lapsus KDK.doc

27
BAB I PENDAHULUAN Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh berbagai pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%- 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4°C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Demam pada kejang demam umumnya disebabkan oleh infeksi, yang sering terjadi pada anak-anak, seperti infeksi traktus respiratorius dan gastroenteritis. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum umur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang 1

description

kejang demam kompleks

Transcript of lapsus KDK.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering

dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh berbagai pakar didapatkan bahwa

sekitar 2,2%- 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai

usia 5 tahun.

Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts

Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang

disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4°C tanpa adanya infeksi susunan saraf

pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat

kejang tanpa demam sebelumnya. Demam pada kejang demam umumnya disebabkan

oleh infeksi, yang sering terjadi pada anak-anak, seperti infeksi traktus respiratorius

dan gastroenteritis.

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan

sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah

menderita kejang demam. Kejang demam sangat tergantung kepada umur, 85%

kejang pertama sebelum umur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit

yang mengalami kejang demam pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah

berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam

lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat megalami sampai umur lebih dari

5-6 tahun.

1

BAB II

STATUS PASIEN

2.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Pita Dewi

Umur : 1 tahun 7 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. KH. Azhari Lr. Keramat RT/RW 27/02 Kel. 5 Ulu

Tanggal MRS : 20 Juni 2013

No. RM : 095960

2.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Pasien datang RSUD Bari dengan keluhan kejang.

Riwayat Penyakit Sekarang :

3 hari SMRS, pasien mengalami demam tinggi yang disertai batuk-pilek.

Pasien mengalami kejang 2 kali disertai demam. Kejang pertama berdurasi < 1 menit

dan kejang kedua berdurasi 30 menit. Pasien mengalami kejang umum tonik klonik.

Sekitar seminggu SMRS, pasien mengalami batuk-pilek yang disertai demam

serta bersin.

Riwayat kejang dalam keluarga pasien (+). Keluhan ini pertama kalinya

dialami oleh pasien.

2.3. Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign : Nadi : 120 x/menit, RR : 32 x/menit, T : 38,1 °C

2

Kepala : normocephali, kelainan bentuk wajah (-), konjungtiva tidak anemis,

sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks pupil +/+ normal, nafas

cuping hidung (-), sekret hidung (+) dan eritema

Leher : pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-), JVP tidak meningkat

Pulmo : Pergerakan simetris kanan dan kiri, retraksi (-), Vesikuler, Rhonki

Wheezing -/-

Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal

Extremitas atas: Akral hangat, CRT < 2”

Status Gizi

BB : 6,5 kg

PB : 68 cm

Pengukuran status gizi menggunakan Z-score WHO didapatkan hasil :

1. BB/U : < -3 SD

2. PB/U : < -3 SD

3. BB/PB : < -2 SD

Pasien dinyatakan menderita gizi kurang.

2.4. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Tanggal 20 Juni 2013

- Hb : 10,1

- Leukosit : 18.800

- Trombosit : 319.000

- Ht : 33%

- Hitung jenis : 0/2/3/69/21/5

2.5. Diagnosis Kerja

Kejang Demam Kompleks + ISPA dan Gizi Kurang

3

2.6. Penatalaksanaan

1. Dumin suppositoria 125 mg

2. IVFD D5 ½ NS gtt 26

3. PCT 3X1 cth

4. Ampicillin 3X225 mg

5. Gentamisin 2X4 strip

6. Diazepam oral 3X2 mg

2.7. Follow up

Tanggal 21-6-2013

S : demam (-) batuk (+)

O : KU : tampak sakit sedang ; Sens : CM

Tanda vital : N : 120 x/m RR : 32 x/m T : 37,2°C

Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), NCH (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : pulmo : simetris, retraksi (-), ves (+) N, rh/wh (-/-)

Cor : BJ I & II (N), m/g (-/-)

Abdomen : datar, lemas, BU (+) N, turgor kembali cepat

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3”

A : KDK + ISPA dan Gizi kurang

P : IVFD D5 ½ NS gtt 26 mikro

PCT 3X1 cth

Ampicillin 3X225 mg

Gentamisin 2X4 strip

Diazepam oral 3X2 mg

4

Tanggal 22-6-2013

S : demam (+), batuk (+)

O : KU : tampak sakit sedang, sens : CM

Tanda vital : T : 37,8°C N : 120 x/m RR : 24 x/m

Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), NCH (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : pulmo : simetris, retraksi (-), ves (+) N, rh/wh (-/-)

Cor : BJ I & II (N), m/g (-/-)

Abdomen : datar, lemas, BU (+) N, turgor kembali cepat

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3”

A : KDK + ISPA dan gizi kurang

P : PCT 3X1 cth

Ampicillin 3X225 mg

Gentamicin 2X4 strip

Diazepam oral 3X2 mg

Diet nasi bubur (1000 kkal + 10 gr protein)

Konsul gizi : energi 1340 kkal, protein 13,4 gr, NB 900 kkal, F100 450 kkal

Ambroxol syr 2X1/2 cth

Tanggal 23-6-2013

S : demam (-), batuk-pilek (+), kejang (-)

O : KU : tampak sakit sedang, sens : CM, BB: 6,4 kg

Tanda vital : T : 36,4°C RR : 38 x/m HR : 120 x/m

Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), NCH (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : pulmo : simetris, retraksi (-), ves (+) N, rh/wh (-/-)

Cor : BJ I & II (N), m/g (-/-)

Abdomen : datar, lemas, BU (+) N, turgor kembali cepat

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3”

A : KDK + ISPA dan gizi kurang

5

P : PCT 3X1 cth

Ampicillin 3X225 mg

Gentamicin 2X4 strip

Diazepam oral 3X2 mg

NB 900 kkal, F100 450 kkal

Ambroxol syr 2X1/2 cth

Tanggal 24-6-2013

S : demam (-), batuk-pilek (+) 4 hari, kejang (-)

O : KU : tampak sakit sedang, sens : CM, BB: 6,4 kg

Tanda vital : T : 36,4°C RR : 38 x/m HR : 120 x/m

Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), NCH (-), UUB datar, pupil

isokor

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : pulmo : simetris, retraksi (-), ves (+) N, rh/wh (-/-)

Cor : BJ I & II (N), m/g (-/-)

Abdomen : datar, lemas, BU (+) N, turgor kembali cepat

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3”

A : KDK + ISPA dan gizi kurang

P : PCT 3X1 cth (bila demam ≥ 38,5 )

Ampicillin 3X225 mg (hari ke-5)

Gentamicin 2X4 mg (hari ke-5)

Diazepam oral 3X2 mg

NB 900 kkal, F100 450 kkal (1350 kkal + 13,6 gr protein)

Ambroxol syr 2X1 cth

Cek lab ulang : Hb : 10,5 leukosit : 6700 trombosit : 262000 Ht : 34% diffcount :

0/2/1/25/56/6

6

Tanggal 25-6-2013

S : batuk (+), kejang (-), demam (-)

O : KU : sakit sedang, sens : CM, BB : 6,7 kg

Tanda vital : T : 36,4°C RR : 30 x/m HR : 132 x/m

Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), NCH (-), UUB datar, pupil

isokor

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax : pulmo : simetris, retraksi (-), ves (+) N, rh/wh (-/-)

Cor : BJ I & II (N), m/g (-/-)

Abdomen : datar, lemas, BU (+) N, turgor kembali cepat

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3”

A : KDK + ISPA dan gizi kurang

P : PCT 3X1 cth (bila demam ≥ 38,5 )

Amoxicillin

Diazepam oral 3X2 mg

NB 900 kkal, F100 450 kkal (1350 kkal + 13,6 gr protein)

Ambroxol syr 2X1 cth

7

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kejang demam

A. Definisi

Kejang didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada suhu yang

meninggi (suhu diatas 38°C ) karena proses ekstrakranium1,2.

B. Faktor resiko

Beberapa faktor resiko kejang demam adalah (1) demam, (2) usia, (3) riwayat

keluarga, (4) faktor prenatal seperti usia ibu, riwayat hipertensi, dll; (5) riwayat

perinatal seperti asfiksia, BBLR, masa gestasi, dll; (6) riwayat postnatal seperti

trauma kepala.

C. Etiologi

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang

menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling

sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis

media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran

kemih1,2.

D. Epidemiologi

Pendapat para ahli tentang usia penderita saat terjadi bangkitan kejang demam

tidak sama. Pendapat para ahli menyatakan bahwa kejang demam lebih banyak

terjadi pada anak umur 6 bulan-5 tahun. Insiden bangkitan kejang demam

tertinggi pada usia 18 bulan.

Prevalensi dan insiden kejang demam berbeda diberbagai negara. Di Amerika

Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2-5%. Di Asia prevalensi

kejang demam meningkat dua kali lipat dibandingkan di Amerika Serikat dan

Eropa. Di jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3-9,9% dan di Guam

kejadian kejang demam berkisar 14%.

8

E. Klasifikasi

Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana

dan kejang demam kompleks.

Tabel 3.1 perbedaan kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks

Klinis KD sederhana KD kompleks

Durasi < 15 menit > 15 menit

Tipe kejang Umum Fokal/umum

Frekuensi dalam 24 jam 1 kali > 1 kali

Defisit neurologis - +/-

F. Patofisiologi

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan

listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron

tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi.

Kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15%

dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu

dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu

yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui

membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik

ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran

sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan

terjadilah kejang. Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme

sebagai berikut :

a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang

belum matang/immatur

b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang

menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel

9

c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat

dan CO2 yang akan merusak neuron

d. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta

meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan

gangguan pengaliran ion-ion keluar masuk sel.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi

rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu

tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu

38°C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru

terjadi pada suhu 40°C atau lebih.

G. Manifestasi klinis

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik

atau tonik klonik bilateral. Seringkali berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti

anak tidak akan memberikan reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa

detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.

Kejang demam dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (hemiparesis Todd)

yang berlangsung beberapa jam atau hari.

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya

berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 38°C atau lebih. Kejang khas

yang menyeluruh, tonik klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan

periode mengantuk singkat pasca kejang. Kejang demam yang lebih lama dari 15

menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang

memerlukan pengamatan menyeluruh.

H. Diagnosa

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang

demam antara lain :

a. Anamnesis

1. Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama

kejang, suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca

kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat

10

2. Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam

seperti genetik, menderita penyakit tertentu disertai demam

tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39°C

3. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam

berulang adalah usia <15 bulan saat kejang demam pertama,

riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah

demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang

sering, kejang demam pertama berupa kejang demam kompleks.

b. Gambaran klinis

1. Suhu tubuh mencapai 38°C

2. Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang

3. Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan

lengan mulai kaku, bagian tubuh anak mulai terguncang. Gejala

kejang bergantung pada jenis kejang

4. Kulit pucat dan menjadi biru

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada

kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber

infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis

dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah

rutin, glukosa darah, elektrolit, Urin dan feses rutin (makroskopis dan

mikroskopik), dan kultur darah.

Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan untuk menyingkirkan

meningitis. Lumbal pungsi sangat dianjurkan untuk dilakukan pada

bayi usia kurang dari 12 bulan, dianjurkan pada usia 12-18 bulan, dan

tidak rutin pada bayi usia > 18 bulan.

Pemeriksaan EEG pada kejang demam kompleks didapatkan

gelombang abnormal tetapi pemeriksaan EEG ini tidak dapat

memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan

kejadian epilepsi.

11

I. Tatalaksana

Tatalaksana kejang demam memiliki 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :

1. Pengobatan fase akut

Saat pasien datang dengan kejang semua pakaian yang ketat dibuka,

dan jalan nafas pasien harus dibebaskan agar oksigenasi terjamin.

Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,

pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi dapat diberikan

kompres air dingin.

Diazepam merupakan pilihan utama dengan pemberian secara

intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intrarektal adalah sebagai

berikut :

a. 5 mg untuk anak usia < 3 tahun atau 7,5 mg untuk anak usia >

3 tahun

b. 5 mg untuk anak dengan berat badan < 10 kg atau 10 mg untuk

anak dengan berat badan > 10 kg

c. 0,5-0,75 mg/kgBB/kali

Pemberian diazepam rektal dapat dilakukan di rumah sebanyak 2

kali berturut-turut dengan jarak 5 menit. Jika anak masih demam

setelah 2 kali pemberian diazepam rektal, berikan diazepam secara

injeksi intravena dengan dosis 0,2-0,5 mg/kgBB perlahan. Bila anak

masih kejang berikan fenitoin intravena dengan dosis 15 mg/kgBB.

Jika masih kejang, pasien dirawat di ruang rawat intensif dan diberikan

phenobarbital.

2. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan Meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang

pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi

lumbal hanya pada kasus yang dicurigai Meningitis atau apabila

kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering mengalami

12

Meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada

bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur

kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan

utuk mencari penyebab.

3. Pengobatan profilaksis

Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang

merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi

keluarga pasien. Setelah kejang teratasi atau berhenti, segera tentukan

apakah pasien memerlukan pengobatan profilaksis rumatan atau

intermitten.

1. Pengobatan rumatan

Pengobatan rumatan adalah pengobatan yang diberikan secara

terus menerus untuk jangka waktu yang lama. Obat yang

digunakan untuk mencegah tidak berulangnya kejang demam

adalah fenobarbital atau asam valproat. Dosis asam valproat

adalah 10-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis sedangkan

fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Indikasi

pengobatan rumatan adalah (1) durasi kejang > 15 menit, (2)

anak mengalami kelainan neurologis yang nyata

sebelum/sesudah kejang, (3) kejang fokal.

2. Pengobatan intermitten

Pengobatan intermitten adalah pengobatan yang diberikan pada

saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya

kejang demam. Pengobatan ini terdiri atas antipiretik dan

antikonvulsan. Antipiretik yang digunakan adalah parasetamol

atau asetaminofen dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali diberikan

4 kali. Dapat juga diberikan antipiretik ibuprofen 10

mg/kgBB/kali diberikan 3 kali. Antikonvulsan yang digunakan

adalah diazepam oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/8 jam saat

13

pasien demam. Dapat juga diberikan secara rektal dengan dosis

0,5 mg/kgBB/kali diberikan sebanyak 3 kali per hari

3.2. Gizi kurang

A. Definisi

Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau

ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas

berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Berdasarkan Bagan

Tatalaksana Anak Gizi Buruk, seorang anak dinyatakan sebagai gizi buruk jika

memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. BB/TB < - 2 SD s.d – 3 SD

2. LiLA antara 11,5-12,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan)

3. Tidak ada edema

4. Nafsu makan baik

5. Tanpa komplikasi medis

B. Etiologi

1. Jumlah makanan yang masuk kurang dikarenakan tidak tersedianya

makanan secara adekuat, anak tidak cukup mendapat gizi seimbang,

dan pola makan yang salah

2. Penyakit yang dipengaruhi oleh kesadaran akan kebersihan (personal

hygiene dan ancaman endemisitas penyakit tertentu

C. Manifestasi klinis

1. Gangguan pertumbuhan

2. Malas dan terlihat lemas

3. Gangguan imunitas tubuh

4. Perilaku gelisah, cengeng, dan apatis

D. Komplikasi

1. Kwashiorkor

2. Marasmus

3. Marasmic-kwashiorkor

14

E. Tatalaksana

1. Pemberian makanan yang mengandung protein, tinggi kalori, cairan,

vitamin dan mineral

2. Penanganan segera penyakit penyerta jika ada

3. Kontrol berat badan secara rutin

4. Penyuluhan gizi pada orang tua

15

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada anamnesis didapatkan data bahwa pasien berusia 1 tahun 7 bulan

beralamat di dalam kota, dirawat di bangsal anak dengan keluhan utama kejang.

Kejang pada pasien yaitu kejang umum tonik-klonik dengan durasi kejang yang

pertama < 1 menit dan kejang kedua sekitar 30 menit. Berdasarkan hal tersebut pasien

dinyatakan mengalami kejang demam kompleks. Pada anamnesis didapatkan bahwa

pasien menderita batuk-pilek yang disertai bersin sejak seminggu sebelum masuk

rumah sakit sehingga didiagnosa adanya ISPA.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda vital seperti keadaan umum

tampak sakit sedang, nadi normal, frekuensi nafas normal, dan suhu tubuh febris

38,1°C (38-39°C). Pemeriksaan kepala dalam batas normal kecuali pada pemeriksaan

hidung didapatkan sekret dan kemerahan atau eritema. Pemeriksaan faring tidak

didapatkan kemerahan. Pemeriksaan leher tidak terdapat pembesaran KGB, JVP tidak

meningkat dan tidak ada kaku kuduk. Pemeriksaan thoraks, pada pulmo ves (+) N,

rh/wh (-/-); pada cor BJ I & II normal, m/g (-/-). Pemeriksaan abdomen bentuk datar,

lemas, BU (+) normal. Ekstremitas akral hangat dan CRT <2”. Berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik pada hidung dan faring, diagnosis ISPA telah

ditegakkan. Pemeriksaan khusus seperti GRM didapatkan negatif sehingga diagnosis

banding dengan meningitis dapat tersingkir.

Pasien dinyatakan mengalami kejang demam kompleks dan ISPA

berdasarkan riwayat batuk-pilek, demam, serta bersin yang terjadi seminggu sebelum

pasien masuk rumah sakit.

Status gizi pasien dihitung dengan menggunakan tabel Z-score WHO dan

didapatkan hasil pasien mengalami gizi kurang.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium

dengan hasil Hb 10,1 g/dL (normal), leukosit 18.800 (meningkat), trombosit 319.000

16

(normal), Ht 33% (turun), diffcount 0/2/3/69/21/5. Leukosit meningkat menunjukkan

adanya tanda infeksi yang terjadi bersamaan dengan ISPA.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

telah dilakukan disimpulkan bahwa pasien ini didiagnosa dengan kejang demam

kompleks + ISPA dan gizi kurang.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah pemberian

antipiretik paracetamol 68 mg yang diberikan jika temperatur pasien melebihi 38,5°C.

Hal tersebut merupakan pencegahan penyebab kejang akibat demam tinggi.

Pemberian antikonvulsan diazepam oral 3X2,04 mg digunakan untuk mengatasi

kejang. Pemberian antibiotik ampicillin 3X225 mg dan gentamisin 2X4 mg bertujuan

untuk mengatasi infeksi saluran nafas. Pemberian nasi bubur dengan total kalori 900

dan F100 3X150 kkal disesuaikan untuk memperbaiki kebutuhan kalori dan protein

pasien. Pemberian ambroxol 2X1 cth diberikan untuk mengurangi batuk dengan

dahak. Pengobatan selanjutnya yang diberikan bersifat rumatan dikarenakan kejang

terjadi lebih dari 15 menit dan kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Pasien diberikan antikonvulsi asam valproat dengan dosis 268 mg terbagi dalam 3

dosis. Pemberian asam valproat diikuti dengan pemeriksaan SGOT dan SGPT setelah

2 minggu dari konsumsi pertama obat kemudian selanjutnya diperiksa tiap 3 bulan

sekali. Pengobatan rumatan dilakukan selama 1 tahun kemudian dihentikan secara

bertahap selama 1-2 bulan.

Prognosis pada kasus ini, quo ad vitam bonam dan quo ad fungsionam

bonam dikarenakan tidak adanya kelainan neurologis, kejang demam memiliki 25-50

% untuk berulang pada 6 bulan pertama dari serangan pertama, dan kejang demam

tidak menyebabkan kematian.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI Jakarta. 1985 : 25, 847 – 855

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unsri. Kejang demam. Dalam : Standar

Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak

RSMH Palembang. 2010 : 1-3

3. Ngastiyah. Kejang demam. Dalam : Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC. 1998.

4. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,

Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060.

5. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak, dalam

Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FK

Universitas Indonesia, Jakarta. 2000 : 48, 434 – 437

6. SoetomenggoloTS. Kejang demam. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,

penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : BP IDAI; 2000. Hal. 244-252

7. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF

Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006 : 271 – 273

8. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter

Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14

9. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan

Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin

Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 – 8

10. Nelson KB, Ellenberg JH. Prognosis in Children With Febrile Seizures.

Pediatrics : 61 (5) : 720-727

18