lapsus campak.docx
-
Upload
yunihasmita -
Category
Documents
-
view
26 -
download
5
description
Transcript of lapsus campak.docx
BAB I
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : An.S/ perempuan/ 8 tahun
b. Pekerjaan : Pelajar
c. Alamat : Pasir Panjang, Kec.Olak Kemang
2. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga
a. Status perkawinan : Belum menikah
b. Jumlah saudara : 1 orang
c. Status ekonomi keluarga
Ayah dan ibu pasien bekerja sebagai buruh. Penghasilan keluarga pasien
Rp.1.500.000/bulan.
d. Kondisi rumah
Pasien tinggal jauh dari jalan raya, rumah menghadap ke semak belukar, kawasan
rumah cukup padat penduduk. Tinggal dirumah panggung semi permanen, dengan
ukuran 6x6 meter mempunyai 1 ruangan yang berisi kamar tidur, dapur, ruang makan
dan ruang keluarga. Terdapat tirai yang memisahkan kamar tidur terhadap dapur, ruang
makan dan ruang keluarga. Bagian belakang rumah dapat ditemukan tempat BAK,
mandi, mencuci pakaian, piring dan sumber air bersih berasal dari PDAM. Ventilasi
dan pencahayaan tidak memadai, tidak terdapat jendela yang dapat dibuka,
pencahayaan pada pagi dan siang hari berasal dari pintu depan dan belakang yang
terbuka. BAB di bagian belakang rumah dan BAK menumpang kamar mandi dengan
jamban leher angsa milik tetangga sebelah yang kebetulan masih saudara dengan
keluarga pasien. Penataan rumah cukup rapi namun tak memiliki banyak pembatas.
Pembuangan sampah rumah tangga dibuang di belakang rumah, pembuangan air
limbah tidak ada, air pembuangan BAK, mandi dan masak tergenang di bawah rumah.
Di bagian luar rumah terdapat semak belukar.
e. Kondisi lingkungan keluarga
Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan seorang saudara laki-laki. Hubungan antar
keluarga pasien harmonis, dapat dilihat kepedulian orang tua yaitu ibu pasien yang
membawa anaknya berobat ke Puskesmas.
1
Rumah bagian depan
Rumah bagian belakang, terdapat tempat BAK, mandi, mencuci pakaian, piring dan sumber
air bersih berasal dari PDAM
2
Rumah bagian dalam, 1 ruangan yang berisi kamar tidur, dapur,
ruang makan dan ruang keluarga
Anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasien
3. Aspek Psikologis di Keluarga
Hubungan dalam keluarga pasien terjalin baik, terdapat keharmonisan dan komunikasi
yang baik antar anggota keluarga, dimana ketika kunjungan pasien dan saudara laki-
lakinya serta ibu sedang menonton televisi bersama.
3
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Ruam kemerahan sejak 2 hari yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 2 hari yang lalu, pasien mengeluh demam, demam dirasakan sepanjang hari,
menggigil (-). Pasien juga mengeluhkan batuk, tidak berdahak, dan nyeri dirasakan bila
menelan. Timbul ruam kemerahan pada bagian wajah, pipi pasien tampak memerah dan
mata juga tampak merah.
± 1 hari yang lalu, ruam kemudian menyebar ke seluruh badan, mulai dari dada
hingga ke ekstremitas atas dan bawah. Pasien juga mengeluhkan badannya gatal.
Riwayat alergi (-). BAB dan BAK dalam batas normal, nyeri kepala (-), nyeri telinga
(-). Keluhan ini kemudian membawa pasien berobat ke puskesmas.
5. Riwayat Penyakit Dahulu/Keluarga
Riwayat operasi disangkal
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa (-)
Riwayat alergi makanan, obat (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat penyakit jantung bawaan disangkal
Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal
6. Riwayat Imunisasi
Hepatitis B (+)
Polio (+)
BCG (+)
DPT (+)
Campak (+)
Kesan : imunisasi dasar lengkap
7. Riwayat Persalinan
Lahir spontan, ditolong oleh bidan, usia kehamilan cukup bulan. Anak lahir langsung
menangis. Berat badan lahir ± 2500 gram.
8. Riwayat Gizi
4
Anak mendapat asupan sehari-hari berupa makanan nasi, sayur dan lauk pauk yang
cukup.
9. Pemeriksaan fisik
Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
BB : 26 kg
TB : 120 cm
IMT : 18.05 (normal)
Kesadaran : komposmentis
Nadi : 70 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,7°C
TD : 100/60 mmHg
Pemeriksaan organ
Kepala : normocephal
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera : ikterik (-/-), kornea : dbn, pupil :
bulat, isokor, reflex cahaya +/+
Telinga : sekret (-/-), pendengaran menurun (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-)
Mulut : bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah hiperemis (+)
Leher : pembesaran KGB (-), struma (-)
Thorak
Pulmo
Kanan KiriInspeksi Statis dan dinamis: simetris Statis dan dinamis : simetrisPalpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normalPerkusi Sonor SonorAuskultasi Vesikuler, wheezing (-),
rhonki (-)Vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri
5
Perkusi Dalam batas normalAuskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Ruam kemerahan pada daerah dada dan punggungPalpasi Supel, nyeri tekan (-), turgor baik, hati dan lien tidak terabaPerkusi TimpaniAuskultasi Bising usus (+)
Ekstremitas atas : akral hangat, edema (-), CTR < 2 detik, ruam kemerahan (+)
Ekstremitas bawah : akral hangat, edema (-), CTR < 2 detik, ruam kemerahan (+)
Ruam kemerahan pada ekstremitas bawah
6
Ruam kemerahan pada ekstremitas atas
10. Saran pemeriksaan
Darah rutin
Tes serologis : IgG dan IgM anti campak
11. Diagnosis kerja
Morbili (campak)
Kode ICD 10: B05.9
12. Diagnosis banding
Roseola infantum
Rubella
Alergi obat
Demam skarlatina
13. Manajemen
a. Promotif
Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai penyakitnya serta komplikasi dari
penyakit ini agar pasien patuh untuk berobat
Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai higienitas lingkungan yang dapat
berperan dalam timbulnya penyakit
Meningkatkan status gizi pasien guna menjaga imunitas atau kekebalan tubuh
terhadap penyakit
b. Preventif
Melakukan imunisasi dasar lengkap pada anak, terutama campak dan MMR
Memberikan suplementasi vitamin A pada anak secara rutin
Menjaga imunitas tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi
Menghindari kontak dengan penderita campak
Edukasi bahwa penyakit ini bisa berulang
c. Kuratif
Non Farmakologi
Istirahat yang cukup
7
Pemberian cairan yang cukup
Rawat inap bila terdapat indikasi
Farmakologi
Vitamin C tablet 50 mg, 2x1 tablet
Amoxicilin tablet 250 mg, 3x1 tablet
Paracetamol tablet 500 mg, 3x1/2 tablet
Chlorpheniramine maleat tablet 4 mg, 3x1/2 tablet
Bedak salisil
Saran :
Suplementasi vitamin A 200.000 unit sampai 400.000 IU pada saat terjadi ruam
dalam 2 hari berturut-turut
Antipiretik diberikan bila anak demam, Paracetamol tablet 500 mg, 3x1/2 tablet
Antihistamin, Chlorpheniramine maleat tablet 4 mg, 3x1/2 tablet dan pemberian
bedak salisil
Dinas Kesehatan Kota JambiPuskesmas Olak Kemang
dr. Yuni Hasmita. SIP. G1A213062STR 019/01/2015
Jl Olak Kemang RT 03
Dokter :dr.Yuni HasmitaSIP : No. 266/SIK/2015
Dinas Kesehatan Kota JambiPuskesmas Olak Kemang
dr. Yuni Hasmita. SIP. G1A213062STR 019/01/2015
Jl Olak Kemang RT 03
Dokter :dr. Yuni HasmitaSIP : No. 266/SIK/2015
22 April 2015
R/ Amoxicilin tab 250 mg no. X S3dd tab I R/ Paracetamol tab 500 mg no. V S3ddd tab ½R/ Chlorpheniramine maleat tab 4 mg no.V S3dd tab ½ R/ Salisil talk sach no. I SueR/ Vitamin C tab 50 mg no.X S2dd tab 1
Pro : An. S/8 thAlamat : Pasir Panjang
22 April 2015
R/ Paracetamol tab 500 mg no. V S3ddd tab ½R/ Chlorpheniramine maleat tab 4 mg no.V S3dd tab ½ R/ Salisil talk sach no. I SueR/ Vitamin A 200.000 IU no.II S1dd tab 1
Pro : An.S/ 8 thAlamat : Pasir Panjang
14. Rehabilitatif
8
Meningkatkan daya tahan tubuh.
Mengatur pola makan yang gizi seimbang
Menjaga higienitas pasien.
Minum obat sesuai anjuran.
Jika terdapat komplikasi penyakit, maka segera ke RS
BAB II
9
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu (1)
Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap
virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2) Stadium prodromal yang
menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta
ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3) Stadium erupsi yang ditandai
dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan. 1
Gambar 2.1 Ruam kemerahan pada campak
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi
sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak
meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat
diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak
langsung maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak
bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan
hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur
hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak. 2
2.3 Etiologi
10
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili
virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus Parainfluenza
dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama
masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme
yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur
kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal
34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu
dalam temperatur 35˚C, beberapa hari pada suhu 0˚C, dan tidak aktif pada pH rendah. 3
2.4 Patofisiologi dan patogenesis
Patofisiologi
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit., membran mukosa nasofaring, bronkus,
saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan
proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi
dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang
merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah
(1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil,
appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel
saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel
rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas
hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial
karena virus campak menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia
yang terjadi mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. 4
Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan
medula spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba dengan inclusion body
intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis. 1
Patogenesis
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang
infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus
campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas
11
sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke
jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia
primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik
regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di
lokasi pertama infeksi. Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit, konjungtiva, dan
saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat terinfeksi
pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan
organ lain mencapai puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu
2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel,
monosit, dan makrofag. 4
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan
lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada
kasus campak.
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
12
2.5 Manifestasi klinis
a. Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun pada
masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak
menampakkan gejala sakit. 1
b. Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang
berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa
batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat
menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang
terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal.
Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang. 1
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-
10±1 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir
dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering
ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga
ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah
bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 – 2 hari sebelum timbulnya ruam dan
menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir masa
prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan
mengeluhkan nyeri tenggorokkan.1
c. Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat
stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat
suhu berkisar 39,5˚C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu
tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian
ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan
dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar ke punggung,
abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3
munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti
oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya. 1
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih
dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan
yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah
13
deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus
dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat
muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah
penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali. 1
2.6 Diagnosis
Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan
laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti
banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan
pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization,
immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent
antibody (FA). Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut
pada masa prodromal dan serum sekunder pada 7 – 10 hari setelah pengambilan sampel
serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih. 4
Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan
menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya
seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun.
Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan
protein, peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal. 1
14
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding morbili diantaranya :
a. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.
Gambar 2.2 Ruam pada roseola infantum
b. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang
timbul tidak seberat campak.
Gambar 2.3 Ruam pada rubella
c. Alergi obat. Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan
biasanya tidak disertai gejala prodromal.
d. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda
patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau
membranosa.
15
Gambar 2.4 Ruam pada demam skarlatina
2.8 Campak yang termodifikasi
Penyakit campak yang termodifikasi muncul pada orang yang hanya memiliki setengah
daya tahan terhadap campak. Hal tersebut dapat diakibatkan riwayat penggunaan serum
globulin maupun pada anak usia kurang dari 9 bulan karena masih terdapatnya antibodi
campak transplasental dari ibu. Ditandai dengan gejala penyakit yang lebih ringan. Stadium
prodromal akan menjadi lebih pendek. Batuk, pilek dan demam lebih ringan. Bercak Koplik
lebih sedikit dan kurang jelas, namun dapat juga tidak muncul sama sekali. Ruam yang
muncul sama dengan infeksi campak klasik, tetapi tidak bersifat konfluens. Pada beberapa
orang, infeksi campak yang termodifikasi ini dapat tidak memberikan gejala apapun. 4
2.9 Campak atipikal
Didefinisikan sebagai sindroma klinik yang muncul pada orang yang sebelumnya telah
kebal akibat terpajan pada infeksi campak alamiah. Biasanya muncul pada orang yang telah
mendapat vaksin dari virus campak yang dimatikan Masa inkubasi dari campak atipikal sama
seperti pada campak yang tipikal yaitu sekitar 7 hingga 14 hari. Stadium prodromal ditandai
dengan demam tinggi yang mendadak (39,5˚C sampai 40,6˚C) dan biasanya sakit kepala.
Bisa juga didapatkan gejala nyeri perut, mialgia, batuk non-produktif, muntah, nyeri dada dan
16
rasa lemah. Bercak Koplik jarang ditemui. Dua atau tiga hari setelah onset penyakit
muncullah ruam yang dimulai dari distal ekstremitas dan menyebar ke arah kepala. Ruam
sedikit berwarna kekuningan, terlihat jelas pada pergelangan tangan dan kaki serta terdapat
juga pada telapak tangan dan kaki. Ruam dapat berbentuk vesikel dan terasa gatal. Pada
campak atipikal dapat muncul efusi pleura, sesak nafas, hepatosplenomegali, hiperestesia,
rasa lemah maupun paresthesia. Diagnosis dari campak atipikal dapat ditegakkan melalui tes
serologis. Bila sampel serum awal diambil sebelum atau pada saat onset ruam, CF dan titer
HI biasanya kurang dari 1:5. Pada hari ke-10 infeksi kedua titer akan meningkat mencapai
1:1280 atau lebih. Pada campak yang tipikal, di hari ke-10 infeksi titer jarang melebihi 1:160. 4
2.10 Penyulit
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil.
Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa
penyulit campak adalah : 4,5
a. Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan oleh
invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus,
Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya
ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun,
gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih
akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai
adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah
dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul
akibat yang fatal.
b. Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala encephalitis
biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya
gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul pada stadium prodromal.
Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala,
17
kelainan frekuensi nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya
komplikasi ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak
tersebut.
c. Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala
terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan
penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi
campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan
dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan
otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x
lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat
vaksinasi.
d. Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi sekunder
oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada akhirnya dapat
menyebabkan kebutaan.
e. Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
f. Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga
mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan
penderita campak.
g. Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan tindakan
trakeotomi.
h. Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung
seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya.
18
i. Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai
dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala
encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari
mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata.
2.10 Imunitas
a. Struktur antigenik
Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak. Kemudian IgM
menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi) sedangkan IgG tinggal
tak terbatas dan jumlahnya dapat diukur. IgM menunjukkan baru terkena infeksi atau
baru mendapat vaksinasi. IgG menandakan pernah terkena infeksi. IgA sekretori dapat
dideteksi dari sekret nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh vaksinasi campak hidup
yang dilemahkan, sedangkan vaksinasi campak dari virus yang dimatikan tidak akan
menghasilkan IgA sekretori. 5
b. Imunitas transplasental
Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena campak.
Antibodi akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 – 6 bulan dan kadarnya akan
menurun dalam jangka waktu yang bervariasi. Level antibodi maternal tidak dapat
terdeteksi pada bayi usia 9 bulan, namun antibodi tersebut masih tetap ada. Janin dalam
kandungan ibu yang sedang menderita campak tidak akan mendapat kekebalan
maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan maupun sesudah kelahiran. 1
c. Imunisasi
Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat berasal
dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin dari virus yang
dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan protektif
meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk karena
infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin tersebut
sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu 4˚C, sehingga harus
19
digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari pendingin. Vaksin dari virus
yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak digunakan lagi. Respon antibodi
yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak dapat merangsang pengeluaran IgA
sekretori.3
Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang
menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki
riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan
berasal dari darah. Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan
morbili. Dosis serum dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah
terinfeksi, tetapi semakin cepat semakin baik. Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10
hanya akan sedikit mengurangi gejala dan demam dapat muncul meskipun tidak terlalu
berat. 3
2.11 Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan
yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi
apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6
bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk
membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak
juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total. 4
Gambar 2.5. Kapsul vitamin A biru dan merah
20
Dengan adanya fakta yaitu vitamin A dapat menghambat replikasi virus vaksin campak
maka pada pasien campak sangat dianjurkan untuk memberikan suplementasi vitamin A
dosis tinggi yaitu sampai 400.000 IU pada saat terjadi ruam dalam 2 hari berturut-turut dan
pada anak di bawah usia 1 tahun dapat diberikan dosis sampai 100.000 IU tanpa efek
samping yang berarti seperti yang telah dilaporkan pada hasil penelitian di atas.
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5˚C), dehidrasi, kejang, asupan oral
sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang
timbul.
2.12 Pencegahan
Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di
Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan
ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi
(PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia
12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak
ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna
karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak.
2.13 Prognosis
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit
maka prognosisnya baik. 6
21
BAB III
ANALISA KASUS
a. Hubungan diagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, keadaan rumah dan
lingkungan sekitar
Pasien datang dengan keluhan timbulnya ruam kemerahan sejak 2 hari yang lalu.
Pada riwayat perjalanan penyakit didapatkan: ± 2 hari yang lalu, pasien mengeluh
demam, demam dirasakan sepanjang hari, menggigil (-). Pasien juga mengeluhkan batuk,
tidak berdahak, dan nyeri dirasakan bila menelan. Timbul ruam kemerahan pada bagian
wajah, pipi pasien tampak memerah dan mata juga tampak merah. ± 1 hari yang lalu,
ruam kemudian menyebar ke seluruh badan, mulai dari dada hingga ke ekstremitas atas
dan bawah. Pasien juga mengeluhkan badannya gatal. Riwayat alergi (-). BAB dan BAK
dalam batas normal, nyeri kepala (-), nyeri telinga (-). Keluhan ini kemudian membawa
pasien berobat ke puskesmas. Pada pemeriksaan fisik abdomen dan ekstremitas
ditemukan ruam kemerahan (+).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik di atas ditegakkan diagnosis campak.
Campak merupakan suatu infeksi virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus
Morbili yang memiliki 3 stadium yaitu (1) Stadium inkubasi yang berkisar antara 10
sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal
maupun tidak bergejala, (2) Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam,
konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada
mukosa (bercak Koplik), dan (3) Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam
makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan
Pasien tinggal jauh dari jalan raya, kawasan rumah cukup padat penduduk, dengan
tingkat higienitas dan ventilasi yang kurang memadai, bagian belakang rumah dapat
ditemukan tempat BAK, mandi, mencuci pakaian, piring dan sumber air bersih berasal
dari PDAM serta tidak terdapat jendela yang dapat dibuka, pencahayaan pada pagi dan
22
siang hari berasal dari pintu depan dan belakang yang terbuka. Keadaan lingkungan
sekitar (bagian luar rumah) terdapat semak belukar dan bagian bawah rumah terdapat air
pembuangan BAK, mandi dan masak yang tergenang. Keadaan rumah dan lingkungan
sekitar membuat pasien rentan mengalami penyakit terkait imunitas atau kekebalan tubuh
yang rendah.
Dari penjelasan di atas terdapat hubungan antara diagnosa dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan keadaan rumah dan lingkungan sekitar serta pekerjaan pasien.
b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga
Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan seorang saudara laki-laki. Dalam keluarga tidak
ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. Tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga
c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan
sekitar.
Perilaku kesehatan dalam keluarga terkait pada higienitas lingkungan yang kurang
memadai, dimana anggota keluarga rentan terpapar penyakit akibat imunitas atau
kekebalan tubuh yang rendah. Didapatkan hubungan yang bermakna antara diagnosis
dan perilaku kesehatan.
d. Analisis kemungkinan berbagai factor risiko atau etiologi penyakit pada pasien ini.
Adapun etiologi timbulnya campak adalah virus campak yang merupakan virus RNA
famili paramyxoviridae dengan genus Morbili virus. Campak merupakan infeksi virus
yang sangat menular, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan
infeksi pada seseorang. Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung
maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak
bergejala.
e. Analisis untuk mengurangi paparan/ memutus rantai penularan dengan factor
risiko atau etiologi pada pasien ini.
Melakukan imunisasi dasar lengkap pada anak, terutama campak dan MMR
Memberikan suplementasi vitamin A pada anak secara rutin
Menjaga imunitas tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi
Menghindari kontak dengan penderita campak
23
Edukasi bahwa penyakit ini bisa berulang
DAFTAR PUSTAKA
1. Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook
of Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743
2. T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 90
3. Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk. (ed) Buku
Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal.
105
4. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook
of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.2283 –
2298
5. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.)
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. Hal. 125
6. Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut dalam:
Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi &
Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 113
24