site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar

lesi mukosa saluran cerna bagian atas. Toksik daripada obat ini jarang, bisa

menyebabkan konstipasi (2–3%). Kontraindikasi pada pasien gagal ginjal

kronik. Dosis standard adalah 1 g per hari.15

43

Page 44: Lapsus Dispepsia

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan

metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia

fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki

bersihan asam lambung (acid clearance).10

7. Antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori

Eradikasi bakteri Helicobacter pylori membantu mengurangi simptom pada

sebagian pasien dan biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti

amoxicillin (Amoxil), clarithromycin (Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan

tetracycline (Sumycin).6

Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat

anti- depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak

jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas

dan depresi.2,6-12

Terapi Dispepsia Fungsional :

1. Farmakologis

- pengobatan jangka lama jarang diperlukan kecuali pada kasus-kasus berat.

(regular medication)

- mungkin perlu pengobatan jangka pendek waktu ada keluhan. (on demand

medication)

2. Psikoterapi

- Reassurance

- Edukasi mengenai penyakitnya

3. Perubahan diit dan gaya hidup

- Dianjurkan makan dalam porsi yang lebih kecil tetapi lebih sering.

- Makanan tinggi lemak dihindarkan

Pengobatan terhadap dispepsia fungsional adalah bersifat terapi

simptomatik. Pasien dengan dispepsia fungsional lebih dominan gejala dan

keluhan seperti nyeri pada abdomen bagian atas (ulcer - like) bisa diobati

dengan PPI (Proton Pump Inhibitors). Pasien dengan keluhan yang tidak jelas di

bagian abdomen atas di mana yang gagal dengan pengobatan PPI, bisa diobati

dengan tricyclic antidepressants, walaupun data yang menyokong masih

kurang.16

44

Page 45: Lapsus Dispepsia

Pasien dengan keluhan dismotility – like symptom bisa diobati dengan

sama ada dengan acid suppressive therapy, prokinetic agents, atau 5-HT1

agonists. Metoclopramide dan domperidone menunjukkan antara obat placebo

dalam pengobatan dispepsia fungsional.16

II.14 Pencegahan

Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama

makanan yang pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya

dengan pemilihan jenis makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana

cara memakannya. Makanlah dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan

lakukan dengan santai.

Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan

mukosa dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan

pendarahan.

Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung,

membuat lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga

meningkatkan asam lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan

merupakan penyebab utama terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk dapat

berhenti merokok tidaklah mudah, terutama bagi perokok berat. Konsultasikan

dengan dokter mengenai metode yang dapat membantu untuk berhenti

merokok.

Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan

pernapasan dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga

membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.

Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke,

menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya

permasalahan kulit. Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan

melambatkan kecepatan pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak

dapat dihindari, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara effektif

dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat yang cukup, olah raga teratur dan

relaksasi yang cukup.

Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan OAINS,

obat-obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan

membuat peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan

penghilang nyeri yang mengandung acetaminophen.

45

Page 46: Lapsus Dispepsia

Ikuti rekomendasi dokter.6-11

II.15. Prognosis

Statistik menunjukkan sebanyak 20% pasien dispepsia mempunyai

ulkus peptikum, 20% mengidap Irritable Bowel Syndrome, kurang daripada 1%

pasien terkena kanker, dan dispepsia fungsional dan dyspepsia non ulkus

adalah 5-40%.17

Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius,

contohnya penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia

disebabkan karena kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan serius. Ada

beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila

terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu: Usia 50 tahun ke atas, kehilangan berat

badan tanpa disengaja, kesulitan menelan, terkadang mual-muntah, buang air

besar tidak lancar dan merasa penuh di daerah perut.

BAB III

ANALISIS KASUS

46

Page 47: Lapsus Dispepsia

1. Pada tanggal 3 Juni 2013 Tn. A, 53 th datang ke IGD Rumah Sakit Umum

Daerah Ambarawa pada pukul 19.35 WIB. Pasien merupakan rujukan dari

klinik dr. Hascaryo, Sp.PD. Pasien mengeluh nyeri ulu hati sejak kemarin,

terus menerus, seperti terbakar, melilit, kembung, nyeri perut muncul setelah

pasien beberapa kali mengkonsumsi makanan pedas, mual (+), muntah (-),

demam dan nyeri kepala cekot-cekot (+) sejak 2 hari yang lalu, sesak nafas

dan nyeri dada kiri (-), disfagia (-), odinofagia (-), penurunan berat badan (-),

BAB dan BAK biasa. Pasien sering mengeluhkan keluhan yang sama apabila

telat makan, namun keluhan ini belum pernah diobati.

Nyeri ulu hati yang dialami pasien, dapat disebabkan oleh beberapa

kemungkinan yaitu :

- Fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab terhadap sindrom

dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik saat

mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum.

Pengosongan makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian

fundus dan duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien

dyspepsia non ulkus, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga

pengisian bagian antrum terlalu cepat.2

- Perubahan sensifitas gaster

Lebih 50% pasien dispepsia non ulkus menunjukkan sensifitas

terhadap distensi gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin

akibat: makanan yang sedikit mengiritasi seperti makanan pedas,

distensi udara, gangguan kontraksi gaster intestinum atau distensi dini

bagian Antrum postprandial dapat menginduksi nyeri pada bagian ini.10

2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan

kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah

140/90 mmHg, nadi 107x/menit, suhu: 370C dan respirasi 24x/menit. Pada

pemeriksaan fisik kepala, wajah, hidung, telinga, leher, jantung, pulmo dan

ekstremitas tidak didapatkan adanya kelainan. Pada pemeriksaan fisik

abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium, terasa perih dan seperti terbakar.

Pada pasien ini, disarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa

pemeriksaan laboratorium darah rutin, kimia darah dan serologi/immunologi.

47

Page 48: Lapsus Dispepsia

Nyeri kepala cekot-cekot yang dialami pasien disebabkan karena tekanan

darah pasien meningkat, menyebabkan perfusi O2 ke dalam otak menjadi

sedikit. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan epigastrum akibat adanya

gangguan pengosongsn lambung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi ke – 4. FKUI; 2007.h.285.

48

Page 49: Lapsus Dispepsia

2. Jones MP. Evaluation and treatment of dyspepsia. Post Graduate Medical

Journal 2003;79:25-29.

3. Tack J, Nicholas J, Talley, Camilleri M, Holtmann G, Hu P, et al. Functional

Gastroduadenal. Gastroenterology 2006;130:1466-1479.

4. Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007. Edisi 2010. Diunduh dari,

http://library.usu.ac.id/index.php/index.php?option=com_journal_review&id.

5. Citra JT. Perbedaan depresi pada pasien dispepsia organik dan fungsional.

Bagian Psikiatri FK USU 2003.

6. Dyspepsia. Edition 2010. Available from:

http://www.mayoclinic.org/dyspepsia/.

7. Talley N, Vakil NB, Moayyedi P. American Gastroenterological Association

technical review: evaluation of dyspepsia. Gastroenterology 2005;129:1754

8. Indigestion (Dyspepsia, Upset Stomach). Edition 2010. Available from:

http://www.medicinenet.com/dyspepsia/article.htm, 5 Juni 2010.

9. Dyspepsia, What It Is and What to Do About It? Edition 2009. Available

from:

http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/disorders/

474.html.

10. Greenburger NJ. Dyspepsia. The Merck Manuals Online Medical Library.

2008 March. Available from:

http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch007/ch007c.html.

11. Delaney BC. 10 Minutes consultation dyspepsia. BMJ. 2001. Available from:

http://www.bmj.com/cgi/content/full/322/7289/776.

12. Ringerl Y. Functional dyspepsia. UNC Division of Gastroenterology and

Hepatology. 2005;1:1-3.

13. Glenda NL. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6.

EGC; 2006.h.417-19.

49

Page 50: Lapsus Dispepsia

14. Riza TC, Bushra S. Dyspepsia. Prim Care Clinical Office Pract 34 2007;1:99–

108.

15. Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al.

Peptic ulcer disease. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th.Mc Graw-

Hills; 2008.p.287.

16. David JB. Test and Treat or PPI Therapy for Dyspepsia? Journal Watch

Gastroenterology April 18, 2008.

17. Dyspepsia. Edition 2001. Available from:

http://mercyweb.org/MICROMEDEX/health_information.

50