Lapsus Hipertensi

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit sistem kardiovaskuler yang banyak dijumpai di masyarakat. Hipertensi bukanlah penyakit menular, namun harus senantiasa diwaspadai. Tekanan Darah tinggi atau Hipertesi dan arteriosclerosis (pengerasan arteri) adalah dua kondisi pokok yang mendasari banyak bentuk penyakit kardiovaskuler. Lebih jauh, tidak jarang tekanan darah tinggi juga menyebabkan gangguan ginjal. Sampai saat ini, usaha-usaha baik mencegah maupun mengobati penyakit hipertensi belum berhasil sepenuhnya, karena adanya factor-faktor penghambat seperti kurang pengetahuan tentang hipertensi (pengertian, tanda dan gejala, sebab akibat, komplikasi) dan juga perawatannya. Saat ini, angka kematian karena hipertensi di Indonesia sangat tinggi. Jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia diperkirakan 972 juta jiwa atau setara dengan 26,4 persen populasi orang dewasa. Angka prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan riskesdas (riset kesehatan dasar) 2007 mencapai 30 persen dari populasi. Dari jumlah itu, 1

description

Lapsus hipertensi

Transcript of Lapsus Hipertensi

Page 1: Lapsus Hipertensi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit sistem kardiovaskuler yang

banyak dijumpai di masyarakat. Hipertensi bukanlah penyakit menular,

namun harus senantiasa diwaspadai. Tekanan Darah tinggi atau Hipertesi

dan arteriosclerosis (pengerasan arteri) adalah dua kondisi pokok yang

mendasari banyak bentuk penyakit kardiovaskuler. Lebih jauh, tidak jarang

tekanan darah tinggi juga menyebabkan gangguan ginjal. Sampai saat ini,

usaha-usaha baik mencegah maupun mengobati penyakit hipertensi belum

berhasil sepenuhnya, karena adanya factor-faktor penghambat seperti

kurang pengetahuan tentang hipertensi (pengertian, tanda dan gejala, sebab

akibat, komplikasi) dan juga perawatannya.

Saat ini, angka kematian karena hipertensi di Indonesia sangat tinggi.

Jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia diperkirakan 972 juta jiwa atau

setara dengan 26,4 persen populasi orang dewasa.  Angka prevalensi

hipertensi di Indonesia berdasarkan riskesdas (riset kesehatan dasar) 2007

mencapai 30 persen dari populasi. Dari jumlah itu, 60 persen penderita

hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal

ginjal, dan kebutaan. Sementara di dunia Barat, hipertensi justru banyak

menimbulkan gagal ginjal. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi

2 golongan yaitu hipertensi esensial atau primer (± 90 % dari seluruh penderita

hipertensi) dan hipertensi sekunder atau renal (± 10 %).

1.2 Tujuan

Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui lebih

dalam mengenai hipertensi serta untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik

bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang

di RSUD Kanjuruhan kepanjen.

1

Page 2: Lapsus Hipertensi

BAB II

STATUS PENDERITA

2.1 Identitas Penderita

Nama : Ny. A

Umur : 64 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Ngajum, Malang

Pekerjaan : Swasta

Status Perkawinan : Menikah

Suku : Jawa

Agama : Islam

Tanggal MRS : 8 Mei 2012

No register : 320478

2.2 Anamnesis

√ : sendiri √ : orang lain

1. Keluhan Utama : Mimisan

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSUD Kepanjen di antar oleh keluarganya dengan

keluhan mimisan sejak satu hari yang lalu. Mimisan terjadi tiba-tiba saat

pasien sedang menjaga toko di depan rumahnya. Mimisan sempat

terhenti, tapi kemudian mimisan lagi. Sekitar dua jam yang lalu pasien

mengatakan mual, muntah sebanyak tiga kali, dan jika makan semua

dimuntahkan. Pasien juga mengeluh nyeri di bagian ulu hati. Selain itu,

pasien mengatakan bakwa akhir-akhir ini sering mengalami kesemutan.

Lima tahun yang lalu pasien pernah di diagnosa hipertensi oleh dokter,

pasien minum obat selama dua minggu kemudian konsumsi obat

dihentikan karena pasien merasa penyakitnya sudah sembuh.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.

2

Page 3: Lapsus Hipertensi

- Riwayat hipertensi (+)

- Riwayat asma (-)

- Riwayat alergi makanan (-)

- Penyakit diabetes melitus (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Hipertensi (+) dari ayah

- Asma (-)

- Penyakit jantung (-)

- Penyakit paru (-)

- DM (-)

- Alergi obat/makanan (-)

- Sakit maag (+) dari ibu

- Tipes (-)

5. Riwayat Kebiasaan

- Riwayat merokok (-)

- Minum kopi (-)

- Minum alkohol (-)

- Olah raga (-)

- Suka makan jeroan (+)

- Suka makan yang asin-asin (+)

2.3 Anamnesis Sistemik

1. Kulit: kulit gatal (-)

2. Mata: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-),

ketajaman penglihatan berkurang (-)

3. Hidung: tersumbat (-), mimisan (-)

4. Telinga: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-)

5. Mulut: sariawan (-), lidah terasa pahit (-)

6. Tenggorokan: sakit menelan (-), serak (-)

7. Leher: sakit tengkuk (-), kaku (-), gondok (-)

8. Mammae: nyeri (-), benjolan (-)

9. Pernafasan: sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-)

3

Page 4: Lapsus Hipertensi

10. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)

11. Gastrointestinal: mual (+), muntah (+), diare (-), nafsu makan

menurun (-), nyeri ulu hati (+)

12. Genitourinaria: BAK spontan (+), BAB spontan (+)

13. Neurologik: kejang (-), lumpuh (-), kesemutan (+), sakit kepala (+),

pusing (-)

14. Psikiatrik: emosi stabil (+), mudah marah (-)

15. Muskuluskeletal: kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan

dan kaki (-), nyeri otot (-), lemah (-)

16. Ekstremitas atas dan bawah: bengkak (-), sakit (-), ujung jari, telapak

tangan dan kaki dingin (-)

17. Endokrin: polidipsi (-), polifagi (-), poliuri (-)

18. Darah: kepucatan (-), mudah kebiruan (-)

19. Penyakit yang pernah diderita: TBC (-), alergi (-), asma (-)

20. Makanan: nasi (+), sayur (+), tahu (+), tempe (+), ikan (+), telur (+),

susu (-), kwantitas: cukup

2.4 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Tampak lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan

cukup.

2. Tanda Vital

Tensi : 170/100 mmHg

Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,3oC

3. Kulit

Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), petechie (-), spider nevi (-).

4. Kepala

Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),

atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan

mimik wajah/bellspalsy (-).

4

Page 5: Lapsus Hipertensi

5. Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

6. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).

7. Mulut

Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (putih

kecoklatan) (-).

8. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).

9. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

10. Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

11. Thoraks: normochest, simetris, pernapasan abdominothorakal, retraksi

(-), spidernevi (-), sela iga melebar (-)

- Cor : I : ictus cordis tak tampak

P : ictus cordis tak kuat angkat

P : batas kiri atas : SIC II linea para sternalis sinistra

batas kanan atas : SIC II linea para sternalis dekstra

batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral linea medio

clavicularis sinistra

batas kanan bawah : SIC IV linea para sternalis dekstra

pinggang jantung : SIC III linea para sternalis sinistra

(batas jantung kesan tidak melebar)

A :bunyi Jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)

- Pulmo: Statis (depan dan belakang)

I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.

P : fremitus raba kanan sama dengan kiri

P : sonor/sonor

A : suara dasar vesikuler (+/+),suara tambahan (-/-)

Dinamis (depan dan belakang)

5

Page 6: Lapsus Hipertensi

12. Abdomen:

Inspeksi : bekas luka (-) , stria (-), bentuk cembung

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), tumor (-), hepar: sulit

dievaluasi lien: sulit dievaluasi

Perkusi : meteorismus (-), shifting dullness (-)

Auskultasi : peristaltik usus BU (+) Normal

13. System collumna vertebralis : inspeksi: deformitas (-), skoliosis (-),

kiphosis (-), lordosis (-)

14. Ektremitas

Palmar eritema (-/-)

Akral dingin Oedem

- -

- -

- -

- -

15. Sistem genetalia: dalam batas normal.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 9 Mei 2013

Hematologi:

Item periksa Hasil pemeriksaan Nilai normal satuan

Hemoglobin 7,6 12-16 g/dl

Hematokrit 22,9 35-47 %

Eritrosit 2,58 4,0-5,5 juta/mm3

Leukosit 5.360 4-10 ribu/mm3

LED 35 <=20 mm/jam

Trombosit 100.000 150-400 ribu/mm

Hitung jenis eosinofil 7 1-5

Hitung jenis basofil 1 0-1

Hitung jenis neutrofil 62 50-70

Hitung jenis lymphosit 21 20-35

Hitung jenis monosit 9 3-8

Kimia darah :

GDS 102 <140 mg/dl

6

Page 7: Lapsus Hipertensi

SGOT 12 7-35 U/L

SGPT 10 7-35 U/L

Ureum 34 20 – 40 mg/dl

Kreatinin 0,92 0,5-0,9 mg/dl

Tanggal 10 Mei 2013

Hematologi:

Item periksa Hasil pemeriksaan Nilai normal satuan

Hemoglobin 8,8 12-16 g/dl

Hematokrit 26,2 35-47 %

Eritrosit 3,00 4,0-5,5 juta/mm3

Leukosit 6.160 4-10 ribu/mm3

LED 55 <=20 mm/jam

Trombosit 111.000 150-400 ribu/mm

Hitung jenis eosinofil 7 1-5

Hitung jenis basofil 1 0-1

Hitung jenis neutrofil 62 50-70

Hitung jenis lymphosit 21 20-35

Hitung jenis monosit 9 3-8

2.6 Resume

Pasien datang ke RSUD Kepanjen di antar oleh keluarganya dengan

keluhan mimisan sejak satu hari yang lalu. Mimisan terjadi tiba-tiba saat

pasien sedang menjaga toko di depan rumahnya. Mimisan sempat

terhenti, tapi kemudian mimisan lagi. Sekitar dua jam yang lalu pasien

mengatakan mual, muntah sebanyak tiga kali, dan jika makan semua

dimuntahkan. Pasien juga mengeluh nyeri di bagian ulu hati. Selain itu,

pasien mengatakan bakwa akhir-akhir ini sering mengalami kesemutan.

Lima tahun yang lalu pasien pernah di diagnosa hipertensi oleh dokter,

pasien minum obat selama dua minggu kemudian konsumsi obat

dihentikan karena pasien merasa penyakitnya sudah sembuh.

7

Page 8: Lapsus Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tensi 170/100 mmHg, nadi

84x/menit, RR: 20 x/mnt. Thorax: dalam batas normal . Abdomen: terdapat

nyeri tekan di epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb

7,6 (↓), Hematokrit 22,9 (↓), Hitung eritrosit 2,58 (↓), Trombosit 100.000

(↓), dan Hitung jenis eosinofil 7 (sedikit ↑).

2.7 Diagnosis

Hipertensi Grade II

2.8 Penatalaksanaan

1. Non Medika mentosa

- Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita

- Bed rest

- Membatasi cairan

- Makan lunak

- Monitoring tanda vital

2. Medikamentosa

- IVFD RL 20 tpm

- Ranitidin 2 x 1 ampul (iv)

- Ondansetron 3x1 ampul (iv)

- Drip Neurobion

- Captopril 3 x 12,5 (po)

- Sanmag 3 x 1 (po)

2.9 Follow Up

Nama : Ny. A

Diagnosis : Hipertensi Grade II

Tabel 2.1. Flowsheet Penderita

No Tanggal S O A P

1 9/5/2013 Nyeri kepala

(+), mual (+),

KU lemah,

kompos mentis,

Hipertensi

Grade II

- IVFD RL 20 tpm

8

Page 9: Lapsus Hipertensi

muntah (+),

nyeri ulu hati

(+),

Epistaksis -/-

GCS (456)

T : 160/100

N :98 x/mnt

S : 36,5oC

RR : 20 x/mnt

- Ranitidin 2x1amp (iv)

- Ondansetron 3x1

ampul (iv)

- Drip Neurobion

- Captopril 3x12,5 (po)

- Sanmag 3x1 (po)

2 10/5/2013 Nyeri kepala

(+), mual (+),

nyeri ulu hati

(+)

T : 160/90

N : 80 x/mnt

S : 36oC

RR : 20 x/mnt

KU cukup baik,

kompos mentis,

GCS (456)

Hipertensi

Grade II

- IVFD RL 20 tpm

- Ranitidin 2x1amp (iv)

- Ondansetron 3x1

ampul (iv)

- Captopril 3x12,5 (po)

- Sanmag 3x1 (po)

3 11/5/2013 Nyeri kepala

(-), mual (+),

muntah (-)

nyeri ulu hati

(-)

T : 120/80

N : 80 x/mnt

S : 36, 2oC

KU cukup baik

kompos mentis,

GCS (456)

Hipertensi

Grade II

- Captopril 3x12,5 (po)

- Sanmag 3x1 (po)

- Pasien boleh pulang

9

Page 10: Lapsus Hipertensi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3. 1 Pengertian dan Klasifikasi Hipertensi

The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation

and treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan

dunia WHO dengan International Society of Hipertention membuat definisi

hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang sistoliknya 140 mmHg atau

lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai

obat anti hipertensi.

Hipertensi yang tidak diketahui didefinisikan sebagai hipertensi

esensial, atau lebih dikenal sebagai hipertensi primer, untuk

membedakannya dengan hipertensi sekunder bahwa hipertensi sekunder

dengan sebab yang diketahui.

Menurut The Seventh Report Of The Joint Committe on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)

klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok

Normotensi, Prahipertensi, Hipertensi Derajat I, Hipertensi derajat II.

Tabel 3.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII

3. 2 Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi

lanjut usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan juga besar, 10

Page 11: Lapsus Hipertensi

dimana hipertensi sistolik maupun hipertensi sistolik diastolik sering timbul

pada usia >60 tahun, seperti tampak pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.1. Perubahan Tekanan Darah Berdasarakan Usia (JNC VII)

Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi

pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta

orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data

NHANES III tahun 1989-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95%

dari seluruh kasus hipertensi.

3.3 Etiologi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2

golongan besar yaitu (Lany Gunawan, 2001):

1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya.

2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi,

sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun

hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data

penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan

11

Page 12: Lapsus Hipertensi

terjadinya hipertensi. Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab

yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output

atau peningkatan tekanan perifer.

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,

data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering

menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan

lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah

penderita hipertensi.

b. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:

Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)

   Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)

   Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)

c. Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :

    Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)

    Kegemukan atau makan berlebihan

Stress

    Merokok

    Minum alkohol

    Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :

a. Ginjal

b. Vascular

c. Kelainan endokrin

d. Saraf

e. Obat-obatan

12

Page 13: Lapsus Hipertensi

Tabel 3.2. Penyebab Hipertensi yang Dapat di Identifikasi (JNC VII)

3.4 Manifestasi Klinis

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya

gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada

ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan

adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di

tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi

bertujuan untuk menentukkan adanya kerusakan organ dan faktor lain atau

mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer

lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,

kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL) dan EKG. Sebagai

tambahan dapat dilakukan pemeriksaan yang lain seperti klirens kreatinin,

protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol HDL,dan EKG.

3.6 Diagnosis

Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali

pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran

pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau

gejala-gejala klinis. Pengukuran pertama harus dikonfirmasikan pada

sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam waktu satu sampai beberapa minggu. 13

Page 14: Lapsus Hipertensi

Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk

bersandar, setelah pasien beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran

pembungkus lengan yang sesuai.

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lamanya

menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan

penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll.

Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga dan gejala-gejala yang

berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktivitas/ kebiasaan

merokok, konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, faktor lingkungan,

pekerjaan, psikososial dsb.

Penegakan diagnos hipertensi menurut JNC VII seperti pada tabel di

bawah ini:

Gambar 3.2. Penegakan Diagnosa Hipertensi (JNC VII)

3.7 Patogenesis

Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang

mempengaruhi Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.

Curah jantung dan tahanan perifer total menentukan tekanan darah,

sesuai dengan hukum Ohm. Hipertensi terjadi akibat peningkatan curah

jantung, atau tahanan perifer total, atau keduanya. Peningkatan curah

jantung dapat disebabkan oleh peningkatan denyut jantung atau tekanan

ekstraseluler, yang kemudian menyebabkan peningkatan aliran balik vena

dan isi sekuncup (mekanisme Frank-Starling). Peningkatan aktivitas

simpatis sistem saraf pusat dan peningkatan respons terhadap katekolamin

dapat menyebabkan peningkatan curah jantung.

14

Page 15: Lapsus Hipertensi

Hipertensi yang resisten disebabkan terutama karena vasokonstriksi

perifer, namun dapat juga terjadi akibat peningkatan viskositas darah

(hematokrit meningkat). Vasokonstriksi disebabkan oleh peningkatan

aktivitas simpatis sistem saraf pusat, peningkatan sensitivitas terhadap

katekolamin, atau peningkatan konsentrasi angiotensin II.

Beberapa penyebab hipertensi dapat diketahui, misalnya abnormalitas

hormon atau fungsi ginjal), namun hal ini hanya terjadi pada 5-10% kasus.

Pada sisa kasus lainnya, penyebab hipertensi tidak diketahui dan disebut

hipertensi primer atau esensial. Selain komponen genetik, stres psikologis

kronik juga dapat menginduksi hipertensi.

Walaupun konsentrasi renin tidak meningkat pada hipertensi primer,

tekanan darah dapat berkurang dengan menginhibisi angiotensin-coverting

enzyme atau antagonis reseptor angiotensin.

Skema patogenesis dan patofisologi hipertensi adalah sebagai berikut:

15

Page 16: Lapsus Hipertensi

Gambar 3.2. Skema Patogenesis dan Patofisiologi Hipertensi

3.8 Kerusakan Organ Target

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum

ditemui pada pasien hipertensi adalah :

1. Jantung

a. Hipertrofi ventrikel kiri

b. Angina atau infark miokardium

c. Gagal jantung

2. Otak

Stroke atau Transient Ischemic Attack

3. Penyakit ginjal kronis

4. Penyakit arteri perifer

5. Retinopati

Gambar 3.3. Faktor Resiko Kardivaskular dan Kerusakan Organ Target

16

Page 17: Lapsus Hipertensi

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-

organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari tekanan darah pada

organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi

terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari

ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga

membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam

berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan

pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β

(TGF-β).

Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target

meliputi:

1. Jantung

a. Pemeriksaan fisik

b. Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri

intratoraks dan sirkulasi pulmoner)

2. Pembuluh darah

a. Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure

b. USG karotis

c. Fungsi endotel (masih dalam penelitian)

3. Otak

a. Pemeriksaan neurologis

b. Diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan cranial

computed tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging

(MRI) (untuk pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan

memori atau gangguan kognitif)

4. Mata

Funduskopi

5. Fungsi ginjal

a. Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya

proteinuria/mikro-makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin

urin

17

Page 18: Lapsus Hipertensi

b. Perkiraan laju filtrasi glomerolus, yang untuk pasien dalam kondisi

stabil dapat diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus

dari Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran National Kidney

Foundation (NKF).

3.9 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah :

a. Menurunkan tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu

beresiko tinggi (diabetes, CKD) <130/80 mmHg

b. Menghilangkan rasa sakit yang timbul akibat peningkatan tekanan

darah

c. Modifikasi life style

Gambar 3.4. Prinsip Terapi Hipertensi JNC VII

18

Page 19: Lapsus Hipertensi

Gambar 3.5. Algoritma Terapi Hipertensi JNC VII

Gambar 3.6. Obat-obat Hipertensi dengan Indikasi Mendesak (JNC VII)

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi

farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua

pasien hipertensi dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah dan

mengendalikan faktor-faktor resiko, serta penyakit penyerta lainnya.

a. Nonfarmakologis :

19

Page 20: Lapsus Hipertensi

1) Mengontrol berat badan

Menyarankan pasien untuk mencapai dan mempertahankan target

berat badan yang sehat  : lingkar pinggang kurang dari 80 cm dan

indeks massa tubuh (BMI) kurang dari 25 kg / m2

2) Membatasi alkohol

Anjurkan pasien ini untuk membatasi asupan alkohol untuk

maksimum satu minuman standar per hari dan memiliki setidaknya

dua hari bebas alkohol per minggu

3) Meningkatkan aktivtas fisik aerobik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan

untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat

prinsip yaitu :

- Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,

bersepeda, berenang dan lain-lain

- Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas

aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona

latihan.

- Lama latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona

latihan, frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik

5 x perminggu

4) Mengurangi asupan natrium (100 mmol Na/6 gr Nacl/hari)

Anjurkan pasien untuk membatasi asupan garam sampai 4 g / hari

(65 mmol / hari natrium) dengan memilih makanan yang diproses

tanpa garam, makanan yang berlabel 'tidak ditambahkan garam' atau

'rendah garam'. Hindari makanan olahan yang tinggi garam seperti

sosis, sup kalengan, snack asin.

5) Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90mmol/hari)

Pasien dengan hipertensi yang tidak memakai diuretik hemat kalium

dan memiliki fungsi ginjal normal dapat disarankan untuk

meningkatkan asupan kalium dengan mengonsumsi berbagai macam

buah-buahan dan sayuran, kacang-kacangan.

20

Page 21: Lapsus Hipertensi

6) Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat serta

mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.

Anjurkan pasien untuk diet yang mencakup nabati (misalnya buah,

sayuran, kacang-kacangan dan berbagai pilihan makanan gandum,

produk susu rendah lemak), daging tanpa lemak, unggas dan ikan,

lemak tak jenuh ganda dan tak jenuh tunggal (misalnya minyak

zaitun, minyak canola, mengurangi garam margarin).

7) Berhenti merokok

Gambar 3.7. Prinsip-prinsip Modifikasi Gaya Hidup (JNC VII)

21

Page 22: Lapsus Hipertensi

Gambar 3.8. Rekomendasi Modifikasi Gaya Hidup (JNC VII)

b. Farmakologi

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi

yang dianjurkan oelh JNC 7 adalah :

1. Diuretika, terutaman jenis Thiazid atau Aldosterone antagonist

Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan

cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh

berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih

ringan. Contoh obatnya adalah Hidroklorotiazid dan Furosemid.

2. Beta bloker (BB)

Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui

penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan

22

Page 23: Lapsus Hipertensi

pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan

seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol,

Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus

hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi

dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang

bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat

gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga

pemberian obat harus hati-hati.

3. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara

menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk

golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek

samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala

dan muntah.

4. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor)

Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan

zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah

Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering,

pusing, sakit kepala dan lemas.

5. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor

antagonist/blocker (ARB)

Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat

Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya

daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini

adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul

adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.

23

Page 24: Lapsus Hipertensi

Gambar 3.9. Jenis-jenis Obat Anti Hipertensi(At A Glance Farmakologi)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap

dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.

Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja

panjang dan yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali

sehari. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah,

dan kemudian tekanan darah belum mancapai target, maka langkah

selanjutnya adalah meningkatakan dosis obat tersebut atau berpindah ke

antihipertensi yang lain dengan dosis rendah baik tunggal maupun

kombinasi. Kombinasi yang terbukti dapat ditolerir pasien adalah : diuretika

dan ACEI atau ARB, CCB dan BB, CCB dan atau ARB, CCB dan diuretika,

ARB dan BB,kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.

24

Page 25: Lapsus Hipertensi

Tabel 3.3. Obat-obat Anti Hipertensi Oral (JNC VII)

25

Page 26: Lapsus Hipertensi

3.10 Follow Up

26

Page 27: Lapsus Hipertensi

BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hipertensi merupakan faktor resiko penting penyakit jantung koroner di

Indonesia. Hipertensi adalah keadaan tubuh kehilangan atau kurang mampu

mengendalikan tekanan darah sehingga mengalami tekanan berlebih atau

biasa dikenal sebagai tekanan darah tinggi.

Jika tidak terkendali, hipertensi dapat menimbulkan komplikasi ke otak

sehingga terjadi stroke, mempengaruhi ginjal dan jantung. Resiko pada

jantung dapat mencapai angka 75% berupa pembengkakan jantung (left

ventricel hyperthophy), penyempitan pembuluh darah koroner (coronary

artery disease), atau kombinasi keduanya. Ketiga komplikasi tersebut akan

meningkatkan angka kematian kardiovaskuler atau gagal jantung

Hipertensi dapat ditangani dengan baik, bila diketahui penyebabnya.

Bila penyebabnya dikendalikan dengan baik, maka tekanan darah akan turun

dengan sendirinya. Sayangnya, sekitar 90% kejadian hipertensi tidak

diketahui penyebabnya (kemungkian perubahan pada jantung dan pembuluh

darah) dan hanya 10% saja yang diketahui penyebabnya, yang umumnya

diakibatkan oleh penyakit ginjal (5-10%), kelainan hormonal atau

pemakaian obat tertentu seperti pil KB (1-2%).

Untuk menangani hipertensi adalah dengan memperbaiki peredaran

darah, membersihkan sumbatan-sumbatan dan meningkatkan ketersediaan

oksigen serta mengobati penyakit penyerta.

3.2 Saran

Kami menyadari bahwa laporan kasus ini belum sepenuhnya sempurna,

maka dari itu kami memerlukan kritik dan kontruksif guna tercapainya

kesempurnaan dalam penyusunan laporan kasus selanjutnya.

27

Page 28: Lapsus Hipertensi

DAFTAR PUSTAKA

Fauci, S Anthony, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th

ed. United states of America: McGraw-Hill.

Ganiswara, G. Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

George L, et al. 2004. The Seventh Report of the Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood

Pressure. Departement of Healt and Human Services. US

Katzung BG , Benowitz NL et al. 2007. Antihypertensive agents. Basic and

Clinical Pharmacology. 10th ed. New York:McGraw Hill. h.141-58.

Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. 2007. Diagnosis and Initial

Evaluation of Hypertension in Braunwald’s Heart Disease, A Textbook

of Cardiovascular Medicine. Edisi 8. USA: Saunders.

Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. 2000. New York:

Thieme. h.208-12.

Yogiantoro, M. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata K. M.,

Setiati, S. 2006. Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi IV. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 610-614

28