Lapsus Cholesistitis

18
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2013 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR KOLESISTITIS AKUT OLEH : NASMINARD QADRI 10542 0103 09 PEMBIMBING : dr. FIAS, Sp.PD

description

:)

Transcript of Lapsus Cholesistitis

Page 1: Lapsus Cholesistitis

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUSFAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2013UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KOLESISTITIS AKUT

OLEH :

NASMINARD QADRI 10542 0103 09

PEMBIMBING :dr. FIAS, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2013KOLESISTITIS AKUT

Page 2: Lapsus Cholesistitis

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : “Tn. I”

Usia : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Jl. Muh. Jufri 10

Agama : Islam

Status pernikahan : Sudah menikah

Tanggal Masuk : 11-9-2013

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama :

Nyeri perut kanan atas.

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RS TK-II Pelamonia dengan keluhan nyeri perut kanan

atas pada sore hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh

demam menggigil disertai rasa pusing. Pasien merasa demam ketika malam

hari. Selain itu, pasien merasa pahit saat menelan sehingga pasien menjadi

malas makan. Buang air kecil (BAK) lancar namun warnanya seperti teh.

Buang air besar pasien lancar namun berwarna hijau pucat.

c. Riwayat penyakit terdahulu:

Sebelumnya pasien pernah berobat di RS dengan keluhan ikterus pada 1

tahun yang lalu.

d. Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.

III. Pemeriksaan Fisis

a. Keadaan Umum

- Sakit sedang

- Composmentis (GCS 15)

- Baik

b. Tanda vital

Page 3: Lapsus Cholesistitis

- Tekanan Darah : 140 / 70 mmHg

- Nadi : 110 x / menit

- Pernafasan : 22 x / menit

- Suhu : 38 0C

c. Kepala

- Bentuk : Normal, simetris

- Rambut : Hitam dan beruban, tidak mudah tercabut

- Mata : Konjungtiva tidak anemis

Sklera ikterik pada kedua mata

Edema palpebra (-)

Pupil isokor kanan = kiri

Refleks cahaya (+)

Exophtalmus (-)

- Telinga : Bentuk normal, simetris, tidak ada secret, cairan, luka

maupun perdarahan. Fungsi pendengaran masih baik.

- Hidung : Bentuk normal, septum nasi ditengah, tidak ada deviasi.

- Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak ada nyeri

menelan.

d. Leher

Tidak tampak adanya luka maupun benjolan. Tidak teraba adanya

pembesaran kelenjar getah bening dan tidak ada kaku kuduk.

e. Thoraks- Inspeksi : Pada keadaan statis dada terlihat simetris kanan dan kiri,

pada keadaan dinamis dinding dada terlihat simetris kanan dan kiri.

- Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri.

- Perkusi : Pada kedua lapangan paru didapatkan bunyi sonor.

- Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-.

f. Jantung

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.

- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba.

- Perkusi:

Page 4: Lapsus Cholesistitis

Batas atas : sela iga III garis sternalis kanan.

Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan.

Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri.

- Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni, murmur (-), gallop (-).

g. Abdomen- Inspeksi : Dinding abdomen simetris serta ikut gerak nafas dan tidak

terlihat adanya penonjolan massa ataupun adanya luka.

- Palpasi : Nyeri tekan perut kanan atas, hepar tidak teraba, lien tidak

teraba.

- Perkusi : tympani

- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

h. Punggung

Tampak normal, tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang, scoliosis

(-), gibbus (-).

i. Genitalia

♂ Tidak di periksa.

j. Extremitas atas dan bawah

Akral hangat, tidak ada edema pada extremitas, petekie (-), ekimosis (-).

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pada tanggal 13 September 2013 dianjurkan untuk pemeriksaan

laboratorium. Berikut hasil lab pasien tersebut:

a. Laboratorium1. Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normalRBC 3,37 106/mm3 4.00 -5.00 106/mm3

HGB 9,7 gr/dl 12.0-16.0 gr/dl

HCT 29,1 % 36.0-48.0 %

RDW 18,9 % 11.5-14.5 %

WBC 16,3 103/mm3 5.0–10.0 103/mm3

2. Pemeriksaan SGOT, SGPT, dan Bilirubin

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Page 5: Lapsus Cholesistitis

SGOT 47 U/L 0-32 U/L

SGPT 50 U/L 0-42 U/L

Bilirubin total 12,6 mg/dl 0 – 1.1 mg/dl

Bilirubin direct 9,26 mg/dl 0 – 0.25 mg/dl

Bilirubin indirect 2,80 mg/dl 0 – 0.75 mg/dl

b. USG Abdomen

Hasil USG abdomen menunjukkan beberapa bayangan batu pada kandung

empedu.

V. Resume

Seorang pria datang ke RS TK-II Pelamonia dengan keluhan nyeri perut

kanan atas pada sore hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh

demam mengigil disertai rasa pusing. Pasien merasa demam ketika malam

hari. Selain itu, pasien merasa pahit saat menelan sehingga pasien menjadi

malas makan. Buang air kecil (BAK) lancar namun warnanya seperti the.

Buang air besar pasien lancar namun berwarna hijau pucat.

Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan pada perut kanan atas,

sklera ikterik. Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukosit

meningkat, SGOT meningkat, SGPT meningkat, bilirubin total meningkat,

bilirubin direct meningkat, dan bilirubin indirect meningkat. Pada

pemeriksaan USG abdomen menunjukkan beberapa bayangan batu pada

kandung empedu.

VI. Diagnosis Kerja

Kolesistitis Akut

VII. Diagnosis Banding

Kolelitiasis

Hepatitis Akut

Pankreatitis

Page 6: Lapsus Cholesistitis

VIII. Penatalaksanaan

1. Istirahat

Tirah baring

Infus cairan/elektrolit

2. Diet

Diet lunak, per oral tetap dibatasi

Nutrisi parenteral

3. Medikamentosa

Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV

Injeksi ranitidin 1A/12 jam

Curcuma tab 3x1

Metioson tab 3x1

IX. Prognosis Kerja

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Bonam

Quo ad sanationam : Bonam

PENGKAJIAN MASALAH

A. PENDAHULUAN

Kolesistitis akut merupakan peradangan akut dinding kandung empedu

yang terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu. Sekitar 10-20% warga

Amerika menderita kolelitiasis (batu empedu) dan sepertiganya juga

menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita, usia

tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita, terutama pada

wanita-wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat-obat hormonal, insidensi

kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa teori mengatakan hal ini

berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan statis

aliran kandung empedu. Di Indonesia, walaupun belum ada data

epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dan kolelitiasis di negara kita

Page 7: Lapsus Cholesistitis

relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara barat. Meskipun

dikatakan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya perempuan, gemuk dan

berusia di atas 40 tahun, tetapi menurut Lesman LA, dkk, hal ini sering tidak

sesuai untuk pasien-pasien di negara kita.1

Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang

memburuk secara progresif. Sekitar 60-70% pasien melaporkan adanya

riwayat serangan yang sembuh spontan. Namun, seiring dengan makin

parahnya serangan, nyeri kolesistitis akut makin menjadi generalisata di

abdomen kanan atas. Seperti kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar

ke daerah antarskapula, scapula kanan atau bahu. Tanda peradangan

peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada

pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien juga mengalami anoreksia dan

sering mual. Kolesistitis akut merupakan suatu penyakit yang dapat

mengganggu kualitas hidup pasien. 1

B. DEFINISI

Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut

dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri

tekan dan demam. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering

dijumpai ini masih belum jelas.2

C. FAKTOR RISIKO/ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah

stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.

Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)

sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu

(kolesistitis akut akalkulus).2

Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis

cairan empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung

empedu menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga

terjadi iskemia dan nekrosis dinding kandung empedu.2

Page 8: Lapsus Cholesistitis

Meskipun begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus

dapat menyebabkan kolesistitis akut, sampai saat ini masih belum jelas.

Diperkirakan banyak faktor yang dapat mencetuskan respon peradangan pada

kolesistitis, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan

prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu yang

diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.3

Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50

sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak

dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella,

Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium.

Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme-organisme tersebut dapat

menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang

akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung

empedu.4

D. DIAGNOSIS 5

1. Keluhan Pokok

Nyeri perut kanan atas/epigastrium.

Nyeri bertambah bila makan 50 gr lemak.

Yang khas nyeri menjalar ke bahu kanan atau subskapula.

Mual-muntah.

Demam tinggi disertai menggigil

2. Tanda penting

Peritonitis lokal

Tanda Murphy positif:

Sementara hipokondrium kanan ditekan, inspirasi dihentikan karena

adanya rasa nyeri.

Bila ikterus disertai demam mungkin ada batu dalam kandung empedu.

Ikterus ringan

3. Pemeriksaaan Laboratorium

Leukositosis

Page 9: Lapsus Cholesistitis

Bilirubin total meningkat

Alkali fosfatase naik

Enzim transaminase (SGPT/SGOT) meningkat

4. Pemeriksaan Khusus

USG abdomen

CT scan abdomen

Kolesistografi

E. PENATALAKSANAAN

Terapi konservatif

Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk

kolesistitis akut dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode

stabilisasi di rumah sakit sebelum kolesistektomi. Pengobatan umum

termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi pasien, pemberian nutrisi

parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang rasa nyeri

seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal

sangat penting untuk mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis

dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup

memadai untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada

kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. Faecalis dan Klebsiela, namun pada

pasien diabetes dan pada pasien yang memperlihatkan tanda sepsis gram

negatif, lebih dianjurkan pemberian antibiotik kombinasi.6

Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan

ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram/6 jam, IV, cefalosporin generasi

ketiga atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500

mg / 6 jam, IV. Pada kasus-kasus yang sudah lanjut dapat diberikan

imipenem 500 mg / 6 jam, IV. Bila terdapat mual dan muntah dapat

diberikan anti- emetik atau dipasang nasogastrik tube.6

Pemberian CCK secara intravena dapat membantu merangsang

pengosongan kandung empedu dan mencegah statis aliran empedu lebih

lanjut. Pasien-pasien dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi yang

Page 10: Lapsus Cholesistitis

hendak dipulangkan harus dipastikan tidak demam dengan tanda – tanda

vital yang stabil, tidak terdapat tanda-tanda obstruksi pada hasil

laboratorium dan USG, penyakit-penyakit lain yang menyertai (seperti

diabetes mellitus) telah terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan

antibiotik yang sesuai seperti Levofloxasin 1 x 500 mg PO dan

Metronidazol 2 x 500 mg PO, anti-emetik dan analgesik yang sesuai.6

Terapi bedah

Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih

diperdebatkan, apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau

ditunggu 6 – 8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaaan umum

pasien lebih baik. Sebanyak 50 % kasus akan membaik tanpa tindakan

bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbul gangren dan

komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan dan lama

perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya dapat ditekan.

Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan

penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit

karena proses infalamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan

anatomi.7

Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu

dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi

kolesistitis akut, misalnya empiema, kolesistitis emfisematosa atau

perforasi. Pada kasus kolesistitis akut nonkomplikata, hampir 30 % pasien

tidak berespons terhadap terapi medis dan perkembangan penyakit atau

ancaman komplikasi menyebabkan operasi perlu lebih dini dilakukan

(dalam 24 sampai 72 jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak

meningkat pada pasien yang menjalani kolesistektomi dini dibanding

kolesistektomi yang tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin

sebaiknya dicadangkan untuk (1) pasien yang kondisi medis

keseluruhannya memiliki resiko besar bila dilakukan operasi segera dan

(2) pasien yang diagnosis kolesistitis akutnya masih meragukan.7

Page 11: Lapsus Cholesistitis

F. PROGNOSIS 5

Sembuh spontan 85 %.

Kadang-kadang berkembang menjadi empiema dan perforasi kandung

empedu.

G. KOMPLIKASI 5

Perforasi kandung empedu

Empiema kandung empedu

Abses hati

Sepsis

Page 12: Lapsus Cholesistitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Perhimpunan

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid I Edisi IV. EGC. Jakarta. 2009.

2. Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis-a review. Clin

Gastroenterol Hepatol. Sep 9 2009.

3. Donovan JM. Physical and metabolic factors in gallstone pathogenesis.

Gastroenterol Clin North Am. Mar 2009;28(1):75-97.

4. Cullen JJ, Maes EB, Aggrawal S, et al. Effect of endotoxin on opossum

gallbladder motility: a model of acalculous cholecystitis. Ann Surg. Aug

2009;232(2):202-7.

5. Mubin, A. Halim. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Diagnosis

dan Terapi. EGC. Jakarta. 2007.

6. Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison:

Prinsip-Harrison. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa

Indonesia: Prof. Dr. H. Ahmad H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.

7. Wilson E, Gurusamy K, Gluud C, Davidson BR. Cost-utility and value of

information analysis of early versus delayed laparoscopic cholecystectomy for

acute cholecystitis. Br J Surg. Feb 2010;97(2):210-9.