LAPORAN TPP PRODUK CAMPURAN

16
Laporan Praktikum Hari, tanggal : Senin, 22 April 2013 Teknologi Penyimpanan dan Gol/Kelompok : P2 / 6 Penggudangan Dosen : Dr. Ir. Indah Yuliasih, M.Sc Asisten : 1. Ariska Duti Lina (F34090101) 2. Dimas Herdiyanto (F34090135) PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK CAMPURAN Oleh : 1. Nia Khairina (F34110041) 2. Novry Amelia (F34110059) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

description

PENYIMPANAN PRODUK CAMPURAN

Transcript of LAPORAN TPP PRODUK CAMPURAN

Laporan Praktikum Hari, tanggal:Senin, 22 April 2013Teknologi Penyimpanan dan Gol/Kelompok:P2 / 6Penggudangan Dosen: Dr. Ir. Indah Yuliasih, M.ScAsisten: 1. Ariska Duti Lina (F34090101)2. Dimas Herdiyanto(F34090135)

PENYIMPANAN KOMODITI DAN PRODUK CAMPURAN

Oleh :1. Nia Khairina (F34110041)2. Novry Amelia (F34110059)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2013

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyimpanan merupakan salah satu faktor penting dalam penjagaan mutu suatu komoditi atau produk setelah pemanenan atau produksi. Penyimpanan yang baik akan memperpanjang umur simpan komoditi atau produk. Salah satu cara penyimpanan yang baik adalah tidak mencampur komoditi atau produk yang akan menggangu mutu komoditi atau produk lainnya. Di dunia industri terkadang komoditi atau produk yang disimpan tidaklah satu macam saja. Akan tetapi sering terjadi penumpukan beberapa jenis barang dalam satu tempat penyimpanan. Alasannya untuk menghemat tempat dan biaya penyimpanan. Namun hal tersebut akan berakibat fatal apabila komoditi atau produk yang dicampur justru akan cepat rusak atau terpengaruh oleh produk yang lainnya. Indikator perubahan dapat dilihat dari rasa, aroma, dan warna komoditi atau produk tersebut.Penting untuk mengetahiui karakteristik komoditi atau produk yang akan dicampur selama penyimpanan. Pencampuran penyimpanan sebenarnya tidak selamanya berakibat buruk. Ada beberapa produk yang justru semakin meningkatkan kualitas apabila disimpan secara bersamaan. Oleh karena itu praktikum ini dilaksanakan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas komoditi atau produk yang disimpan dengan dicampur komoditi atau produk lain.

1.2 TujuanPraktikum ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mengetahui mutu suatu komoditi atau produk selama penyimpanan campuran, mengetahui komoditi atau produk apa saja yang bisa disimpan secara bersamaan dan komoditi atau produk apa saja yang harus dipisah selama penyimpanan.

II. METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini diantaranya adalah biskuit, lada bubuk putih, sosis, tepung, tepung tapioka, garlic powder, keripik pisang, terasi, plastik HDPE dan plastik LDPE.

2.2 Metode

DitutupDimasukkan ke dalam kemasanDiamati setelah 1 mingguDikemasLada dan biskuitHasil pengamatan terhadap komoditi dan produk campuran

Dilaporkan komoditi yang dapat disimpan bersama dan terpisah

III. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Hasil Pengamatan(terlampir)

3.2 PembahasanModel penyimpanan dapat dilakukan dengan penyimpanan komoditi yang seragam atau penyimpanan komoditi yang beragam (Syarief et al. 1993). Proses penyimpanan campuran tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari produk atau komoditi tentang pengaruhnya terhadap komoditi atau produk lainnya. Oleh karena itu, pencampuran bahan dengan tepat tidak akan menyebabkan komoditi lainnya rusak.Pengamatan yang dilakukan oleh kelompok P1 dilaksanakan sebanyak dua kali pengamatan. Produk campuran yang diamati adalah sosis dan tepung. Sosis pada awal pengamatan berwarna merah, beraroma dan berasa daging. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) (1995), sosis harus memiliki syarat mutu yaitu memiliki warna, bau dan rasa yang normal maksudnya sesuai dengan bahan bakunya. Sedangkan tepung berwarna putih, beraroma tepung dan tidak berasa. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) (2009), tepung memiliki aroma yang normal (bebas dari bau asing) dan berwarna putih khas terigu. Pada pengamatan pertama terhadap produk campuran yang dikemas dengan LDPE perbandingan 1:1, diperoleh bahwa sosis berubah kecoklatan, berjamur dan berwarna kuning, aromanya agak tajam dibandingkan awal penyimpanan. Hasil ini hampir sama dengan penyimpanan menggunakan HDPE dengan perbandingan 1:5, tetapi aroma asal agak terpengaruh dengan aroma tepung. Pada produk penyimpanan campuran dengan perbandingan 1:2 baik yang dikemas dengan LDPE maupun HDPE warna memudar, berjamur dan berlendir, namun aroma yang ditimbulkan produk campuran pada kemasan LDPE aroma semakin tajam dari aroma semula, sedangkan pada HDPE tetap. Kemudian pada perbandingan 1:5 dengan kemasan LDPE dan 1:1 dengan kemasan HDPE, warna memudar dan berasa asam, tetapi pada perbandingan 1:5 aroma agak sedikit berkurang dari semula, sedangkan pada kemasan HDPE aroma semakin bertambah dari aroma semula. Pada pengamatan kali ini, tidak dilakukan uji rasa karena produk telah busuk dan berjamur, namun pada LDPE perbandingan 1:5 dan HDPE 1:1 masih dilakukan karena produk masih dalam kondisi yang cukup baik.Pada tepung yang dikemas dengan LDPE warna tetap, tidak berasa dan semakin sedikit perbandingan campuran produk maka aroma tepung semakin terpengarih dengan aroma sosis. Sedangkan pada kemasan HDPE pada perbandingan 1:1 warna tetap, aroma tepung sedikit terpengaruh dengan aroma sosis dan tidak berasa. Untuk perbandingan 1:2 dan 1:5 warna agak kekuningan dan tidak berasa, tetapi pada 1:2 aroma tepung agak terpengaruh dengan aroma sosis dan pada perbandingan 1:5 aromanya tetap.Pada pengamatan kedua, sosis yang dikemas dengan LDPE pada perbandingan 1:1 semakin banyak warna putih dan aroma sosis sangat kuat. Pada pengamatan kali ini sosis tidak dilakukan pengujian rasa karena produk telah berjamur dan busuk. Pada produk yang dikemas LDPE perbandingan 1:2 dan 1:5, warna memudar, berlendir dan berjamur, namun aroma pada perbandingan 1:2 agak bertambah dibandingkan aroma semula, sedangkan pada perbandingan 1:5 aroma sosis sangat berkurang dari aroma semula. Kemudian, pengamatan terhadap tepung memiliki hasil yang sama, baik pada kemasan LDPE dan HDPE, yaitu warna yang ditimbulkan kuning, aroma tepung sangat terpengaruh dengan aroma sosis dan tidak berasa. Akan tetapi pada tepung yang dikemas dengan HDPE perbandingan 1:5 aroma tetap.Pada pengamatan kelompok P1 dapat disimpulkan bahwa komoditi dan produk yang dikemas menggunakan plastik HDPE memiliki perubahan yang cukup signifikan baik dari warna, aroma dan rasa. Pada kemasan HDPE pula terlihat bahwa semakin banyak jumlah perbandingan produk dan komoditi akan berpengaruh pada warna, aroma dan rasa. Namun, pada LDPE aroma komoditi menjadi sangat terpengaruh terhadap produk. Jika dilihat dari jumlah perbandingan untuk yang dikemas dengan LDPE, semakin kecil perbandingan maka akan sangat berpengaruh terhadap warna, aroma dan rasa komoditi. Namun tidak dengan yang dikemas menggunakan HDPE, semakin besar jumlah perbandingan maka akan berpengaruh terhadap komoditi. Sehingga, sosis dan tepung tidak dapat disimpan secara bersama-sama.Kelompok praktikum P2 melakukan pengamatan terhadap produk campuran antara biskuit dan lada dikemas menggunakan HDPE dengan perbandingan 106:5, 106:10 dan 106:20. Pada awal pengamatan biskuit berwarna cokelat, beraroma biskut dan berasa manis. Sedangkan lada berwarna purih keabuan, beraroma lada dan berasa pedas. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) (1995) menyebutkan bahwa lada putih bubuk memiliki warna, rasa dan aroma dengan syarat normal, maksudnya sesuai dengan lada putih bubuk pada umumnya yaitu berwarna putih keabu-abuan, beraroma lada dan berasa pedas khas lada putih bubuk.Hasil pengamatan terhadap biskuit diperoleh bahwa warna sedikit bertambah dari warna semula. Kemudian semakin banyak lada yang disimpan bersama biskuit maka aroma dan rasa biskuit akan semakin terpengaruh dengan aroma lada. Pada pengamatan terhadap lada warna yang ditimbulkan semakin bertambah daripada warna semula. Pada perbandingan 106:5 dan 106:10 aroma dan rasa dari lada semakin bertambah, sedangkan pada perbandingan 106:20 lada aroma lada terpengaruh dengan aroma biskuit dan rasa dari lada semakin bertambah.Pada pengamatan kelompok P2 tidak dilakukan penyimpanan dengan kemasan yang berbeda. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah lada yang disimpan bersama biskuit, maka akan berpengaruh pada aroma dan rasa biskuit. Biskuit dan lada bubuk putih tidak dapat disimpan secara bersama, apalagi jika lada dalam jumlah banyak karena lada memiliki aroma yang cukup tajam.Pengamatan pada P3 yaitu penyimpanan campuran tepung tapioka dengan garlic powder (bawang putih bubuk). Dari hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa tepung tapioka yang disimpan dalam kemasan LDPE pada rasio 1:2 tidak terlalu dipengaruhi oleh garlic powder yang disimpan secara bersama. Menurut SNI (01-3451-1994), tepung tapioka memiliki warna yang normaal (khas tapioka dan bebas bau asing) dan berwarna putih. Dari hasil praktikum yang diperoleh, warna dari tepung tapioka dengan penyimpanan kemasan LDPE baik pada rasio 1:2, 1:5, dan 1:10 tidak berubah. Begitu juga dengan parameter warna, warna tepung tapioka tersebut masih sama seperti semula. Perubahan hanya terjadi pada aroma dari tepung tapioka pada penyimpanan dengan rasio 1:5 dan 1:10 yang semakin lama memiliki aroma garlic powder. Menurut SNI (01-2897-1992), bawang putih bubuk memiliki aroma yang sangat pekat dan khas bawang putih. Aroma pekat ini lah yang mempengaruhi tepung tapioka sehingga ikut memiliki aroma bawang putih.Sedangkan pada garlic powder sendiri, perubahan aroma tidak terlalu tipengaruhi oleh tepung tapioka. Akan tetapi semakin lama, garlic powder semakin menghasilkan aroma tajam. Selain itu pada rasio 1:5, warna dari garlic powder sedikit berkurang dari kecerahan awal. Begitu juga dengan penyimpanan dengan rasio 1:10. Kemudian garlic powder dan tepung tapioka juga disimpan dengan kemasan HDPE. Dari hasil pengamatan didapat hasil bahwa penyimpanan dengan rasio 1:5 menyebabkan warna dari tepung tapioka memudar sedikit, aromanya juga sedikit dipengaruhi oleh aroma garlic powder. Sedangkan rasanya masih tetap. Sedangkan pada garlic powder sendiri mengalami perubahan aroma yang menurun. Hal ini mungkin disebabkan oleh jenis plastik yang digunakan untuk menyimpan kedua produk tersebut. Parameter rasa juga menunjukkan bahwa masing-masing dari produk msih memiliki rasa yang sama seperti awal.Keripik pisang adalah produk makanan ringan yang dibuat dari irisan buah pisang dan digoreng dengan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Dilihat dari standar mutu yang ada berdasarkan SNI (01-4315-1996) bahwa keripik pisang yang baik selama penyimpanan yaitu jika dilihat dariorganoleptiknya yaitu keadaan baunya normal, rasanya khas pisang, warnanya normal, dan teksturnya renyah. Pengemasan yang baik untuk keripik pisang yaitu produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.Penyimpanan produk akhir sebaiknya dilakukan di ruang yangterpisah dengan ruang penyimpanan bahan baku. Bahan pengemas yang umum digunakan untuk kripik pisang adalah plastik polipropilen dengan ketebalan minimal 0,8 mm atau aluminium foil. Pengemasan produk yang berupa kripik sebaiknya menggunakan mesin pengemas vakum (vacuum sealer). Ruang pengepakan diusahakan mempunyai kelembaban udara (RH) yang rendah mengingat sifat keripik vakum ini higroskopisitasnya tinggi misalnya dilakukan dalam ruang ber-AC (Kartika 1988).Pada pengamatan kali ini, produk keripik pisang disimpan dengan produk terasi. Pada penyimpanan dengan kemasan LDPE pada rasion 1:2, warna dari keripik pisang masih tetap kuning, aroma dan rasa belum dipengaruhi oleh produk terasi. Pada produk terasi sendiri, juga tidak mengalami perubahan yang signifikan. Sedangkan pada rasio 1:5, keripik mengalami penurunan warna, aroma bertambah, sedangkan rasanya sudah dipengaruhi oleh produk terasi. Pada rasion 1:10, warna dan rasa keripik pisang semakin tajam, sedangkan aromanya sudah dipengaruhi oleh produk terasi. Produk terasi sendiri, pada rasio 1:5 dan 1:10 mengalami penurunan warna. Hal ini mungkin disebabkan jenis plastik. Terasi menurut SNI (19-0428-1989), memiliki aroma khas terasi dan rasa yang manis asin. Terasi harus disimpan dengan plastik LDPE dan diseal dalam keadaan vacum. Pada rasio 1:2, aroma terasi semakin tajam. Hal ini disebabkan perbandingan yang masih hampir setara sehingga, terasi yang memiliki aroma yang tajam semakin tajam. Sedangkan pada rasio 1:5 dan 1:10, aroma dan rasa terasi sudah dipegaruhi oleh produk keripik pisang.Kemudian pada penyimpanan dengan kemasan HDPE, pada rasion 1:2, warna keripik pisang semakin menguning, aroma dan rasa nya juga semakin menajam. Sedanngkan pada produk terasi, warnanya menurun, sedangkan aroma dan rasanya sedikit bertambah tajam. Pada rasion 1:5, warna keripik pisang sama seperti pada rasion 1:2. Aroma dari keripik pisang semakin bertambah, akan tetapi rasanya sudah berbeda. Pada produk terasinya sendiri, parameter warna dan rasa semakin berkurang, sedangkan aroma terasi semakin menajam. Rasion 1:10, memberikan hasil bahwa warna dan aroma pisang semakin lama semakin berkurang, sedangkan rasanya semakin menajam. Produk terasi, mengalami hal yang berbeda dimana, aroma dan rasa mengalami peningkatan ketajaman sedangkan warnanya semakin berkurang. Hal ini disebabkan, jenis plastik yang digunakan. Senyawa-senyawa volatil dari produk terasi masih tetap berada di dalam kemasan dikarenakan sifat barrier yang dimiliki plastik HDPE.

IV. PENUTUP4.1 KesimpulanBerdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa komoditi dan produk yang diamati tidak dapat disimpan secara bersama. Pada pengamatan kelompok P1 dapat disimpulkan bahwa komoditi dan produk yang dikemas menggunakan plastik HDPE memiliki perubahan yang cukup signifikan baik dari warna, aroma dan rasa. Pada kemasan HDPE pula terlihat bahwa semakin banyak jumlah perbandingan produk dan komoditi akan berpengaruh pada warna, aroma dan rasa. Namun, pada LDPE aroma komoditi menjadi sangat terpengaruh terhadap produk. Jika dilihat dari jumlah perbandingan untuk yang dikemas dengan LDPE, semakin kecil perbandingan maka akan sangat berpengaruh terhadap warna, aroma dan rasa komoditi. Namun tidak dengan yang dikemas menggunakan HDPE, semakin besar jumlah perbandingan maka akan berpengaruh terhadap komoditi. Sehingga, sosis dan tepung tidak dapat disimpan secara bersama-sama.Sedangkan, untuk kelompok P2 tidak dilakukan penyimpanan dengan kemasan yang berbeda. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah lada yang disimpan bersama biskuit, maka akan berpengaruh pada aroma dan rasa biskuit. Biskuit dan lada bubuk putih tidak dapat disimpan secara bersama, apalagi jika lada dalam jumlah banyak karena lada memiliki aroma yang cukup tajam.Pada kelompok P3, dapat disimpulkan bahwa jumlah garlic powder yang digunakan sewaktu penyimpanan sangat mempengaruhi parameter pengamatan dari tepung tapioka dan garlic powder sendiri. Garlic powder tidak bisa disimpan secara bersamaan dengan tepung tapioka karena memiliki aroma yang sangat tajam. Dari pengamatan kelompok P4, dapat disimpulkan bahwa produk keripik pisang dan terasi tidak bisa disimpan secara bersama. Hal ini juga disebabkan terasi memiliki aroma khas yang sangat tajam yang bisa mempengaruhi komoditi atau produk di sekitarnya.Pada dasarnya, komoditi atau produk yang memiliki aroma khas yang tajam tidak bisa disimpan dengan komoditi atau produk lain, karena akan memberikan dampak yang buruk bagi komoditi atau produk lainnya.

4.2 SaranPraktikum ini memberikan pengetahuan yang bisa diterapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari kita. Jadi, tidak ada salahnya apabila para praktikan menerapkan hasil dari praktikum ini, sehingga bisa memberikan manfaat lebih bagi praktikan sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Kartika B. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : UGM.SNI. 01.4315.1996. Keripik Pisang. Badan Standarisasi Nasional.SNI. 01.2973.1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Badan Standarisasi Nasional.SNI. 01.3717.1995. Lada Putih Bubuk. Badan Standarisai Nasional.SNI. 01.3820.1995. Mutu dan Cara Uji Sosis. Badan Standarisasi Nasional. SNI. 01-2897-1992. Bawang Putih Bubuk. Badan Standarisasi Nasional.SNI. 01-3451-1994. Tepung Tapioka. Badan Standarisasi Nasional.SNI. 19-0428-1989. Terasi. Badan Standarisasi Nasional.SNI. 25820.3751.2009. Tepung Terigu. Badan Standarisasi Nasional.Syarief R dan Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Penerbit ARCAN.